Laman

Sabtu, 26 November 2011

Pendidikan Multikultural dan Pendidikan Neurosentris


JURNAL BELAJAR 11

Nama               : Linda Tri Antika
NIM                : 209341417443
Kelas               : AA
Matakuliah      : Belajar dan Pembelajaran
Dosen              : Dr. Hj. Sri Endah Indriwati, M.Pd
Jam/ Ruang     : 03 – 04 dan 07 – 08 SPA 307
Hari,  Tanggal : Senin-Selasa, 31 Oktober-1 Nopember 2011
Konsep            : Pendidikan Multikultural dan Pendidikan Neurosentris

1.        EKSPLORASI KONSEP YANG DIPELAJARI DAN INFORMASI/ KONSEP YANG DITERIMA DARI DOSEN/ HASIL PRESENTASI

a)        Senin, 31 Oktober 2011
v  Pendidikan Multikultural
Hari ini, kami diajari oleh PPL Pascasarjana, Bapak Supratman mengenai Pendidikan Multikultural. Seperti biasa, pertama-tama pak Supratman melakukan ceramah terlebih dahulu mengenai pendidikan multicultural. Sebenarnya saya lebih suka jika dilakukan diskusi presentasi oleh teman-teman dengan menggunakan power point, sehingga nantinya akan terjadi pembelajaran aktif dari mahasiswa. Namun, saya harus tetap semangat dalam mengikuti pembelajaran hari ini.
Banyak hal yang saya dapatkan hari ini mengenai pendidikan multicultural. Hal penting yang saya dapatkan, antara lain adalah:
ü Multikultural berarti beraneka ragam kebudayaan. Akar kata dari multikulturalisme adalah kebudayaan, yaitu kebudayaan yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Dalam konteks pembangunan bangsa, istilah multikultural ini telah membentuk suatu ideologi yang disebut multikulturalisme.
ü Pendidikan multikultural, sebagai strategi pendidikan yang diaplikasikan dalam pembelajaran berbagai bidang studi, dengan cara menggunakan perbedaan-perbedaan karakteristik dan kultur peserta didik agar proses pembelajaran efektif memfasilitasi peserta didik mencapai tujuan pembelajaran.
ü Dengan pendidikan multikultural dalam proses pembelajaran, disamping peserta didik terfasilitasi mencapai tujuan pembelajaran, juga dapat membangun karakter peserta didik agar mampu bersikap demokratis, humanis dan pluralis dalam lingkungan mereka.
ü Karena itu yang terpenting dalam pendidikan multikultural adalah guru tidak hanya dituntut menguasai materi, tetapi secara profesional melalui kegiatan pembelajaran harus mampu menanamkan nilai-nilai demokratis, humanisme, dan pluralisme.
ü Dengan nilai-nilai multikulturalisme, diharapkan peserta didik selalu menjunjung tinggi moralitas, kedisiplinan, kepedulian humanistik, dan kejujuran dalam berperilaku sehari-hari.
ü Segala perbedaan yang dimiliki individu maupun kelompok memiliki potensi besar terjadinya konflik antar individu maupun kelompok, bahkan dapat merambah ke perbedaan wilayah yang lebih luas: wilayah geografis, etnis, budaya, agama, keyakinan dan pola pikir.
ü Multikulturalisme, sebagai suatu paham yang berusaha memahami dan menerima segala perbedaan setiap individu, dikemas dalam program pendidikan untuk menghindari terjadinya konflik.
ü Multikulturalisme mengulas berbagai permasalahan yang mendukung ideologi, yaitu politik dan demokrasi, keadilan dan penegakan hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya komuniti dan golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral, dan tingkat serta mutu produktivitas.
Selanjutnya pak Supratman memberikan masalah (soal) pada kami, namun sebelumnya kami membentuk kelompok terlebih dahulu. Pertama-tama, kami mengerjakan soal itu secara individu dan selanjutnya didiskusikan berdua dengan teman kelompok. Kemudian didiskusikan bersama. Ini berarti bahwa pak Supratman menggunakan metode TPS (Think Pair Share). Selanjutnya didiskusikan bersama sekelas.
Permasalahan yang diberikan oleh pak Supratman adalah:
1.    Bagaimana teori pendidikan multicultural?
2.    Bagaimana penerapan pendidikan multicultural?
3.    Bagaimana langkah-langkah menggunakan pendidikan multicultural?

Jawaban saya adalah:
1.    Pendidikan multicultural adalah pendidikan di mana dalam penerapannya sangat mementingkan toleransi terhadap perbedaan budaya dari peserta didik.
2.    Pendidikan multicultural dapat diterapkan dengan sikap guru yang:
·         Tidak membeda-bedakan antara peserta didik yang berbeda budaya, terutama peserta didik yang berasal dari budaya yang minoritas dalam kelas tersebut.
·         Tidak menyinggung budaya tertentu, sehingga membuat peserta didik tidak nyaman.
·         Menggunakan bahasa nasional, sehingga semua peserta didik mengerti dengan penyampaian informasi oleh guru.
·         Memberi pengertian pada peserta didik bahwa meskipun kita berasal dari budaya yang berbeda-beda, namun kita merupakan satu kesatuan yang utuh dan satu bangsa Indonesia.
3.    Langkah penggunaan pendidikan multicultural adalah sebagai berikut:
·           Menggunakan metode pembelajaran yang cocok untuk semua peserta didik yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda.
·           Tidak membeda-bedakan antara peserta didik yang berbeda budaya, terutama peserta didik yang berasal dari budaya yang minoritas dalam kelas tersebut.
·           Tidak menyinggung budaya tertentu, sehingga membuat peserta didik tidak nyaman.
·           Menggunakan bahasa nasional, sehingga semua peserta didik mengerti dengan penyampaian informasi oleh guru.
·           Memberi pengertian pada peserta didik bahwa meskipun kita berasal dari budaya yang berbeda-beda, namun kita merupakan satu kesatuan yang utuh dan satu bangsa Indonesia.

b)       1 Nopember 2011
v Pendidikan Neurosentris
Hari ini kelas kami diajar oleh Bapak Efendi yang juga dari PPL Pascasarjana UM. Pak Effendy menggunakan pembelajaran diskusi kelompok. Namun sebelumnya beliau menjelaskan terlebih dahulu mengenai pendidikan neurosentris. Berikut adalah hal-hal baru yang saya dapatkan:
ü  Pendidikan neurosentris meruapakan pendidikan yang terpengaruh dan berorientasi pada kaum mayoritas/ atas di bangsa Eropa, kurang memperhitungkan kaum yang minoritas.
ü  Sebaiknya, seorang guru tidak boleh membeda-bedakan peserta didik yang berlatarbelakang budaya yang berbeda.
ü  Yang seharusnya digunakan oleh guru adalah pendidikan multicultural, dimana multikulturalisme mengulas berbagai permasalahan yang mendukung ideologi, yaitu politik dan demokrasi, keadilan dan penegakan hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya komuniti dan golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral, dan tingkat serta mutu produktivitas.
ü  Dalam multikulturalisme, seorang guru melihat berbagai budaya dari peserta didiknya untuk penggunaan metode pembelajaran yang cocok.

2.        HASIL EKSPLORASI
a)   Pedidikan Multikultural
Berdasarkan sumber yang saya dapatkan dari http://windakutubuku.blogdetik.com/2011/04/27/pendidikan-multikultural-2/ bahwa:
Istilah multikultural juga sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai etnis masyarakat yang berbeda dalam suatu negara.
Multikultural berarti beraneka ragam kebudayaan. Akar kata dari multikulturalisme adalah kebudayaan, yaitu kebudayaan yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Dalam konteks pembangunan bangsa, istilah multikultural ini telah membentuk suatu ideologi yang disebut multikulturalisme.
Multikultural adalah berbagai pengalaman yang membentuk persepsi umum terhadap usia, gender, agama, status sosial ekonomi, jenis identitas budaya, bahasa, ras, dan berkebutuhan khusus.
Segala perbedaan yang dimiliki individu maupun kelompok memiliki potensi besar terjadinya konflik antar individu maupun kelompok, bahkan dapat merambah ke perbedaan wilayah yang lebih luas: wilayah geografis, etnis, budaya, agama, keyakinan dan pola pikir.
Multikulturalisme, sebagai suatu paham yang berusaha memahami dan menerima segala perbedaan setiap individu, dikemas dalam program pendidikan untuk menghindari terjadinya konflik.
Multikulturalisme mengulas berbagai permasalahan yang mendukung ideologi, yaitu politik dan demokrasi, keadilan dan penegakan hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya komuniti dan golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral, dan tingkat serta mutu produktivitas.
Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah, demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, suku bangsa, kesukubangsaan, kebudayaan sukubangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya komuniti, dan konsep-konsep lainnya yang relevan. Mengingat pentingnya pemahaman mengenai multikulturalisme dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara terutama bagi negara-negara yang mempunyai aneka ragam budaya masyarakat seperti Indonesia, maka pendidikan multikulturalisme ini perlu dikembangkan.
Pendidikan multikultural, memfasilitasi peserta didik memiliki karakter kuat untuk bersikap demokratis, pluralis dan humanis. Melalui pendidikan multikulturalisme ini diharapkan akan dicapai suatu kehidupan masyarakat yang damai, harmonis, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sebagaimana yang telah diamanatkan dalam undang-undang dasar.
Inkulturasi proses pemahaman/menerima terhadap nilai-nilai oleh individu maupun kelompok masyarakat terhadap kultur yang diturunkan secara turun-temurun dari generasi ke generasi, sehingga berlaku dalam kelompoknya.
Sosialisasi merupakan proses pembelajaran secara sosial dalam kehidupan sehari-hari yang menyebabkan seseorang dapat memahami norma-norma dan kultur yang berlaku di dalam kelompoknya.
Etnosentris adalah kecenderungan menilai negatif menghukumi terhadap budaya lain dengan tolok ukur kulturnya sendiri. Hal dikarenakan orang akan berpandangan, bahwa tingkahlaku, adat istiadat dinilai tidak manusiawi, anek bahkan primitif (Ainul Yakin, 2005 :15).
Relatifisme kultur bahwa tingkah laku dan adat istiadat yang ada pada kultur orang lain tidak dapat diukur dan dinilai dengan standar yang ada pada kulturnya.
Prejudis merupakan kecenderungan melakukan generalisasi (prasangka) dalam melihat dan menilai seseorang atau sekelompok lainnya tanpa mempedulikan kenyataan, bahwa setiap individu memiliki karakter yang berbeda-beda. Contoh: apabila seseorang mempunyai prejudis terhadap salah seorang anggota dari suku “A”. Maka ia cenderung menganggap semua orang suku A mempunyai karakter yang sama.
Stereotip memberikan penilaian terhadap sifat-sifat sebagai ciri-ciri khusus yang typical dan edential, yang ada pada seseorang atau golongan masyarakat tertentu. Contoh: menganggap bahwa gadis dari suku Sunda adalah gadis materialistik; orang padang itu pelit; orang jawa halus sikapnya, sebenarnya sadis.

Sejarah Lahirnya Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural merupakan perkembangan dari pendidikan inkultural. Pendidikan multikultural pada awalnya bertujuan agar populasi mayoritas dapat toleran terhadap para imigran baru dan sebagai alat kontrol sosial penguasa terhadap warganya, agar kondisi negara aman dan stabil (Ainul Yakin, 2005:23).
Mulai tahun 1415 negara-negara Eropa melakukan ekspansi menjajah terhadap negara-negara lain di Afrika, Asia dan Amerika yang menimbulkan berbagai penderitaan di wilayah jajahan.
Indonesia memiliki pengalaman yang menyedihkan: kekerasan, pemberontakkan, pembumihangusan, dan pembunuhan genocide. Perpecahan dan ancaman disintegrasi bangsa yang terjadi sejak zaman kerajaan Singosari, Sriwijaya, Majapahit, Goa, Mataram hingga saat ini. Indonesia dengan kondisi geografis dan sosio-kultural yang beragam, menjadi salah satu negara multikultur terbesar. Selain itu ditambah dengan beragamnya agama dan berbagai macam aliran kepercayaan masyarakatnya.

Pengertian Pendidikan Multikultural
Ide, gerakan pembaharuan pendidikan dan proses pendidikan yang tujuan utamanya adalah untuk mengubah struktur lembaga pendidikan supaya siswa baik pria maupun wanita, siswa berkebutuhan khusus; dan siswa yang merupakan anggota dalam kelompok ras, etnis, dan kultur yang beragam akan memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai prestasi akademik dan non akademik di sekolah.
Pendidikan multikultural, sebagai strategi pendidikan yang diaplikasikan dalam pembelajaran berbagai bidang studi, dengan cara menggunakan perbedaan-perbedaan karakteristik dan kultur peserta didik agar proses pembelajaran efektif memfasilitasi peserta didik mencapai tujuan pembelajaran.
Dengan pendidikan multikultural dalam proses pembelajaran, disamping peserta didik terfasilitasi mencapai tujuan pembelajaran, juga dapat membangun karakter peserta didik agar mampu bersikap demokratis, humanis dan pluralis dalam lingkungan mereka.
Karena itu yang terpenting dalam pendidikan multikultural, guru tidak hanya dituntut menguasai materi, tetapi secara profesional melalui kegiatan pembelajaran harus mampu menanamkan nilai-nilai demokratis, humanisme, dan pluralisme. Dengan nilai-nilai multikulturalisme, diharapkan peserta didik selalu menjunjung tinggi moralitas, kedisiplinan, kepedulian humanistik, dan kejujuran dalam berperilaku sehari-hari.
Ide dan Kesadaran Akan Nilai Penting Keragaman Budaya
Bahwa semua siswa tanpa memandang karakteristik budayanya seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk belajar di sekolah. Perbedaan itu perlu diterima sebagai suatu kewajaran dan bukan untuk membedakan, sehingga diperlukan sikap toleransi agar bisa hidup berdampingan secara damai baik dalam sekala lokal, regional, nasional dan internasional.

Gerakan Pembaharuan Pendidikan
Tekait dengan multikultur yang dimiliki bangsa Indonesia, UU No 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS menghendaki bahwa pendidikan diselenggarakan:
·      Secara demokratis, berkeadilan serta tidak diskriminatif serta menjunjung tinggi HAM, nilai: religi, kultural, dan keberagaman suku bangsa.
·      Sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna.
Proses , pendidikan multikultural dipandang sebagai suatu proses yang kontinyu secara demokratis, berkeadilan, dan tidak diskriminatif yang memfasilitasi siswa mewujudkan perkembangan potensinya secara utuh dan menjadikan dirinya mampu bereksistensi secara lokal, regional, nasional, dan internasional.

Konsep Pendidikan Multikultural
·      Kesempatan yang sama bagi setiap siswa untuk mewujudkan petensinya secara utuh.
·      Menyiapkan siswa untuk berpartisipasi dalam masyarakat antar budaya.
·      Partisipasi aktif sekolah menghilangkan diskriminatif dan penindasan dalam penyelenggaraan pendidikan, sehingga menghasilkan lulusan yang sadar akan keberagaman antar sesame.
·      Pendidikan berpusat pada siswa dengan memperhatikan karakteristik individualnya.
·      Pendidik menyelenggaraan program pendidikan yang mampu mengakomodasi keberagaman karakteristik individual siswa.

Tujuan Pendidikan Multikultural
Tujuan utama dari pendidikan multikultural adalah untuk menanamkan sikap simpati, respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut agama dan budaya yang berbeda. Lebih jauh lagi, penganut agama dan budaya yang berbeda dapat belajar untuk melawan atau setidaknya tidak setuju dengan ketidak-toleranan (l’intorelable) seperti inkuisisi (pengadilan negara atas sah-tidaknya teologi atau ideologi), perang agama, diskriminasi, dan hegemoni budaya di tengah kultur monolitik dan uniformitas global.
Imron Mashadi (2009) pendidikan multikultural bertujuan mewujudkan sebuah bangsa yang kuat, maju, adil, makmur dan sejahtera tanpa perbedaan etnik, ras, agama dan budaya. Dengan semangat membangun kekuatan di seluruh sektor sehingga tercapai kemakmyran bersama, memiliki harga diri yang tinggi dan dihargai bangsa lain.

Karekteristik Pendidikan Multikultural:
ü  belajar hidup dalam perbedaan
ü  membangun tiga aspek mutual (saling percaya, saling pengertian, dan saling menghargai)
ü  terbuka dalam berfikir
ü  apresiasi dan interdependensi
ü  serta resolusi konflik dan rekonsiliasi nirkekerasan (Zakiyyudin Baidhawy, 2005:78)

Kemudian dari karakteristik-karakteristik tersebut, diformulasikan dengan ayat-ayat al-Qur’an sebagai back up strategis (baca:dalil), bahwa konsep pendidikan multikultural ternyata selaras dengan ajaran-ajaran Islam dalam mengatur tatanan hidup manusia di muka bumi ini, terutama sekali dalam konteks pendidikan.
Al-Qur’an surat Al Hujuraat, ayat 13: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.

1. Karakteristik belajar hidup dalam perbedaan.
Selama ini pendidikan lebih diorientasikan pada tiga pilar pendidikan:
a. menambah pengetahuan,
b. pembekalan keterampilan hidup (life skill), dan
c. menekankan cara menjadi “orang” sesuai dengan kerangka berfikir peserta didik.
Kemudian dalam realitas kehidupan yang plural, ketiga pilar tersebut kurang relevan dengan kehidupan masyarakat yang semakin majemuk. Maka dari itu diperlukan satu pilar strategis yaitu belajar saling menghargai akan perbedaan, sehingga akan terbangun relasi antara personal dan intra personal.  Dalam terminology Islam, realitas akan perbedaan tak dapat dipungkiri lagi, sesuai dengan Q.S. Al-Hujurat:13 yang menekankan bahwa Allah SWT menciptakan manusia yang terdiri dari berbagai jenis kelamin, suku, bangsa, serta interprestasi yang berbeda-beda.

2. Membangun tiga aspek mutual, yaitu membangun saling percaya (mutual trust), memahami saling pengertian (mutual understanding), dan menjunjung sikap saling menghargai (mutual respect).
Tiga hal ini sebagai konsekuensi logis akan kemajemukan dan kehegemonikan, maka diperlukan pendidikan yang berorientasi kepada kebersamaan dan penanaman sikap toleran, demokratis, serta kesetaraan hak.
Banyak sekali ayat-ayat al-Qur’an yang menekankan akan pentingnya saling percaya, pengertian, dan menghargai orang lain, diantaranya ayat yang menganjurkan untuk menjauhi berburuk sangka dan mencari kesalahan orang lain (Q.S. Al-Hujurat:12), tidak mudah memvonis dan selalu mengedepankan klarifikasi (Q.S. al-Hujurat:6), serta ayat yang menegaskan prinsip tidak ada paksaan (Q.S. al-Baqarah:256).

b)   Pendidikan Neurosentris
Maksud Eurosentrik itu sendiri ialah amalan, kesedaran dan ketegasan mengenai Eropa. Eurosentrisme bermaksud orang-orang Eropa mencoba untuk mempengaruhi cara pemikiran disamping menerapkan budaya kehidupan mereka dengan menggunakan 'soft power'. Penyebaran globalilasi ini bertambah dan bergerak dengan pantas di setiap penjuru dunia.
Walau bagaimanapun, masih ada negara-negara yang tidak menerapkan budaya eurosentrik ini. Mereka masih lagi mengekalkan budaya mereka yang sangat bercanggah dengan budaya eropa itu. Saya ingin mengemukakan pendapat bagaimana bidang ilmu Melayu lama telah dipengaruhi oleh budaya ilmu Eurosentrik pada masa sekarang. Penerapan bahasa Inggris kedalam buku-buku ilmiah telah menyebabkan bahasa Indonesia tidak penting.

3.    HUBUNGAN YANG BERKAITAN DENGAN KONSEP
1)   Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman budaya atau juga multikultur Pada masyarakat multikultur, mereka memiliki tipe/pola tingkah-laku yang khas. Sesuatu yang dianggap sangat tidak normal oleh budaya tertentu tetapi dianggap normal atau biasa-biasa saja oleh budaya lain. Perbedaan semacam inilah yang sering menyebabkan kontradiksi atau konflik, ketidaksepahaman dan disinteraksi dalam masyarakat multikultur.
2)   Kerusuhan berbau SARA yang merebak di banyak tempat di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti di wilayah Ambon, Poso, Sampit dan sebagainya, merupakan bagian dari adanya kesalahpahaman. Dari banyak studi yang dilakukan, salah satu penyebabnya adalah akibat lemahnya pemahaman dan pemaknaan tentang adanya sebuah perbedaan.
3)   Salah satu upaya untuk bisa menghargai adanya perbedaaan adalah dengan memberikan pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural adalah proses penanaman cara hidup menghormati, tulus dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang ada di tengah-tengah masyarakat plural. Tidak seperti pendidikan monokultural yang selama ini dijalankan yang mengabaikan keunikan dan pluralitas yang berakibat terpasungnya pribadi kritis dan kreatif.
4)   Pendidikan multikultural didasari pada konsep kebermaknaan perbedaan yang unik pada tiap orang dan masyarakat. Pendidikan multikultural mengandaikan sekolah dan kelas dikelola sebagai suatu simulasi arena kehidupan nyata yang plural , terus berubah dan berkembang. Institusi sekolah dan kelas adalah wahana hidup dengan pemeran utama peserta didik dan guru serta seluruh tenaga kependidikan sebagai fasilitator. Kegiatan belajar-mengajar dikembangkan sebagai wahana dialog dan belajar bersama serta membuang pemikiran bahwa guru merupakan gudang ilmu dan nilai yang setiap saat diberikan kepada peserta didik, melainkan sebagai teman dialog dan partner dalam menciptakan suasana yang harmonis. Selain itu praktik penerapan keagamaan juga akan mempertajam rasa kepekaan dan solidaritas antar pemeluk agama.
5)   Oleh karena itu, di tengah gegap gempita lagu “tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan”, kita harus tahu bahwa pendidikan bukan hanya sekedar mengajarkan “ini” dan “itu”, tetapi juga mendidik anak kita menjadi manusia berkebudayaan dan berperadaban. Dengan demikian, tidak saatnya lagi pendidikan mengabaikan realitas kebudayaan yang beragam.

4.        MASALAH DAN SOLUSI
A.      MASALAH
1.    Bagaimana hakikat pengertian pendidikan multikultural?
2.    Bagaimana peranan seorang guru dalam pendidikan multikultural?
3.    Apa sajakah tantangan-tantangan yang ada pada pendidikan multikultural?
4.    Bagaimana aspek yang ada pada tujuan pendidikan multikultural?
5.    Bagaimana implementasi pendidikan multikultural di sekolah?
6.    Mengapa lebih baik pendidikan multikultural dibandingkan dengan pendidikan yang neurosentrik?


B.       SOLUSI
1.        Hakikat Pengertian Pendidikan Multikultural
            Pendidikan multicultural diartikan sebagai sebuah proses pendidikan yang memberi peluang sama pada seluruh anak bangsa tanpa membedakan perlakuan karena perbedaan etnik, budaya dan agama, yang memberikan penghargaan terhadap keragaman, dan yang memberikan hak-hak sama bagi etnik minoritas, dalam upaya memperkuat persatuan dan kesatuan, identitas nasional dan citra bangsa di mata dunia international. Inilah berbagai materi yang senantiasa diperhatikan dalam pembinaan bangsa agar tetap kuat dan terus berkembang, bahkan seluruh budaya diberi kesempatan untuk membina dan mengembangkannya.
            Nilai dan norma di atas ditranformasikan dan dikembangkan pada siswa-siswa sekolah melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Agama yang di dalamnya juga termasuk civic education, dan bahkan kini akan dikembangkan sebuah gagasan yang sangat strategis, pendidikan untuk karakter bangsa.C. Pengembangan Kurikulum “Multikultural” Di Sekolah Multikultural” Indonesia sebagai negara majemuk baik dalam segi agama, suku bangsa, golongan maupun budaya lokal perlu menyusun konsep pendidikan multikultural sehingga menjadi pegangan untuk memperkuat identitas nasional.
            Mata Pelajaran kewarganegaraan yang telah diajarkan di SD hingga perguruan tinggi, disempurnakan dengan memasukan pendidikan multikultural, seperti budaya lokal antar daerah kedalamnya, agar generasi muda bangga sebagai bangsa Indonesia. Dengan demikian, pendidikan multikultur adalah pendidikan nilai yang harus ditanamkan pada siswa sebagai calon warga negara, agar memiliki persepsi dan sikap multikulturalistik, bisa hidup berdampingan dalam keragaman watak kultur, agama dan bahasa, menghormati hak setiap warga negara tanpa membedakan etnik mayoritas atau minoritas, dan dapat bersama-sama membangun kekuatan bangsa sehingga diperhitungkan dalam percaturan global dan nation dignity yang kuat. Menurut Hamid Hasan, bahwa masyarakat dan bangsa Indonesia memiliki keragaman sosial, budaya, aspirasi politik dan kemampuan ekonomi.

2.        Peranan Guru dalam Pendidikan Multikultural
Peran guru dan sekolah dalam membangun paradigma keberagaman inklusif (Ainun, 2005:61):
a.    Mampu bersikap demokratis. Dalam bersikap dan berbicara tidak diskriminatif (bersikap tidak adil/ menyinggung) murid yang beraga berbeda dengannya. Contoh: dalam menjelaskan sejarah perang salib, guru mampu bersikap tidak memihak salah satu kelompok yang terlibat dalam perang.
b.    Peduli terhadap kejadian/peristiwa tertentu yang berkaitan dengan agama. Contoh: dalam peristiwa pengeboman hotel Mariot. Guru harus mampu menjelaskan, seharusnya pengeboman tidak terjadi. Karena setiap agama, mengajarkan umatnya. Pendidikan multikulturalisme sebagaimana dijelaskan di atas memerlukan pengenalan terhadap beragam kebudayaan yang dimiliki oleh umat manusia dari beragam suku bangsa, ras atau etnis, dan agama. Keragaman koleksi yang mencakup berbagai subjek dan aspek-aspeknya merefleksikan keterbukaan perpustakaan terhadap isu-isu pluralisme dan multikulturalisme. Semakin akomodatif kebijakan suatu perpustakaan terhadap berbagai sumber-sumber informasi dari beragam kebudayaan maka berarti perpustakaan tersebut telah menunjukkan kepeduliannya terhadap pendidikan multikulturalisme.
                                                     
3.        Tantangan dalam Pendidikan Multikultural
Tantangan yang ada dalam pendidikan multikultural adalah sebagai berikut:
a)        Bagaimana pendidikan mampu meningkatkan produktivitas kerja nasional serta pertumbuhan dan pemerataan ekonomi sebagai upaya meningkatkan dan memelihari pembangunan bekelanjutan.
b)        Bagaimana membangun kemampuan melakukan research/kajian secara komprehensif di era reformasi dalam membangun kualitas sumber daya manusia.
c)        Bagaimana kemampuan meningkatkan daya saing bangsa dalam menghasilkan karya-karya kreatif yang berkualitas sebagai hasil pemikiran, penemuan dan penguasaan IPTEK dan seni dalam persaingan global.
d)       Bagaimana kemampuan menghadapi globalisasi bidang politik dan ekonomi. Bagaimana mempertahankan ideologi bangsa/mentalitas bangsa dalam berinteraksi dengan ideologi secara global.

4.        Aspek dalam Pendidikan Multikultural
a)        Pengembangan literasi etnis dan budaya. Memfasilitasi siswa memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai budaya semua kelompok etnis
b)        Perkembangan pribadi. Memfasilitasi siswa memahami bahwa semua budaya setiap etnis sama nilai antar satu dengan lain. Sehingga memiliki kepercayaan diri dalam berinteraksi dengan orang lain (kelompok etnis) walaupun berbeda budaya masyarakatnya.
c)        Klarifikasi nilai dan sikap. Membelajarkan siswa untuk. Pendidikan multikultural mengangkat nilai-nilai inti yang berasal dari prinsip martabat manusia, keadilan, persamaan, kebebasan dan demokratis. Sehingga pendidikan multikultural membantu siswa memahami bahwa berbagai konflik nilai tidak dapat dihindari dalam masyarakat pluralistic.
d)       Untuk menciptakan persamaan peluang pendidikan bagi semua siswa yang berbeda-beda ras, etnis, kelas sosial dan kelompok budaya.
e)        Untuk membantu semua siswa agar memperoleh pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperlukan dalam menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat demokrasi-pluralistik serta diperlukan untuk berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi dengan warga dari kelompok beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan bersama.
f)         Persamaan dan keunggulan pendidikan. Tujuan ini berkaitan dengan peningkatan pemahaman guru terhadap bagaimana keragaman budaya membentuk gaya belajar, perilaku mengajar dan keputusan penyelenggaraan pendidikan. Keragaman budaya berpengaruh pada pola sikap dan perilaku setiap individu.
g)        sehingga guru harus mampu mehami siswa sebagai individu yang memiliki ciri unik dan memperhitungkan lingkungan fisik dan sosial yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran.
h)        Memperkuat pribadi untuk reformasi sosial. Pendidikan multikultural memfasilitasi peserta didik memiliki dan mengembangkan sikap, nilai, kebiasaan dan keterampilan, sehingga mampu menjadi agen perubahan sosial yang memiliki komitmen tinggi dalam reformasi masyarakat untuk memberantas perbedaan (disparities) etnis dan rasial. Pendidikan multikultural membantu peserta didik dari berbagai kelompok budaya yang berbeda dalam memperoleh kompetensi akademik yang diperlukan dalam masyarakat yang berpengetahuan.
i)          Memiliki wawasan kebangsaan/kenegaraan yang kokoh.

5.        Implementasi Pendidikan Multikultural
Mungkin ada benarnya kalau ada yang bilang bahwa kekerasan berbau SARA yang seringkali terjadi di negeri ini merupakan manifestasi kesalahpahaman akibat lemahnya pemaknaan terhadap perbedaan. Perbedaan belum dipahami secara utuh sebagai sebuah “rahmah”, tetapi justru dipersempit hingga menimbulkan pemaknaan eksklusif yang memicu tumbuhnya sikap fanatisme sempit. Mereka yang tidak sepaham dianggap sebagai pihak lain yang mesti dimusuhi yang tidak jarang diikuti dengan aksi-aksi agitasi dan provokasi. Imbas yang muncul dari situasi seperti itu adalah banyaknya orang yang tidak tahu apa-apa, tetapi terlibat secara masif dalam aksi-aksi premanisme yang tidak mereka sadari.
Dalam konteks demikian, dibutuhkan pemaknaan secara utuh terhadap nilai-nilai multikultural sejak dini, sehingga generasi masa depan negeri ini bisa memandang perbedaan sebagai sebuah “rahmah”, melihat keberagaman sebagai pola perilaku yang khas di tengah-tengah negeri yang secara “sunatullah” memang telah “ditakdirkan” sebagai bangsa yang multibudaya. Sampai kapan pun, akar kekerasan akan menjadi ancaman laten selama nilai-nilai primordialisme dipahami secara naif dan sempit.
Salah satu upaya strategis yang bisa dilakukan untuk membangun generasi masa depan yang “sadar budaya” semacam itu adalah penanaman nilai keberagaman melalui pendidikan multikultural di sekolah. Di tengah kompleksnya persoalan-persoalan pendidikan seperti saat ini, memang bukan hal yang mudah untuk merevitalisasi dan mengokohkan pendidikan multikultural dalam dunia persekolahan kita. Banyak kalangan menilai, generasi Indonesia saat ini merupakan generasi yang tengah mengalami “gegar budaya”. Pada satu sisi, anak-anak muda yang tengah gencar memburu ilmu di bangku pendidikan tak pernah berhenti mendapatkan asupan “gizi” tentang nilai-nilai keluhuran budi dan akhlakul karimah, tetapi pada sisi yang lain, mereka juga tidak bisa menutup mata terhadap maraknya berbagai perilaku anomali sosial, kerusuhan, dan kekerasan yang berlangsung vulgar dan telanjang di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Dalam situasi seperti itu, peserta didik mengalami “kepribadian yang terbelah”, sehingga tak jarang berada di persimpangan jalan ketika dihadapkan pada situasi yang saling kontradiktif.
Meski demikian, tidak lantas berarti bahwa institusi pendidikan sebagai “kawah candradimuka peradaban” boleh bersikap abai dan melakukan pembiaran secara terus-menerus dan berkelanjutan terhadap perilaku generasi yang “gegar budaya” semacam itu. Melalui berbagai pendekatan dan model-model pembelajaran yang menarik, peserta didik perlu diajak berdiskusi, bersimulasi, dan berdialog bagaimana cara hidup saling menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang ada di tengah-tengah masyarakat plural. Sekolah perlu di-setting dan didesain sebagai wadah simulasi terhadap berbagai fenomena hidup dan kehidupan Indonesia yang serba-plural.
Pendidikan multikultural, dengan demikian, tidak cukup menjadi tanggung jawab guru mata pelajaran tertentu, tetapi perlu diimplementasikan secara integral ke dalam berbagai materi pembelajaran yang relevan dengan mata pelajaran yang bersangkutan. Tidak ada salahnya, peserta didik diajak berdialog dan belajar menumbuhkan kepekaannya terhadap kasus kekerasan yang terjadi. Bagaimana respon dan sikap peserta didik terhadap aksi-aksi kekerasan yang terjadi bisa dijadikan sebagai masukan berharga dalam proses pembelajaran berbasis pendidikan multikultural. Guru perlu memberikan kebebasan kepada subjek didik untuk merespon dan menyikapinya, sehingga mereka merasa dihargai dan diperlakukan sebagai sosok yang amat dibutuhkan kehadirannya dalam proses pembelajaran.
Meskipun demikian, guru dalam fungsinya sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran perlu memberikan penguatan agar pengalaman belajar yang mereka peroleh bisa dikonstruksi menjadi pengetahuan baru tentang nilai-nilai multikultural itu. Jika dikemas dalam proses pembelajaran yang menarik dan menyenangkan, bukan mustahil kelak mereka akan menjadi generasi yang “sadar budaya” sehingga mampu menyandingkan keberagaman sebagai kekayaan budaya bangsa yang perlu dihormati dengan sikap toleran, tulus, dan jujur.
Dalam implementasinya, paradigma pendidikan multikultural dituntut untuk berpegang pada prinsip-prinsip berikut ini:
·       Pendidikan multikultural harus menawarkan beragam kurikulum yang merepresentasikan pandangan dan perspektif banyak orang.
·       Pendidikan multikultural harus didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada penafsiran tunggal terhadap kebenaran sejarah.
·       Kurikulum dicapai sesuai dengan penekanan analisis komparatif dengan sudut pandang kebudayaan yang berbeda-beda.
·       Pendidikan multikultural harus mendukung prinsip-prinisip pokok dalam memberantas pandangan klise tentang ras, budaya dan agama.

6.        Pendidikan Multikultural Jauh Lebih Baik Dibandingkan dengan Pendidikan Neurosentris
Berdasarkan pengertian pendidikan multikultural dan pendidikan eurosentrik, menurut saya, sangat jauh lebih baik pendidikan yang menggunakan multikultural dibandingkan dengan pendidikan yang berbasis neurosentris. Mengapa? Karena kita lihta dari aspek multikultural yang tidak membedakan peserta didik yang memiliki perbedaan latar belakang budaya yang berbeda. Sedangkan jika kita lihat pendidikan yang berbasis neurosenstrik, yang berorientasi pada kaum mayoritas layaknya di negara Eropa. Tentu saja, pendidikan multikultural lebih baik dilaksanakan dalam pendidikan di Indonesia yang mempunyai budaya yang berbeda-beda.

5.    ELEMEN YANG MENARIK
1)   Wacana multikulturalisme untuk konteks di Indonesia menemukan momentumnya ketika sistem nasional yang otoriter-militeristik tumbang seiring dengan jatuhnya rezim Soeharto. Saat itu, keadaan negara menjadi kacau balau dengan berbagai konflik antarsuku bangsa dan antar golongan, yang menimbulkan keterkejutan dan kengerian para anggota masyarakat. Kondisi yang demikian membuat berbagai pihak semakin mempertanyakan kembali sistem nasional seperti apa yang cocok bagi Indonesia yang sedang berubah, serta sistem apa yang bisa membuat masyarakat Indonesia bisa hidup damai dengan meminimalisir potensi konflik.
2)   Menurut Sosiolog UI Parsudi Suparlan, Multikulturalisme adalah konsep yang mampu menjawab tantangan perubahan zaman dengan alasan multikulturalisme merupakan sebuah idiologi yang mengagungkan perbedaaan budaya, atau sebuah keyakinan yang mengakui dan mendorong terwujudnya pluralisme budaya sebagai corak kehidupan masyarakat. Multikulturalisme akan menjadi pengikat dan jembatan yang mengakomodasi perbedaan-perbedaan termasuk perbedaan kesukubangsaan dan suku bangsa dalam masyarakat yang multikultural. Perbedaan itu dapat terwadahi di tempat-tempat umum, tempat kerja dan pasar, dan sistem nasional dalam hal kesetaraan derajat secara politik, hukum, ekonomi, dan sosial.
3)   Pendidikan multikultural mencerminkan keseimbangan antara pemahaman persamaan dan perbedaan budaya mendorong individu untuk mempertahankan dan memperluas wawasan budaya dan kebudayaan mereka sendiri.
4)   Beberapa aspek yang menjadi kunci dalam melaksanakan pendidikan multikultural dalam struktur sekolah adalah tidak adanya kebijakan yang menghambat toleransi, termasuk tidak adanya penghinaan terhadap ras, etnis dan jenis kelamin. Juga, harus menumbuhkan kepekaan terhadap perbedaan budaya, di antaranya mencakup pakaian, musik dan makanan kesukaan. Selain itu, juga memberikan kebebasan bagi anak dalam merayakan hari-hari besar umat beragama serta memperkokoh sikap anak agar merasa butuh terlibat dalam pengambilan keputusan secara demokratis.
5)   Pendidikan multikultural sebagai wacana baru di Indonesia dapat diimplementasikan tidak hanya melalui pendidikan formal namun juga dapat dimplementasikan dalam kehidupan masyarakat maupun dalam keluarga. Dalam pendidikan formal pendidikan multikultural ini dapat diintegrasikan dalam sistem pendidikan melalui kurikulum mulai Pendidikan Usia Dini, SD, SLTP, SMU maupun Perguruan Tinggi. Sebagai wacana baru, Pendidikan Multikultural ini tidak harus dirancang khusus sebagai muatan substansi tersendiri, namun dapat diintegrasikan dalam kurikulum yang sudah ada tentu saja melalui bahan ajar atau model pembelajaran yang paling memungkinkan diterapkannya pendidikan multikultural ini.

6.        REFLEKSI DIRI
Saya sangat menyukai materi minggu ini mengenai pendidikan multikultural dan pendidikan neurosentris. Dari materi tersebut, saya menjadi tahu bagaimana mengaplikasi pendidikan yang multikultural yang baik. Saya akan mencoba memberikan pendidikan multikultural yang baik pada siswa/mahasiswa saya kelak (Amiin), di mana dalam pendidikan ini, saya dituntut untuk tidak membedakan peserta didik yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Hal tersebut juga berkaitan dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Selain itu, juga ada hubungannya dengan komunikasi yang diterapkan oleh guru terhadap siswanya. Di sini saya diharuskan untuk menggunakan bahasa Indonesia dalam pembelajaran sehingga peserta didik yang saya ajar dapat menerima materi yang saya ajarkan. Bagaimana saya akan menjadi guru yang baik, jika saya belum paham ”akar” dari pembelajaran? Tentunya saya harus semangat dalam menimba ilmu ini agar dapat saya terapkan pada peserta didik saya nanti, sehingga tujuan pembelajaran tercapai dengan hasil yang memuaskan karena siswa siswi saya dapat memahami materi yang saya ajari. Saya harus banyak-banyak membaca mengenai teori belajar dan pembelajaran untuk masa depan saya sebagai guru. Ilmu yang saya dapatkan dalam minggu ini semoga bermanfaat dan berkah. Hal ini sebagai bekal saya kelak saat menjadi guru/ dosen. Amiin.. ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar