Laman

Jumat, 02 Maret 2012

PENTINGNYA PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK) DAN LESSON STUDY (LS) BAGI GURU DAN CALON GURU


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan. Dalam proses pendidikan di sekolah, guru memegang tugas ganda yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar guru bertugas menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak anak didik, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif, dan mandiri. Djamarah (2002) berpendapat bahwa baik mengajar maupun mendidik merupakan tugas dan tanggung jawab guru sebagai tenaga profesional2. Oleh sebab itu, tugas yang berat dari seorang guru ini pada dasarnya hanya dapat dilaksanakan oleh guru yang memiliki kompetensi profesional yang tinggi sehingga menyebabkan peningkatan mutu dan hasil pembelajaran.
Peningkatan mutu pendidikan dapat dicapai melalui berbagai cara, antara lain: melalui peningkatan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan lainnya, pelatihan dan pendidikan, atau dengan memberikan kesempatan untuk menyelesaikan masalah-masalah pembelajaran dan nonpembelajaran secara profesional lewat penelitian tindakan secara terkendali. Upaya meningkatkan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan lainnya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi saat menjalankan tugasnya  akan memberi dampak positif ganda. Pertama, peningkatan kemampuan dalam menyelesaikan masalah pendidikan dan pembelajaran yang nyata. Kedua, peningkatan kualitas isi, masukan, proses, dan hasil belajar. Ketiga, peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan lainnya. Keempat, penerapan prinsip pembelajaran berbasis penelitian (Santyasa, 2007).
Dalam menjalankan tugasnya, secara ideal guru merupakan agen pembaharuan. Sebagai agen pembaharuan, guru diharapkan selalu melakukan langkah-langkah inovatif berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukannya. Langkah inovatif sebagai bentuk perubahan paradigma guru tersebut dapat dilihat dari pemahaman dan penerapan guru tentang Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Lesson Study (Santyasa, 2007).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis akan menguraikan secara rinci mengenai Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Lesson Study serta pentingnya kedua penerapan tersebut.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas, maka rumusan masalah yang dapat diambil adalah sebagai berikut.
1.2.1        Apa definisi Penelitian Tindakan Kelas (PTK)?
1.2.2        Apa definisi Lesson Study?
1.2.3        Mengapa PTK penting bagi guru dan calon guru?
1.2.4        Mengapa Lesson Study penting bagi guru dan calon guru?
1.2.5        Bagaimana hubungan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan Lesson Study?

1.3  Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan agar mahasiswa dapat:
1.3.1        Memahami definisi Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
1.3.2        Memahami definisi Lesson Study.
1.3.3        Mengetahui pentingnya Penelitian Tindakan Kelas (PTK) bagi guru dan calon guru.
1.3.4        Mengetahui pentingnya Lesson Study bagi guru dan calon guru.
1.3.5        Mengetahui hubungan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan Lesson Study.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
2.1.1        Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Susilo, Chotimah, dan Sari (2011) menyatakan bahwa secara sederhana, PTK dapat diartikan sebagai sebuah proses investigasi terkendali yang berdaur ulang dan bersifat reflektif mandiri yang dilakukan oleh guru/ calon guru yang memiliki tujuan untuk melakukan perbaikan-perbaikan terhadap sistem, cara kerja, proses, isi, kompetensi, atau situasi pembelajaran.
Ditambahkan pula dengan definisi lainnya yang menyebutkan bahwa penelitian tindakan adalah penelitian tentang, untuk, dan oleh masyarakat dengan memanfaatkan interaksi, partisipasi, dan kolaborasi antara peneliti dengan kelompok sasaran. Selain itu, PTK juga diartikan sebagai salah satu strategi penyelesaian masalah yang memanfaatkan tindakan nyata dan proses pengembangan kemampuan dalam mendeteksi dan menyelesaikan masalah. Dalam prosesnya, pihak-pihak yang terlibat saling mendukung satu sama lain dengan melengkapi fakta-fakta dan mengembangkan kemampuan analisis. Dalam praktiknya, penelitian tindakan kelas menggabungkan tindakan bermakna dengan prosedur penelitian. Hal itu merupakan suatu upaya menyelesaikan masalah sekaligus mencari dukungan ilmiahnya. Secara sadar pihak yang terlibat (calon guru, guru, dosen, widyaiswara, instruktur, kepala sekolah, dan warga masyarakat) mencoba merumuskan suatu tindakan atau intervensi yang diperhitungkan dapat menyelesaikan masalah atau memperbaiki situasi dan diperkirakan secara cermat mengamati pelaksanaannya untuk memahami tingkat keberhasilannya.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian reflektif yang dilaksanakan secara siklis (berdaur) oleh guru/ calon guru di dalam kelas. Dikatakan demikian karena proses PTK dimulai dari tahapan perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi untuk memecahkan masalah dan mencobakan hal-hal baru demi peningkatan kualitas pembelajaran (Susilo, Chotimah, dan Sari, 2011).

2.1.2        Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Dalam Susilo, Chotimah, dan Sari (2011) dijelaskan bahwa penelitian tindakan kelas mempunyai cirri khas yang dapat membedakannya dengan jenis penelitian lain. Sesuai dengan namanya, cirri khas penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut.
a.       Masalah yang diteliti berupa masalah praktik pembelajaran sehari-hari di kelas yang dihadapi oleh guru/ calon guru, termasuk bagaimana membelajarkan siswa dengan pendekatan kontekstual, bagaimana mengembangkan kecakapan hidup siswa, bagaimana mengembangkan kompetensi siswa berdasarkan KTSP.
b.      Diperlukan tindakan-tindakan tertentu untuk memecahkan masalah tersebut dalam rangka memperbaiki/ meningkatkan pembelajaran di kelas.
c.       Terdapat perbedaan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan PTK.
Guru sendiri yang berperan sebagai peneliti, baik secara perorangan maupun kelompok. Pihak lain seperti calon guru, kepala sekolah, pengawas, atau dosen dapat bertindak secara kolaboratif sebagai mitra peneliti. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ciri khas penelitian tindakan kelas berfokus pada masalah praktis pembelajaran di kelas, adanya tindakan untuk memperbaiki proses, dan menekankan pada pengembangan keprofesionalan guru (Susilo, Chotimah, dan Sari, 2011).
Ditambahkan pula oleh Santyasa (2007) mengenai karakteristik PTK yang
sekaligus dapat membedakannya dengan penelitian formal adalah sebagai berikut.
a.       PTK merupakan prosedur penelitian di kelas yang dirancang untuk menanggulangi masalah nyata yang dialami Guru berkaitan dengan siswa di kelas itu. Ini berarti, bahwa rancangan penelitian diterapkan sepenuhnya di kelas itu, termasuk pengumpulan data, analisis, penafsiran, pemaknaan, perolehan temuan, dan penerapan temuan. Semuanya dilakukan di kelas dan dirasakan oleh kelas itu.
b.      Metode PTK diterapkan secara kontekstual, dalam arti bahwa variabel-variabel yang ditelaah selalu berkaitan dengan keadaan kelas itu sendiri. Dengan demikian, temuan hanya berlaku untuk kelas itu sendiri dan tidak dapat digeneralisasi untuk kelas yang lain. Temuan PTK hendaknya selalu diterapkan segera dan ditelaah kembali efektivitasnya dalam kaitannya dengan keadaan dan suasana kelas itu.
c.       PTK terarah pada suatu perbaikan atau peningkatan kualitas pembelajaran, dalam arti bahwa hasil atau temuan PTK itu adalah pada diri Guru telah terjadi perubahan, perbaikan, atau peningkatan sikap dan perbuatannya. PTK akan lebih berhasil jika ada kerja sama antara Guru-Guru di sekolah, sehingga mereka dapat sharing permasalahan, dan apabila penelitian telah dilakukan, selalu diadakan pembahasan perencanaan tindakan yang dilakukan. Dengan demikain, PTK itu bersifat kolaborasi dan kooperatif.
d.      PTK bersifat luwes dan mudah diadaptasi. Dengan demikian, maka cocok digunakan dalam rangka pembaharuan dalam kegiatan kelas. Hal ini juga memungkinkan diterapkannya suatu hasil studi dengan segera dan penelaahan kembali secara berkesinambungan.
e.       PTK banyak mengandalkan data yang diperoleh langsung atas refleksi diri peneliti. Pada saat penelitian berlangsung Guru sendiri dibantu rekan lainnya mengumpulkan informasi, menata informasi, membahasnya, mencatatnya, menilainya, dan sekaligus melakukan tindakan-tindakan secara bertahap. Setiap tahap merupakan tindakan lanjut tahap sebelumnya.
f.       PTK sedikitnya ada kesamaan dengan penelitian eksperimen dalam hal percobaan tindakan yang segera dilakukan dan ditelaah kembali efektivitasnya. Tetapi, PTK tidak secara ketat memperdulikan pengendalian variabel yang mungkin mempengaruhi hasil penelaahan. Oleh karena kaidah-kaidah dasar penelitian ilmiah dapat dipertahankan terutama dalam pengambilan data, perolehan informasi, upaya untuk membangun pola tindakan, rekomnedasi dan lain-lain, maka PTK tetap merupakan proses ilmiah.
g.      PTK bersifat situasional dan spesisifik, yang pada umumnya dilakukan dalam bentuk studi kasus. Subyek penelitian sifatnya terbatas, tidak representatif untuk merumuskan atau generalisasi. Penggunaan metoda statistik terbatas pada pendekatan deskriptif tanpa inferensi.

2.1.3        Prinsip Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Menurut Hopkins (1993: 57-61) dalam Santyasa (2007), terdapat 6 prinsip penelitian tindakan kelas. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
1)      Sebagai seorang guru yang pekerjaan utamanya adalah mengajar, seyogyanya PTK yang dilakukan tidak mengganggu komitmennya sebagai pengajar. Ada dua hal penting terkait dengan prinsip ini. Pertama, mungkin metode pembelajaran yang diterapkannya dalam PTK tidak segera dapat memperbaiki pembelajarannya, atau hasilnya tidak jauh berbeda dengan metode yang digunakan sebelumnya. Sebagai pertanggungjawaban profesional, Guru hendaknya selalu secara konsisten menemukan sebabnya, mencari jalan keluar terbaik, atau menggantinya agar mampu memfasilitasi para siswa dalam belajar dan meningkatkan hasil belajar secara lebih optimal. Kedua, banyaknya siklus yang diterapkan hendaknya mengutamakan pada ketercapaian kriteria keberhasilan, misalnya pembentukan pemahaman yang mendalam (deep understanding) ketimbang sekadar menghabiskan kurikulum (content coverage), dan tidak semata-mata mengacu pada kejenuhan informasi (saturation of information).
2)      Teknik pengumpulan data tidak menuntut waktu dan cara yang berlebihan. Sedapat mungkin hendaknya dapat diupayakan prosedur pengumpulan data yang dapat ditangai sendiri, sementara Guru tetap aktif sebagai mana biasanya. Teknik pengumpulan data diupayakan sesederhana mungkin, asal mampu memperoleh informasi yang cukup signifikan dan dapat dipercaya secara metodologis.
3)      Metodologi yang digunakan hendaknya dapat dipertanggung jawabkan reliabilitasnya yang memungkinkan Guru dapat mengidentifikasi dan merumuskan hipotesis secara meyakinkan, mengembangkan strategi yang dapat diterapkan pada situasi kelas, serta memperoleh data yang dapat digunakan untuk membuktikan hipotesis tindakannya. Jadi, walaupun terdapat kelonggaran secara metodologis, namun PTK mestinya tetap dilaksanakan atas dasar taat kaidah keilmuan.
4)      Masalah yang terungkap adalah masalah yang benar-benar membuat Guru galau, sehingga atas dasar tanggung jawab profesional, dia didorong oleh hatinya untuk memiliki komitmen dalam rangka menemukan jalan keluarnya melalui PTK. Komitmen tersebut adalah dorongan hati yang paling dalam untuk memperoleh perbaikan secara nyata proses dan hasil pelayanannya pada siswa dalam menjalankan tugas-tugas kesehariannya dibandingkan dengan proses dan hasil-hasil sebelumnya. Dengan demikian, mengajar adalah penelitian yang dilakukan secara berkelanjutan dalam rangka mengkonstruksi pengetahuan sendiri agar mampu melakukan perbaikan praktiknya.
5)      Pelaksanaan PTK seyogyanya mengindahkan tata krama kehidupan berorganisasi. Artinya, PTK hendaknya diketahui oleh kepala sekolah, disosialisasikan pada rekanrekan Guru, dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan, dilaporkan hasilnya sesuai dengan tata krama penyusunan karya tulis ilmiah, dan tetap mengedepankan kepentingan siswa layaknya sebagai manusia.
6)      Permasalahan yang hendaknya dicarikan solusinya lewat PTK hendaknya tidak terbatas hanya pada konteks kelas atau mata pelajaran tertentu, tetapi tetap mempertimbangkan perspektif sekolah secara keseluruhan. Dalam hal ini, pelibatan lebih dari seorang pelaku akan sangat mengakomodasi kepentingan tersebut.

2.1.4        Prosedur Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
PTK merupakan proses pengkajian suatu masalah pada suatu kelas melalui sistem daur ulang dari berbagai kegiatan, seperti yang ditunjukkan pada Bagan 1.

 
Bagan 1. Daur Ulang dalam Penelitian Tindakan Kelas

Daur tersebut dapat dilaksanakan bertolak dari hasil refleksi diri tentang adanya unsure ketidakpuasan diri sendiri terhadap kinerja yang dilakukan dan yang dilalui sebelumnya. Misalnya, Guru sadar bahwa hasil belajar siswa pada bidang studi yang diasuh selalu terpuruk. Guru saat itu berpikir tentang strategi pembelajaran yang diterapkan selama ini, fasilitas yang mendukung pelajaran, lalu mencari kelemahan-kelemahan kinerja yang telah dilakukan yang diduga sebagai penyebab terpuruknya hasil belajar siswa (Santyasa, 2007).
Untuk merencanakan tindakan perbaikan, ada beberapa pertanyaan yang dapat membantu Guru, sebagai berikut.
a)      Apa kepedulian anda terhadap kelas itu?
b)      Mengapa anda peduli terhadap hal tersebut?
c)      Apa yang menurut pendapat anda, anda dapat lakukan berkenan dengan hal itu?
d)     Bukti-bukti yang bagaimana yang dapat anda kumpulkan untuk membantu menelaah apa yang terjadi?
e)      Bagaimana anda akan mengumpulkan buktibukti itu?
f)       Bagaimana anda akan memeriksa bahwa pertimbangan anda mengenai apa yang terjadi itu cukup tepat dan cermat?
Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan itu akan menghasilkan penilaian praktis tentang situasi yang dihadapi dan menghasilkan pula rencana yang mungkin digunakan untuk menangani situasi itu. Dalam hal seperti itu, daur ulang yang serupa dengan yang dikemukakan tersebut terjadi pula, yaitu dengan terjadinya apa yang dirasakan Guru.
1)   Guru mengalami suatu masalah dalam mengajar apabila sistem nilai yang diperoleh tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum.
2)   Guru membayangkan pemecahan masalah tersebut.
3)   Guru bertindak sesuai dengan cara pemecahan yang dibayangkan.
4)   Guru menilai hasil upaya pemecahan itu.
5)   Guru memperbaiki praktik, rencana, dan gagasan-gagasan mengajar dengan strategi baru sesuai dengan hasil penilaian itu.
6)   Guru menerangkan hasil perubahan itu sambil menelaah dampaknya terhadap hasil kerjanya (Santyasa, 2007).

2.1.1        Proses Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Keseluruhan proses PTK selengkapnya terdiri atas tahapan-tahapan seperti yang dilukiskan pada Bagan 2, yang pada pokoknya terdiri dari empat tahapan.
 
Bagan 2. Proses Siklus Penelitian Tindakan Kelas


1)      Refleksi Awal, Gagasan Umum, Penelaahan Lapangan, dan Tema Kepedulian
Keempat tahapan berpikir ini adalah langkah awal yang merupakan akumulasi dan rasa ketidakpuasan seorang Guru atau hasil renungannya terhadap kinerja yang dilakukan. Refleksi awal tidak lain merupakan latar belakang masalah untuk melahirkan gagasan umum. Penelaahan lapangan adalah keberhasilan dalam mengidentifikasi permasalahan yang ada. Menganalisis sumber penyebabnya, dan berdasarkan logika ilmiah diwujudkanlah tema kepedulian yang merupakan permasalahan pokok yang akan diteliti.
Agar hasil penelaahan lapangan dapat seakurat mungkin, maka Guru dianjurkan menyimak kepustakaan penelitian pendidikan (jurnal dan buku sumber) dan pengalaman pribadinya. Hal ini akan membantu kerja yang lebih tepat. Di samping itu, kajian kepustakaan akan menyadarkan Guru ke arah kesiapan pengenalan nilai-nilai pendidikan, nilai-nilai sosial, minat siswa dan atau kelompok kerjanya, yang semuanya akan mempengaruhi rasionalitas, keterbukaan, dan keserasian kerja.

2)      Perencanaan
Perencanaan selalu mengacu kepada tindakan apa yang dilakukan, dengan mempertimbangkan keadaan dan suasana obyektif dan subyektif. Dalam perencanaan tersebut, perlu dipertimbangkan tindakan khusus apa yang dilakukan, apa tujuannya. Mengenai apa, siapa melakukan, bagaimana melakukan, dan apa hasil yang diharapkan. Setelah pertimbangan itu dilakukan, maka selanjutnya disusun gagasan-gagasan dalam bentuk rencana yang dirinci. Kemudian gagasan-gagasan itu diperhalus, hal-hal yang tidak penting dihilangkan, pusatkan perhatian pada hal yang paling penting dan bermanfaat bagi upaya perbaikan yang dipikirkan. Sebaiknya perencanaan tersebut didiskusikan dengan Guru yang lain untuk memperoleh masukan. Berkaitan dengan contoh permasalahan dan tema kepedulian yang telah diuarikan tersebut, alternatif perencanaan untuk melaksanakan PTK adalah menyiapkan rancangan pembelajaran dan lembaran kerja siswa dengan model Problem-Based Learning, mengalokasikan waktu sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran model Problem-Based Learning, menyiapkan pedoman observasi, pedoman penilaian kinerja, , menyiapkan tes kompetensi kognitif, menyiapkan tes sikap, meyiapkan format observasi, menyiapkan angket respon siswa.

3)      Pelaksanaan Tindakan
Jika perencanan yang telah dirumuskan sebelumnya merupakan perencanaan yang cukup matang, maka proses tindakan semata-mata merupakan pelaksanaan perencanaan itu. Namun, kenyataan dalam praktik tidak sesederhana yang dipikirkan. Oleh sebab itu, pelaksanaan tindakan boleh jadi berubah atau dimodifikasi sesuai dengan keperluan di lapangan. Tetapi jangan sampai modifikasi yang dilakukan terlalu jauh menyimpang. Jika perencanaan yang telah dirumuskan tidak dilaksanakan, maka Guru hendaknya merumuskan perencanaan kembali sesuai dengan fakta baru yang diperoleh.
Sesuai dengan contoh permasalahan yang diuraikan sebelumnya, maka tindakan dapat dilakukan sesuai dengan berikut. Pertama-tama Guru menyajikan permasalahan kepada siswa. Selanjutnya, dia bisa memulai pembelajaran dengan langkah-langkah sesuai dengan model Problem-Based Learning. Jika perencanaan telah menetapkan pelaksanaan asesmen kinerja diadakan setiap kali pertemuan, lakukanlah asesmen kinerja tersebut dengan seksama. Hasil asesmen dianalisis sekaligus diberi komentar pada masing-masing konsep yang menjadi materi kinerja para siswa. Komentar hendaknya menyatakan penilaian kuantitatif pada setiap tahap yang dikehendaki secara logis. Komentar berikut nilai dikembalikan kepada siswa untuk dibahas pada pertemuan berikutnya. Agar waktunya efisien, maka diadakan identifikasi kesalah pahaman siswa sekaligus dapat dikelompokkan jenis-jenis kesalah pahaman tersebut. Setelah pembahasan tentang hasil asesmen tersebut selesai, mulailah pembelajaran topik baru, dan demikian seterusnya.

4)      Observasi dan Evaluasi
Hal yang tidak bisa dilupakan, bahwa sambil melakukan tindakan hendaknya juga dilakukan pemantauan secara cermat tentang apa yang terjadi. Dalam pemantauan itu, lakukan pencatatan-pencatatan sesuai dengan form yang telah disiapkan. Catat pula gagasan-gagasan dan kesan-kesan yang muncul, dan segala sesuatu yang benar-benar terjadi dalam proses pembelajaran. Secara teknis operasional, kegiatan pemantauan dapat dilakukan oleh Guru lain. Di sinilah letak kerja kolaborasi antar profesi. Namun, jika petugas pemantau itu bukan rekanan peneliti, sebaiknya diadakan sosialisasi materi pemantauan untuk menjaga agar data yang dikumpulkan tidak terpengaruh minat pribadinya.
Untuk memperoleh data yang lebih obyektif, guru dapat menggunakan alat-alat optik atau elektronik, seperti kamera, perekam video, atau perekam suara. Pada setiap kali akan mengakhiri penggalan kegiatan, lakukanlah evaluasi terhadap hal-hal yang telah direncanakan. Jika observasi berfungsi untuk mengenali kualitas proses tindakan, maka evaluasi berperanan untuk mendeskripsikan hasil tindakan yang secara optimis telah dirumuskan melalui tujuan tindakan. Seacara ilustratif, berkaitan dengan contoh permasalahan yang telah diungkapkan sebelumnya, maka pemantauan dilakukan untuk mengamati selama pembelajaran, mengamati interaksi selama proses penyelidikan berlangsung, mengamati respon siswa terhadap proses pembelajaran. Sedangkan evaluasi ditujukan kepada hasil belajar siswa
melalui asesmen kinerja, portofolio, tes, dan respon siswa melalui penyebaran angket.

5)      Refleksi
Refleksi adalah suatu upaya untuk mengkaji apa yang telah terjadi, yang telah dihasilkan, atau apa yang belum dihasilkan, atau apa yang belum tuntas dari langkah atau upaya yang telah dilakukan. Dengan perkataan lain, refleksi merupakan pengkajian terhadap keberhasilan atau kegagalan pencapaian tujuan. Untuk maksud ini, Guru hendaknya terlebih dahulu menentukan kriteria keberhasilan. Refleksi terdiri atas 5 komponen. Komponen-komponen tersebut dilukiskan pada Bagan 3.

 
Bagan 3. Komponen-komponen Refleksi dalam PTK

Kelima komponen itu dapat terjadi secara berurutan, atau terjadi bersamaan. Apabila Guru selaku pelaksana PTK telah memiliki gambaran menyeluruh mengenai apa yang terjadi pada fase sebelumnya, maka kalau dia ingin melanjutkan tindakan berikutnya, dia harus memikirkan faktor-faktor penyebabnya. Pengkajian seperti itu dilakukan dengan tetap memperhatikan keseluruhan tema kepedulian PTK yang sedang berjalan dan tentu saja dengan memperhatikan tujuan yang ingin dicapai atau perubahan yang diharapkan. Dalam rangka menetapkan tindakan selanjutnya. Hasil refleksi hendaknya didiskusikan sebelum diambil suatu keputusan, lebih-lebih hasil refleksi yang akan digunakan sebagai dasar kesimpulan dan rekomendasi.
Berikut disajikan contoh ilustrasi refleksi. Misalkan hasil observasi terungkap bahwa dari strategi (misalkan diskusi kelas) yang telah digunakan dalam pembelajaran, ternyata siswa ribut, kurang bertanggung jawab, kesiapannya kurang. Hasil observasi terhadap proses pembahasan hasil asesmen diperoleh data bahwa siswa kurang aktif berinteraksi terhadap materi pelajaran, temannya, dan terhadap Guru. Hasil analisis kompetnsinya terungkap masih rendah (belum mencapai target minimal). Respon siswa tidak bisa mengikuti pembelajaran secara optimal dalam waktu singkat, sulit mendapat giliran dalam diskusi kelas, tidak ada kesesuaian antara materi diskusi dengan materi tes, dan lain-lain. Terhadap semua data tersebut, maka Guru melakukan refleksi.
Misalnya diskusi kelas diubah menjadi diskusi kelompok, lebih banyak menyiapkan pertanyaan-pertanyaan dalam diskusi, memberikan tugas sebelumnya kepada siswa, menunjuk secara bergiliran siswa untuk mengerjakan tugas sekaligus dinilai secara kualitatif atau kuantitatif, hasil asesmen didiskusikan kepada siswa sebelum pembelajaran berikutnya, sasaran belajar dirumuskan secara realistis yang mudah diukur, dan lain-lain.

 
Gambar 1 Model PTK yang Banyak Diadopsi di Indonesia
(Herlanti, 2010).

Pada perencanaan (plan), kita melakukan proses identifikasi masalah dan penyebabnya, kemudian menentukan hipotesis tindakan, membuat RPP/skenario pembelajaran, mempersiapkan media pembelajaran yang mendukung, dan mempersiapkan cara merekam (instrumen penelitian) dan menganalisis data mengenai proses dan hasil tindakan perbaikan.
Pada pelaksanaan (action) guru melaksanakan RPP/skenario yang telah dibuatnya.  Tetapi sebelum pelaksanaan harus dipastikan hal-hal berikut: Apa yang pertama kali dilakukan? Bagaimana organisasi kelas? Siapa yang perlu menjadi kolaborator saya? Siapa yang mengambil data? Pada saat pelaksanaan ini, guru benar-benar harus terlebih dahulu memahami masing-masing siswa jangan sampai ada yang menjadi obyek tindakan. Kelas diciptakan sebagai komunitas belajar daripada laboratorium tindakan. Harus diingat bahwa dalam pelaksanaan PTK, kelas tidak dibagi menjadi kelompok kontrol dan treatment (Herlanti, 2010).
Pada pengamatan (Observe) guru melakukan pengamatan untuk memotret sejauh mana efektivitas kepemimpinan atas tindakan telah mencapai sasaran. Efektivitas kepemimpinan atasan dari suatu intervensi terus dimonitor secara reflektif. Selain itu guru menguraikan jenis-jenis data yang dikumpulkan, cara pengumpulan data dan alat koleksi data (angket/ wawancara/observasi dan lain-lain).  Setelah selesai praktek pengamatan, maka guru dan mitra kolaborasi sebaikanya melakukan diskusi balikan (review discussion). Diskusi balikan ini sebaiknya dilakukan tidak lebih dari 24 jam setelah observasi, suasana diskusi diupayakan mutually supportive dan non threatening, diskusi bertolak dari rekaman data yang diinterpretasikan secara bersama-sama, dan pembahasannya mengacu pada penetapan sasaran serta pengembangan strategi perbaikan untuk menentukan rencana berikutnya.
Pada kegiatan refleksi (Reflect) guru sebagai peneliti dapat mengulas secara kritis tentang perubahan yang terjadi yaitu siswa, suasana kelas dan guru. Pada tahap ini, guru sebagai peneliti menjawab pertanyaan mengapa (why), bagaimana (how) dan sejauhmana (to what extenct) intervensi telah menghasilkan perubahan secara signifikan.  Refleksi ini didasarkan pada telaah hasil observasi dan diskusi balikan.  Selain itu disarankan membuat learning logs (catatan reflektif dan kritis) setiap hari, sehingga perubahan-perubahan yang terjadi dapat dipotret setiap hari. Contoh perubahan-perubahan yang harus diamati yaitu perubahan yang terjadi pada diri siswa (hasil belajar, portofolio, perubahan sikap), guru (penguasaan kelas, rasa percaya diri, peningkatan ketrampilan) dan suasana kelas (penampilan kelas dan atmosfer kelas yang dapat menghasilkan interaksi yang akrab). Apa yang terjadi bila pada siklus tersebut, peneliti belum mencapai indikator pencapaian tindakan? alternatif pertama adalah guru dapat menyempurnakan intervensi sehingga pada siklus kedua dikembangkan intervensi yang sama dan lebih disempurnakan. Langkah-langkah sesuai dengan siklus pertama. Begitu seterusnya sampai peneliti indikator pencapaian tindakan tercapai (Herlanti, 2010).

2.1  Lesson Study (LS)
2.1.1        Sejarah Lesson Study
Istilah Lesson Study (LS) pertama kali diciptakan oleh Makoto Yoshida. Kajian LS didasarka pada kurikulum U. S yang dirancang berdasarkan temuan-temuan penelitian unggul. Kajian tersebut menggeser paradigma materi kurikulum dari “memanjakan” menuju “memberdayakan”. Materi kurikulum dengan paradigma “memanjakan” kurang sesuai dengan karakteristik siswa, sehingga substansi materi sering lepas konteks dan kurang sesuai dengan kebutuhan siswa yang berakibat siswa menjadi kurang tertarik pada pelajaran, pembelajaran menjadi kurang bermakna serta menjadikan siswa kurang mengekspresikan kemampuannya. Sedangkan materi kurikulum dengan paradigma “memberdayakan” artinya kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan siswa sehingga siswa menjadi lebih tertarik dalam proses pembelajaran (Santyasa, 2009).
Lesson Study ini mempunyai sejarah panjang, dan secara  signifikan  telah  membantu perbaikan dalam  pembelajaran (teaching)  dan  pembelajaran/proses belajar (learning) siswa dalam  kelas,  juga dalam pengembangan kurikulum. Banyak guru sekolah dasar dan sekolah menengah di  Jepang menyatakan bahwa Lesson Study merupakan salah satu pendekatan  pengembangan profesi  penting yang telah membantu mereka  tumbuh  berkembang  sebagai  profesional  sepanjang karer  mereka  (Yoshida, 1999 dalam Krisnawan, 2010). 
Di  Jepang  para  guru  dapat  meningkatkan ketrampilan/  kecakapan dalam mengajarnya melalui kegiatan Lesson Study, yakni  belajar  dari  suatu  pembelajaran.  Lesson study  merupakan salah satu bentuk pembinaan guru (in-service) yang dapat dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme guru.  Lesson study  dilakukan di wilayah  guru mengajar dengan  menggunakan  kelas dalam lingkungan nyata,  sehingga akan membiasakan guru bekerja secara kolaboratif baik dengan  guru  bidang studi  dan dengan  guru  diluar  bidang  studi, bahkan dengan masyarakat. 
Lesson Study sampai di Indonesia melalui program piloting yang dilaksanakan dalam proyek follow-up IMSTEP-JICA di tiga perguruan tinggi yaitu UNY, UPI dan juga UM. Di UM sendiri  Lessson Study diperkenalkan di Malang secara formal oleh  JICA  expert Eisoke Sai to,  Ph.D.  pada  bulan Januari 2004, selanjutnya diikuti kegiatan pengimplementasian Lesson Study  di  SMA labotarium Universitas Negeri  Malang. Lesson Study merupakan hal  yang  baru  bagi  sebagian  sebagian  besar guru.  Lesson Study  diadopsi  dari  Jepang  dan  diuji  cobakan  di  beberapa  sekolah  sebagai  pilot  project,  diantaranya  Bandung  (dibawah UPI),  di  Yogy akarta  (dibawah UNY), dan di Malang (dibawah UM) (Sulandra, 2006 dalam Krisnawan, 2010).

2.1.2        Pengertian Lesson Study
LS merupakan terjemahan dari bahasa Jepang jugyou (instruction = pengajaran, atau lesson = pembelajaran) dan kenkyuu (research = penelitian atau study = kajian). Lesson study, yang dalam bahasa Jepangnya jugyou kenkyuu, adalah sebuah pendekatan untuk melakukan perbaikan-perbaikan pembelajaran di Jepang. Menurut Lewis (2000) dalam Santyasa (2009) Lesson study adalah suatu proses yang kompleks, didukung oleh penataan tujuan secara kolaboratif, percermatan dalam pengumpulan data tentang belajar siswa, dan kesepakatan yang memberi peluang diskusi yang produktif tentang isu-isu yang sulit.
Menurut Krisnawan (2010) Lesson study merupakan bentuk kegiatan yang memberi kesempatan nyata kepada para guru menyaksikan pembelajaran  (teaching) dan pemelajaran atau proses belajar siswa (learning) di  ruang kelas. Lesson study membimbing guru untuk memfokuskan diskusi-diskusi mereka pada perencanaan, pelaksanaan, observasi/ pengamatan, dan refleksi pada  praktik  pembelajaran  di  kelas.  Dengan  menyaksikan  praktik pembelajaran  yang  sebenarnya  di ruang  kelas,  guru-guru dapat mengembangkan  pemahaman  atau  gambaran  yang  sama  tentang  apa  yang dimaksud dengan pembelajaran efektif, yang pada gilirannya dapat membantu siswa memahami  apa yang sedang mereka pelajari.

2.1.3        Tujuan Lesson Study
Yosaphat Sumardi (2008) dalam Ishartiwi dan Azizah (2011) menjelaskan ada beberapa tujuan Lesson Study, yaitu sebagai berikut.
1)      Meningkatkan kualitas rencana pelaksanaan pembelajaran
2)      Meningkatkan pengetahuann pendidik tentang materi ajar
3)      Meningkatkan pengetahuan pendidik tentang makna pembelajaran
4)      Meningkatkan pengetahuan pendidikmengamati aktivitas pembelajaran
5)      Menguatkan hubungan kolegialitas antar pendidik
6)      Menguatkan hubungan antara pelaksanaan pembelajaran sehari-hari dengan tujuan pembelajaran jangka panjang
7)      Meningkatkan motivasi pendidik untuk selalu berkembang
8)      Meningkatkan kemampuan menetapkan alternatif model pembelajaran
9)      Mengkaji secara kritis kelemahan-kelemahan pembelajaran sebagai dasar perbaikan proses pembelajaran dari seluruh komponen

2.1.4        Proses Lesson Study
Hakikat Lesson Study menurut Santyasa (2009) merupakan aktivitas siklikal berkesinambungan yang memiliki implikasi praktis dalam pendidikan. Siklus Lesson Study disajikan pada gambar berikut:

Siklus Lesson Study
 
Penjelasan mengenai siklus Lesson Study diatas adalah:
1.      Goal-Setting and Planning
Mengidentifikasi tujuan belajar siswa, pengembangan jangka panjang, menyusun perencanaan pembelajaran yang meliputi research lesson
yang diamati secara berkolaboratif.
2.      Research Lesson
Salah seorang guru melaksanakan pembelajaran berdasarkan perencanaan yang disusun, sedangkan guru lain mengamati dan
mengumpulkan data tentang belajar siswa, berpikir tentang prilaku siswa, dll.
3.      Lesson Discussion
Menganalisis data yang dikumpulkan saat research lesson, meneliti ketercapaian tujuan pemebelajaran dan tujuan perencanaan, mengkaji perbaikan apa yang perlu dilakukan dalam perencanaan dan pembelajaran.
4.      Consolidation of Learning
Menulis laporan yang mencakup perencanaan pembelajaran, data hasil
pengamatan siswa, dan melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang dilaksanakan. Melakukan perancangan ulang seperlunya.
Secara lebih sederhana, siklus LS dapat dilakukan melalui serangkaian kegiatan: planning, doing, seeing (plan-do-see) (Saito, 2005 dalam Santyasa, 2009). Kegiatan-kegiatan tersebut digambarkan sebagai berikut:
 
Siklus LS sederhana

1. Perencanaan (Plan)
Tahap ini bertujuan untuk menghasilkan rancagan pembelajaran yang diyakini
mampu membelajarkan siswa secara efektif serta membangkitkan partisipasi siswa dalam pembelajaran. Dalam perencanaan, guru secara kolaboratif berbagi ide menyusun rancangan pembelajaran untuk menghasilkan cara-cara pengorganisasian bahan ajar, proses pembelajaran, maupun penyiapan alat bantu pembelajaran.
2. Pelaksanaan (Do)
Tahap pelaksanaan LS bertujuan untuk mengimplementasikan rancangan
pembelajaran. Dalam proses pelaksanaan tersebut, salah satu guru berperan sebagai pelaksana LS dan guru yang lain sebagai pengamat. Fokus pengamatan bukan pada penampilan guru yang mengajar, tetapi lebih diarahkan pada kegiatan belajar siswa dengan berpedoman pada prosedur dan insturumen yang telah disepakati pada tahap perencanaan. Pengamat tidak diperkenankan mengganggu proses pembelajaran.

3. Refleksi (See)
Tujuan refleksi adalah untuk menemukan kelebihan dan kekurangan pelaksanaan
pembelajarn. Kegiatan diawali dengan penyampaian kesan dari pembelajar dan
selanjutnya diberikan kepada pengamat. Kritik dan saran diarahkan dalam rangka
peningkatan kualitas pembelajaran dan disampaikan secara bijak tanpa merendahkan atau menyakiti hati guru yang membelajarkan. Masukan yang positif dapat digunakan untuk merancang kembali pembelajaran yang lebih baik.

2.1  Pentingnya Penelitian Tindakan Kelas (PTK) bagi Guru dan Calon Guru
Dalam menjalankan tugasnya, secara ideal guru merupakan agen pembaharuan. Sebagai agen pembaharuan, guru diharapkan selalu melakukan langkah-langkah inovatif berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukannya. Langkah inovatif sebagai bentuk perubahan paradigma guru tersebut dapat dilihat dari pemahaman dan penerapan guru tentang Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Di samping itu, untuk merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, menilai, dan mengevaluasi hasil pembelajaran juga sangat diperlukan sebuah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan jalan merencanakan, melaksanakan, mengamati, dan melakukan refleksi diri melalui siklus-siklus yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pembelajaran.
Menurut Kusumah (2010), PTK dapat membantu guru memperbaiki mutu pembelajaran, meningkatkan profesionalitas guru, meningkatkan rasa percaya diri guru, memungkinkan guru secara aktif mengembangkan pengetahuan, dan keterampilannya. Dengan melakukan PTK, guru menjadi terbiasa menulis, dan sangat baik akibatnya bila guru sekolah negeri atau PNS akan mengikuti kenaikan pangkat, khususnya dari golongan IVA ke IVB yang mengharuskan guru untuk menuliskan karya tulis ilmiahnya. Begitu pun untuk guru sekolah swasta, PTK sangat penting untuk meningkatkan apresiasi, dan profesionalisme guru dalam mengajar. Apalagi dengan adanya program sertifikasi guru yang telah dicanangkan oleh pemerintah .
Selain itu, Kusumah (2010) menambahkan bahwa PTK akan menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru yang merupakan dampak dari pelaksanaan tindakan secara berkesinambungan, maka manfaat yang dapat diperoleh secara keseluruhan yaitu label inovasi pendidikan karena para guru semakin diberdayakan untuk mengambil berbagai prakarsa profesional secara mandiri. Sikap mandiri akan memicu lahirnya ”percaya diri” untuk mencoba hal-hal baru yang diduga dapat menuju perbaikan sistem pembelajaran. Sikap ingin selalu mencoba akan memicu peningkatan kinerja dan profesionalisme seorang guru secara berkesinambungan. Sehingga proses belajar sepanjang hayat terus terjadi pada dirinya.
PTK pada saat ini berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan mutu pembelajaran di kelas. Di ruangan kelas, menurut Cohen & Manion (2007), PTK dapat berfungsi sebagai  :
(a) alat untuk mengatasi masalah-masalah yang didiagnosis dalam situasi pembelajaran di kelas;
(b) alat pelatihan dalam jabatan, membekali guru dengan keterampilan dan metode baru dan mendorong timbulnya kesadaran diri, khususnya melalui pengajaran sejawat;
(c) alat untuk memasukkan ke dalam sistem yang ada (secara alami)  pendekatan tambahan atau inovasi;
(d) alat untuk meningkatkan komunikasi yang biasanya buruk antara guru dan peneliti;
(e) alat untuk menyediakan alternatif bagi pendekatan yang subjektif, impresionistik terhadap pemecahan masalah kelas;
(f) alat untuk mengembangkan keterampilan guru yang bertolak dari kebutuhan untuk menanggulangi berbagai permasalahan pembelajaran aktual yang dihadapi di kelasnya.
Mengenai pentingnya PTK, daitmabahkan pula oleh Santyasa (2007) bahwa PTK sangat mendukung program peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah yang muaranya adalah peningkatan kualitas pendidikan. Hal ini, karena dalam proses pembelajaran, guru adalah praktisi dan teoretisi yang sangat menentukan. Peningkatan kualitas pembelajaran, merupakan tuntutan logis dari perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (Ipteks) yang semakin pesat. Perkembangan Ipteks mengisyaratkan penyesuaian dan peningkatan proses pembelajaran secara berkesinambungan, sehingga berdampak positif terhadap peningkatan kualitas lulusan dan keberadaan sekolah tempat guru itu mengajar.
Berdasarkan penjelasan tersebut, peningkatan kompetensi guru merupakan tanggung jawab moral bagi para guru di sekolah. Peningkatan kompetensi guru mencakup empat jenis, yaitu (1) kompetensi pedagogi (2) kompetensi profesional, (3) kompetensi sosial, dan (4) kompetensi kepribadian. Berdasarkan UURI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PPRI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan UURI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, peningkatan kompetensi guru menjadi isu strategis dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Bahkan menurut PPRI Nomor 19 Tahun 2005 tersebut pada pasal 31 ditegaskan, bahwa selain kualifikasi, guru sebagai tenaga pendidik juga dituntut untuk memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan tingkat dan bidang keahlian yang diajarkannya (Santyasa, 2007).
Upaya peningkatan keempat kompetensi merupakan upaya peningkatan profesionalisme guru. Peningkatan profesionalisme dapat dicapai oleh guru dengan cara melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) secara berkesinambungan. Praktik pembelajaran melalui PTK dapat meningkatkan profesionalisme guru. Hal ini, karena PTK dapat membantu:
(1)  pengembangan kompetensi guru dalam menyelesaikan masalah pembelajaran mencakup kualitas isi, efisiensi, dan efektivitas pembelajaran, proses, dan hasil belajar siswa, dan
(2)  peningkatan kemampuan pembelajaran akan berdampak pada peningkatan kompetensi kepribadian, sosial, dan profesional guru (Prendergast, 2002 dalam Santyasa, 2007).

2.1.1        Pentingnya PTK menurut Pakar
a)      Prendergast, 2002 dalam Santyasa, 2007 secara tegas menyatakan, bahwa penelitian tindakan kelas merupakan cara guru untuk mengorganisasikan pembelajaran berdasarkan pengalamannya sendiri atau pengalamannya berkolaborasi dengan guru lain. Dalam hal ini, Prendergast juga menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan wahana bagi guru untuk melakukan refleksi dan tindakan secara sistematis dalam pengajarannya untuk memperbaiki proses dan hasil belajar siswa.
b)      Calhoun dan Glanz dalam Santyasa, 2007 menyatakan, bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu metode untuk memberdayakan guru yang mampu mendukung kinerja kreatif sekolah.
c)      Cole dan Knowles (Prendergast (2002:3-4) dalam Santyasa (2007) menyatakan bahwa, penelitian tindakan kelas dapat mengarahkan para guru untuk melakukan kolaborasi, refleksi, dan bertanya satu dengan yang lain dengan tujuan tidak hanya tentang program dan metode mengajar, tetapi juga membantu para guru mengembangkan hubungan hubungan personal. Pernyataan Knowles tersebut juga didukung oleh Noffke (Prendergast (2002:5), bahwa Penelitian Tindakan Kelas dapat mendorong para guru melakukan refleksi terhadap praktek pembelajarannya untuk membangun pemahaman mendalam dan mengembangkan hubungan hubungan personal dan sosial antar guru.
d)     Whitehead (1993) menyatakan, bahwa penelitian tindakan kelas dapat memfasilitasi guru untuk mengembangkan pemahaman tentang pedagogi dalam rangka memperbaiki pemberlajarannya.
Penjelasan-penjelasan teoretis tersebut di atas mengindikasikan bahwa pemahaman dan penerapan PTK akan membantu guru untuk mengembangkan keempat kompetensi yang dipersyaratkan oleh UURI Nomor 14 Tahun 2005. PTK akan memfasilitasi guru untuk meningkatkan kompetensi-kompetensi profesional, pedagogi, kepribadian, dan sosial.
Agar PTK tidak lepas dari tujuan perbaikan diri sendiri, maka sebelum seorang Guru atau para Guru memulai merancang dan melaksanakan PTK, perlu memperhatikan hal-hal berikut.
1.    PTK adalah alat untuk memperbaiki atau menyempurnakan mutu pelaksanaan tugas sehari-hari (mengajar yang mendidik), oleh karena itu hendaknya sedapat mungkin memilih metode atau model pembelajaran yang sesuai yang secara praktis tidak mengganggu atau menghambat komitmen tugasnya sehari-hari.
2.    Teknik pengumpulan data jangan sampai banyak menyita waktu, sehingga tugas utama Guru tidak terbengkalai.
3.    Metodologi penelitian hendaknya memberi kesempatan kepada Guru untuk merumuskan hipotesis yang kuat, dan menentukan strategi yang cocok dengan suasana dan keadaan kelas tempatnya mengajar.
4.    Masalah yang diangkat hendaknya merupakan masalah yang dirasakan dan diangkat dari wilayah tugasnya sendiri serta benar-benar merupakan masalah yang dapat dipecahkan melalui PTK oleh Guru itu sendiri.
5.    Sejauh mungkin, PTK dikembangkan ke arah meliputi ruang lingkup sekolah. Dalam hal ini, seluruh staf sekolah diharapkan berpartisipasi dan berkontribusi, sehingga pada gilirannya Guru-Guru lain ikut merasakan pentingnya penelitian tersebut. Jika kepedulian seluruh staf berkembang, maka seluruh staf itu dapat bekerja sama untuk menentukan masalah-masalah sekolah yang layak dan harus diteliti melalui PTK (Santyasa, 2007).
Untuk membuat siswa menjadi lebih aktif dan potensinya dapat berkembang secara optimal diperlukan penguasaan kompetensi seorang guru yang utuh dan menyeluruh. Salah satu kompetensi yang harus dilihat dari sudut pedagogik adalah kemampuan melakukan PTK. Oleh karena itu, sudah selayaknya para guru meningkatkan mutu pembelajarannya melalui PTK.

2.2  Pentingnya Lesson Study bagi Guru dan Calon Guru
Terdapat dua manfaat lesson study dalam pembelajaran. Pertama merupakan suatu cara efektif yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan guru dan aktivitas belajar siswa. Hal ini karena (a) dilakukan dan didasarkan pada hasil sharing pengetahuan profesional yang berlandaskan pada praktik dan hasil pengajaran yang dilaksanakan para guru, (b) tujuan utama dalam pelaksanaan agar kualitas belajar siswa meningkat, (c) kompetensi yang diharapkan dimiliki siswa, dijadikan fokus dan titik perhatian utama dalam pembelajaran di kelas, (d) berdasarkan pengalaman real di kelas, dapat dijadikan dasar untuk pengembangan pembelajaran, dan (e) menempatkan peran para guru sebagai peneliti pembelajaran (Lewis, 2002). Kedua, kegiatan yang dirancang dengan baik akan menjadikan guru menjadi profesional dan inovatif. Dengan melaksanakan lesson study para guru dapat (a) menentukan kompetensi yang perlu dimiliki siswa, merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang efektif; (b) mengkaji dan meningkatkan pelajaran yang bermanfaat bagi siswa; (c) memperdalam pengetahuan tentang mata pelajaran yang disajikan guru; (d) menentukan standar kompetensi yang akan dicapai siswa; (e) merencanakan pelajaran secara kolaboratif; (f) mengkaji secara teliti belajar dan perilaku siswa; (g) mengembangkan pengetahuan pembelajaran yang dapat diandalkan; dan (h) melakukan refleksi terhadap pengajaran yang dilaksanakannya berdasarkan pandangan siswa dan koleganya (Lewis, 2002).
Berdasarkan wawancara dengan sejumlah guru di Jepang, Caterine Lewis mengemukakan bahwa Lesson Study sangat efektif bagi guru karena telah memberikan keuntungan dan kesempatan kepada para guru untuk dapat: (1) memikirkan secara lebih teliti lagi tentang tujuan, materi tertentu yang akan dibelajarkan kepada siswa, (2) memikirkan secara mendalam tentang tujuan-tujuan pembelajaran untuk kepentingan masa depan siswa, misalnya tentang arti penting sebuah persahabatan, pengembangan perspektif dan cara berfikir siswa, serta kegandrungan siswa terhadap ilmu pengetahuan, (3) mengkaji tentang hal-hal terbaik yang dapat digunakan dalam pembelajaran melalui belajar dari para guru lain (peserta atau partisipan Lesson Study), (4) belajar tentang isi atau materi pelajaran dari guru lain sehingga dapat menambah pengetahuan tentang apa yang harus diberikan kepada siswa, (5) mengembangkan keahlian dalam mengajar, baik pada saat merencanakan pembelajaran maupun selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran, (6) membangun kemampuan melalui pembelajaran kolegial, dalam arti para guru bisa saling belajar tentang apa-apa yang dirasakan masih kurang, baik tentang pengetahuan maupun keterampilannya dalam membelajarkan siswa, dan (7) mengembangkan “The Eyes to See Students” (kodomo wo miru me), dalam arti dengan dihadirkannya para pengamat (obeserver), pengamatan tentang perilaku belajar siswa bisa semakin detail dan jelas.
Sementara itu, menurut Lesson Study Project (LSP) beberapa manfaat lain yang bisa diambil dari Lesson Study, diantaranya: (1) guru dapat mendokumentasikan kemajuan kerjanya, (2) guru dapat memperoleh umpan balik dari anggota/komunitas lainnya, dan (3) guru dapat mempublikasikan dan mendiseminasikan hasil akhir dari Lesson Study. Dalam konteks pendidikan di Indonesia, manfaat yang ketiga ini dapat dijadikan sebagai salah satu Karya Tulis Ilmiah Guru, baik untuk kepentingan kenaikan pangkat maupun sertifikasi guru.
Terkait dengan penyelenggaraan Lesson Study, Slamet Mulyana (2007) mengetengahkan tentang dua tipe penyelenggaraan Lesson Study, yaitu Lesson Study berbasis sekolah dan Lesson Study berbasis MGMP. Lesson Study berbasis sekolah dilaksanakan oleh semua guru dari berbagai bidang studi dengan kepala sekolah yang bersangkutan. dengan tujuan agar kualitas proses dan hasil pembelajaran dari semua mata pelajaran di sekolah yang bersangkutan dapat lebih ditingkatkan. Sedangkan Lesson Study berbasis MGMP merupakan pengkajian tentang proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh kelompok guru mata pelajaran tertentu, dengan pendalaman kajian tentang proses pembelajaran pada mata pelajaran tertentu, yang dapat dilaksanakan pada tingkat wilayah, kabupaten atau mungkin bisa lebih diperluas lagi.
Dalam hal keanggotaan kelompok, Lesson Study Reseach Group dari Columbia University menyarankan cukup 3-6 orang saja, yang terdiri unsur guru dan kepala sekolah, dan pihak lain yang berkepentingan. Kepala sekolah perlu dilibatkan terutama karena perannya sebagai decision maker di sekolah. Dengan keterlibatannya dalam Lesson Study, diharapkan kepala sekolah dapat mengambil keputusan yang penting dan tepat bagi peningkatan mutu pembelajaran di sekolahnya, khususnya pada mata pelajaran yang dikaji melalui Lesson Study. Selain itu, dapat pula mengundang pihak lain yang dianggap kompeten dan memiliki kepedulian terhadap pembelajaran siswa, seperti pengawas sekolah atau ahli dari perguruan tinggi (Lewis, 2002 dalam ).

Keunggulan Lesson Study
Hasil studi tentang kegiatan piloting pembelajaran MIPA dan lesson study selama masa implementasi program tindak lanjut IMSTEP 2004-2005 memaparkan adanya perubahan dalam praktik pengajaran matematika dan sains di Indonesia setelah dimulainya lesson study. Perubahan tersebut adalah: (1) perubahan dalam pemantapan dasar akademik pembelajaran, akibat dari jalinan antara guru dengan dosen-dosen dari universitas; (2) perubahan dalam struktur pembelajaran, ditunjukkan dengan digunakannya eksperimen atau aktivitas fisik/kerja, dan diskusi; dan (3) perubahan reaksi siswa selama dalam proses pembelajaran (Saito, 2005; Saito, Harun, dan Ibrohim, 2005; Saito, et al. 2006; Saito, et al. 2006a). Hasil monitoring dan evaluasi kegiatan piloting dan lesson study dalam pembelajaran biologi di sekolah menengah  Kota Malang menunjukkan bahwa kegiatan ini dapat meningkatkan keprofesionalan guru serta meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran biologi. Di samping itu guru biologi menjadi lebih inovatif dan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Di samping itu, hasil belajar siswa meningkat, ditandai dengan peningkatan hasil biologi siswa, dari 72% siswa yang mendapatkan nilai di atas 60 menjadi 97% siswa (Sulasmi dan Rahayu, 2006).
Bukti lain yang menunjukkan keunggulan dari lesson study dilaporkan oleh Sumarna (2006) bahwa pelaksanaan lesson study berbasis sekolah membawa manfaat a.l: 1) Guru biologi menjadi termotivasi dan bangkit untuk membuat inovasi dalam pembelajarannya sehingga tercipta pembelajaran yang aktif, komunikatif, dan menyenangkan. Motivasi guru ini tumbuh karena adanya kerjasama yang positif, akademis, sinergis, dan kolaboratif di antara guru dalam kelompok MGMP sekolah; 2) Adanya persiapan pembelajaran yang lebih baik dari guru biologi, baik persiapan mental, administrasi, dan penguasaan materi pelajaran; dan 3) Guru biologi menjadi terdorong untuk belajar lebih banyak dalam hal materi, pemilihan strategi dan penggunaan model pembelajaran yang tepat demi kesuksesan pembelajarannya.
Liliasari (2008) menjelaskan bahwa Lesson study telah meningkatkan kemampuan guru menyusun model pembelajaran dan keakuratan pengelolaan waktu untuk pengajaran. Selain lesson study juga meningkatkan keterbukaan dan dalam mengobservasi dan mengkritisi pembelajaran. Menurut Ibrohim (2008) kegiatan lesson study dalam Program SISTTEMS telah meningkatkan keefektivan dan intensitas kegiatan MGMP MIPA di Kabupaten Pasuruan. Selain itu kegiatan lesson study juga telah mengindikasi dapat menyebabkan peningkatan kompetensi guru MIPA, mulai dari penguasaan materi ajar, kemampuan mempersiapkan, melaksanakan, mengobservasi pembelajaran dan merefleksikannya.
Hasil penelitian seorang pengawas sekolah di Sumedang (Kusdijantono, 2008) menunjukkan hasil-hasil sebagai berikut: (1) lesson study yang diterapkan di Kabupaten Sumedang telah mampu mengoptimalkan guru dalam melaksanakan tugas dalam pembelajaran; (2) mengoptimalkan hak belajar siswa dalam kelas; dan (3) peran pengawas sebagai seorang observer lebih teraktualisasi. Serangkaian kegiatan, mulai dari tahap plan sampai see, dilakukan secara kolaboratif. Hal ini secara nyata telah menghasilkan dampak sosiologis yang sangat positif. Kolegialitas antarpendidik dapat terbina dengan baik, tidak ada pendidik yang merasa lebih tinggi atau lebih rendah. Mereka juga berbagi pengalaman dan saling belajar. Dengan demikian, melalui serangkaian kegiatan dalam rangka lesson study ini terbentuk atmosfer akademik yang kondusif bagi terciptanya mutual learning (saling belajar). Pada prinsipnya, semua orang yang terlibat dalam lesson study harus memperoleh lesson learned. Dengan demikian lesson study sangat potensial untuk membangun learning community.

2.3  Hubungan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan Lesson Study
Jika melihat gambar 1 dan gambar 2 mengenai langkah-langkah pada PTK dan Lesson Study, maka dapat dilihat bahwa terdapat kesamaan langkah antara penelitian tindakan kelas model Kemmis dan Targgart (1988) dengan  langkah lesson studi model Hendaryana (2006).  Tabel 1 memperlihatkan lebih rinci lagi Langkah PTK dan Lesson Study.

Tabel 1. Langkah Penelitian Tindakan Kelas dan Lesson Study
 

Langkah PTK
Kegiatan
Langkah Lesson studi
Kegiatan
Plan (Perencanaan)
·    Identifikasi masalah dan penyebabnya
·    Membuat hipotesis tindakan
·    Membuat indikator pencapaian tindakan
·    Membuat RPP/scenario pembelajaran
·    Membuat Instrumen
·    Menyiapkan media/sarana pembelajaran termasuk teaching material
Plan (perencanaan)
·     Membuat RPP/scenario pembelajaran
·     Menyiapkan teaching material
·     Menyiapkan perangkat evaluasi atau assesmen pembelajaran
Action (Pelaksanaan)
Melaksanakan tindakan yang tertuang dalam RPP/scenario pembelajaran
Do (Acion + Observe)
(Pelaksanaan  +Pengamatan)

·     Melaksanakan RPP/scenario pembelajaran
·     Mengamati aktifitas siswa dalam menggunakan teaching material dan menerima dari tindakan guru selama proses pembelajaran.

Observe (Pengamatan)
·    Mengamati tindakan yang dilakukan oleh peneliti
·    Menggunakan instrument penelitian untuk melihat capaian tiap tindakan
Reflect (Refleksi)
·    Menganalisis hasil observasi melalui diskusi balikan dan instrument-instrumen yang terkumpul.
·    Menilai indikator pencapaian tindakan
·    Memberi umpan balik untuk perbaikan dan peningkatan siklus selanjutnya.
See (Refleksi)
·     Menelaah aktifitas siswa selama proses belajar mengajar melalui diskusi balikan
·     Memperbaiki RPP/scenario pembelajaran, teaching material, dan tindakan yang dilakukan pada proses pembelajaran selanjutnya.

 
Pada tabel 1 terlihat bahwa langkah inti pada penelitian tindakan kelas dan lesson studi mirip, yaitu plan, action, observe, dan reflect.  Sehingga wajar, jika banyak guru menganggapnya lesson studi dan penelitian tindakan kelas sama.  Namun, ketika kita meneliti lebih lanjut kegiatan pada tiap langkah, maka tampak jelas bahwa kegiatan lesson studi lebih sederhana dibandingkan penelitian tindakan kelas.  Walaupun begitu, bukan berarti keduanya berjalan sendiri-sendiri.  Keduanya dapat digabungkan dalam sebuah rangkaian kegiatan, yang terlihat pada Gambar 3 di bawah ini.

Gambar 3 Penggabungan Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas dan Lesson Study

Pada gambar 3 tampak bahwa, lesson studi dimulai ketika guru sudah mengindentifikasi masalah, merumuskan permasalahan, menentukan indicator pencapaian tindakan, sehingga muncullah judul penelitian tindakan kelas.  Berdasarkan judul PTK kemudian guru dapat berkolaborasi dengan guru yang sebidang untuk melaksanakan lesson studi.  Lesson studi dimulai dari membuat rencana pelaksanaan pembelajaran/scenario pembelajaran, menyiapkan teaching material dan instrument yang akan dipakai dalam penilaian dan evaluasi pembelajaran.  Selanjutnya, guru yang berkolaborasi dapat memilih guru yang akan menjadi model dan observer.  Guru yang menjadi model akan melaksanakan RPP/scenario pembelajaran, sementara guru observer akan mengobservasi aktifitas siswa selama RPP dilaksanakan.  Setelah pelaksanaan dan observasi, guru model dan observer melakukan diskusi balikan dengan segera tanpa menunda-nunda lagi.  Pelaksanaan pembelajaran, obervasi, dan diskusi balikan pada saat itu merupakan bagian dari siklus pertama dalam penelitian tindakan kelas.  Hasil diskusi balikan akan berdampak pada perbaikan RPP dan teaching material, perbaikan ini sebagai tanda dimulainya siklus kedua dalam penelitian tindakan kelas.  Begitu seterusnya sampai hasil evaluasi setiap siklus menunjukkan pencapaian indicator tindakan.  Laporan PTK pun dapat dibuat secara kolaborasi, dan ini menjadi penelitian kelompok guru (Herlanti, 2010).
    
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
  1. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian reflektif yang dilaksanakan secara siklis (berdaur) oleh guru/ calon guru di dalam kelas. Dikatakan demikian karena proses PTK dimulai dari tahapan perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi untuk memecahkan masalah dan mencobakan hal-hal baru demi peningkatan kualitas pembelajaran .
  2. Lesson Study adalah adalah suatu proses yang kompleks, didukung oleh penataan tujuan secara kolaboratif, percermatan dalam pengumpulan data tentang belajar siswa, dan kesepakatan yang memberi peluang diskusi yang produktif tentang isu-isu yang sulit.
  3. PTK akan membantu guru untuk mengembangkan keempat kompetensi yang dipersyaratkan oleh UURI Nomor 14 Tahun 2005. PTK akan memfasilitasi guru untuk meningkatkan kompetensi-kompetensi profesional, pedagogi, kepribadian, dan sosial.
  4. Manfaat Lesson Study, diantaranya: (1) guru dapat mendokumentasikan kemajuan kerjanya, (2) guru dapat memperoleh umpan balik dari anggota/komunitas lainnya, dan (3) guru dapat mempublikasikan dan mendiseminasikan hasil akhir dari Lesson Study.
  5. Langkah inti pada penelitian tindakan kelas dan lesson studi mirip, yaitu plan, action, observe, dan reflect.  Sehingga wajar, jika banyak guru menganggapnya lesson studi dan penelitian tindakan kelas sama.  Namun, ketika kita meneliti lebih lanjut kegiatan pada tiap langkah, maka tampak jelas bahwa kegiatan lesson studi lebih sederhana dibandingkan penelitian tindakan kelas.