Ringkasan
PENGAJARAN
REMEDIAL
(Linda Tri
Antika)
PRINSIP
PENGAJARAN REMEDIAL
Pada dasarnya
proses, pelaksaan pengajaran remedial serupa dengan proses belajar-mengajar
biasa (reguler). Namun perbedaannya terletak pada dua prinsip
/karakteritik berikut.
- Tujuan pembelajaran lebih diarahkan pada peningkatan (improvement) prestasi belajar siswa, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, sehingga setidak-tidaknya dapat memenuhi kriteria keberhasilan minimal yang dapat diterima (minimum acceptable performance) atau meningkatkan kemampuan penyesuaian kembali (readjustment), baik terhadap dirinya maupun lingkunganya.
- Strategi pendekatan (termasuk di dalamnya metode, teknik, materi, progam, bentuk/jenis tugas, dan lain-lainnya) lebih ditekankan pada pnyensuaian keragaman kondisi obyektif yang dapat dipandang sebagai modifikasi dari proses belajar biasa (konvensional-klasikal). Keragaman obyektif yang dimaksud dalam hal ini, seprerti kapasitas umum/khusus, motivasi, minat, aspirasi, pengetahuan, keterampilan dasar/prasaratan, sikap kebiasaan, kematangan/kesiapan, dan sebagainya. Sedangkan yang termasuk dalam modifikasi dalam hal ini antara lain pengulangan, percepatan, pengayatan, dan penggantian/subtitusi.
TIPE
PENGAJARAN REMEDIAL (REMEDIAL TEACHING)
1.
Tipe Bloom
Menurut
Bloom, setiap siswa dan guru haruslah mahir dalam setiap bagian materi kegiatan
belajar, namun dengan catatan bahwa pemahiran bagian-bagian itu tidak boleh
sama dengan pemahiran secara kesuruhan, Menurutnya pemahiran itu ditentukan
oleh penguasaan secara oprasional dalam menangani masalah/materi itu sampai
pada taraf 80-90%.
2.
Tipe keller
Jika
seseorang belum mencapai taraf tertentu yang belum ditargetkan seratus persen
(100%), maka keseluruhan belajar ini harus diulang seluruhnya. Dalam hal pemilihan
dua tipe remedial yang telah disajikan di atas (tipe Bloom dan tipe Keller)
tergantung pada pokok bahasan atau tujuan yang ingin dicapai.
FUNGSI
PENGAJARAN REMEDIAL
1.
Fungsi Korektif
Korektif
berarti membetulkan atau perbaikan terhadap sesuatu yang tidak wajar, yaitu
masih rendahnya prestasi yang dicapai siswa. Sasaran korektif baik untuk siswa
maupun untuk guru. Perbaikan yang dimaksud meliputi antara lain cara belajar,
penggunaan metode mengajar, materi, media yang dipergunakan guru, cara penilaian,
dan sebagainya.
2.
Fungsi Pemahaman
Baik
guru maupun siswa akan memahami tentang langkah yang telah dilakukan perlu
diperbaiki dan menyadari akan kekurangannya, sehingga baik guru maupun siswa
harus membuka diri untuk melihat kenyataan tersebut. Selanjutnya berusaha untuk
merubahnya sehingga akan memperoleh hasil yang lebih baik. Tidak setiap orang
mengakui kekurangan dan kelemahan yang dimiliki. Guru juga akan lebih mengenal
dan memahami siswa tersebut secara lebih baik, hubungan guru-siswa akan menjadi
lebih erat.
3.
Fungsi Penyesuaian
Dengan
pengajaran remidi siswa dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan kondisi
lingkungan sekitarnya, terutama yang berhubungan langsung dengan proses belajar
mereka. Mereka dituntut untuk menyesuaikan tuntutan kurikulum, cara mengajar
guru, lingkungan teman belajar maupun fasilitas belajar yang tersedia dengan
kondisi seperti itu diharapkan dapat mencapai hasil belajar yang lebih baik.
Bagi mereka yang terpaksa harus meninggalkan lingkungan orang tuanya untuk belajar
di kota hal tersebut merupakan hambatan yang benar.
4.
Fungsi Pengayaan
Fungsi
pengayaan dimaksudkan bahwa pengajaran remedial dapat memperkaya proses belajar
mengajar. Karena materi yang tidak disampaikan dalam pengajaran yang biasa
(reguler) akan ditambahkan melalui remidi. Selain itu juga dalam bidang metode
guru akan menggunakan metode lain bahkan buku maupun alat pelajaran lain
sehingga akan memperjelas konsep yang diberikan.d engan cara tersebut maka
hasil yang akan dicapai lebih banyak dari yang diberikan secara reguler.
Pelajaran yang diperoleh akan lebih banyak. Dengan demikian akan memperkaya
pengalaman.
5.
Fungsi Akselerasi
Dengan
pengajaran remidi, siswa yang lambat belajar akan dipercepat proses belajarnya.
Dengan demikian siswa tersebut memperoleh manfaat dengan percepatan waktu yang
dipergunakan dalam belajar. Kalau tidak maka dia akan tertinggal, bahkan
mungkin akan tinggal kelas.
6.
Fungsi Terapeutik
Baik
secara langsung atau tidak langsung pengajaran remidi dapat menyembuhkan atau
mengobati kondisi-kondisi kepribadian siswa yang sedikit banyaknya dapat
mengalami penyimpangan-penyimpangan (abnormalitas). Perbaikan terhadap kondisi
yang demikian akan dapat mempertinggi prestasi belajar. Bahkan dapat
mengembalikan kepada kepercayaan pada diri sendiri. Jika tidak akan membohongi
diri sendiri dengan menyontak atau bertanya kepada teman duduknya pada waktu
mengerjakan ulangan atau tugas pekerjaan rumah misalnya, sikap tersebut
merupakan sikap positif terhadap pembentukan pribadinya. Dengan demikian fungsi
terapi dapat dicapai.
LANGKAH
MENGIDENTIFIKASI SISWA
Program
remedial akan berhasil dengan baik jika didahului oleh upaya guru
mengidenfikasi kesulitan belajar siswa dengan baik.
1.
Menandai murid
dalam satu kelas atau satu kelompok yang diduga mengalami kesulitan belajar,
baik secara umum maupun khusus dalam mata pelajaran tertentu.
2. Cara menentuksn ialah membandingkan siswa dalam
kelompoknya (PAN) atau dengan kriteria tingkat keberhasilan yang telah
ditetapkan untuk suatu mata pelajaran atau untuk bahan tertentu.
3. Berbagai teknik dapat ditempuh, antara lain :
·
Meneliti nilai
ulangan yang terdapat dalam buku laporan rapot), lalu dibandingkan dengan
rata-rata kelasnya.
·
Menganalisis
hasil ulangan yang telah dibuatnya dengan melihat tipe kesalahan yang telah
dibuatnya.
·
Mengobservasi
siswa dalam proses belajar di kelas.
·
Memeriksa buku
catatan pribadi yang ada pada petugas BP, guru kelas, dsb.
Prosedur Diagnosis
Kesulitan Belajar
Diganosis kesulitan belajar merupakan suatu prosedur dalam memecahkan kesulitan
belajar. Sebagai prosedur maka diagnosis kesulitan belajar terdiri dari
langkah-langkah yang tersusun secara sistematis. Menurut Rosss dan Stanley
(Abin S.M., 2002 : 309), tahapan-tahapan diagnosis kesulitan belajar adalah
jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.
a. Who are the pupils having trouble ? (Siapa
siswa yang mengalami gangguan ?)
b. Where are the errors located ? (Di manakah kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilokalisasikan ?)
c. Why are the errors occur ? (Mengapa kelemahan-kelemahan itu terjadi ?)
d. What are remedies are suggested?
(Penyembuhan apa saja yang disarankan?)
e. How can errors be prevented ? (Bagaimana
kelemahan-kelemahan itu dapat dicegah ?)
Pendapat Roos dan Stanley tersebut dapat dioperasionalisasikan dalam
memecahkan masalah atau kesulitan belajar mahasiswa dengan tahapan kegiatan
sebagai berikut.
a. Mengidentifikasi mahasiswa yang diduga mengalami kesulitan belajar
1) Menganalisis prestasi belajar
Dari segi prestasi belajar, individu dapat dinyatakan mengalami kesulitan
bila : pertama, indeks prestasi (IP) yang bersangkutan lebih rendah dibanding
IP rata-rata klasnya; kedua, prestasi yang dicapai sekarang lebih rendah dari
sebelumnya; dan ketiga, prestasi yang dicapai berada di bawah kemampuan sebenarnya.
2) Menganalisis periaku yang berhubungan dengan proses belajar.
Analisis perilaku terhadap mahasiswa yang diduga mengalami kesulitan
belajar dilakukan dengan : pertama, membandingkan perilaku yang bersangkutan
dengan perilaku mahasiswa lainnya yang berasal dari tingkat atau kelas yang
sama; kedua, membandingkan perilaku yang bersangkutan dengan perilaku yang
diharapkan oleh lembaga pendidikan.
3) Menganalisis hubungan sosial
Intensitas interaksi sosial individu dengan kelompoknya dapat diketahui
dengan sosiometri. Dengan sosiometri dapat diketahui individu-individu yang
terisolasi dari kelompoknya. Gejala tersebut merupakan salah satu indikator
kesulitan belajar.
b. Melokalisasi letak kesulitan belajar
Setelah
mahasiswa-mahasiswa yang mengalami kesulitan belajar diidentifikasi, langkah
berikutnya adalah menelaah :
1) pada mata
kuliah apa yang bersangkutan mengalami kesulitan;
2) pada aspek
tujuan pembelajaran yang mana kesulitan terjadi;
3) pada bagian
(ruang lingkup) materi yang mana kesulitan terjadi;
4) pada segi-segi
proses pembelajaran yang mana kesulitan terjadi.
c. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kesulitan belajar
Pada tahap ini semua faktor yang diduga sebagai penyebab kesulitan belajar
diusahakan untuk dapat diungkap. Tahap ini oleh para ahli dipandang sebagai
tahap yang paling sulit, mengingat penyebab kesulitan belajar itu sangat
kompleks, sehingga hal tidak dapat dipahami secara sempurna, meskipun oleh
seorang ahli sekalipun (Koestoer dan A. Hadisuparto, 1998 : 21).
Teknik pengungkapan faktor penyebab kesulita belajar dapat dilakukan dengan
: 1) observasi; 2) wawancara; 3) kuesioner; 4) skala sikap, 5) tes; dan 6)
pemeriksaan secara medis.
d. Memperkirakan alternatif pertolongan
1) Apakah mahasiswa yang mengalami kesulitan belajar
tersebut masih mungkin untuk ditolong ?
2) Teknik apa
yang tepat untuk pertolongan tersebut ?
3) Kapan dan di
mana proses pemberian bantuan tersebut dilaksanakan ?
4) Siapa saja
yang terlibat dalam proses pemberian bantuan tersebut ?
5) Berapa lama
waktu yang diperlukan untuk kegiatan tersebut ?
e. Menetapkan kemungkinan teknik mengatasi kesulitan belajar
Tahap ini merupakan kegiatan penyusunan rencana yang meliputi : pertama,
teknik-teknik yang dipilih untuk mengatasi kesulitan belajar dan kedua,
teknik-teknik yang dipilih untuk mencegah agar kesulitan belajar tidak terjadi
lagi.
f. Pelaksanaan pemberian pertolongan
Tahap keenam ini merupakan tahap terakhir dari diagnosis kesulitan belajar
mahasiswa. Pada tahap apa saja yang telah ditetapkan pada tahap kelima
dilaksanakan.