Laman

Kamis, 20 Juni 2013

Maaf Ayah, Apakah Semua Laki-Laki Mudah Jatuh Cinta?



Arah sepasang mata itu menuju sudut kamar dengan sebuah lilin menyala di sana. Lampu kamar sengaja dimatikan, ada dugaan bahwa terang membuat senang tapi seringkali senang itu tidak membuat bahagia. Indah sekali.
Mengapa orang-orang di desa ini menganggap Lia pintar, baik, sopan, dan patuh, Ayah? Padahal Lia tidak seperti yang mereka katakan”. Tanyanya.

Ya biarkan saja, disyukuri”, jawab laki-laki setengah baya itu tanpa menoleh. Menaikkan kacamata, tampak sedang menjumlahkan angka dengan kalkulator dan menulisnya.

Emm.. Ayah, mengapa sikap Ayah padaku masih sama seperti Lia kecil dulu? Mengapa Ayah tidak pernah marah? Bukankah Lia sudah dewasa?”. Mendekat, berdiri, dan memijit dari belakang pundak sosok yang sedang duduk tenang itu.

Untuk apa memarahi orang yang tidak bersalah, Nak?”. Melanjutkan menulis.

Mendengar jawaban itu membuatnya tersenyum. Lantas ia berhenti memijit, memeluk pundak Ayahnya, menyandarkan kepalanya di sana, dan dengan lirih kembali bertanya sambil tersenyum, “Maaf Ayah, apakah semua laki-laki mudah jatuh cinta?”.

Pertanyaan itu mendiamkan tangan yang sedang menekan tombol kalkulator. Sebagai seorang Ayah, tampaknya semua bisa dimengerti dari pertanyaan dan mata putrinya malam itu. Sambil tersenyum, ia melanjutkan menghitung, menulis, dan memilih untuk tidak menjawab.

Setelah ditunggu beberapa saat, ternyata Ayahnya tetap sibuk menulis. Dalam hatinya, ia menyesal dan sangat malu akan pertanyaannya. Tidak ada pilihan lain selain mengalihkan pembicaraan. Ia melanjutkan memijit pundak Ayahnya.

Ayah tahu tidak? Hipertensi bisa disebabkan karena ada gangguan mekanisme Natium-Kalium di dalam tubuh. Jadi, Ayah hindari makanan yang asin-asin ya. Em lupa, Ayah juga harus menghindari minum obat tertentu, eemmm Paracetamol, Antidepresant, Decogestant. Sebagai alternatif, Ayah bisa minum air jeruk nipis dan madu atau minum air hangat secara rutin. Oya, kata Ibu, kemarin Ayah makan daging sapi ya? Ya sudah tidak apa-apa, yang penting jangan banyak-banyak. Em, tapi tiap pagi sehabis subuh tetap rutin jogging kan, Yah?”.

Sangat panjang kalimat yang keluar jika itu menyangkut kesehatan Ayahnya yang punya tekanan darah tinggi dan kolesterol berlebih.

Lia buatkan air jeruk nipis hangat campur madu sekarang, Ayah mau?”.

Siapa laki-laki itu, Nak? Apa Ayah kenal?”. Tanya Ayahnya tiba-tiba.

Ia terkejut dengan pertanyaan Ayahnya. “Maaf Ayah. Maafkan Lia”.

Ayah tanya, apa Ayah kenal?”. Tanyanya kembali, namun tetap dengan suara yang tenang.

Belum. Ayah belum kenal”.

Kalau begitu kenalkan pada Ayah”.

Tapi Ayah, Lia hanya bersahabat, tidak lebih. Lia sudah cerita pada Ibu. Kata Ibu tidak apa-apa kalau hanya bersahabat saja dengan dia”. Jelasnya sambil memeluk pundak Ayahnya kembali. Ia ingat besok harus kembali ke kota rantau dan malam ini ingin menghidupkan waktu dengan keluarganya.

Tanpa menjawab lagi, Ayahnya melanjutkan menulis. Ia kenal betul dengan putrinya. Ia sangat mengerti sejak kecil putrinya telah ia bentuk menjadi seorang guru, sama seperti dirinya. Tiap hari sepulang sekolah dasar, putrinya selalu mengundang anak-anak kecil di desanya untuk belajar membaca dan berhitung. Ia selalu mengintip di balik jendela saat putrinya berusaha keras membuat muridnya mengerti cara menjumlahkan angka dengan teknik susun. Jika semua murid mengerti, ia akan segera mengambil permen di sakunya lantas membagikan pada semua muridnya. Malam harinya, ia pasti menceritakan tingkah muridnya pada Ayah dan Ibunya. Sejak kecil pula, putrinya tidak biasa dan tidak mungkin menyembunyikan apapun pada keluarga, terutama Ayahnya. Malam ini, Ayahnya sangat mengerti bahwa putrinya telah jatuh cinta.

Beberapa tahun berlalu, cinta semakin tumbuh dalam hatinya, apalagi setelah ia selalu diyakinkan bahwa laki-laki itu sangat mencintainya dan akan menerima dia apa adanya. Ia sadar bahwa sebenarnya hubungan itu lebih dari sahabat. Hingga suatu saat ia kembali pada Ayahnya.

“Mengapa sebagian besar orang di desa ini masih menganggap Lia pintar, baik, sopan, dan patuh, Ayah? Ayah kan tahu sebenarnya Lia tidak seperti yang mereka katakan”. Tanyanya.

Ya didengarkan saja, Nak. Tapi jangan sekali-kali sombong karena pujian itu. Cukup bersyukur”, jawab Ayahnya tanpa menoleh. Sejenak menaikkan kacamata, tampak sedang mengetik dengan laptop miliknya.

Oh ya, kata Ibu, Ayah ditunjuk langsung menjadi kepala sekolah oleh Dinas Pendidikan. Mengapa Ayah menolak? Bukankah itu bagus?”. Tanyanya heran, sambil memijit pundak Ayahnya. Kepala sekolah adalah kedudukan tertinggi, dan harus memenuhi kelayakan dan persiapan-persiapan tertentu. Kini, Ayahnya mendapat kepercayaan langsung dari pemerintah daerha, tapi ia heran mengapa Ayahnya justru menolak.

“Ayah lebih senang mengajar”. Jawabnya singkat.

“Menurut Lia, Ayah sangat pantas menjadi kepala sekolah”. Ia meyakinkan Ayahnya. Tapi sebenarnya ia yakin Ayahnya punya alasan yang kuat. Ia sadar dan bangga bahwa Ayahnya tidak pernah gila kedudukan.

Ayahnya tidak menjawab dan memilih diam, melanjutkan mengetik.

“Ayah.. Ayah masih sama saja seperti dulu. Ayah tidak pernah marah pada Lia
”. Katanya sambil mendekat dan memeluk pundak Ayahnya

Kok mau-maunya memarahi orang yang tidak bersalah, Nak”.

Ia tersenyum atas jawaban Ayahnya, lalu menyandarkan kepala di pundak Ayahnya, dan dengan lirih bertanya, “Maaf Ayah, apakah semua laki-laki mudah jatuh cinta?”.

Mendengar pertanyaan putrinya, tangan yang awalnya sibuk mengetik itu terhenti.

“Ayah, apakah memang benar semua laki-laki mudah jatuh cinta?”.

Tanpa berkata apapun, ia biarkan putrinya menangis sepuasnya. Ia mengingatkan bahwa besok putrinya harus kembali belajar ke perantauan. Kala itu, ia sangat mengerti putrinya sedang berusaha bangun dari sakitnya hati.

Dalam perjalanan menuju kota rantau, ia membuka pesan singkat yang masuk pada handphonenya.

From: Ayah
Ketika Tuhan mengambil sesuatu dari genggamanmu, sebenarnya Dia tidak menghukummu, Dia hanya membuka tanganmu untuk menerima yg lebih baik.

Tiba-tiba lamunan itu buyar seketika saat semuanya gelap. Lilin di kamarnya telah habis dimakan api. Sebelum memejamkan mata, ia sempatkan untuk membaca pesan dari Ayahnya kala itu, dan mengirim pesan pada Ayahnya, “Ayah, besok bangunkan Lia untuk shalat malam ya. Sayang Ayah”.