Laman

Sabtu, 26 November 2011

Pendekatan Fakta, Pendekatan Konsep, Pendekatan Lingkungan, Pendekatan Konstruktivisme, dan Pendekatan Kontekstual


JURNAL 8
Nama               : Linda Tri Antika
NIM                : 209341417443
Kelas               : AA
Matakuliah      : Belajar dan Pembelajaran
Dosen              : Dr. Hj. Sri Endah Indriwati, M.Pd
Jam/ Ruang     : 03 – 04 dan 07 – 08 SPA 307
Hari,  Tanggal : Senin-Selasa, 10-11 Oktober 2011
Konsep            : Pendekatan Fakta, Pendekatan Konsep, Pendekatan Lingkungan, Pendekatan Konstruktivisme, dan Pendekatan Kontekstual

1.        EKSPLORASI KONSEP YANG DIPELAJARI DAN INFORMASI/ KONSEP YANG DITERIMA DARI DOSEN/ HASIL PRESENTASI

a)        10 Oktober 2011
Hari ini kami diajar oleh pak Supratman mengenai Pendekatan Fakta, Pendekatan Fakta, dan Pendekatan Lingkungan. Kuliah hari ini cukup menyenangkan. Materi yang disampaikan adalah sebagai berikut:

·      Pengertian Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan adalah sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Pendekatan ini masih bersifat umum, strategi dan metode yang digunakan dapat bersumber atau tergantung dari pendekatan tertentu. Contoh pendekatan yang berpusat pada guru (teacher centre), pendekatan ini menurunkan strategi pembelajaran langsung, strategi pembelajaran deduktif atau strategi pembelajaran ekspositori.
Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran juga merupakan aktivitas guru di dalam memilih kegiatan pembelajaran, apakah guru akan menjelaskan suatu materi pembelajaran yang sudah tersusun dalam urutan tertentu, ataukah dengan menggunakan materi yang terkait satu dengan lainnya dalam tingkat kedalaman yang berbeda, atau bahkan merupakan materi yang terintegrasi dalam suatu kesatuan multi disiplin ilmu.
Pendekatan pembelajaran menurut Syaiful (2003:68) adalah sebagai aktifitas guru dalam memilih kegiatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran sebagai penjelas dan juga mempermudah bagi para guru memberikan pelayanan belajar dan juga mempermudah siswa untuk memahami materi ajar yang disampaikan guru, dengan memelihara suasana pembelajaran yang menyenangkan.

       Pendekatan Fakta
Belajar dengan pendekatan fakta adalah belajar menghafalkan fakta-fakta. Misalnya menghafalkan nama, definisi, dan gambar. Belajar dengan cara demikaan selain melelahkan juga data-data yang dihafalkan mudah terlupakan. Hal ini disebabkan daya ingat orang terbatas.

       Pendekatan Konsep
Pendekatan konsep adalah suatu pendekatan pengajaran yang secara langsung menyajikan konsep tanpa memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati bagaimana konsep itu diperoleh. Konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam defenisi sehingga menjadi produk pengetahuan yang meliputi prinsip-prinsip, hukum, dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman melalui generalisasi, dan berpikir abstrak. Konsep dapat mengalami perubahan disesuaikan dengan fakta atau pengetahuan baru, sedangkan kegunaan konsep adalah menjelaskan dan meramalkan.
Dijelaskan pula oleh pak Supratman mengenai tahap pelaksanaan pendekatan konsep, yaitu:
a.       Tahap Enaktik
b.      Tahap Simbolik
c.       Tahap Ikonik
Namun, saya kurang mengerti mengenai tahap tersebut. Sehingga saya mencari referensi untuk memahami hal terssebut, karena sangat penting bagi saya sebagai calon pendidik.

       Pendektan Lingkungan
Pendekatan lingkungan merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang berusaha untuk meningkatkan keterlibatan siswa melalui pendayagunaan lingkungan sebagai sumber belajar. Pendekatan ini berasumsi bahwa kegiatan pembelajaran akaan menarik siswa, jika apa yang dipelajari diangkat dari lingkungan, sehingga apa yang dipelajari berhubungan dengan kehidupan dan berfaedah bagi lingkungan.

b)       11 Oktober 2011
Hari ini yang mengajar adalah ibu dari PPL Pascasarjana juga, mengenai pendekatan konstruktivisme dan pendekatan lingkungan. Diadakan kelompok kecil, yang kemudian memilih topik untuk didiskusikan. Selanjutnya melakukan sharing dengan berbagai kelompok. Kelas kami sangat aktif dalam berdiskusi, jadi suasana kelas menjadi aktif.

       Pendekatan Konstruktivisme
Pendekatan konstruktivisme merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam pemikiran pelajar. Pengetahuan dikembangkan secara aktif oleh pelajar itu sendiri dan tidak diterima secara pasif dari orang disekitarnya. Hal ini bermakna bahwa pembelajaran merupakan hasil dari usaha pelajar itu sendiri dan bukan hanya ditransfer dari guru kepada pelajar. 
Sedangkan konsep yang saya persiapkan sebelumnya mengenai konstruktivisme ini adalah bahwa konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Dalam teori ini, penekanan diberikan kepada siswa lebih dari pada guru. Hal ini karena siswalah yang berinteraksi dengan bahan dan peristiwa dan memperoleh kepahaman tentang bahan dan peristiwa tersebut. Mc Brien & Brandt (dalam Isjoni,2007) menyebutkan konstruktivisme adalah satu pendekatan pengajaran berdasarkan pada penyidikan tentang bagaimana manusia belajar.

       Pendekatan Kontekstual
Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of Education,2001). Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar,manfaatnya,dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan menyadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga,akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk menggapinya.
Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pendekatan kontekstual sendiri dilakukan dengan melibatkan komponen komponen pembelajaran yang efektif yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan,masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, penilaian sebenarnya.
Dijelaskan pula oleh kelompok lain, yang sebenarnya kelompok kami juga akan menjelaskan hal ini, bahwa:
Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu:
1)      Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian,mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru.
2)      Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
3)      Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistik dan relevan.
4)      Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya,siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar,tetapi konsisten dengan dunia nyata.
5)      Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hapalan

2.        HASIL EKSPLORASI
Karena keterbatasan saya tidak bisa menghafal banyak, maka dari penjelasan dari pengajar PPL Pascasarjana, saya memperluas diri dengan pengetahuan mengenai pendekatan pembelajaran dari berbagai sumber. Berikut adalah hasil saya mengeksplorasi pengetahuan mengenai pendekatan pembelajaran.

a)   Pendekatan Fakta, Pendekatan Konsep, dan Pendekatan Lingkungan
Ø Pendekatan Fakta
Pembelajaran dengan pendekatan fakta adalah pembelajaran menghafalkan fakta-fakta. Misalnya menghafalkan nama, definisi, dan gambar. Belajar dengan cara demikaan selain melelahkan juga data-data yang dihafalkan mudah terlupakan. Hal ini disebabkan daya ingat orang terbatas.
Ø Pendekatan Konsep
Sebelum mencari sumber mengenai pendekatan konsep, terlenih dahulu saya mencari pengertian konsep itu sendiri.
Menurut Rosser (dalam Sagala, 2009:73) konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut-atribut yang sama. Konsep didefinisikan sebagai abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antar manusia dan yang memungkinkan manusia berfikir. Tafsiran atau pengertian seseorang terhadap suatu konsep disebut konsepsi. Konsep menunjukkan suatu hubungan antar konsep-konsep yang lebih sederhana sebagai dasar perkiraan atau jawaban manusia terhadap pertanyaan-pertanyaan yang bersifat asasi tentang mengapa suatu gejala itu bisa terjadi.
Konsep merupakan pikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga menjadi produk pengetahuan yang meliputi prinsip-prinsip, hukum, dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman melalui generalisasi, dan berfikir abstrak. Konsep dapat mengalami perubahan disesuaikan dengan fakta atau pengetahuan baru, sedangkan kegunaan konsep adalah meramalkan dan menjelaskan.
Konsep adalah klasifikasi perangsang yang memiliki ciri-ciri tertentu yang sama. Konsep merupakan struktur mental yang diperoleh dari pengamatan dan pengalaman. Manifestasi (perwujudan) proses kognitif melalui tahap-tahap sebagai berikut:
a.    Mengklasifikasikan pengalaman untuk menguasai konsep tertentu yang sama.
b.    Menafsirkan pengalaman dengan jalan menghubungkan konsep yang telah diketahui untuk menyusun generalisasi.
c.    Mengumpulkan informasi untuk menafsirkan pengalaman, tahap ini disebut berpikir asosiatif.
d.   Menginterprestasikan atau menafsirkan pengalaman-pengalaman keadaan yang telah diketahui.
Setiap konsep yang telah diperoleh mempunyai perbedaan isi dan luasnya. Seseorang yang memiliki konsep melalui proses yang benar pengalaman dan pengertiannya akan kuat. Kemampuan membedakan sangat dibutuhkan dalam penguasaan konsep. Dapat membedakan konsep berarti dapat melihat ciri-ciri setiap konsep.
Ciri-ciri suatu konsep adalah sebagai berikut:
         Konsep memiliki gejala-gejala tertentu.
         Konsep diperoleh melalui pengamatan dan pengalaman langsung.
         Konsep berbeda dalam isi dan luasnya.
         Konsep yang diperoleh berguna untuk menafsirkan pengalaman-pengalaman.
         Konsep yang benar membentuk pengertian.
         Setiap konsep berbeda dengan melihat ciri-ciri tertentu.

Pendekatan Konsep Dalam Kegiatan Belajar Mengajar
Konsep dasar adalah konsep yang diperoleh melalui pengalaman yang benar. Konsep dasar berkembang melalui bimbingan pendidikan dan proses belajar mengajar. Contoh : Perkembangan konsep bahasa anak dimulai dari suara-suara yang tak ada artinya (berceloteh) menjadi suara, huruf, lambat laun menjadi suku kata.
Konsep dimulai dengan memperkenalkan benda konkret, berkembang menjadi simbol sehingga menjadi abstrak yang berupa ucapan atau tulisan yang mengandung konsep yang lebih kompleks. Konsep yang kompleks memerlukan permunculan berulang kali dalam satu pertemuan dalam kelas, didukung media atau sarana yang tepat. Contoh : Kalau pengajar menjelaskan konsep “mata”, maka pembelajar dapat memperlihatkan mata mereka secara konkret. Pengajar bertanya, “ Dimana matamu ?, Apa gunanya mata ?, Berapa matamu ? “. Dan pertanyaan-pertanyaan ini pembelajar dapat menghubungkan benda konkret dengan fungsinya dan kegiatannya. Semua ini memunculkan pengalaman baru. Dalam proses internalisasi suatu konsep perlu diperhatikan dari beberapa hal, antara lain:
ü Memperkenalkan benda-benda yang semula tak bernama menjadi bernama.
ü Memperkenalkan unsur benda, sehingga memberi kemungkinan unsur lain. Contoh : Bunga-berbau (harum/tak harum), Berwarna (bermacam-macam), Berdaun (kecil, besar), Berduri (lunak, keras).
ü Menunjukkan ciri-ciri khusus pada benda yang diperlihatkan.
ü Menunjukkan persetujuan dengan membandingkan contoh dan bukan contoh. Contoh : Pakaian: kain-kain yang dibuat dan dipakai di badan. Bukan contoh : tas, kalung, giwang; barang-barang ini dipakai tetapi bukan pakaian, melainkan pelengkap pakaian.

Langkah-langkah mengajar dengan pendekatan konsep melalui 3 tahap yaitu :
a. Tahap Enaktif
       Pengenalan benda konkret.
       Menghubungkan dengan pengalaman lama atau pengalaman baru.
       Pengamatan, penafsiran tentang benda baru.
b. Tahap Simbolik
dengan memperkenalkan ;
       Simbol, lambang, kode, seperti angka, huruf, kode, seperti (?,=,/).
       Membandingkan antara contoh dan non contoh untuk menangkap apakah siswa cukup mengerti akan ciri-cirinya.
       Memberi nama, istilah, serta definisi.
c. Tahap Ikonik
Tahap ini adalah tahap penguasaan konsep secara abstrak, seperti ;
       Menyebut nama, istilah, definisi, apakah siswa sudah mampu mengatakannya.

Penjelasan Langkah-Langkah Pendekatan Konsep
Berdasarkan sumber yang saya akses (htttp://pakdesofa.blog.plasa.com/archives/26) bahwa:
1) Tahap Enaktif
a.       Pengajar memperlihatkan barang-barang yang sering dipakai orang sehari-hari untuk menutup badan dan perlengkapannya. Pembelajar diminta mengamati dan menghubungkan dengan apa yang pernah dialaminya atau barangkali ada kreasi baru.
b.      Pengajar bertanya agar mendapat respons tentang barang-barang tersebut. Apakah kamu pernah mengenakan barang seperti ini jawabnya ya atau tidak. Apakah kamu pernah mengenakan barang seperti ini, jawabnya ya atau tidak. Apakah barang-barang ini sambil diperagakan, dipakai di badan, disebagian badan atau di seluruh badan serta dikaki, di tangan atau di leher, jawabnya “ ya atau tidak “. Kegiatan ini diulang-ulang sehingga jelas dan pembelajar ada yang merespons betul dan ada juga yang salah.

2) Tahap Simbolik
a.       Pengajar memperlihatkan gambar tentang barang-barang yang ditunjukkan pada a dan b. Pembelajar menunjuk dan menyebut ciri-ciri khusus tiap-tiap benda tersebut, misalnya ;
         Terbuat dari: kain, kulit, plastik.
         Bermacam-macam warna: putih, cokelat.
         Berbeda-beda model: berlengan, berkerah.
b.      Pengajar bersama pembelajar memberi sebuah nama atau istilah. Gambar atau barang yang termasuk baju dan gambar atau barang yang bukan baju tetapi sebagai pelengkap. Pembelajar secara lisan dapat menyebut dengan nama dan definisinya.

3) Tahap Ikonik
a.    Pengajar menunjuk tulisan “BAJU”,pembelajar mengucapkan “BAJU”.
Bila pengajar menyuruh seorang pembelajar, “Lipatlah baju ini”, maka pembelajar pun akan mengambil salah satu baju dan dilipat. Ini pertanda bahwa pembelajar telah memiliki konsep.

Ø Pendekatan Lingkungan
Pendekatan lingkungan merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang berusaha untuk meningkatkan keterlibatan peserta didik melalui pemberdayagunaan lingkungan sebagai sumber belajar. Pendekatan ini berasumsi bahwa kegiatan pembelajaran akan menarik perhatian peserta didik jika apa yang dipelajari diangkat dari lingkungan. Dalam pendekatan lingkungan, pelajaran disusun sekitar hubungan dan faidah lingkungan. Isi dan prosedur disusun hingga mempunyai makna dan ada hubungannya antara peserta didik dengan lingkungannya.
Pengetahuan yang diberikan harus memberi jalan ke luar bagi peserta didik dalam menanggapi lingkungannya. Pemilihan tema seyogyanya ditentukan oleh kebutuhan lingkungan peserta didik. UNESCO (1980) mengemukakan jenis-jenis lingkungan yang dapat didayagunakan oleh peserta didik untuk kepentingan pembelajaran sebagai berikut:
a.    Lingkungan yang meliputi faktor-faktor fisik, biologi, sosio-ekonomi, dan budaya yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung, dan berinteraksi dengan kehidupan peserta didik.
b.    Sumber masyarakat yang meliputi setiap unsur atau fasilitas yang ada dalam suatu kelompok masyarakat.
c.    Ahli-ahli setempat yang meliputi tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki pengetahuan khusus dan berkaitan dengan kepentingan pembelajaran.

Pembelajaran berdasarkan pendekatan lingkungan dapat dilakukan dengan dua cara sebagai berikut:
a.    Membawa peserta didik ke lingkungan untuk kepentingan pembelajaran. Hal ini bisa dilakukan dengan metode-metode karyawisata, metode pemberian tugas, dan lain-lain.
b.    Membawa sumber-sumber dari lingkungan ke sekolah (kelas) untuk kepentingan pembelajaran. Sumber tersebut bisa sumber asli, seperti narasumber, bisa juga sumber tiruan, seperti model dan gambar.
b)   Pendekatan Konstruktivisme dan Pendekatan Kontekstual
Ø Pendekatan Konstruktivisme
Berdasarkan sumber http://deceng.wordpress.com/ bahwa secara umum yang disebut konstruktivisme menekankan kontribusi seseorang pembelajar dalam memberikan arti, serta belajar sesuatu melalui aktivitas individu dan sosial. Tidak ada satupun teori belajar tentang konstruktivisme, namun terdapat beberapa pendekatan konstruktivis, misalnya pendekatan yang khusus dalam pendidikan matematik dan sains. Beberapa pemikir konstruktivis seperti Vigotsky menekankan berbagi dan konstruksi sosial dalam pembentukan pengetahuan (konstruktivisme sosial); sedangkan yang lain seperti Piaget melihat konstruksi individu lah yang utama (konstruktivisme individu).
Konstrukstivisme Individu
Para psikolog konstruktivis yang tertarik dengan pengetahuan individu, kepercayaan, konsep diri atau identitas adalah mereka yang biasa disebut konstruktivis individual. Riset mereka berusaha mengungkap sisi dalam psikologi manusia dan bagaimana seseorang membentuk struktur emosional atau kognitif dan strateginya. Piaget misalnya mengusulkan tahapan kognitif yang dilakukan oleh semua manusia. Berpikir pada tiap langkah memasukkan tahapan sebelumnya sehingga makin terorganisir dan adaptif dan makin tidak terikat pada kejadian kongkrit.
Piaget menjelaskan bagaimana tiap individu mengembangkanschema, yaitu suatu sistem organisasi aksi atau pola pikir yang membuat kita secara mental mencerminkan “berpikir mengenainya”. Dua proses diaplikasikan dalam hal ini yaitu asimilasi dan akomodasi. Melalui asimilasi kita berusaha memahami hal yang baru dengan mengaplikasikan schema yang ada; sedangkan akomodasi terjadi ketika seseorang harus merubah pola berpikirnya untuk merespon terhadap situasi yang baru. Seseorang melakukan adaptasi dalam situasi yang makin kompleks ini dengan menggunakan schemayang masih bisa dianggap layak (asimilasi) atau dengan melakukan perubahan dan menambahkan pada schema-nya sesuatu yang baru karena memang diperlukan (akomodasi).
Penjelasan di atas menunjukkan penekanan Piaget terhadap pemahaman yang dibentuk oleh seseorang, sesuatu yang berhubungan dengan logika dan konstruksi pengetahuan universal yang tidak dapat dipelajari secara langsung dari lingkungan. Pengetahuan seperti itu berasal dari hasil refleksi dan koordinasi kemampuan kognitif dan berpikir serta bukan berasal dari pemetaan realitas lingkungan eksternalnya.
Hal yang paling mendasar dari penemuan Piaget ini adalah belajar pada siswa tidak harus terjadi hanya karena seorang guru mengajarkan sesuatu padanya, Piaget percaya bahwa belajar terjadi karena siswa memang mengkonstruksi pengetahuan secara aktif darinya, dan ini diperkuat bila siswa mempunyai kontrol dan pilihan tentang hal yang dipelajari. Hal ini tidaklah meniadakan faktor guru dalam proses pembelajaran, justru sebaliknya lah yang terjadi. Pengajaran oleh guru yang mengajak siswa untuk bereksplorasi, melakukan manipulasi, baik dalam bentuk fisik atau secara simbolik, bertanya dan mencari jawaban, membandingkan jawaban dari siswa lain akan lebih membantu siswa dalam belajar dan memahami sesuatu.
Konstruktivisme sosial
Berbeda dengan Piaget, Vygotsky percaya bahwa pengetahuan dibentuk secara sosial, yaitu terhadap apa yang masing-masing partisipan kontribusikan dan buat secara bersama-sama. Sehingga perkembangan pengetahuan yang dihasilkan akan berbeda-beda dalam konteks budaya yang berbeda. Interaksi sosial, alat-alat budaya, dan aktivitasnya membentuk perkembangan dan kemampuan belajar individual. Vygotsky melihat bahwa alat-alat budaya (termasuk di dalamnya kertas, mesin cetak, komputer dll) dan alat-alat simbolik (seperti sistem angka, peta, karya seni, bahasa, serta kode dan lambang) memainkan peran penting dalam perkembangan kognitif. Sistem angka romawi misalnya punya keterbatasan untuk operasi perhitungan; berbeda dengan sistem angka arab yang biasa kita gunakan yang mempunyai lambang nol, bisa dibentuk pecahan, nilai positif dan negatif, menyatakan bilangan yang tak terhingga besarnya dan lainnya. Sistem angka yang dipakai adalah alat budaya yang mendukung berpikir, belajar dan perkembangan kognitif. System simbol ini diberikan dari orang dewasa ke anak melalui interaksi formal ataupun informal dan pengajaran.
Vygotsky menekankan bahwa semua proses mental tingkat tinggi, seperti berpikir dan pemecahan masalah dimediasi dengan alat-alat psikologi seperti bahasa, lambang dan simbol. Orang dewasa mengajarkan alat-alat ini ke anak dalam kegiatan sehari-hari dan si anak menginternalisasi hal tersebut. Sehingga alat psikologis ini dapat membantu siswa meningkatkan perkembangan mental dan berpikirnya. Pada saat anak berinteraksi dengan orang tua atau teman yang lebih mampu, mereka saling bertukar ide dan cara berpikir tentang representasi dan konsep. Sehingga pengetahuan, ide, sikap dan sistem nilai yang dimiliki anak berkembang seperti halnya cara yang dia pelajari dari lingkungannya.
LIMA ELEMEN BELAJAR YANG KONSTRUKTIVISTIK
Menurut Zahorik (1995:14-22) ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran kontekstual, yaitu :
1.    Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge).
2.    Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya.
3.    Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara menyusun (1) konsep sementara (hypotesis), (2) melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu (3) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.
4.    Mepraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge).
5.    Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.
Ø Pendekatan Kontekstual
Dari sumber yang saya baca,
Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.  Dengan konsep itu, hasil pembelajaran dihadapkan lebih bermakna bagi siswa.  Proses penibelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.  Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecendrungan pemikiran  tentang belajar sebagai berikut :
1. Proses Belajar
·         Belajar tidak hanya sekedar menghafal. siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri.
·         Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.
·         Pra ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan (subject matter).
·         Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
·         Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
·         Siswa perlu dibiasakan memmecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
·         Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan seseorang. Untuk itu perlu dipahami, strategi belajar yang salah dan terus-menerus dipajangkan akan mempengaruhi struktur otak, yang pada akhirnya mempengaruhi cara seseorang berperilaku.
2. Transfer Belajar
·         Sisawa belajar dari mengalami sendiri bukan dari pemberian orang lain.
·         Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sempit), sedikit-demi sedikit.
·         Penting bagi siswa tahu "untuk apa" ia belajar, dan "bagaimana" ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu.
3. Siswa sebagai Pembelajar
·         Manusia mempunyai kecendrungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak menpunyai kecendrungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.
·         Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru.
·         Strategi belajar  itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.
·         Peran orang dewasa (guru) mebantu menghubungkan antara "yang baru" dan yang sudah diketahui.
· Tugas guru "memfasilitasi" agar informasi baru bermakna memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
4. Pentingnya Lingkungan Belajar
·         Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari "guru akting didepan kelas, siswa menonton" ke "siswa bekerja dan berkarya, guru mengarahkan".
·         Pengajaran harus berpusat pada "bagaimana cara" siswa menggunakan pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih dipentingkan  dibanding hasilnya.
·         Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian (assessment) yang benar.
·         Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
3.        HUBUNGAN YANG BERKAITAN DENGAN KONSEP
1.    Sampai saat ini, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh kelas yang berfokus pada guru sebagai utama pengetahuan, sehingga ceramah akan menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi belajar. Sehingga sering mengabaikan pengetahuan awal siswa.Untuk itu diperlukan suatu pendekatan belajar yang memberdayakan siswa.
2.    Pengetahuan tumbuh berkembang melalui pengelaman. Pemahaman berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila selalu diuji dengan pengalaman baru.
3.    Sejauh ini, pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar.  Untuk itu, diperlukan sebuah strategi belaiar 'baru' yang lebih memberdayakan siswa.  Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.
4.    Melalui landasan filosofi konstruktivisme, CTL 'dipromosikan' menjadi alternatif strategi belajar yang baru. Melalui strategi CTL, siswa diharapkari belajar melalui 'mengalami', bukan 'menghafal'.
5.    Knowledge is contextual and fallible. Since knowledge is a construction of humans and humans constantly undergoing new experiences, knowledge can never by stable. The understandings that we invent are always tentative and incomplete. Knowledge grows through exposure. Understand becomes deeper and stronger if wan test it against new encounters (Zahorik, 1995).
6.    Pra ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan (subject matter).
7.    Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan seseorang. Untuk itu perlu dipahami, strategi belajar yang salah dan terus-menerus dipajangkan akan mempengaruhi struktur otak, yang pada akhirnya mempengaruhi cara seseorang berperilaku.
8.    Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan. Dan manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.

4.        MASALAH DAN SOLUSI
A.      MASALAH
1.    Bagaimana kondisi yang perlu dipertimbangkan dalam pembelajaran menggunakan pendekatan konsep?
2.    Apa ide utama dalam pembelajaran konstruktivisme?
3.    Bagaimana prosedur pembelajaran konstruktivisme?
4.    Bagaimana kompetensi yang dikembangkan dalam pembelajaran konstruktivisme?
5.    Bagaimana strategi dan metode pembelajaran konstruktivisme?
6.    Bagaimana hubungan antara pendekatan kontekstual dengan konstruktivisme?
7.    Bagaimana seorang guru di dalam kelas jika menggunakan pendekatan kontekstual?
8.    Bagaimana evaluasi dalam pendekatan konstruktivisme?

B.       SOLUSI
1)        Kondisi yang Harus Dipertimbangkan dalam Pembelajaran Menggunakan Pendekatan Konsep
Kondisi yang dipertimbangkan dalam kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan konsep adalah :
a.    Menanti kesiapan belajar, kematangan berpikir sesuai dengan unsur lingkungan.
b.    Mengetengahkan konsep dasar dengan persepsi yang benar yang mudah dimengerti.
c.    Memperkenalkan konsep yang spesifik dari pengalaman yang spesifik pula sampai konsep yang kompleks.
d.   Penjelasan perlahan-lahan dariyang konkret sampai yang abstrak.

2)        Ide Utama Pendektan Konstruktivisme
Ide utama dari belajar dengan pendekatan konstruktivisme adalah bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. (Slavin dalam Trianto, 2007:13). Dalam teori ini guru tidak lagi mendominasi pembelajaran, tetapi menjadi fasilitator siswa untuk dapat menemukan fakta, konsep, maupun prinsip secara mandiri.

3)        Prosesdur Pembelajaran Konstruktivisme
Driver  dalam  Fraser  and  Walberg  (1995)  telah  menciptakan  prosedur pembelajaran  berdasarkan  konstruktivisme,  memfasilitasi  pebelajar  membangun  sendiri konsep-konsep  baru  berdasarkan  konsep  lama yang  telah  dimiliki.  Pembangunan konsep  baru  itu  tidak  terjadi  di  ruang  hampa  melainkan  dalam  konteks sosial,  dimana mereka dapat berinteraksi dengan orang lain untuk merestrukturisasi ide-idenya.
Konsep  lama  yang  dimiliki  pebelajar  digali  pada  pembelajaran  pendahuluan, pada  saat  mereka mendapat orientasi  berupa peristiwa alam,  model,  atau simulasi  yang relevan  dengan  konsep  yang  akan  dipelajari.  Konsep  lama  itu  diperoleh  pebelajar  dari kehidupan  sehari-hari  selama  bertahun-tahun,  maupun  dari  pembelajaran  sebelumnya. Tidak  jarang  di  antara  konsep-konsep  itu  ada  yang  salah  (miskonsepsi),  yang  akan sangat  mengganggu  proses  belajar  selanjutnya  apabila  tidak  diperbaiki  sejak  awal. Konsep  lama  yang  sudah  sesuai  dengan  konsep  ilmiah  sangat  penting  artinya  bagi penanaman konsep-konsep baru yang akan dilakukan dalam pembelajaran inti.

4)        Kompetensi yang Dikembangkan dalam Pembelajaran Konstruktivisme
Menurut Al-Ghazali (2011) dalam artikelnya yang berjudul Menurut Al-Ghazali (2011) dalam artikelnya yang berjudul Konstruktivisme dalam Pembelajaran, dikatakan bahwa disamping kompetensi disiplin (discipline-based competencies), pembelajaran konstruktivis juga mengembangkan kompetensi interpersonal (Interpersonal-competencies) dan kompetensi intrapersonal (intrapersonal competencies) dalam diri pebelajar.
Kompetensi disiplin ilmu berkaitan dengan peman konsep, prinsip, teori  dan  hukum  dalam  disiplin  ilmu  masing-masing. Kompetensi  interpersonal mencakup  kemampuan  berkomuniksi,  berkolaborasi,  berperilaku  sopan  dan  baik, menangani konflik, bekerja sama, membantu orang lain, dan menjalin hubungan dengan orang  lain.  Kompetensi  intrapersonal  mencakup  apresiasi  terhadap  keanekaragaman,  melakukan  refleksi  diri,  disiplin,  beretos  kerja  tinggi,  membiasakan  diri  hidup  sehat, mengendalikan emosi, tekun, mandiri, dan mempunyai motivasi intrinsik. Keempat lingkaran  itu  saling  bersinggungan  bagian tepinya  sehingga manakala lingkaran  pembelajaran  menggelinding  ketiga  lingkaran  lainnya  akan  ikut menggelinding.
Lingkaran  pembelajaran  yang  terintegrasi  dengan  tiga  kompetensi  itu  seiring dengan dimensi-dimensi konstruktivisme pada. Pada  saat mengkonstruksi  pengetahuan dalam konteks sosiokultural kompetensi interpersonal pebelajar akan berkembang secara alami.  Pada  saat  mengkonstruksi  pengetahuan  secara  aktif  (sebagai  aktor)  kompetensi intrapersonal pebelajar akan terfasilitasi secara optimal.

5)        Strategi dan Metode Pembelajaran Konstruktivisme
v  Strategi Pembelajaran Kontruktivis
a.    Langsung (Tatap Muka)
Secara umum tatap muka terdiri dari tiga bagian, yaitu :
§  Pendahuluan : Memberikan  “orientasi”  dan  “penggalian  ide”  untuk  mengetahui  prakonsepsi pebelajar.
§  Inti:  Merupakan  bagian  terbesar  pembelajaran,  digunakan  untuk  menfasilitasi “restrukturisasi ide” mengarah ke  perbaikan  konsep,  pembelajar menilai apakah  ide-ide  itu  sudah  mendekati  konsep  ilmiah  yang  sesungguhnya.  Selanjutnya memberi  kesempatan  kepada  pebelajar  untuk  “mengaplikasikan  ide-ide”  yang baru  dipelajari  untuk  memecahkan  berbagai  masalah.  Pemantapan  pebelajar  atas ide-ide  itu  sebenamya  baru,  namun  akan  mantap  setelah  digunakan  untuk memecahkan masalah.
§  Penutup : Melakukan  “review  perubahan  ide”  untuk  membandingkan  ide  yang  telah dipelajari dengan ide awal yang muncul saat penggalian ide.

b.    Tidak Langsung (Non Tatap Muka)
Dalam  pembelajaran  non  tatap  muka  “restrukturisasi  ide”  dan  “aplikasi  ide”  dapat terus  difasilitasi;  bedanya  proses  pembelajaran  pebelajar,  tanpa  pengawasan pembelajar.  Tugasnya  bisa  bersifat  terstruktur  (sesuai  dengan  perencanaan pembelajar),  dapat  juga  mandiri  (sesuai  dengan  minat  masing-masing  pebelajar).

v  Metode Pembelajaran Kontruktivis
Di dalam masing-masing tahap pembelajaran konstruktivisme di atas, tentu saja terdapat berbagai metode. Di bawah ini adalah beberapa metode yang sering dipakai :
§  Metode  “sindikat”  sangat  cocok  untuk  topik  yang  dapat  dipelajari  sendiri  oleh pebelajar.  Mereka  bekerja  dalam  kelompok,  masing-masing  anggota  mempelajari satu aspek  masalah  secara  mendalam  sebelum  bertemu  dengan anggota  lain  dalam sindikatnya, memecahkan masalah secara bersama-sama secara intensif
§  Pembelajaran  kelompok  kecil  biasanya  terdiri  dari  4-6  pebelajar;  mereka  saling mengemukakan  pendapatnya  tentang  suatu  masalah  sebelum  akhirnya  mengambil kesimpulan.  Beberapa  pebelajar  kurang  berani  berbicara  dalam  kelompok  seukuran itu.
§  Sebagai  jalan  keluarya  pembelajar  perlu  sekali-sekali  membentuk  “ triad “,  yaitu kelompok  yang  hanya terdiri  dari  tiga  orang.  Dengan  kelompok  kecil  itu  mau tidak mau pebelajar akan berani berbicara.
§  “Praktikum” tidak selalu berlangsung di laboratorium dengan menggunakan alat-alat yang  canggih,  melainkan  bisa  juga  berlangsung  di  alam  sekitar  dan  masyarakat. Kegiatan praktikum hendaknya diarahkan untuk membekali pebelajar dengan :  keterampilan praktikum dasar      pengenalan alat-alat dan teknik pengukuran standar      keterampilan melakukan pengamatan intrepretasikan data   penulisan laporan keterampilan merencanakan percobaan minat terhadap ilmu.
Sumber: Al-Ghazali, 2011

6)        Hubungan antara Pendekatan Kontekstual dan Konstruktivisme
Landasan filosofi pendekatan kontekstual adalah konstruktivisme, yaitu filisofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal tetapi mengkonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya (Masnur 2007:41). Tiap orang harus mengkontruksi pengetahuan sendiri. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Dalam proses itu keaktifan seseorang yang ingin tahu amat berperan dalam perkembangan pengetahuannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada yang lain, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang ( Paul S 1996:29 ).

7)        Sikap Guru Jika Menggunakan Pendekatan Kontekstual
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru (baca: pengetahuan dan keterampilan) datang dari 'menemukan sendiri', bukan dari 'apa kata guru'. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual. Kontekstual hanya sebuah strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi pembelajaran yang lain, kontekstual dikembangkan  dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna. Pendekatan kontekstual dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada.

8)        Evaluasi Pendekatan Konstruktivisme
Saya sangat setuju dengan evaluasi konstruktivisme menurut Al-Ghazali (2011),bahwa:
Evaluasi  terhadap  pembelajaran  konstruktivis  meliputi  evaluasi  formatif  dan sumatif.  Evaluasi  formatif  menekankan  pada  proses,  dan  tujuannya  lebih  kepada perbaikan  mutu  pembelajaran;  sedangkan  evaluasi  sumatif  menekankan  pada  hasil. Untuk evaluasi formatif asesmen perlu dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan berikut ini: (a) diskusi kelas, (b) kegiatan kelompok kecil di kelas atau di lapangan tugas terstruktur, pekerjaan rumah, (c) kegiatan mandiri (proyek), (d) praktikum Evaluasi  sumatif  mengukur  pencapaian  pebelajar  setelah  menyelesaikan  suatu mata  pelajaran.  Aspeknya  mencakup  pengetahuan,  keterampilan,  dan  sikap; pengukurannya bisa dilakukan dengan tes tertulis maupun tes perbuatan. Evaluasi  terhadap  kegiatan  praktikum  sebenamya  tidak  semata-mata menekankan  pada  proses,  melainkan  juga  hasil,  laporan  praktikum  adalah  suatu  hasil. Asesmen  terhadap  laporan  praktikum  dapat  dilakukan  secara  komprehensif  mencakup hal-hal  berikut  ini:  (a)  kejelasan  isi,  (b)  kebenaran  teori,  (c)  presentasi  hasil,  dan  (d) penampakan visual keseluruhan.
Koreksi  terhadap  laporan  praktikum  dan  tugas  seringkali  menjadi  pekerjaan yang  sangat  berat  bagi  pembelajar.  Struktur  masing-masing  laporan  cukup  kompleks dan  perhitungannya  sangat  rumit.  Untuk  tugas  yang bersifat homogen, sama untuk semua pebelajar, berbagai altematif disarankan;
§  Cukup  dilakukan  koreksi  terhadap  satu  kelompok;  yang  lain  akan  belajar  dari kesalahan-kesalahan kelompok itu, yang sudah dikoreksi oleh pembelajar.
§  Melakukan  sampling  terhadap  laporan-laporan  praktikum  atau  PR  yang  masuk; misalnya satu tiap empat laporan atau PR.
§  Menggunakan peer dan self assessinent.

5.        ELEMEN YANG MENARIK
1.         Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk diyakini dan dipahami.
2.         Penggunaaan lingkungan memungkinkan terjadinya proses belajar yang lebih bermakna sebab anak dihadapkan pada kondisi yang sebenarnya. Pelajaran biologi dengan menggunakan bahan-bahan alami lebih menguntungkan bagi siswa dan pengalaman bersahabat dengan alam lebih cenderung menyiapkan perasaan positif bagi siswa terhadap keajaiban alam.
3.         Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih berurusan dengan trategi daripada memberi informasi. Guru hanya megelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu yang baru bagi siswa.
4.         Landasan berfikir konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum objektivis, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran. Dalam pandangan konstruktivis, straegi "memperoleh" lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah menfasilitasi proses tersebut dengan :
1)        menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, 
2)        memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan 
3)        menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
5.         Penting bagi siswa tahu "untuk apa" ia belajar, dan "bagaimana" ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu.
6.         Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses. Pengetahuan dimiliki siswa diperluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Guru atau orang dewasa membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. dengan begitu, siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya.
7.         Kunci dari semua adalah, bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa. siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru.

6.        REFLEKSI DIRI
Dari konsep yang diberikan oleh dosen dan konsep yang saya dapat dari sumber-sumber di atas, wawasan saya mengenai Belajar dan Pembelajaran menjadi bertambah. Banyak hal yang belum saya ketahui dan perlu saya tambah pengetahuan saya mengenai belajar dan pembelajaran. Terutama mengenai pendekatan pembelajaran, seperti yang dibahas dalam minggu ini. Menurut saya, seorang guru yang baik adalah guru yang dapat menciptakan kondisi belajar di kelas/ luar kelas yang menyenangkan dan berorientasi pada kemapuan siswa (Student Centered), dimana siswa lah yang aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memahami materi yang sedang dibahas. Saya juga harus mengetahui tugas-tugas guru sebagai fasilitator, motivator, dan lain-lain, sehingga saya harap bisa menjadi guru yang bijak dan profesional. Materi mengenai teori-teori belajar harus sangat saya pahami, selain itu juga tentang materi terdahulu mengenai strategi, metode, teknik, dan model pembelajaran yang waib saya pahami. Hal ini sebagai bekal saya kelak saat menjadi guru/ dosen. Amiin.. ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar