Laman

Jumat, 07 Oktober 2011

TEORI BELAJAR

TEORI BELAJAR BEHAVIORISME
Menurut teori behaviorisme, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Sebagai contoh, anak belum dapat berhitung perkalian. Walaupun ia sudah berusaha giat, dan gurunya pun sudah mengajarkannya dengan tekun, namun jika anak tersebut belum dapat mempraktekkan perhitungan perkalian, maka ia belum dianggap belajar. Karena ia belum dapat menunjukkan perubahan perilaku sebagai hasil belajar (Budiningsih, 2008).
Teori behavioristik banyak dikritik karena sering kali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan atau belajar yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Pandangan behavioristik tidak sempurna, kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama (Budiningsih, 2008).
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas ”mimetic”, yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut satu jawaban benar (Budiningsih, 2008).







TEORI BELAJAR HUMANISME

1. Pendahuluan
Humanisme muncul pada zaman Renaissance (± 1450-1600). Humanisme sendiri lahir di Italia. Pusatnya terletak di Florence. Yang menjadi pelopornya adalah Petrarca dan Boccacio. Pengikutnya disebut dengan kaum Humanist, karena mereka menuju ke arah tercapainya peradaban lama (humanitas) (Djumhur, 1959).
Tujuan pendidikan humanisme sendiri diarahkan pada pembentukan manusia berani, bebas dan gembira. Manusia berani berarti: manusia yang percaya kepada diri sendiri bukan taat kepada kekuasaan Tuhan. Berani pula untuk memperoleh kemashyuran, yang telah dicita-citakan oleh ahli-ahli filsafah pada Zaman Yunani dan Romawi. Manusia bebas, artinya lepas dari ikatan gereja dan tradisi, berkembang selaras, individualistis, bukan manusia kolektivitas dan terikat seperti pada abad pertengahan. Manusia gembira menunjukkan dirinya kepada kenikmatan duniawi, bukan kepada keakhiratan seperti pada abad pertengahan. (Djumhur, 1959).
Selain tujuan yang disebutkan diatas, humanisme mempunyai tujuan untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Peserta didik dalam proses belajarnya harus berusaha agar ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. (Afif, 2010)
Tujuan utama pendidik adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan dirinya, dengan cara membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
2. Ciri-Ciri Pembelajaran Humanisme
Ciri-ciri umum pembelajaran secara humanisme adalah sebagai berikut :
a. Mementingkan manusia sebagai pribadi
b. Mementingkan kebulatan pribadi
c. Mementingkan peranan kognitif dan afektif
d. Mengutamakan terjadinya aktualisasi diri dan self concept
e. Mementingkan persepsual subjektif yang dimiliki tiap individu
f. Mementingkan kemampuan menentukan bentuk tingkah laku sendiri (Suprayogi)

3. Tokoh-Tokoh Teori Humanisme
Tokoh penting dalam teori belajar humanisme secara teoritik antara lain adalah: Arthur W. Combs, Abraham Maslow dan Carl Rogers.

3.1 Arthur Combs (1912-1999)
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.
Untuk itu guru harus memahami perlaku peserta didik dengan mencoba memahami dunia persepsi peserta didik tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan peserta didik yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa peserta didik mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa peserta didik untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi dir dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.

3.2 Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
1. suatu usaha yang positif untuk berkembang
2. kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri (self).
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar peserta didik belum terpenuhi.
a. Kebutuhan Jasmaniah
b. Kebutuhan untuk memiliki dan cinta kasih
c. Kebutuhan Harga Diri
d. Kebutuhan Aktualisasi Diri
e. Kebutuhan Estetis

3.3 Carl Rogers
Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
1. Kognitif (kebermaknaan)
2. experiential ( pengalaman atau signifikansi)
Guru menghubungkan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai seperti mempelajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil. Experiential Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan peserta didik. Kualitas belajar experiential learning mencakup : keterlibatan peserta didik secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh peserta didik sendiri, dan adanya efek yang membekas pada peserta didik.
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
1. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Peserta didik tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2. Peserta didik akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi peserta didik
3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi peserta didik.
4. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Dari bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanisme yang penting diantaranya ialah :
a. Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b. Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
c. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e. Apabila ancaman terhadap diri peserta didik rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f. Belajar yang bermakna diperoleh peserta didik dengan melakukannya.
g. Belajar diperlancar bilamana peserta didik dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
h. Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi peserta didik seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
i. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika peserta didik dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
j. Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
Salah satu model pendidikan terbuka mencakuo konsep mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondidi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif. Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
1. Merespon perasaan peserta didik
2. Menggunakan ide-ide peserta didik untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3. Berdialog dan berdiskusi dengan peserta didik
4. Menghargai peserta didik
5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir peserta didik (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari peserta didik)
7. Tersenyum pada peserta didik
Dari penelitian itu diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos peserta didik, meningkatkan angka konsep diri peserta didik, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik termasuk pelajaran bahasa dan matematika yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem yang berkaitan dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan sekolah, serta peserta didik menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.
4. Implikasi Teori Belajar Humanisme
4.1 . Guru Sebagai Fasilitator
Psikologi humanisme memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas sifasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa guidenes(petunjuk):
a. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
b. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
c. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing peserta didik untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
d. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para peserta didik untuk membantu mencapai tujuan mereka.
e. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
f. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
g. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang peserta didik yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti peserta didik yang lain.
h. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh peserta didik
i. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
j. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.

5. Aplikasi Teori Humanisme Terhadap Pembelajaran Peserta didik
Aplikasi teori humanisme lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanisme adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta didik. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik dan mendampingi peserta didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2. Mengusahakan partisipasi aktif peserta didik melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif.
3. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan kesanggupan peserta didik untuk belajar atas inisiatif sendiri
4. Mendorong peserta didik untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
5. Peserta didik di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
6. Guru menerima peserta didik apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran peserta didik, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong peserta didik untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestapeserta didik
Pembelajaran berdasarkan teori humanisme ini cocok untuk diterpkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah peserta didik merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Peserta didik diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.

TEORI BELAJAR KOGNITIF

Teori belajar selalu dihubungkan dengan stimulus-respons dan teori-teori tingkah laku yang menjelaskan respons makhluk hidup dihubungkan dengan stimulus yang didapat dalam lingkungannya. Proses yang menunjukkan hubungan yang terus menerus antara respons yang muncul serta rangsangan yang diberikan dinamakan suatu prosess belajar.
Uraian diatas memperlihatkan bahwa teori belajar sangat erat kaitannya dengan dunia psikologi. Teori belajar merupakan salah satu cabang dari psikologi yaitu psikologi perkembangan. Psikologi perkembangan merupakan cabang psikologi yang mempelajari perubahan tingkah laku dan kemampuan sepanjang proses perkembangan individu dari mulai masa konsepsi. Ada 4 pendekatan dalam teori psikologi perkembangan, salah satunya adalah kognitif (Herry, 2011).
Menjelang berakhirnya tahun 1950-an banyak muncul kritik terhadap behaviorisme. Banyak keterbatasan dari behaviorisme dalam menjelaskan berbagai masalah yang berkaitan dengan belajar. Banyak pakar psikologi waktu itu yang berpendapat behaviorisme terlalu fokus pada respons dari suatu stimulus dan perubahan perilaku yang dapat diamati.
Kognitivis mengalihkan perhatiannya pada “otak”. Mereka berpendapat bagaimana manusia memproses dan menyimpan informasi sangat penting dalam proses belajar. Akhirnya proposisi (gagasan awal) inilah yang menjadi fokus baru mereka. Kognitivisme tidak seluruhnya menolak gagasan behaviorisme, namun lebih cenderung perluasannya, khususnya pada gagasan eksistensi keadaan mental yang bisa mempengaruhi proses belajar. Pakar psikologi kognitif modern berpendapat bahwa
belajar melibatkan proses mental yang kompleks, termasuk memori, perhatian, bahasa,
pembentukan konsep, dan pemecahan masalah. Mereka meneliti bagaimana manusia
memproses informasi dan membentuk representasi mental dari orang lain, objek, dan kejadian. (Fajar, 2010).
Menurut teori kognitifisme, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku. Gerakan ini tidak lagi memandang manusia sebagai makhluk yang bereaksi secara pasif terhadap lingkungan, melainkan sebagai makhluk yang selalu berfikir (Homo sapiens). Paham kognitivisme ini tumbuh akibat pemikiran-pemikiran kaum rasionalisme.Dalam model ini tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan dan perubahan tingkah laku sangat dipengaruhi oleh proses berfikir internal yang terjadi selama proses belajar.
Berikut adalah ciri-ciri dari aliran kognitivisme:
1. mementingkan apa yang ada dalam diri manusia
2. mementingkan keseluruhan daripada bagian-bagian
3. mementingkan peranan kognitif
4. mementingkan kondisi waktu sekarang
5. mementingkan pembentukan struktur kognitif
6. mengutamakan keseimbangan dalam diri manusia
7. mengutamakan insight (pengertian, pemahaman) (Herry, 2011).

Kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar merupakan interaksi antara individu dan lingkungan, dan hal itu terjadi terus-menerus sepanjang hayatnya. Beberapa teori belajar berdasarkan aliran kognitif ini antara lain teori gestalt, teori medan, teori perkembangan Piaget, teori belajar bermakna Ausubel, teori penemuan Bruner dan teori kognitif Bandura.

1. Teori Gestalt
Menurut teori Gestalt, belajar adalah proses mengembangkan insight (wawasan, pengertian/pengetahuan). Insight ini adalah pemahaman terhadap hubungan antarbagian di dalam suatu situasi permasalahan. Berbeda dengan teori behavioristik yanng menganggap belajar atau tingkah laku itu bersifat mekanistis sehingga mengabaikan atau mengingkari pernanan insight, teori gestalt justru menganggap bahwa insight adalah inti dari pembentukan tingkah laku (Sanjaya, 2006).
Menurut Ernest Hilgard, ada enam ciri dari belajar pemahaman (insight), yaitu: (1) pemahaman dipengaruhi oleh kemampuan dasar, (2) pemahaman dipengaruhi oleh pengalaman belajar yang lalu, (3) pemahaman tergantung kepada pengaturan situasi, (4) pemahaman didahului oleh usaha coba-coba, (5) belajar dengan pemahaman dapat diulangi, dan (6) suatu pemahaman dapat diaplikasikan bagi pemahaman situasi lain (Sukmadinata, 2007).

2. Teori Medan (Field theory)
Teori medan (field theory) merupakan salah satu teori yang termasuk rumpun kognitif. Teori medan ini dikembangkan oleh Kurt Lewin. Sama seperti teori gestalt yang menekankan keseluruhan dan keterpaduan. Menurut teori medan, individu selalu
berada dalam suatu medan atau ruang hidup (life space), yang digambarkan oleh Kurt Lewin sebagai berikut:



Dalam medan hidup ini ada sesuatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi untuk mencapainya selalu saja ada barier atau hambatan. Individu memiliki satu atau sejumlah dorongan dan berusaha mengatasi hambatan untuk mencapai tujuan tersebut. Apabila individu tersebut telah berhasil mencapai tujuan, maka masuk ke dalam medan atau lapangan psikologis baru yang di dalamnya berisi tujuan baru dengan hambatan-hambatan baru pula. Demikian seterusnya individu keluar dari suatu medan dan masuk ke dalam medan psikologis berikutnya (Sukmadinata, 2007).
Menurut Lewin (Sanjaya, 2006), beberapa hal yang berkaitan dengan proses pemecahan masalah dalam belajar adalah:
a) Belajar adalah perubahan struktur kognitif. Setiap orang akan dapat memecahkan masalah jika ia bisa mengubah struktur kognitif.
b) Pentingnya motivasi. Motivasi adalah faktor yang dapat mendorong setiap individu untuk berperilaku. Motivasi ini dapat berasal dari dalam (intern) dan dari luar (ekstern).

3. Teori Belajar Kognitif Piaget
Jean Piaget mengemukakan tahap-tahap yang harus dilalui seorang anak dalam mencapai tingkatan perkembangan proses berpikir formal, yaitu:
a) Tahap sensori-motor dari lahir hingga 2 tahun. Anak mengalami dunianya melalui gerak dan inderanya serta mempelajari permanensi obyek. Seorang anak sedikit demi sedikit mengembangkan kemampuannya untuk membedakan dirinya dengan bena-benda lain.
b) Tahap pra-operasional dari 2 hingga 7 tahun. Anak mulai memiliki kecakapan motorik. Pada masa ini anak menjadi pusat tunggal yang mencolok dari suatu obyek. Misalnya seorang anak melihat benda cair yang sama banyak tetapi yang sat berada dalam gelas panjang dan satu lagi berada di cawan datar, dia akan mengatakan bahwa air di gelas lebih banyak dari pada air di cawan datar.
c) Tahap operasional konkret dari 7 hingga 11 tahun. Anak mulai berpikir secara logis tentang kejadian-kejadian konkret. Anak sudah dapat membedakan benda yang sama dalam kondisi yang berbeda.
d) Tahap operasional formal setelah usia 11 tahun. Pada masa ini anak mulai memasuki dunia “kemungkinan” dari dunia yang sebenarnya atau anak mengalami perkembangan penalaran abstrak.

4. Teori Belajar Bermakna Ausubel
Menurut David P. Ausubel, secara umum kelemahan teori belajar adalah menekankan pada belajar asosiasi atau menghafal, dimana materi asosiasi dihafal secara arbitrase. Padahal, belajar seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki dalam struktur kognitifnya (Muhaimin, 2002).

5. Teori Penemuan Bruner
Salah satu teori belajar kognitif yang sangat berpengaruh adalah teori Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (discovery learning). Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberi hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna (Trianto, 2007).

6. Teori Belajar Kognitif Gagne
Gagne melihat proses belajar mengajar dibagi menjadi beberapa komponen penting yaitu:
(1) Fase – fase pembelajaran
(2) Kategori utama kapabilitas/kemampuan manusia/outcomes
(3) Kondisi atau tipe pembelajaran
(4) Kejadian-kejadian instruksional

7. Teori Belajar Kognitif Vytgosky
Vygotsky membedakan secara fundamental antara kegiatan berbasis stimulus-respons, alat dan bahasa. Ia juga berpendapat bahwa ada perbedaan antara konsep dan bahasa ketika seseorang masih belia, tetapi sejalan dengan perjalanan waktu, keduanya akan menyatu. Bahasa mengekspresikan konsep, dan konsep digunakan dalam bahasa.

8. Teori Kognitif Bandura
Albert Bandura mengatakan bahwa belajar itu lebih dari sekedar perubahan perilaku. Belajar adalah pencapaian pengetahuan dan perilaku yang didasari oleh pengetahuannya tersebut (teori kognitif sosial). Prinsip belajar menurut Bandura adalah usaha menjelaskan belajar dalam situasi alami. Hal ini berbeda dengan situasi di laboratorium atau pada lingkungan sosial yang banyak memerlukan pengamatan tentang pola perilaku beserta konsekuensinya pada situasi alami (Djaali, 2007).

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Tanpa Tahun. Teori Belajar Humanisme Kognitivisme. Educational Technolog i Documents, Surabaya State University (Online).(http://data.tp.ac.id/dokumen/teori+belajar+humanisme+kognitivisme+filetype%3Ado, diakses tanggal 18 Agustus, 2011)

Ahmadi, Abu & Widodo Supriyono. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta

Budiningsih, C. Asri JURNAL PENELITIAN ILMU PENDIDIKAN Volume 3 No. 2 September 2010

Mulyati. 2005. Psikologi Belajar. Jogja: Penerbit Andi

Natawidjaya, Rochman & Moein Moesa. 1992. Psikologi Pendidikan. Jakarta:Depdikbud

Pidarta, Made. 2008. Landasan Kependidikan. Jakarta:Rineka Cipta

Sugihartono. 1997. Psikologi Pendidikan. Jogja:UNY Press.

Suprayogi, Ugi. Pendidikan Usia Lanjut. 2005...
Djaali. 2007. Psikologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara

Herry. 2011. Teori Pembelajaran kognitifisme, (online), (http://theresiaherry.blogspot.com/2011/04/teori-pembelajaran-kognitifisme.html, diakses pada tanggal 20 Agustus 2011)

Muhaimin, et.al. 2002. Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Cet. II, Bandung: Remaja Rosda Karya

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Cet. IV, Bandung: Remaja Rosdakarya

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik; Konsep, Landasan Teoritis – Praktis dan Implementasinya, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher

MUTASI 6

MUTASI KROMOSOM PERUBAHAN JUMLAH KROMOSOM

FUSI SENTRIK DAN FISI SENTRIK
Penggabungan (fusi) kromosom dan pemisahan (fisi) kromosom kadang-kadang disebut sebagai perubahan Robertson atau Robertsonian Changes (Ayala, dkk., 1984). Fusi kromosom terjadi jika dua kromosom homolog bergabung membentuk satu kromosom. Fisi kromosom terjadi jika satu kromosom terpisah menjadi dua. Fusi kromosom diperkirakan lebih sering dibanding fisi kromosom.

ANEUPLOIDI
Aneuploidi adalah kondisi abnormal yang disebablan oleh hilangnya satu kromosom atau lebih pada sesuatu pasang kromosom atau yang disebabkan oleh bertambahnya jumlah kromosom pada sesuatu pasang kromosom dari jumlah yang seharusnya. Aneuploidi dibedakan menjadi nullisomi, monosomi, trisomi, tetrasomi, pentasomi, dan sebagainya. Pada nullisomi ke dua kromosom dari suatu pasangan kromosom hilang, jumlah kromosom secara keseluruhan dinyatakan sebagai 2n-2 jika nullisomi tersebut hanya terjadi pada satu pasangan kromosom. Pada monosomi hanya satu kromosom dari suatu pasangan kromosom yang hilang, jumlah kromosom secara keseluruhan dinyatakan sebagai 2n-1 jika monosomi terjadi pada satu pasang kromosom. Pada trisomi jumlah kromosom sesuatu pasangan kromosom bertambah satu, jumlah kromosom secara keseluruhan dinyatakan sebagai 2n+1 jika monosomi terjadi pada satu pasang kromosom.
Aneuploidi pertama kali dilaporkan oleh Bridges pada 1916 pada saat menemukan fenomena gagal berpisah pada D. melanogaster. Aneuploidi dapat terjadi dari segregasi yang abnormal (pada peristiwa gagal berpisah) pada saat meiosis.
Sindrom Down disebabkan oleh trisomi pada kromosom 21. Penderita sindrom Down mengalami keterbelakangan mental, mempunyai abnormalitas telapak tangan, raut wajah yang khas, serta tinggi badan dibawah rata-rata. Sindrom Patau disebabkan oleh trisomi pada kromosom 13. Penderita sindrom ini memiliki bibir sumbing serta langit-langit terbelah, cacat mata, otak, serta kardiofaskuler yang parah. Sindrom Edwards disebabkan oleh trisomi pada kromosom 18. Penderitanya mengidap malformasi pada tiap sistem organ. Sindrom Turner disebabkan oleh monosomi kromosom kelamin X. Dalam hal ini jumlah kromosom X yang seharusnya dua buah hanya satu buah. Para penderita sindrom ini steril, bahkan tidak mengalami keterbelakangan mental. Dalam hal ini mereka terlahir sebagai wanita yang tidak memiliki indung telur, serta mengalami tanda-tanda kelamin sekunder terbatas. Ciri lain sindrom ini adalah postur tubuh pendek, rahang abnormal, leher bergelambir, dan berdada bidang.

POLIPLOIDI DAN MONOPLOIDI

Poliploidi
Poliploidi terjadi karena penggandaan peringkat kromosom secara keseluruhan, dari individu yang tergolong diploid dapat muncul turunan yang triploid maupun tetraploid. Poliploidi juga dapat menghasilkan individu yang pentaploid, heksaploid, dsb. Fenomena poliploidi lebih sering dijumpai pada spesies tumbuhan dibanding spesies hewan.
Sindrom metafemale disebabkan oleh trisomi pada kromosom X. Jumlah kromosom kelamin X yang seharusnya dua buah menjadi tiga buah. Para penderitanya terlahir sebagai wanita yang organ kelaminnya tidak berkembang, mempunyai kesuburan terbatas serta biasanya menderita keterbelakangan mental. Sindrom Klinefelter disebabkan oleh trisomi pada kromosom kelamin berupa XXY, kariotipe lain seperti XXYY (tetrasomi), XXXY (tetrasomi), XXXXY (pentasomi), XXXXXY (heksasomi) juga bersangkut paut dengan sindrom itu. Penderita sindrom ini merupakan pria mandul yang memperlihatkan cirri kewanitaan.
Berikut ini dikemukakan alasan atau penjelasan dalam hubungannya dengan jarang dijumpainya fenomena poliploidi di kalangan hewan.
1. Poliploidi mengganggu keseimbangan antara autosom dan kromosom kelamin yang bermanfaat untuk determinasi kelamin
2. Kebanyakan hewan melakukan fertilisasi silang, dalam hal ini satu individu poliploid yang baru terbentuk tidak dapat bereproduksi sendiri
3. Hewan memiliki perkembangan yang lebih kompleks yang dapat dipengaruhi oleh perubahan yang disebabkan oleh poliploidi, misalnya dalam kaitannya dengan ukuran sel yang akhirnya mengubah ukuran organ
4. Jika di kalangan tumbuhan, individu poliploid sering timbul dari duplikasi pada hibrid, tetapi di kalangan hewan hibrid-hibrid biasanya inviabel atau steril.
Poliploidi dapat terjadi secara spontan maupun sebagai akibat perlakuan. Poliploidi sering terjadi sebagai akibat rusaknya apparatus spindle selama satu atau lebih pembelahan meiosis, atau selama pembelahan mitosis. Informasi lain menyebutkan bahwa poliploidi disebabkan akibat penyimpangan selama meiosis yang menghasilkan gamet-gamet yang tidak mengalami reduksi. Poliploidi dapat terjadi juga karena penggandaan jumlah perangkat kromosom di dalam sel-sel somatik secara spontan. Poliploidi yang terjadi akibat perlakuan, misalnya perlakuan dengan kolkisin.
Berdasarkan asal usul kejadiannya, poliploidi dibedakan menjadi autopoliploidi dan allopoliploidi. Pada autopoliploidi tidak melibatkan spesies yang lain. Seluruh perangkat kromosom (yang sudah mengganda) berasal dari spesies yang sama. Autotetraploid terjadi akibat pembuahan suatu gamet diploid oleh satu gamet haploid, gamet diploid itu terjadi akibat kegagalan pemisahan kromosom selama meiosis. Autotriploid juga dapat terjadi akibat perlakuan tekanan hidrostatik dan perangkat yang digunakan adalah French Press Cells. Informasi dari sumber lain menyebutkan bahwa autotriploid terjadi akibat perlakuan kejutan suhu dingin maupun panas. Autotetraploid dapat dihasilkan secara eksperimental melalui perlakuan terhadap sel-sel diploid. Pada umumnya ukuran individu autopoliploid lebih besar daripada ukuran pada kondisi diploid. Pada allopoliploidi, kejadian poliploid tersebut melibatkan spesies yang lain. Ada perangkat kromosom yang berasal dari spesies yang lain, biasanya dari spesies yang berkerabat dekat. Dalam hal ini, allopoliploidi terjadi melalui hibridisasi yang melibatkan dua spesies yang berkerabat dekat. Jika suatu individu atau makhluk hidup hibrid mengandung dua genom diploid lengkap, maka yang bersangkutan (allotetraploid) disebut juga sebagai amphidiploid.
Teknik hibridisasi sel somatik juga digunakan untuk menghasilkan tumbuhan allopoliploid. Pada teknik tersebut, sel yang diambil dari daun yang sedang tumbuh dihilangkan dinding selnya sehingga dihasilkan protoplast. Sel-sel ini dapat dipertahankan dalam kultur, atau distimulasi untuk melakukan fusi dengan protoplast yang lain sehingga menghasilkan hibrid sel somatik yang dapat diinduksi sehingga tumbuh dan berkembang menjadi tanaman allopoliploid. Berkenaan dengan poliploidi dikenal pula endopoliploidi. Endopoliploidi adalah peningkatan jumlah perangkat kromosom yang terjadi akibat replikasi selama endomitosis yang berlangsung dalam inti sel somatik.

Teknik Hibridisasi sel somatik

Monoploidi
Monoploidi merupakan kejadian yang menyebabkan suatu makhluk hidup (tergolong diploid) hanya memiliki satu perangkat kromosom. Monoploidi jarang terjadi, mungkin karena banyak individu monoploid tidak dapat hidup akibat pengaruh gen mutan lokal (termasuk yang resesif). Di lain pihak spesies tertentu justru mempunyai individu-individu monoploid sebagai kondisi yang normal dalam siklus hidupnya.

MUTASI 2

MACAM-MACAM MUTASI DAN MUTASI YANG ACAK

1. Mutasi Somatik dan Mutasi Germinal
Berdasarkan macam sel yang mengalami mutasi, mutasi dibagi menjadi dua yaitu mutasi somatik dan mutasi germinal. Mutasi germinal disebut mutasi garis benih atau germ line mutation. Mutasi somatik terjadi pada sel-sel somatik, sedangkan mutasi germinal adalah mutasi yang terjadi pada sel-sel germ.
Akibat mutasi somatik pada hewan (manusia) tidak dapat diwariskan, sedangkan pada tumbuhan akibat mutasi somatik dapat diwariskan melalui reproduksi aseksual maupun seksual. Contoh mutasi somatik adalah pada mata tunas tanaman jeruk. Pada sel yang bermutasi akan menurunkan sel germ jika mata tunas tumbuh dan berkembang menjadi cabang tanaman jeruk. Akibat mutasi somatik pada sel mata tunas dapat diwariskan secara aseksual kepada generasi-generasi sel berikutnya hingga ke generasi sel germ.
Contoh mutasi germinal terjadi pada satu spermatogonium seorang pria yang berakibat sepasang gen tertentu menjadi heterozigot. Misalnya gen resesif dari pasangan heterozigot itu adalah gen mutan. Dalam hal ini 16 sel turunan hasil satu putaran meiosis, 8 diantaranya membawahi gen mutan, sedangkan 8 sel lainnya tidak membawahi gen mutan. Ini memperlihatkan bahwa tidak ada satu pun sel spermatozoa yang mewarisi gen mutan itu membuahi ovum, maka tentu saja gen tersebut (akibat mutasi germinal) tidak diwariskan kepada individu turunan pada generasi berikutnya.

2. Mutasi Kromosom dan Mutasi Gen
Dari sudut pandang kejadian apakah lingkup gen atau lingkup kromosom, dikenal adanya mutasi gen dan mutasi kromosom. Mutasi gen adalah yang terjadi di lingkup gen, sedangkan mutasi kromosom adalah yang terjadi di lingkup krmosom (Russel, 1992). Mutasi gen yang terjadi dapat berupa perubahan urut-urutan DNA, termasuk substitusi pasangan basa serta adisi atau delesi satu atau lebih dari satu pasangan basa. Jelas terlihat bahwa efek yang terjadi pada mutasi gen adalah yang menimpa satu nukleotida yang terkena efek mutasi, dikenal pula macam mutasi gen yang disebut mutasi titik (point mutation). Mutasi titik adalah mutasi gen yang hanya menimpa satu pasang nukleotida dalam sesuatu gen (Russel, 1992).
Berkenaan dengan mutasi gen dikenal pula macam-macam mutasi gen yang spesifik (Russel, 1992). Macam- macam mutasi gen itu adalah mutasi pergantian (substitusi) pasangan basa (base pair substitution mutation), mutasi transisi (transition mutation), mutasi transversi (transvertion mutation), mutasi misens (misense mutation), mutasi nonsense (nonsense mutation), mutasi netral (neutron mutation), mutasi diam (silent mutation), dan mutasi pengubahan rangka (frame shift mutation). Selain itu, dikenal pula mutasi ke depan (forward mutation), mutasi balik (reverse mutation), serta mutasi penekan (suspensor mutation).
Mutasi pergantian pasangan basa adalah perubahan yang terjadi pada suatu gen berupa pergantian satu pasang basa oleh pasangan basa lainnya (Russel, 1992). Contohnya adalah pasangan AT diganti oleh pasangan GS.
Mutasi transisi adalah satu tipe dari mutasi pergantian basa. Pada mutasi transisi terjadi suatu pergantian basa purin dengan basa purin lain atau pergantian suatu basa pirimidin dengan basa pirimidin lain; atau disebut sebagai pergatian suatu pasangan basa purin-pirimidin dengan pasangan basa purin-pirimidin lain (Ayala, dkk, 1984; Gardner, dkk, 1991; Klug dan Cummings, 1994). Contohnya adalah AT  GS, GS  AT, TA  SG, SG  TA.
Mutasi transversi adalah tipe lain dari mutasi pergantian basa. Pada mutasi tranversi, terjadi suatu pergantian basa purin dengan basa pirimidin, atau pergantian suatu basa pirimidin dengan basa purin; atau disebut juga sebagai suatu pergantian pasangan basa purin-pirimidin dengan pasangan basa pirimidin-purin di tapak (posisi) yang sama (Ayala, dkk, 1984; Gardner, dkk, 1991; Klug dan Cummings, 1993). Contoh mutasi transversi adalah AT  AT, GS  SG, AT  SG, dan SG  TA.
Mutasi misens adalah mutasi yang terjadi karena perubahan suatu pasangan basa (dalam gen) yang mengakibatkan terjadi perubahan satu kode genetika, sehingga asam amino yang terkait (pada polipeptida) berubah (Russel, 1992). Contoh pada manusia, misalnya yang terjadi pada gen β-globin yang berakibat terjadinya pergantian satu asam amino pada rantai β-hemoglobin. Dalam hal ini jika gen mutan itu berada dalam keadaan homozigot, maka individu yang bersangkutan merupakan penderita sickle cell anemia. Satu mutasi mungkin tidak menimbulkan suatu perubahan fenotip jika munculnya suatu asam amino pengganti belum menimbulkan perubahan protein yang nyata.
Mutasi nonsen adalah suatu pergantian pasangan basa yang berakibat terjadinya perubahan suatu kode genetika pengkode asam amino menjadi kode genetika pengkode terminasi (Russel, 1992). Dalam hal ini terjadi suatu kode genetika pengkode asam amino (misalnya UGG) menjadi UAG; atau USA menjadi UAA, dan UAA menjadi UGA. Adanya mutasi nonsen menyebabkan polipeptida yang terbentuk tidak sempurna atau tidak lengkap sehingga tidak fungsional (Russel, 1992).

Mutasi netral adalah pergantian suatu pasangan basa yang terkait terjadinya perubahan suatu kode genetika yang juga menimbulkan perubahan asam amino terkait, sehingga tidak sampai mengakibatkan perubahan fungsi protein (Russel, 1992). Tidak terjadinya perubahan fungsi protein disebabkan karena asam amino mutan secara kimia ekivalen dengan asam amino mula-mula. Contohnya adalah asam amino arginin secara kimiawi ekivalen dengan asam amino lisin dan sama-sama asam amino dasar sehingga keduanya memiliki sifat-sifat yang cukup mirip, dan dengan demikian fungsi protein dapat tidak berubah (Tabel).

Mutasi diam adalah suatu tipe mutasi netral yang khusus. Pada mutasi diam terjadi pergantian suatu pasangan basa pada gen yang menimbulkan perubahan satu kode genetika, tetapi tidak mengakibatkan perubahan/pergantian asam amino yang dikode (Russel, 1992). dalam hal ini, baik kode genetika mutan maupun kode genetika semula sama-sama mengkode asam amino yang sama. Contohnya, kode genetika AGG dan AGA sama-sama mengkode asam amino arginin.

Mutasi perubahan rangka terjadi karena adisi atau delesi atau lebih dari satu pasangan basa dalam satu gen (Ayala, dkk, 1984; Gardner, dkk, 1991; Klug dan Cummings, 1994). Adisi dan delesi semacam itu mengubah kerangka pembacaan seluruh fungsi triplet pasangan basa pada gen dalam arah distal dari tapak mutasi (Gardner, dkk, 1991). Akibatnya adalah terjadinya perubahan kerangka pembacaan RNA-d, sehingga dapat terjadi perubahan urutan asam amino arah distal dari tapak mutasi (Russel, 1992). Dampak lebih lanjut adalah bahwa polipeptida yang dihasilkan tidak fungsional.
Mutasi titik secara umum dapat dipilah menjadi dua macam, yaitu mutasi ke depan (forward mutation) dan mutasi balik (reverse mutation) (Russel, 1992). Reverse mutation disebut juga sebagai Back mutation (Gardner, dkk, 1991) atau juga reversion (Gardner, dkk, 1991; Russel, 1992). Forward mutation adalah mutasi yang mengubah wild-type (Gardner, dkk, 1991). Namun, kadang-kadang kedua konsep itu (wild-type dan tipe mutan) bersifat arbitre. Contoh, kita memang memandang bahwa dua alela yang mengontrol warna mata coklat maupun biru pada manusia sama-sama tergolong wild-type. Di lain pihak, jika pada suatu populasi yang hampir seluruhnya bermata coklat, alela untuk warna mata biru dapat juga dipandang sebagai tipe mutan.
Reverse mutation dapat memulihkan polipeptida yang sebelumnya bersifat fungsional sebagian ataupun tidak fungsional akibat mutasi gen, menjadi polipeptida yang berfungsi penuh atau sebagian (Russel, 1992). Pemulihan fungsi protein sepenuhnya terjadi jika asam amino mula-mula dapat dikode kembali, sedangkan pemulihan fungsi protein sebagian terjadi jika asam amino mula-mula tidak dikode kembali tetapi sebagai gantinya berhasil di kode asam amino lain. Reverse mutation yang memulihkan fungsi protein sepenuhnya disebut True reversion. Sedangkan yang memulihkan fungsi protein sebagian disebut Partial reversion.
Reverse mutation yang memulihkan fungsi protein sepenuhnya terjadi jika mutasi itu terjadi tepat pada tapak yang sama (pada gen) tempat berlangsungnya mutasi sebelumnya, yang memulihkan urut-urutan nukleotida mula-mula (wild-type), sedangkan reverse mutation yang memulihkan fungsi protein sebagian terjadi jika mutasi itu terjadi tepat pada tapak yang lain (pada genom) dari tempat berlangsungnya mutasi sebelumnya, sehingga urut-urutan nukleotida mula-mula (wild-type) tetap tidak pulih (Gardner, dkk, 1991). Tapak lain tempat berlangsungnya reverse mutation yang memulihkan fungsi protein sebagian, mungkin terdapat pada gen yang sama, tetapi mungkin juga terdapat pada gen lain bahkan mungkin pada kromosom lain.
Berkenanaan dengan reverse mutation yang memulihkan fungsi protein sebagian diaktakan bahwa mutasi itu memunculkian protein lain yang mengkompensasi fungsi protein mula-mula. Dalam hubungan ini disebut juga sebagaimutasi penekan.
Mekanisme Inorgenic suppressor mutation dan intergenic sippressor mutation berbeda. Pada Intragenic terdapat 2 pola. Pertama , terjadi perubahanan basa nukleotida lain dalam triplet yang mentranskripkan kode genetik sama. Yang kedua, terjadi perubahanan basa nukleotida lain dalam triplet yang mentranskrip kodon lain.
Intragenic Supressor Mutation adalaah mutasi pergantian basa. Dapat pula berupa mutasi pergantian kerangka atau frameshit mutation. Di lain pihak, mungkin pula intragenic supressor mutation terjadi perubahan triplet lain yang paling sering adalah bahwa mutasi ini terjadi insersi 1 nukleotida ke araah hilir dari tapak delesi 1 nukleotida atau terjadi delesi ke alar hilir sebanyak 1 nukleotida dari tapak insersi.
Intergenic suppressor mutation itu terjadi mutasi pada gen lain. Dalam hal ini, mutasi ini menekan efek mutasi mula-mula sekalipun kejadiannya berlangsung pada gen lain. Yang terjadi berupa penekanan/supresi suatu cacat akibat mutasi oleh satu mutasi pada gen lain. Gen yang menyebabkan supresi mutasi pada gen lain disebut gen supressor.
Tiap gen supressor dapat menekan efek hanya dari 1 mutasi nonsen, misen, atau frameshit mutation. Oleh karena itu gen supressor dapat menekan hanya sejumlah kecil mutasi titik yang secara teoritik dapat terjadi dalam suatu gen. Di lain pihak, suatu gen supressor tertentu akan menekan seluruh mutasi yang dipengaruhinya tanpa memeperhatikan pada gen mana mutasi itu berlangsung.
Supresor-supresor mutasi nonsen dibedakan dalam 3 kelompok, karena ada 3 macam kode non sen. Dalam masalah ini, dikenal kelompok supresor mutasi nonsen untuk kodon UAG< UAA, dan UGA. Misalnya, jika 1 gen RNA-t tir bermutasi sehingga RNA-t itu berlaih memiliki antikodon 5-SUA-3, maka RNA-t yang sudah berubah tersebut akan mampu membaca kode nonsen 5-UAG-3.
Berkenaan dengan perubahan RNA-t, telah diketahui bahwa jika kelompok khusus RNA-t ini telah berubah sehingga antikodonnya mampu membaca suatu kodon nonsen, maka RNA-t tersebut tidak dapat lagi membaca kodon mula-mula yang mengkode asam amino yang ditangkapnya.

Mutasi Kromosom
Sebagaimana yang telah dikemukakan, mutasi kromosom adalah yang terjadi dilingkup kromosom. Mutasimkromosom disebut juga aberasi kromosom. Mutaso ini dipilah menjadi 2, yaitu berupa perubahan struktur kromososm dan perubahan jumlah kromosom.
Perubahan struktur kromosom dapat berupa perubahan jumlah gen dan perubahan lokasi gen. Perubahan jumlah gen dapat terjadi karena delesi dan duplikasi, sedangkan perubahan lokasi gen dapat terjadi karena inversi dan translokasi.
Macam mutasi kromosom yang menyebabkan perubahan jumlah kromosom adalah fusi sentrik, fisi sentrik, aneuploidi, serta monoploidi dan poliploidi. Pada fusi sentrik, 2 kromosom non homolog bergabung menjadi satu, sedangkan pada fisi sentrik satu kromosom pada suatu pasang kromosom hilang atau bertambah, sedangkan pada monoploidi jumlah perangkat kromosom hanya satu, tetapi pada poliploidi jumlah perangkat kromosom lebih dari dua. Monoploidi dan poliploidi disebut juga sebagai mutasi genom atau genom mutation.

Mutasi Spontan dan Mutasi Terinduksi
Sebagian mutasi diketahui menimbulkan variasi nutrisional atau biokimiawi, menyimpang dari kondisi normal. Contohnya adalah kelompok atau macam mutasi ini antara lain ditemukan pada bakteri dan jamur. Ketidakmampuan bakteri atau jamur mensintesis suatu asma amino ataupun vitamin adalah salah satu contohnya.
Ada kelompok atau macam mutasi yang disebut mutasi letal. Mutasi letal adalah mutasi yang mengakibatkan suatu sel atau makhluk hidup tidak dapat hidup.Kelompok atau macam mutasi yang lain adalah yang mempengaruhi regulasi gen. Dalam hal ini macam mutasi itu dapat merusak proses suatu regulasi gen terhadap gen yang lain.

Mutasi yang Acak
Mutasi adalah kejadian yang bersifat kebetulan, tidak terarah, serta acak.
1. Mutasi adalah kejadian kebetulan karena merupakan perkecualian yang jarang terhadap keteraturan proses replikasi DNA.
2. Mutasi adalah kejadian kebetulan atau acak karena tidak ada cara untuk mengetahui apalah suatu gen tertentu akan bermutasi pada suatu sel tertentu atau suatu generasi tertentu.
3. Mutasi adalah kejadian kebetulan, tidak terarah, atau acak karena tidak diarahkan untuk kepentingan adaptasi.

MUTASI 1

MUTASI BAB I

Materi genetic DNA dan RNA bisa saja mengalami perubahan karena sebab tertentu.Berbagai keadaan atau factor dalam lingkungan memang dapat menimbulkan perubahan DNA maupun RNA. Mutasi yang dapat diwariskan diartikan sebagai proses yang dapat menyebabkan suatu perubahan pada suatu gen. (Ayala, dkk, 1989). Sumber lain menyatakan mutasi sebagai perubahan materi genetic yang dapat diwariskan dan tiba-tiba (Gardner, 1991) atau sesuatu perubahan materi genetic yang dapat diwariskan dan yang dapat diseteksi yang bukan disebabkan oleh rekombinasi genetic (Russel, 1992) atau proses yang menghasilkan perubahan struktur DNA atau kromosom (Klug dan Cummings, 1994). Jelaslah, bahwa perubahan materi genetic itulah yang disebut sebagai mutasi dan hasil perubahan itu dapat (tidak selalu) diwariskan serta yang dapat (tidak selalu) dideteksi.
Mutasi itu pada dasarnya merupakan peristiwa yang lumrah terjadi, karena materi genetic itu tersusun dari senyawa kimia (polinukleotida).Perubahan materi genetic DNA dan RNA itu dapat berupa perubahan atau pengurangan unit penyusun, perubahan susunan, perubahan jumlah, dsb.Perubahan itu dapat berlangsung tiap kali setiap ada perubahan yang memungkinkannya terjadi.

Sebab-sebab Mutasi
Secara umum penyebab mutasi (yang spontan maupun yang terinduksi) adalah keadaan atau factorfaktor lingkungan, di samping keadaan atau factor internal materi genetic.Seperti diketahui mutasi spontan adalah perubahan materi genetic yang terjadi tanpa sebab-sebab yang jelas dan mutasi terinduksi adalah yang terjadi karena pemaparan makhluk hidup pada penyebab mutasi semacam radiasi pengion, radiasi ultraviolet, dan berbagai senyawa kimia.

Keadaan atau Faktor Internal Materi Genetik sebagai Sebab Mutasi
Keadaan atau factor internal materi genetic yang dapat menjadi sebab terjadinya mutasi spontan antara lain kesalahan pada replikasi DNA, misalnya yang terkait dengan tautomerisme (sebagai akibat perubahan posisi sesuatu proton yang mengubah sesuuatu sifat kimia molekul). Pada basa purin dan pirimidin, perubahan tautomerik mengubah sifat perikatan hidrogennya.Dalam hal ini, S* dapat membentuk ikatan hydrogen dengan A, demikian pula G* dengan T, T* dengan G, serta A* dengan S (Ayaladan Kiger, 1984). S*, G*, T*, dan A* adalah bentukan yang jarang dari basa S, G, T, dan A akibat tautomerisme (S* adalah tautomer dari S, G* adalah tautomer dari G, T* adalah tautomer dari T, serta A* adalah tautomer dari A).


Efek perikatan antara basa-basa purin dan pirimidin dengan pasangan tautomer tampak pada saat replikasi DNA. Dalam hal ini sewaktu pasangan tidak lazim memisah pada replikasi berikutnya, masing-masingnya akan berpasangan dengan basa komplementernya, sehingga terjadilah mutasi.

Keadaan atau factor internal materi genetic lain yang dapat pula menjadi sebab terjadinya mutasi spontan adalah “penggelembungan” unting di saat replikasi , perubahan kimia tertentu secara spontan, transposisi elemen transposable, dan efek gen mutator. Penggelembungan unting DNA di saat replikasi dapat terjadi pada unting lama (template) maupun unting baru. Jika penggelembungan berlangsung pada unting lama maka akan terjadi delesi pada unting baru. Sebaliknya, jika penggelembungan terjadi pada unting baru maka akan terjadi adisi pada unting baru tersebut. Akibat delesi ataupun adisi akan mengakibatkan terjadinya mutasi.

Banyak peristiwa kimia pada DNA yang dapat menjadi sebab terjadinya mutasi spontan.Dua contoh peristiwa kimia tersebut yang paling umum adalah depurinasi dan deaminasi basa-basa tertentu.Pada depurinasi, suatu purin (adenine dan guanine) tersingkir dari DNA karena terputusnya ikatan kimia antara purin dan gula deoksiribose.Pada deaminasi, suatu gugus asam amino tersingkir dari basa.

Dalam hubungannya dengan depurinasi, jika tersingkirnya purin itu tidak diperbaiki maka di saat replikasi ttidak terbentuk pasangan basa komplementer yang lazim. Yang terjadi adalah secara acak basa apapun dapat diadakan (pada unting baru). Dan pada proses replikasi berikut keadaan tersebut dapat menimbulkan mutasi (pergantian basa). Jika basa baru yang diadakan secara acak tadi tidak sama dengan basa yang mula-mula. Pada saat ini telah dilaporkan bahwa ribuan basa purin tersingkir melalui proses depurinasi selama suatu waktu generasi tertentu dari suatu sel Mamalia pada kondisi kultur jaringan. (Russel, 1992)
Deaminasi 5-metilsitosin, sebagaimana yang terlihat pada Gambar menghasilkan timin.Berbeda dengan deaminasi sitosin, efek deaminasi 5-metilsitosin lebih langsung karena timin adalah basa yang lazim pada DNA. Dalam hal ini produk deaminasi itu (timin) tidak dapat dideteksi oleh mekanisme perbaikan apapun untuk diperbaiki (Russel, 1992) dan sebagai akibatnya adalah bahwa deaminasi 5-metilsitosin langsung menimbulkan mutasi berupa perubahan pasangan 5m S G menjadi T A. dampak deaminasi 5-metilsitosin ini semakin terasa, karena sudah diketahui bahwa DNA makhluk hidup prokariotik maupun eukariotik mengandung sejumlah kecil basa 5m S tersebut, karena perubahan 5m S G menjadi T A akibat deaminasi tadi tidak diperbaiki, maka pada kenyataannya lokasi basa 5m S pada genom sering terlihat sebagai titik-titik panas mutasi atau mutational hot spots (Russel, 1992). Pada lokasi-lokasi itulah frekuensi terjadinya mutasi lebih tinggi daripada frekuensi rata-rata.
Pperpindahan atau transposisis elemen transposable sudah terbukti dapat berakibat terjadinya mutasi gen dan mutasi kromosom atau aberasi kromosom (Russel, 1992). Mutasi gen akibat transposisi tersebut, terjadi karena insersi ke dalam gen. Transposisi tersebut juga dapat mempengaruhi ekspresi gen dengan cara insersi ke dalam urut-urutan pengatur gen.
Bukti paling baik tentang peran serta transposisi elemen transposable sebagai salah satu sebab terjadinya mutasi yang terlihat pada Drosophilla , terbukti timbul karena insersi elemen transposable, sekalipun secara eksperimental keberhasilan perlakuan dengan elemen transposable masih jarang. Contoh-contoh alela mutan pada genom Drosophila insersi elemen transposable antara lain wsp, w a, wbf, whd,. Keempat alela mutan ini merupakan alela ganda yang terletak pada lokus white kromosom X.
Pada makhluk hidup juga dikenal adanya gen yang ekspresinya mempengaruhi frekuensi mutasi gen-gen lain. Frekuensi mutasi gen-gen lain itu biasanya meningkat. Gen-gen yang mempunyai pengaruh semacam itu disebut gen mutator. Dua contoh kelompok makhluk hidup yang sudah diketahui memiliki gen mutator adalah E. coli dan Drosophila (Ayala dan Kiger, 1984). Contoh gen mutator pada E. coli adalah mut D yang mengubah sub unit ε DNA polimerase III (Watson, dkk; 1987). Ayala dan Kiger (1984) juga menyatakan bahwa pada E. Coli mutan mut S menyebabkan terjadinya pergantian purin dengan purin lain atau pirimidin dengan pinmidin lain, maupun pergantian purin dengan pirimidin dan sebaliknya; dan mutan mut T menyebabkan terjadinya pergantian A T menjadi S G.

Keadaan atau Faktor dalam Lingkungan sebagai Sebab Mutasi
Sebagaimana yang telah dikemukakan, keadaan atau faktor dalam lingkungan dipandang sebagai penyebab mutasi spontan maupun mutasi yang terinduksi.Penyebab mutasi berupa keadaan atau faktor dalam lingkungan juga dapat dipilah menjadi yang bersifat fisik, kimiawi, maupun biologis. Masing-masing penyebab mutasi itu akan dikaji lebih lanjut.

Penyebab mutasi dalam Iingkungan yang bersifat fisik
Penyebab mutasi dalam lingkungan yang bersifat fisik adalah radiasi dan suhu.Radiasi sebagai penyebab mutasi dibedakan menjadi radiasi pengion dan radiasi bukan pengion (Gardner dkk., 1991).Radiasi pengion berenergi tinggi, sedang radiasi bukan pengion berenergi rendah.Contoh radiasi pengion misalnya radiasi sinar X, radiasi sinar gamma, dan radiasi kosmik. Pada saat ini radiasi pengion diinduksi oleh sinar X, proton dan neutron yang dihasilkan mesin, maupun oleh sinar alfa, beta, dan gamma yang dibebaskan isotop radioaktif dan ekmen seperti P32, S35, Cobalt 90, dan sebagainya. Contoh radiasi bukan pengion misalnya radiasi sinar ultraviolet (UV).
Radiasi pengion mampu menembus jaringan/tubuh makhluk hidup karena berenergi tinggi.Selama menembus jaringan/tubuh makhluk hidup, sinar bertenaga tinggi ini berbenturan dengan atom-atom sehingga terjadi pembebasan elektron dan terbentuklah ion-ion positip. Ion-ion positip tersebut selanjutnya berbenturan dengan molekul lain, sehingga terjadi pembebasan elektron dan terbentuklah ion-ion positip lebih lanjut; dan melalui cara ini terbentuklah suatu sumbu ion sepanjang jalur terobosan sinar bertenaga tinggi itu (Gardner, dkk., 1991; Russel, 1992).
Pada tumbuhan dan hewan tingkat tinggi sinar UV dapat menembus lapisan sel-sel permukaan karena berenergi rendah, serta tidak menimbulkan ionisasi.Sinar UV membebaskan energinya kepada atom-atom yang dijumpai, meningkatkan elektron-elektron pada orbit luar ke tingkat energi yang lebih tinggi.Atom-atom yang memiliki elektron-elektron sedemikian dinyatakan tereksitasi atau tergiatkan.
Molekul-molekul yang mengandung atom yang berada dalam keadaan terionisasi maupun tereksitasi, secara kimiawi lebih reaktif daripada molekul yang memiliki atom-atom yang berada dalam keadaan stabil.Reaktivitas yang meningkat dan atom-atom pada molekul DNA merupakan dasar dan efek mutagenik radiasi sinar UV maupun radiasi sinar pengion (Gardner, dkk; 1991).Reaktivitas yang meningkat tersebut mengundang terjadinya sejumlah reaksi kimia, termasuk mutasi. Pada kenyataannya radiasi pengion dapat menyebabkan terjadinya mutasi gen dan pemutusan kromosom yang berakibat delesi, duplikasi, inversi, translokasi, serta fragmentasi kromosom umumnya (Gardner dkk., 1991; Russel, 1992; KIug dan Cummings, 1994).

Sinar X serta sebagian besar radiasi pengion lain dinyatakan dalam satuan unit roentgen (unit r), yang diukur dalam hubungan dengan jumlah ionisasi per unit volume pada suatu perangkat kondisi standar. Dalam hal ini I unit r adalah suatu jumlah radiasi pengion yang menghasilkan satu muatan elektrostatik pada suatu volume 1 cm3 (Gardner, dkk; 1991).Dosis penyinaran unit-unit r tidak mencakup suatu skala waktu. Dalam hubungan ini dosis yang sama dapat diperoleh melalui suatu intensitas penyinaran yang rendah selama suatu periode waktu panjang, atau melalui suatu intensitas penyinaran tinggi selama suatu periode waktu singkat. Hal tersebut sangat penting karena pada kebanyakan kajian penelitian, frekuensi mutasi titik yang diinduksi berbanding langsung dengan dosis penyinaran.Hubungan antara frekuensi mutasi letal yang terpaut kelamin yang diinduksi pada sperma Drosophila dengan dosis radiasi pengion (Gardner, dkk., 1991)

Hubungan linear antara frekuensi mutasi dan dosis radiasi tersebut penting dalam hubungannya dengan permasalahan “apakah ada suatu tingkat penyinaran yang aman” sekalipun sebenarnya tidak ada yang aman.Gambar 1.8 sesungguhnya telah memberikan gambaran penjelasannya. Ada pula penjelasan lain misalnya yang terungkap pada Drosophila (Gardner, dkk; 1991); sudah diketahui bahwa pada sperma Drosophila, penyinaran dengan dosis yang sangat rendah dalam jangka waktu yang lama (penyinaran kronik) terbukti efektif menginduksi mutasi seperti halnya yang diinduksi oleh total dosis penyinaran yang sama itu yang diberikan pada intensitas tinggi dalam jangka waktu singkat (penyinaran akut). Pada mencit, terbukti bahwa penyinaran kronik menginduksi mutasi yang lebih sedikit dibanding dengan yang diinduksi oleh dosis yang sama pada penyinaran akut. Demikian pula diketahui bahwa jika mencit diperlakukan dengan dosis penyinaran yang terputus-putus, maka frekuensi mutasi sedikit lebih rendah daripada penyinaran dengan total dosis sama yang diperlakukan tidak terputus-putus. Perbedaan frekuensi mutasi yang terjadi antara penyinaran kronik dengan penyinaran akut pada Drosophila dan mencit mungkin bersangkut paut dengan perbedaan kemampuan perbaikan DNA yang rusak.Dalam hal mi mekanisme perbaikan yang mungkin ada pada spermatogonium dan oosit mencit, tidak ada pada sperma Drosophila (Gardner, dkk; 1991).
Berkenaan dengan radiasi pengion sudah diketahui pula bahwa perubahan tekanan oksigen dan suhu, jika berhubungan dengan proses penyinaran, juga dapat mengubah mutasi secara signifikan (Gardner, dkk; 1991). Tekanan oksigen yang rendah dapat menurunkan mutasi.Oksigen dapat memperbesar efek penyinaran, tetapi hanya selama penyinaran.Oksigen memperlihatkan efek yang lebih rendah pada kondisi penyinaran tinggi dibanding pada kondisi penyinaran moderat.
Bahwa sinar UV tidak menginduksi lonisasi, hal itu sudah dikemukakan pada bagian terdahulu.Namun demikian juga sudah dikemukakan bahwa sinar UV justru menggiatkan atom-atom yang dijumpai. Dalam hubungan dengan molekul DNA, sudah diketahui bahwa senyawa yang paling digiatkan adalah purin dan pirimidin, karena kedua macam senyawa itu menyerap cahaya pada panjang gelombang 254-260 nm yang merupakan rentang panjang gelombang sinar UV (Gardner, dkk., 1991; Russet, 1992). Pada makhluk hidup bersel banyak, yang mengalami mutasi akibat radiasi UV tentu saja set-sel yang berada di permukaan tubuh.Sebatiknya pada makhluk hidup bersel satu sinar UV sudah terbukti sebagai suatu penyebab mutasi yang potensial.
Hasil penelitian ini vitro juga sudah membuktikan bahwa pirimidin, terutama timin, sangat kuat menyerap sinar UV pada panjang gelombang 254 nm, sehingga menjadi sangat reaktif (Gardner, dkk., 1991).Terungkap bahwa dua produk hasil penyerapan sinar UV oleh pirimidin adalah hidrat pirimidin dan dimer pirimidin (Perhatikan Gambar 1.9’).Beberapa kajian penelitian bahkan membuktikan bahwa efek utama dan radiasi UV adalah dimerisasi timin. Dimer timin tampaknya menimbulkan mutasi secara tidak langsung dalam dua cara yaitu: (1) dimer timin rupanya mengganggu helix ganda DNA serta menghambat replikasi DNA secara akurat, (2) kesalahan yang kadang-kadang terjadi selania proses set untuk memperbaiki DNA yang rusak, seperti DNA yang mengandung dimer timin.
Suhu sebagai sebab mutasi sudah dilaporkan, misalnya pada beberapa jenis ikan yang menginduksi terjadinya poliploidi. Laporan Svardson pada 1945 (Purdom, 1983) telah menyebutkan adanya ikan (salem) triploid yang berasal dan tetasan telur yang telah mengalami kejutan suhu dingin. Demikian pula Swamp (1959a) dalam Purdom (1983) melaporkan ikan Gasterosteus aculeatus (sticklebacks) yang triploid telah diperoleh dan hasil tetasan telur yang telah mengalami kejutan panas.Lebih lanjut dilaporkan pula bahwa Swamp merupakan orang pertama yang berhasil memelihara ikan triploid hingga mencapai ukuran maksimum (Purdom, 1983).

Selain faktor radiasi dan suhu, ternyata perlakuan dengan tekanan hidrostatik juga dilaporkan dapat menginduksi terjadinya mutasi.Gillespie dan Amstrong pada 1979 telah berhasil memanfaatkan tekanan hidrostatik untuk menginduksi tnploidi pada axoloth (Wilkins dan Gosling, 1983).Yang terjadi akibat tekanan hidrostatik ini adalah penghambatan polar body karena rusaknya spindel meiosis.Pembuatan ikan triploid dengan perlakuan tekanan hidrostatik juga sudah dilakukan, misalnya pada Brachydanio rerio (Streisinger, dkk., 1981 dalam Wilkins dan Gosling, 1983) serta pada Salmo gairdneri (Onozato, 1981 b dalam Wilkins dan Gosling, 1983).Dinyatakan pula bahwa pada Salmo gairdneri perlakuan tekanan hidrostatik itu berlangsung selama 6-7 menit yang dilaksanakan pada 5-15 menit sesudah fertilisasi; tekanan hidrostatik yang diberlakukan pada Salmo gairdneri adalah sebesar 650-700 kg/cm2.

Penyebab Mutasi dalam Lingkungan yang Bersifat Kimiawi
Penyebab mutasi dalam lingkungan kimiawi disebut juga sebagai mutagen kimiawi.Dewasa ini sudah dikenal berbagai contoh mutagen kimiawi.
Mutagen-mutagen kimiawi itu dapat dipilah menjadi 3 kelompok (Russel, 1992) yaitu analog basa, agen pengubah basa (base modifying agent), dan agen penyela (intercalating agent).
Tiap kelompok mutagen kimiawi itu akan dibahas lebih lanjut.

1. Analog basa. Senyawa-senyawa yang tergolong analog basa adalah yang memiliki struktur molekul sangat minp dengan yang dimiliki basa yang lazimnya terdapat pada DNA.Dua contoh analog basa tersebut adalah 5-Bromourasil (5-Bromouracil atau yang disingkat 5 BU) dan 2-Aminopurin (disingkat 2-AP).
5-Bromourasil adalah suatu analog timin.Dalam hubungan ini posisi karbon ke-5 ditempati oleh gugus brom, padahal posisi itu sebelumnya ditempati oleh gugus metil (CH3).Keberadaan gugus brom pada posisi karbon no. 5 itu mengubah distribusi muatan serta meningkatkan peluang perubahan tautomerik (Gardner, dkk., 1991).Pada bentuk keto (yang lebih stabil) 5 BU berpasangan dengan adenine, sebaliknya pada bentuk enol (yang lebih jarang), 5-BU berpasangan dengan Guanin.
5-BU menginduksi mutasi melalui peralihan antara kedua bentukan 5-BU. Jika sesaat setelah analog basa itu diinkorperasikan dalam bentuk keto (bentuk normal), maka analog basa itu berpasangan dengan adenine. Selanjutnya, jika bentuk keto 5-BU beralih ke bentuk enol (bentuk yang jarang) selama replikasi, maka analog basa itu akan berpasangan dengan guuanin dan pada proses replikasi berikut dari pasangan G-5 BU akan muncul pasangan G-C dan bukan A-T. dalam hal ini telah terjdi suatu mutasi transisi dari G C menjadi A T, jika yang pertama kali diinkorporasikan ke DNA selama replikasi adalah 5 BU dalam bentuk enol, tetapi kemudian beralih menjadi bentuk keto.
Sebagaimana yang telah dikemukakan analog basa lain adalah 2-aminopurine (2 AP). 2 AP juga memiliki 2 bentuk lain yaitu bentuk amino (normal) serta bentuk imino (jarang). Pada bentuk amino, 2 AP berperan sebagai adenine, dan berpasangan dengan timin. Pada bentuk imino, 2 AP berperan sebagai guanine dan berpasangan dengan sitosin. Seperti 5 BU, 2 AP juga menginduksi mutasi transisi, yaitu AC menjadi G C atau G C menjadi A T, tergantung bentuknya (amino atau imino).

2. Agen pengubah basa. Senyawa yang tergolong agen pengubah basa adalah mutagen yang secara langsung mengubah struktur maupun sifat kimia dari basa. Yang termasuk kelompok ini adalah agen deaminasi, agen hidroksilasi, serta agen alkilasi.
Asam nitrat menyingkirkan gugus amino dari basa guanin, sitosin dan adenin. Perlakuan degan asam nitrit atas guanin menghasilkan xanthin yang berprilaku seperti layaknya guanin sehingga tidak ada mutasi yang terjadi.perlakuan dengan asam nitrit atas sitosin menghasilkan urasiil yang berpasangan dengan adenin sehingga terjadi mutasi transisi C G menjadi T A. Di lain pihak akibat perlakuan asam nitrit adenin berubah menjadi hypoxanthin, yang lebih berpeluang berpasangan dengan sitosin dibanding dengan timin dan sebagai akibatnya terjadi mutasi transisi A T menjadi G C.

3. Agen interkalasi. Mutagen kimia berupa agen interkalasi bekerja dengan cara melakukan insersi antara basa-basa berdekatan pada satu atau kedua unting DNA. Contoh agen interkalasi adalah proflavin, acridine, ethidium bromide, dioxin, dan ICR – 70.
Jika agen interkalasi melakukan insersi antara pasangan basa yang berdekatan pada DNA tempalte maka suatu basa tambahan dapat diinsersikan pada unting DNA baru berpasangan dengan agen interkalasi.
Setelah satu atau lebih dari satu kali berlangsungnya replikasi tanpa adanya agen interkalasi, akibat yang muncul adalah terjadinya suatu mutasi rangka karena insersi suatu pasangan basa. Jika yang terjadi adalah insersi agen interkalasi ke dalam unting baru maka sewaktu unting ganda DNA tersebut bereplikasi sesuda hilangnya agen interkalasi, akibat yang muncul adalah terjadinya suatu mutasi rangka karena delesi satu pasang basa.

Penyebab mutasi dalam lingkungan yang bersifat biologis
Mutagen yang sudah dilaporkan fag. Efek mutagenik yang ditimbulkan fag terutama berkaitan dengan integrasi DNA fag, pemutusan dan delesi DNA inang. Berkenaan dengan profag Mu dinyatakan bahwa (Watson, dkk, 1987) karena suatu gen bakteri yang diinterupsi oleh DNA Mu biasanya tidak aktif terjadilah mutasi inang bakteri yang diinersi.

DNA SEBAGAI MATERI GENETIK

1. PERCOBAAN AVERY–MACLEOD–MCCARTY
Percobaan Avery–MacLeod–McCarty menunjukkan kepada masyarakat umum adanya bukti bahwa DNA dapat mentrasformasi bakteri. Avery–MacLeod–McCarty melanjutkan penelitian yang dilakukan oleh Frederick Griffith sebelumnya.
Tahun 1928, Frederick Griffith, seorang petugas kesehatan berasal dari Inggris yang mempelajari Streptococcus pneumoniae, yaitu bakteri yang menyebabkan penyakit pneumonia pada mamalia. Percobaan Frederick Griffith adalah salah satu percobaan pertama yang menunjukkan bahwa bakteri dapat memindahkan informasi genetik melalui proses yang disebut transformasi.

Berdasarkan sumber (http://sinaubiologi.files.wordpress.com/2010/11/dna-sebagai-materi-genetik.pdf), Griffith menggunakan dua galur Pneumococcus (yang menginfeksi tikus), galur tipe III-S dan tipe II-R. Galur III-S memiliki kapsul polisakarida yang membuatnya tahan terhadap sistem kekebalan inangnya sehingga mengakibatkan kematian inang, sementara galur II-R tidak memiliki kapsul pelindung tersebut dan dapat dikalahkan oleh sistem kekebalan tubuh inang. Dalam eksperimen ini bakteri galur III-S dipanaskan hingga mati, dan sisa-sisanya ditambahkan ke bakteri galur II-R. Meskipun tikus tidak akan mati bila terkena baik sisa-sisa bakteri galur III-S (yang sudah mati) ataupun galur II-R secara terpisah, gabungan keduanya mengakibat kematian tikus inang. Griffith berhasil mengisolasi baik galur pneumococcus II-R hidup maupun III-S hidup dari darah tikus mati ini. Griffith menyimpulkan bahwa bakteri tipe II-R telah tertransformasikan menjadi galur III-S oleh sebuah prinsip transformasi.
Prinsip pentransformasi yang diamati oleh Griffith adalah DNA bakteri galur III-S. Meskipun bakteri itu telah mati, DNA-nya bertahan dari proses pemanasan dan diambil oleh bakteri galur II-R. DNA galur III-S mengandung gen yang membentuk kapsul perlindungan. Dilengkapi dengan gen ini, bakteri galur II-R menjadi terlindung dari sistem kekebalan inang dan dapat membunuhnya.
Nah, penelitian Griffith tersebut menjadi titik awal bagi sebuah penelitian untuk mencari identitas substansi pentransformasi yang dilakukan oleh ahli bakteriologi Amerika Oswald Avery. Ia memurnikan berbagai macam zat kimia dari bakteri-bakteri patogenik yang telah dimatikan dengan panas, kemidian mencoba mentransformasikan bakteri nonpatogenik hidup dengan setiap zat kimia. Hanya DNA yang mampu melakukannya.
Pada percobaan Avery, MacLeod, dan McCarty mengkulturkan galur IIIS dalam jumlah volume yang besar, kemudian mengendapkannya dengan sentrifugasi dan mensuspensikannya kembali menjadi volume yang lebih kecil untuk memudahkan penanganan berikutnya. Sel-sel ini kemudian dimatikan dengan pemanasan. Setelah dilakukan pencucian dan ekstraksi dengan detergen, sebagian filtrat yang dihasilkan digunakan untuk transformasi dengan mencampurnya dengan sel hidup galur IIR. Ternyata filtrat ini masih mampu menginduksi transformasi. Sebagian filtrat lagi dibuang proteinnya, dan sebagian lagi dibuang polisakaridanya, dan sebagian lagi dibuang protein dan polisakaridanya. Filtrat-filtrat ini masih aktif menginduksi proses transformasi. Setelah pembuangan protein dan polisakarida, filtrat ini dipresipitasikan dengan etanol dan didapatkan benang-benang asam nukleat yang masih mempunyai kemampuan untuk menginduksi transformasi.
Untuk mengkonfirmasi hasil tersebut, filtrat dari sel IIIS yang telah dimatikan diperlakukan dengan protease (suatu enzim yang dapat menghancurkan protein), dan RNase (suatu enzim yang dapat menghancurkan molekul RNA) secara terpisah, kemudian dicampur dengan sel galur IIR. Pencampuran ini masih menghasilkan bakteri galur IIIS, yang berarti bahwa protein dan RNA bukan merupakan bahan untuk transformasi (transforming principle). Percobaan lainnya adalah dengan menambahkan DNase (suatu enzim yang dapat menghancurkan enzim) pada filtrat dari sel IIIS. Filtrat yang telah dicampur dengan DNase ini ternyata tidak mampu menghasilkan sel IIIS bila dicampur dengan sel IIR, yang berarti tidak mampu menginduksi transformasi. Dari hasil percobaan ini, Avery, MacLeod, dan McCarty tidak ragu lagi untuk menyatakan bahwa DNA adalah bahan utama untuk transformasi.
Bahan utama untuk transformasi berinteraksi dengan sel IIR yang menimbulkan berbagai reaksi enzimatik yang berakhir dengan sintesis kapsul polisakarida tipe IIIS. Bila transformasi telah berlangsung, kapsul polisakarida akan disintesis terus pada generasi berikutnya, dan bahan utama untuk transformasi digandakan pada sel-sel anaknya. Oleh sebab itu transformasi merupakan proses yang mempengaruhi bahan genetik dan dapat diwariskan ke generasi berikutnya.
Akhirnya pada tahun 1944, Avery dan koleganya Colin MacLeod dan Maclyn McCarty mengumumkan bahwa agen pentransformasi tersebut adalah DNA. Oswald Avery, Colin MacLeod, dan Maclyn McCarty membuktikan bahwa DNA adalah material yang diturunkan yang dipunyai hampir semua organisme.

2. PERCOBAAN ALFRED HERSHEY DAN MARTHA CHASE
Percobaan yang dilakukan oleh Alfred Hershey dan Martha Chase merupakan suatu percobaan yang menunjukkan bahwa DNA merupakan bahan genetik. Mulanya, para ilmuwan menganggap bahwa suatu pembawa sifat ke generasi berikutnya adalah protein. Namun, dengan adanya percobaan yang dilakukan oleh Alfred Hershey dan Martha Chase ini membuktikan hal berbeda. Percobaan yang dilakukan oleh Hershey dan Chase ini juga menunjukkan bahwa DNA virus (dalam hal ini adalah virus Fag T2) dapat memprogram suatu sel (bakteri).
Hershey dan Chase menggunakan virus Fag T2 dalam percobaannya dengan bahan uji lainnya adalah bakteri E. Coli. Digunakannya virus Fag T2 karena virus ini telah diketahui sebelumnya mengenai strukturnya dengan menggunakan mikroskop cahaya biasa. Virus T2 ini juga merupakan virus yang menginfeksi bakteri E. Coli. Selain itu, virus ini bentuknya sederhana, yaitu terdiri atas cangkang protein yang berisi bahan genetik.
Metodenya adalah virus yang sama-sama dimasukkan kedalam suatu tabung reaksi atau alat uji dapat menginfeksi bakteri E. Coli dan menjadikannya sebagai inang atau perantara bagi pembiakan diri virus hingga tubuh virus dapat berlipat ganda dengan mengeksploitasi bakteri.
Percobaan yang dilakukan oleh Hershey dan Chase ini meliputi dua tahapan atau proses, yaitu tahap pertama dengan unsur fosfor-32 radioaktif (isotop radioaktif) sebagai indikator dan selanjutnya tahapan kedua yaitu dengan menggunakan belerang-35 radioaktif sebagai indikator. Singkat kata, percobaan Hershey dan Chase ini juga ingin membuktikan mengenai siapa yang bertanggungjawab atas pemrograman ulang tubuh inang untuk memproduksi virus dalam jumlah besar.
Protein (bukan DNA) mengandung unsur belerang dan unsure-unsur radioaktif yang digunakan dalam percobaan ini hanya masuk kedalam protein dari faga tersebut. Pada DNA dapat ditemukan unsur fosfor, dan unsur ini tidak ditemukan pada asam amino yang merupakan komponen dasar protein.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa virus Fag T2 menyuntikkan bahan genetik berupa DNA kedalam tubuh inangnya dengan selubung proteinnya tetap berada diluar. Selanjutnya, DNA yang merupakan bahan genetik dari virus akan merusak kerja dari DNA bakteri E. Coli, sehingga DNA virus dapat mengendalikan kerja tubuh bakteri. Pengalihan perintah kerja oleh bahan genetik ini digunakan untuk memperbanyak jumlah DNA virus.
Para saintis dapat menemukan (pada percobaan dengan isotop radioaktif belerang) bahwa yang masuk kedalam tubuh inang hanyalah materi genetiknya (DNA) saja didasari pada pellet dan supernatant larutan tadi. Sebagian besar radioaktivitasnya ditemukan didalam supernatan yang mengandung partikel-partikel virus bukan bakteri.
Sebaliknya, pada percobaan dengan isotop radioaktif fosfor ditemukan paling banyak radioaktif adalah materi bakterial. Pada saat bakteri yang terinfeksi dilepasakan kembali kedalam medium kultur, tetap saja infeksi oleh virus terus terjadi dan E. Coli melepaskan Fag-fag yang mengandung sejumlah fosfor radioaktif.
Kesimpulannya, percobaan yang dilakukan oleh Hershey dan Chase membuktikan bahwa DNA virus masuk kedalam tubuh bakteri E. Coli, sedangkan sebagian besar protein virus tetap berada diluar. Masuknya materi genetik kedalam tubuh bakteri akan menyebabkan terjadinya kerusakan program genetik bakteri karena diambil alih oleh DNA virus. Hal ini menyebabkan virus dapat dengan mudah memperbanyak diri selama didalam tubuh bakteri. Percobaan Hershey dan Chase memberikan bukti kuat bahwa asam nukleat (bukan protein) merupakan materi hereditas.
3. PLASMID DAN EPISOM
Plasmid adalah molekul DNA sirkuler berukuran relatif kecil di luar kromosom yang terdapat di dalam sel prokariot, khususnya bakteri. Gen-gen yang terdapat di dalam plasmid pada umumnya tidak esensial bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup individu bakteri, tetapi sering kali menyandi sintesis protein untuk resistensi terhadap antibiotik.
Plasmid adalah material turun temurun yang tidak merupakan bagian kromosom, dapat memperbanyak diri sendiri, biasanya bulat, kecil, dan relatif sederhana tidak esensial bagi sel yang bersangkutan, dalam keadaan tertentu ada plasmid yang dapat menguntungkan sel yang dihuninya; banyak digunakan dalam percobaan-percobaan DNA rekombinan sebagai penerima DNA asing.
Episom adalah unsur-unsur genetika bebas, berupa virus atau jasad renik lainnya, yang telah dapat berkembang dalam sel bakteri baik dalam keadaan autonom (menggandakan diri dan dipindahkan tanpa bergantung kepada kromosom bakteri) maupun pada keadaan terintegrasi (melekat pada kromosom bakteri, berperan serta bersamanya dalam rekombinasi genetika dan dipindahkan bersama kromosom bakteri tersebut).
Episom adalah plasmid yang di satu waktu berada sebagai cincin-cincin DNA kecil yang independent, namun di waktu lainnya berada dalam keadaan terintegrasi dengan kromosom.
Plasmid mempunyai jumlah yang lebih banyak dari pada kromosom yang ada dimitokondria dan plastida, tapi mereka tidak teroganisir dalam bentuk suatu organel penting bagi sel induknya. Beberapa plasmid adalah suatu fragmen kromosom bakteri dan beberapa lagi merupakan fragmen DNA rekombinan. Sebagian besar plasmid tidak penting bagi sel induknya, tapi beberapa mempunyai kemampuan untuk reaksi antibiotik. Karena plasmid memiliki kemampuan untuk bereplikasi sendiri dan untuk berkombinasi dengan DNA lain dan untuk membawa DNA dalam pusat aktivitas sintetis sel, maka digunakan dalam teknik genetika.
Plasmid mempunyai ukuran yang sangat bervariasi. Mulai dari yang hanya membawa 3 gen sampai bentuk ukuran yang mampu menampung lebih dari beberapa ratus gen. Beberapa sel bakteri diketahui menyimpan sejumlah plasmid yang berbeda dengan isi kromosom utamanya. Plasmid diketahui berguna pada 2 fungsi utama yaitu:
1. Untuk memperbanyak berbagai macam antibiotik dan obat yang resisten terhadap bakteri patogen.
2. Untuk menstabilkan mikro organisme penting bagi perindustrian.
Sebagai contoh Streptococcus lactis dan beberapa bakteri yang digunakan dalam proses pembuatan keju. Beberapa plasmid sudah diidentifikasi dan menunjukkan bahwa plasmid-plasmid tersebut membawa gen-gen yang mengkode enzim-enzim penting dalam proses fermentasi pembuatan keju.
Tiga tipe plasmid bakteri yang sudah dipelajari secara mendalam adalah
1. F dan F’ plasmid, factor fertilitas konjugasi
2. R plasmid disebut juga RTF atau Resisten Transfer Factor plasmid membawa beberapa gen untuk resistensi terhadap antibiotic atau obat antibiotic yg lain.
3. Col plasmid disebut juga colicinogenic, plasmid yang mengkode untuk colisin, protein yang membunuh secara sensitive sel E. Coli (Gardner, 1991).
Plasmid F, terdiri dari sekitar 25 gen, sebagian besar diperlukan untuk memproduksi pili seks. Ahli-ahli genetika menggunakan simbol F+ untuk menyatakan sel yang mengandung plasmid F (sel "jantan"). Kondisi F+ dapat diwariskan: plasmid F bereplikasi secara sinkron dengan DNA kromosom, dan pembelahan satu sel F+ biasanya menghasilkan dua keturunan yang semuanya merupakan F+. Sel-sel yang tidak memiliki faktor F dibri smibol F- , dan mereka berfungsi sebagai resipien DNA ("betina") selama konjugasi. Kondisi F+ adalah kondisi yang "menular' dalam artian sel F+ dapat mengubah sel F- menjadi F+ ketika kedua sel tersebut berkonjugasi. Plasmid F bereplikasi di dalam sel "jantan”, dan sebuah salinannya ditransfer ke sel "betina” melalui saluran konjugasi yang menghubungkan sel-sel tersebut. Pada perkawinan F+ x F- seperti ini, hanya sebuah piasmid F yang ditransfer. Sel yang dilengkapi dengan faktor F dalam kromosomnya disebut sel Hfr (high frequency of recombination atau rekombinasi frekuensi tinggil). Sel Hfr tetap berfungsi sebagai jantan selama konjugasi, mereplikasi faktor F dan mentransfer salinannya ke F- pasangannya (Campbell, 2002).
Plasmid R, plasmid yang membawa gen resisten mengandung 1 atau lebih zat kimia. Adanya zat kimia tersebut yang mengandung racun bertujuan untuk melawan inveksi. Resistensi terhadap 1 atau lebih dari racun merupakan inveksi yang berguna untuk memblok atau menahan DNA marker, yang ditransfer selama konjugasi. R factor mengandung 2 bagian yaitu resistence transfer factor atau RTF yang bertanggung jawab untuk mentransfer berbagai macam sistron yang resisten terhadap obat-obatan yang terdiri dari faktor R.
R Faktor merupakan plasmid, yang memiliki rentan ukuran dari yang rendah yaitu 1,5 x 104, hingga yang tinggi yaitu 1 x 105 pasang DNA. Sebagian besar selalu ada dalam 1 hingga 3 kopi per sel, walaupun terdapat jumlah yang lebih besar pada beberapa R factor (George, 1983). Secara garis besar plasmid juga diketahui untuk mengkode bakteriosin tidak hanya colisin. Sebagai contoh adalah plasmid yang diketahui untuk mengkode fibriocins dimana protein tersebut dapat membunuh bakteri fibrio colera dan plasmid-plasmid tersebut tampak mirip dengan col plasmid.
Plasmid dapat dibedakan atas 2 kelompok berdasarkan apakah plasmid tersebut mediate konjugasi atau tidak. Berdasarkan kemampuan konjugasinya adalah plasmid F dan F’, banyak plasmid R dan beberapa plasmid Col. Konjugasi alami dari beberapa R plasmid sangat signifikan dalam kecepatan penyebaran kemampuan resistensi terhadap antibiotic dan obat melalui populalsi bakteri pathogen, untuk yang non konjugasi yaitu banyak plasmid R dan plasmid Col. Beberapa plasmid seperti F factor dapat didefinisikan sebagai episom. Episom adalah materi genetik yang dapat bereplikasi dengan 2 alternatif yang berbeda :
1. Tergabung dalam kromosom utama sel induk
2. Sebagai elemen genetik autosom, kromosom induk yang independent.
Tetapi bentuk dari plasmid dan episom tidak sama. Banyak plasmid yang ada dalam bentuk terintegrasi, demikian juga pada episom seperti banyak ditemukan pada gen episom tapi bukan plasmid.
Banyak penyusun plasmid dan episom yang diketahui tergantung pada sequence DNA pendek yg disebut IS elemen, atau disebut juga Insertion Sequence. IS elemen juga ada di dalam kromosom utama induk. Sequence DNA pendek tersebut (dari 800-1400 pasang Nukleotida) adalah transposibel, yang artinya IS elemen ini dapat bergerak dari 1 posisi ke posisi yang lain di dalam kromosom atau bergerak dari satu kromosom ke kromosom yg lain (Gardner, 1991).

4. ELEMEN TRANSPOSABEL
Elemen transposable adalah urutan DNA yang dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain (mengalami transposisi) di dalam suatu genom. Pada awal tahun 1940-an, peneliti telah menemukan kalau beberapa urutan DNA dapat berubah posisi. Urutan yang dapat berpindah ini disebut dengan elemen genetik yang transposabel atau singkatnya disebut transposon. Penelitian menunjukkan bahwa elemen ini ada pada prokariotik dan eukariotik
Elemen transposabel ini ditemukan oleh B. McClintock melalui analisa ketidakstabilan genetik pada maizena yang berkaitan dengan kerusakan kromosom dan ditemukan pada bagian dimana elemen transposabel ini berada. Pada analisa McClintock, kerusakan dideteksi dengan hilangnya penanda genetik tertentu. Pada beberapa eksperimen, McClintock menggunakan penanda yang mengkontrol deposisi pigmentasi pada aleuron, membran terluar dari endosperm biji maizena. Penanda tersebut adalah alel pada lokus C pada lengan pendek dari kromosom 9. Alel yang disebut CI ini, adalah inhibitor dominan dari pewarnaan aleuron sehingga biji yang memiliki alel ini akan menjadi tidak berwarna. McClintock memfertilisasikan bunga betina CC dengan polen dari bunga jantan CI CI, menghasilkan biji yang endospermnya CI CC. Walaupun banyak dari biji ini tersebut tidak berwarna, beberapa juga menunjukkan adanya pigmen ungu kecoklatan.
McClintock beranggapan bahwa alel inhibitor CI telah hilang beberapa saat selama pembentukan endosperm, sehingga klon dari jaringan yang dapat membentuk pigmen dapat muncul. Genotip dari klon ini kemungkinan adalah –CC dan yang hilang adalah alel CI . Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa alel ini hilang akibat kerusakan kromosom. Kerusakan pada suatu lokasi akan melepaskan segmen kromosom dari sentromernya sehingga membentuk fragmen asentrik.
McClintock menemukan bahwa kejadian seperti ini secara berkala muncul akibat kerusakan bagian tertentu pada kromosom 9. Dia memberi nama faktor yang menyebabkan kerusakan ini Ds (disosiasi). Pada ekperimen tersebut, kromosom yang membawa alel CI juga membawa faktor Ds. Jika sendirian, faktor ini tidak mampu untuk mempengaruhi kerusakan kromosom. Ds diaktifkan oleh faktor lain yang disebut Ac (aktivator). Dua faktor inilah yang menyebabkan ketidakstabilan genetik pada kromosom 9.
Baik Ac maupun Ds adalah bagian dari elemen transposabel. Elemen ini secara struktur saling terhubung dan dapat memasuki lokasi berbeda pada kromosom. Ketika salah satu dari elemen ini masuk atau berada dekat sebuah gen, fungsi dari gen tersebut telah berubah. Bahkan fungsi dari gen tersebut bisa benar-benar hilang. Oleh karena itu, McClintock menyebut Ac dan Ds sebagai elemen pengontrol.
Kadang-kadang, mutasi yang diakibatkan oleh elemen kontrol ini tidak tetap. Sebagai contoh, salah satu mutasi dari lokus bronze yaitu bz-m2. Mutasi ini diakibatkan oleh insersi dari elemen Ac dan akan berbalik jika elemen Ac dihilangkan. Sedangkan mutasi yang lain yaitu bz-m1, disebabkan oleh insersi dari Ds. Namun reversi pada kasus ini hanya terjadi jika elemen Ac ada di bagian manapun pada genom. Inilah perbedaan dari kedua alel tersebut. Elemen Ac dapat aktif sendiri namun Ds tidak. Ketika suatu transposon dapat mengaktifkan dirinya sendiri, hal ini disebut berfungsi secara autonom, sedangkan jika tidak maka disebut nonautonom
Ketidakstabilan genetik juga dapat ditemukan pada bakteri dan pada kasus ini juga ditemukan adanya elemen transposabel. Transposon pada bakteri yang paling sederhana adalah rangkaian insersi atau elemen IS. Elemen IS yang homolog terkadang berkombinasi dengan gen lain untuk membentuk tansposon gabungan, yang ditandai dengan simbol Tn. Simbol ini juga digunakan untuk menandai transposon yang tidak mengandung elemen IS, seperti elemen yang disebut sebagai Tn3. Seperti halnya transposon gabungan, elemen ini juga mengandung gen yang yang tidak penting untuk transposisi.
Elemen IS merupakan elemen yang terorganisasi secara kompak, biasanya merupakan urutan sandi tunggal dengan urutan yang sama atau hampir sama dan pendek pada kedua ujungnya. Ujung urutan ini selalu berorientasi secara invert sehingga disebut inverted terminal repeat yang panjangnya berkisar antara 9 sampai 40 pasang nukleotida.
Ketika elemen IS masuk ke dalam kromosom atau plasmid, elemen ini membuat duplikat dari urutan DNA pada lokasi insersi. Hasil pengkopian dari duplikasi terletak pada masing-masing sisi dari elemen tersebut dan disebut sebagai duplikasi lokasi target. Elemen IS memediasi integrasi episome ke dalam kromosom bakteri.
Tansposon gabungan terbentuk ketika dua elemen IS saling menginsersi. Urutan ini dapat diubah oleh kerja sama dari elemen yang mengapitnya. Sebagai contoh, pada Tn9, elemen IS yang mengapit langsung berorientasi dengan yang lainnya sedangkan Tn5 dan Tn10 berorientasi terbalik. Masing-masing transposon gabungan ini membawa gen yang resistan terhadap antibiotik. Tn9 resistan terhadap chloraphenicol, Tn5 resistan terhadap kanamycin dan Tn10 resistan terhadap tetracycline. Hal ini menunjukkan bahwa kadang elemen IS pengapit pada transposon gabungan tidak identik. Pada Tn5, elemen yang terletak di kiri, disebut IS50L tidak mampu untuk menstimulasi transposisi namun elemen yang berada di kanan yaitu IS50R mampu melakukannya. Perbedaannya adalah perubahan pasangan nukleotida tunggal menghalangi IS50L untuk mensintesis faktor transposisi yang penting. Faktor ini merupakan protein yang disebut transposase yang disintesis oleh IS50R.
Sedangkan Tn3 merupakan elemen dari kelompok transposons yang memiliki ulangan ujung terbalik sepanjang 38-40 pasang nukleotid, lebih besar daripada elemen IS dan biasanya mengandung gen yang dibutuhkan untuk transposisi. Transposisi pada Tn3 berlangsung dalam dua tahap. Tahap pertama adalah transposase memediasi penggabungan antara dua molokul sehingga membentuk struktur yang disebut cointegrate. Selama proses ini, transposon mengalami replikasi dan masing-masing membentuk sambungan pada cointegrate. Pada tahap kedua, pengkode tnpR memutuskan mediasi rekombinasi pada lokasi yang spesifik antara dua Tn3 elemen. tahapan ini muncul pada urutan di Tn3 yang disebut res, lokasi resolusi, dan menyebabkan timbulnya dua molekul, masing-masing dengan kopian dari transposon.

METODE PEMECAHAN MASALAH (PROBLEM SOLVING)

Problem Solving dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat 3 ciri utama dari Problem Solving.
1. Problem Solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi Problem Solving ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. Problem Solving tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui Problem Solving siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.
2. aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Problem Solving menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran.
3. pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan penedekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu; sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.
Pemecahan masalah adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal (Suwarkono,2004:1). Metode pemecahan masalah adalah suatu cara pembelajaran dengan menghadapkan siswa kepada suatu masalah untuk dipecahkan atau diselesaikan (menurut Sriyono dalam Suprapto, 2004:19).
Dalam pemecahan masalah siswa didorong dan diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berinisiatif dan berfikir sistematis dalam menghadapi suatu masalah dengan menerapkan pengetahuan yang didapat sebelumnya.

Langkah-Langkah Menyelesaikan Masalah
Menurut Polya (dalam Mumun Syaban,2008:2), ada empat langkah dalam menyelesaikan masalah yaitu:
1) Memahami Masalah
Pada kegiatan ini yang dilakukan adalah merumuskan: apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, apakah informasi cukup, kondisi (syarat) apa yang harus dipenuhi, menyatakan kembali masalah asli dalam bentuk yang lebih operasional (dapat dipecahkan).
2) Merencanakan Pemecahannya
Kegiatan yang dilakukan pada langkah ini adalah mencoba mencari atau mengingat masalah yang pernah diselesaikan yang memiliki kemiripan dengan sifat yang akan dipecahkan, mencari pola atau aturan , menyusun prosedur penyelesaian.
3) Melaksanakan Rencana
Kegiatan pada langkah ini adalah menjalankan prosedur yang telah dibuat pada langkah sebelumnya untuk mendapatkan penyelesaian
4) Memeriksa Kembali Prosedur dan Hasil Penyelesaian
Kegiatan pada langkah ini adalah menganalis dan mengevaluasi apakah prosedur yang diterapkan dan hasil yang diperoleh benar, apakah ada prosedur lain yang lebih efektif , apakah prosedur yang dibuat dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah sejenis, atau apakah prosedur dapat dibuat generalisasinya.

Stategi Pemecahan Masalah
Menurut Polya dan Pasmep (dalam Fajar Shadiq:2004:13) beberapa strategi pemecahan masalah antara lain:
1. Mencoba-coba
Strategi ini biasanya digunakan untuk mendapatkan gambaran umum pemecahan masalah (trial and error). Proses mencoba-coba ini tidak akan selalu berhasil, adakalanya gagal. Proses mencoba-coba dengan menggunakan suatu analisis yang tajam sangat dibutuhkan pada penggunaan strategi ini.

2. Membuat diagram
Strategi ini berkait dengan pembuatan sket atau gambar untuk mempermudah memahami masalah dan mempermudah mendapatkan gambaran umum penyelesaiannya. Dengan strategi ini, hal-hal yang diketahui tidak sekedar dibayangkan namun dapat dituangkan ke atas kertas.

3. Mencobakan pada soal yang lebih sederhana
Strategi ini berkait dengan penggunaan contoh-contoh khusus yang lebih mudah dan lebih sederhana, sehingga gambaran umum penyelesaian masalah akan lebih mudah dianalisis dan akan lebih mudah ditemukan.

4. Membuat tabel
Strategi ini digunakan untuk membantu menganalisis permasalahan atau jalan pikiran , sehingga segala sesuatunya tidak hanya dibayangkan saja.

5. Menemukan pola
Stategi ini berkait dengan pencarian keteraturan-keteraturan. Keteraturan yang sudah diperoleh akan lebih memudahkan untuk menemukan penyelesaian masalahnya.

6. Memecah tujuan
Strategi ini berkait dengan pemecahan tujuan umum yang hendak dicapai. Tujuan pada bagian ini dapat digunakan sebagai batu loncatan untuk mencapai tujuan yang sebenarnya.

7. Memperhitungkan setiap kemungkinan
Strategi ini berkait dengan penggunaan aturan- aturan yang dibuat sendiri oleh para pelaku selama proses pemecahan masalah berlangsung sehingga dapat dipastikan tidak akan ada satu alternatif yang terabaikan.

8. Berpikir logis
Strategi ini berkaitan dengan penggunaan penalaran ataupun penarikan kesimpulan yang sah atau valid dari berbagai informasi atau data yang ada.

9. Bergerak dari belakang
Dalam strategi ini proses penyelesaian masalah dimulai dari apa yang ditanyakan, bergerak menuju apa yang diketahui. Melalui proses tersebut dianalisis untuk dicapai pemecahan masalahnya.

10. Mengabaikan hal yang tidak mungkin
Dalam strategi ini setelah memahami masalah dengan merumuskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Bila ditemukan hal yang tidak berhubungan dengan apa yang diketahui dan apa ditanyakan sebaiknya diabaikan.

Hakikat Masalah dalam SPBM
Antara strategi pembelajaran inkuiri (SPI) dan strategi pembelajaran berbasis masalah (SPBM) memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut terletak pada jenis masalah serta tujuan yang ingin dicapai. Masalah dalam SPI adalah masalah yang bersifat tertutup. Artinya jawaban dari masalah itu sudah pasti, oleh sebab itu jawaban dari masalah yang dikaji itu sebenarnya guru sudah mengetahui dan memahaminya, namun guru tidak secara langsung menyampaikannya kepada siswa. Dalam SPI, tugas guru pada dasarnya menggiring siswa melalui proses Tanya jawab pada jawaban sebenarnya sudah pasti. Tujuan yang ingin dicapai oleh SPI adalah menumbuhkan keyakinan dalam diri siswa tentang jawaban dari suatu masalah.
Berbeda dengan SPI, masalah dalam SPBM adalah masalah yang bersifat terbuka. Artinya , jawaban dari masalah tersebut belum pasti. Setiap siswa, bahkan guru dapat mengembangkan kemungkinan jawaban. Dengan demikian, SPBM memberikan kesempatan pada siswa untuk bereksplorasi mengumpulkan dan menganalisis data secara lengkap untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Tujuan yang ingin dicapai oleh SPBM adalah kemampuan siswa untuk berpikir kritis, analitis, sistematis, dan logis untuk menemukan alternatif pemecahan masalah melalui eksplorasi data secara empiris dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah.
Hakikat masalah dalam SPBM adalah gap atau kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi yang diharapkan, atau antara kenyataan yang terjadi dengan apa yang diharapkan. Kesenjangan tersebut bisa dirasakan dari adanya keresahan, keluhan, kerisauan, kecemasan. Oleh karena itu, maka materi pelajaran atau topic tidak terbatas pada materi pelajaran yang bersumber dari buku saja, akan tetapi juga dapat bersumber dari peristiwa-peristiwa tertentu sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Di bawah ini diberikan kriteria pemilihan bahan pelajaran dalam SPBM.
1. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik (conflict issue) yang bisa bersumber dari berita, rekaman video, dan lainnya.
2. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa, sehingga setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik.
3. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak (universal), sehingga terasa manfaatnya.
4. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa, sehingga setiap siswa merasa perlu untuk mempelajarinya.

TEORI BELAJAR HUMANISME

A. Sejarah Teori Humanisme
Humanisme muncul pada zaman Renaissance (± 1450-1600). Humanisme sendiri lahir di Italia. Pusatnya terletak di Florence. Yang menjadi pelopornya adalah Petrarca dan Boccacio. Pengikutnya disebut dengan kaum Humanist, karena mereka menuju ke arah tercapainya peradaban lama (humanitas) (Djumhur, 1959).

B. Ciri Teori Belajar Humanisme
Ciri humanisme adalah Tuhan sebagai pusat norma tertinggi ditinggalkan orang. Cita-cita manusia dicari pada manusia sendiri. Ukuran kebenaran, kesusilaan, keindahan, dicari dan didapatkan pada manusia pula.
Ciri-ciri khusus teori belajar humanisme :
1. Mementingkan manusia sebagai pribadi
2. Mementingkan kebulatan pribadi
3. Mementingkan peranan kognitif dan afektif
4. Mengutamakan terjadinya aktualisasi diri dan self concept
5. Mementingkan persepsual subjektif yang dimiliki tiap individu
6. Mementingkan kemampuan menentukan bentuk tingkah laku sendiri
7. Mengutamakan insight (pengertian) (Suprayogi, 2005).

Gambar 1. Aktualisasi Diri
(Sumber: Tabloid Penabur Jakarta No. 25 THN. VII Sembilan Peristiwa Belajar Gagne Edisi Maret - April 2009 hal.9 oleh Yuli Kwartolo)

C. Tujuan Pendidikan Humanisme
Tujuan pendidikan humanisme sendiri diarahkan pada pembentukan manusia berani, bebas, dan gembira. Manusia berani berarti: manusia yang percaya kepada diri sendiri bukan taat kepada kekuasaan Tuhan. Berani pula untuk memperoleh kemashyuran, yang telah dicita-citakan oleh ahli-ahli filsafah pada Zaman Yunani dan Romawi. Manusia bebas, artinya lepas dari ikatan gereja dan tradisi, berkembang selaras, individualistis, bukan manusia kolektivitas dan terikat seperti pada abad pertengahan. Manusia gembira menunjukkan dirinya kepada kenikmatan duniawi, bukan kepada keakhiratan seperti pada abad pertengahan (Djumhur, 1959).
Selain tujuan yang disebutkan di atas, humanism mempunyai tujuan untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Peserta didik dalam proses belajarnya harus berusaha agar ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya (Afif, 2010).
Tujuan utama pendidik adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan dirinya, dengan cara membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.

D. Tokoh Teori Humanisme
Tokoh penting dalam teori belajar humanisme secara teoritik antara lain adalah: Arthur W. Combs, Abraham Maslow, dan Carl Rogers.
a. Arthur Combs (1912-1999)
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967), mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dati ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.
Untuk itu guru harus memahami perlaku peserta didik dengan mencoba memahami dunia persepsi peserta didik tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan peserta didik yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa peserta didik mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa peserta didik untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi dir dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.

b. Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
1. Suatu usaha yang positif untuk berkembang
2. Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri (self).
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar peserta didik belum terpenuhi.



c. Carl Rogers
Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
1. Kognitif (kebermaknaan)
2. Experiential ( pengalaman atau signifikansi)
Guru menghubungkan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai seperti mempelajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil. Experiential Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan peserta didik. Kualitas belajar experiential learning mencakup : keterlibatan peserta didik secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh peserta didik sendiri, dan adanya efek yang membekas pada peserta didik.
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
1. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Peserta didik tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2. Peserta didik akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi peserta didik
3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi peserta didik.
4. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Dari bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanisme yang penting diantaranya ialah :
a. Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b. Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
c. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e. Apabila ancaman terhadap diri peserta didik rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f. Belajar yang bermakna diperoleh peserta didik dengan melakukannya.
g. Belajar diperlancar bilamana peserta didik dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
h. Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi peserta didik seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
i. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika peserta didik dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
j. Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondisi yang mendukung, yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif.
Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
1. Merespon perasaan peserta didik
2. Menggunakan ide-ide peserta didik untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3. Berdialog dan berdiskusi dengan peserta didik
4. Menghargai peserta didik
5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir peserta didik (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari peserta didik)
7. Tersenyum pada peserta didik

E. Implikasi Teori Belajar Humanistik
Psikologi humanisme memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas si fasilitator. Guru/ pendidik merupakan fasilitator, pembimbing yang menjadi mitra didik peserta didik di dalam kegiatan pembelajaran. Itulah pedagogik pembebasan (Tilaar, 2000:44), ialah pedagogik yang memberdayakan peserta didik dalam rangka membangun masyarakat baru, yakni masyarakat madani. Dalam koteks ini, pendidikan berarti suatu proses humanisasi, oleh sebab itu perlu dihormati hak-hak asasi manusia.
Anak didik bukanlah robot tetapi manusia yang harus dibantu di dalam proses pendewasaannya agar dia dapat mandiri dan berpikir kristis. Sekaitan dengan itu, proses pendidikan dan pembelajaran harus diarahkan agar potensi yang ada pada peserta didik dapat dikembangkan seoptimal mungkin sesuai dengan fitrahnya, peserta didik dapat menyumbangkan kemampuannya untuk pengembangan dirinya, pengembangan masyarakat, dan seterusnya untuk negaranya, serta kehidupan umat manusia pada umumnya. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa guidenes(petunjuk):
1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing peserta didik untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para peserta didik untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang peserta didik yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti peserta didik yang lain.
8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh peserta didik
9. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
10. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.



F. Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Peserta Didik
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta didik. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik dan mendampingi peserta didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2. Mengusahakan partisipasi aktif peserta didik melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur dan positif.
3. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan kesanggupan peserta didik untuk belajar atas inisiatif sendiri
4. Mendorong peserta didik untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
5. Peserta didik di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
6. Guru menerima peserta didik apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran peserta didik, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong peserta didik untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestapeserta didik
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah peserta didik merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Peserta didik diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.

G. STRATEGI PEMBELAJARAN NILAI YANG HUMANIS
Penggunaan strategi pembelajaran untuk mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan dan /atau kebangsaan, pemilihan materi pembelajaran supaya dipusatkan pada suatu rangkaian masalah-masalah kemanusiaan yang harus didiskusikan bersama antara guru dan siswa. Masalah-masalah tersebut dipilih untuk menimbulkan konflik-konflik kognitif, yakni rasa tidak puas mengenai apa yang benar dan menimbulkan perbedaan pendapat yang merangsang aktifitas berfikir di antara siswa. Guru menciptakan diskusi di antara siswa pada tingkat kemampuan yang berbeda. Guru mendukung dan menjelaskan argumen-argumen yang dikemukakan oleh siswa, kemudian menjelaskan argumentasi yang berada satu tahap lebih baik. Guru menantang dengan menggunakan situasi-situasi baru dan menjelaskan semua argumen dari satu tahap yang melampaui tahap sebelumnya, demikian seterusnya.
Di Sekolah, pendekatan humanisme menuntut terciptanya iklim pembelajaran yang menghormati dan menjunjung persamaan hak, peraturan yang menjamin bahwa setiap siswa tanpa diskriminasi memiliki akses ke jaminan hukum yang sama dan diperlakukan sesuai dengan aturan yang berlaku, ada upaya terarah pada pencapaian keadilan sosial, solidaritas bagi anggotaanggota masyarakat sekolah yang paling lemah. Dengan ungkapan lain, institusi pendidikan yang humanis memiliki kerangka aturan serta konstitusional yang inklusif, yang tidak berdasarkan pada pandangan satu golongan atau kelompok saja, melainkan yang dapat diterima oleh semua anggota dari golongan atau kelompok manapun sebagai anggota institusi, sehingga mereka merasa sejahtera tanpa takut terancam identitas dan kekhasan masing-masing.
Guru yang humanis memiliki sikap tahu diri, bijaksana, bertolak dari keterbatasannya maka mengambil sikap yang wajar, terbuka, melihat berbagai kemungkinan. Bersikap positif terhadap siswa, tidak terhalang oleh kepicikan primordialisme, suku, bangsa, agama, etnik, warna kulit, dan lain-lain. Ia anti kepicikan, fanatisme, kekerasan, penilaian-penilaian mutlak, tidak mudah mengutuk pandangan siswa.
Sebaliknya, ia bersikap terbuka, toleran, mampu menghormati keyakinan siswa walaupun ia sendiri kurang menyetujuinya, serta mampu melihat yang positif di balik perbedaan. Pendidikan nilai yang humanis akan tercipta jika sekolah memfasilitasi tindakan-tindakan kemanusiaan secara nyata bagi seluruh warganya. Program ini dapat dilakukan secara terjadwal, misalnya dalam semester, bulanan, maupun mingguan.
Tercapainya misi pendidikan demikian berkaitan erat dengan kurikulum, penyediaan sarana, buku teks, media/sumber belajar dan pendekatan pembelajaran. Kurikulum formal dijabarkan ke dalam kurikulum instruksional berupa seperangkat skenario pembelajaran pada jam-jam pertemuan sebagai bentuk implementasi kurikulum. Interaksi pembelajaran yang tergelar dalam sesi-sesi pembelajaran sebagai kurikulum eksperiensial berkaitan dengan apa yang dikerjakan guru, apa yang dikerjakan siswa, dan bagaimana interaksi keduanya. Pengalaman belajar tidak sebatas mengacu pada GBPP, namun lebih pada proses keterbentukan berbagai pengetahuan, kemampuan, sikap dan nilai yang tersurat dan tersirat sebagai tujuan utuh pendidikan (R. Joni, 2007). Perspektif perkembangan siswa penting sebagai kerangka pikir pembelajaran (developmentally appropriate practice) (Gardner, 1995; R. Joni, 2007).
Untuk itu, pembelajaran semestinya dilakukan sesuai dengan taraf perkembangan siswa dengan menggunakan pendekatan induktif-konstruktivistik. Strategi pembelajaran integrated learning, cooperative learning, pembelajaran berpijak pada konsep awal siswa, melalui penilaian portofolio, melakukan refleksi, semua ini sangat dianjurkan dalam strategi pembelajaran yang humanis. Pembelajaran demikian disamping mampu mencapai tujuan pembelajaran (instructional effects), tujuan ikutan (nurturants effects) yang berupa pengembangan nilai juga dapat dicapai (Joyce & Weil, 1992).

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu & Widodo Supriyono. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta:Rineka Cipta
Joyce, B. and Weil. 1992. Model of Teaching. Englewoods Cliffs. Prentice Hall. Inc.
Mulyati. 2005. Psikologi Belajar. Jogja: Penerbit Andi
Natawidjaya, Rochman & Moein Moesa. 1992. Psikologi Pendidikan. Jakarta:Depdikbud
Pidarta, Made. 2008. Landasan Kependidikan. Jakarta:Rineka Cipta
Sugihartono. 1997. Psikologi Pendidikan. Jogja: UNY Press.
Tilaar, HAR. 2000. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.
Tilaar, HAR. 2000. Membenahi Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.