Linda Tri Antika
209341417443 / AA
A.
JUDUL
Uji Daya Antimikroba dari Aseptik
B.
TEMPAT
Gedung Biologi 302
(Mikrobiologi) Universitas Negeri Malang
C.
HARI DAN TANGGAL
Kamis,
17-18 November 2011
D.
DASAR TEORI
Mikroorganisme
adalah makhluk hidup yang memiliki aktivitas yang berupa tumbuh dan berkembang.
Kadang kala pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme ini terganggu. Hal ini
dapat dipengaruhi baik dari mikroba itu sendiri ataupun dari luar. Salah satu
pengaruh yang paling berkompoten adalah antimikroba (Gobel, 2008). Anti
mikroba adalah senyawa yang dapat menghambat atau membunuh mikroorganisme
hidup. Senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri disebut bakteriostatik
dan yang dapat membunuh bakteri disebut bakterisida. Atau dengan kata lain
disebut juga antiboitika yaitu bahan-bahan yang bersumber hayati yang pada
kadar rendah sudah menghambat pertumbuhan mikroorganisme hidup (Gobel, 2008).
Antibiotik
adalah bahan yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau sintetis yang dalam
jumlah kecil mampu menekan menghambat atau membunuh mikroorganisme lainnya.
Antibiotik memiliki spektrum aktivitas antibiosis yang beragam. Antiseptik
adalah zat yang biasa digunakan untuk menghambat pertumbuhan dan membunuh
mikroorganisme berbahaya (patogenik) yang terdapat pada permukaan tubuh luar
mahluk hidup. Secara umum, antiseptik berbeda dengan obat-obatan maupun
disinfektan. Disinfektan yaitu suatu senyawa kimia yang dapat menekan
pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan benda mati seperti meja, lantai dan
pisau bedah sedangkan antiseptik digunakan untuk menekan pertumbuhan
mikroorganisme pada jaringan tubuh, misalnya kulit. Zat antiseptik yang umum
digunakan diantaranya adalah iodium, hidrogen peroksida dan asam borak.
Kekuatan masing-masing zat antiseptik tersebut berbeda-beda.
Ada
yang memiliki kekuatan yang sangat tinggi, ada pula yang bereaksi dengan cepat
ketika membunuh mikroorganisme dan sebaliknya. Sebagai contoh merkuri klorida,
zat antiseptik yang sangat kuat, akan tetapi dapat menyebabkan iritasi bila
digunakan pada bagian tubuh atau jaringan lembut. Perak nitrat memiliki
kekuatan membunuh yang lebih rendah, tetapi aman digunakan pada jaringan yang
lembut, seperti mata atau tenggorokan. Iodium dapat memusnahkan mikroorganisme
dalam waktu kurang dari 30 detik. Antiseptik lain bekerja lebih lambat, tetapi
memiliki efek yang cukup lama. Kekuatan suatu zat antiseptik biasanya
dinyatakan sebagai perbandingan antara kekuatan zat antiseptik tertentu
terhadap kekuatan antiseptik dari fenol (pada kondisi dan mikroorganisme yang
sama), atau yang lebih dikenal sebagai koefisien fenol (coefficient of phenol).
Fenol sendiri, pertama kali digunakan sebagai zat antiseptik oleh Joseph Lister
pada proses pembedahan (Dwidjoseputro, 1994).
Antiseptik adalah zat
yang biasa digunakan untuk menghambat pertumbuhan dan membunuh mikroorganisme
berbahaya (patogenik) yang terdapat pada permukaan tubuh luar mahluk hidup
seperti pada permukaan kulit dan membran
mukosa. Secara umum,
antiseptik berbeda dengan obat-obatan maupun disinfektan. Misalnya obat-obatan
seperti antibiotik dapat membunuh mikroorganisme secara internal, sedangkan
disinfektan berfungsi sebagai zat untuk membunuh mikroorganisme yang terdapat
pada benda yang tidak bernyawa (Ayumi,2011).
Mekanisme kerja
antiseptik terhadap mikroorganisme berbeda-beda, misalnya saja dengan
mendehidrasi (mengeringkan) bakteri, mengoksidasi sel bakteri, mengkoagulasi (menggumpalkan) cairan di sekitar bakteri,
atau meracuni sel bakteri. Beberapa contoh antiseptik diantaranya adalah
yodium (povidene iodine 10%), hydrogen peroksida, etakridin laktat (rivanol), dan alkohol (Ayumi,2011).
Aktivitas
antibakteri diuji dengan metode difusi agar menggunakan cakram kertas dan
dengan metode pengenceran agar. Metode difusi agar dilakukan dengan cara
mencampur sebanyak 50 ml masing-masing suspense Bakteri ke dalam 15 ml media
agar yang telah dicairkan dalam cawan petri dan kemudian dibiarkan menjadi
padat. Cakram kertas dengan diameter 6 mm diletakkan pada permukaan media
padat. Dibiarkan selama 3 menit pada suhu kamar sebelum dimasukkan ke incubator
370 C (Adryana, et al,,2009 dalam Putra, 2011).
Zat antimikroba adalah
senyawa yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Zat
antimikroba dapat bersifat membunuh mikroorganisme (microbicidal) atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme (microbiostatic). Disinfektan
yaitu suatu senyawa kimia yang dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme pada
permukaan benda mati seperti meja, lantai dan pisau bedah. Adapun antiseptik
adalah senyawa kimia yang digunakan untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme
pada jaringan tubuh, misalnya kulit. Efisiensi dan efektivitas disinfektan
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1) Konsentrasi
2) Waktu terpapar
3) Jenis mikroba
4) Kondisi lingkungan: temperatur, pH dan jenis tempat hidup
E.
TUJUAN
1.
Agar mahasiswa dapat melakukan pengujian daya antimikroba terhadap
bakteri
2.
Agar mahasiswa dapat mengidentifikasi bakteri uji terhadap anti
mikroba
F.
ALAT DAN BAHAN
Alat:
1.
Cawan petri
2.
Cotton bud
3.
Jarum inokulasi
4.
Pemanas bunsen
5.
Paper disk
6.
Inkubator
Bahan :
1.
Biakan murni bakteri dalam media nutrien cair yang berumur 1 x 24
jam
2.
Media lempeng nutrien agar (NA) steril
3. Berbagai zat
anti septik : Betadine, iodium, Rivanol, Dettol
G.
PROSEDUR KERJA
Menyediakan
dua media NA steril dan masing-masing diberi kode sesuai dengan bakteri yang
diuji
|
Menginokulasikan
secara merata masing-masing biakan murni bakteri kepermukaan medium NA sesuai
dengan kodenya. Caranya ialah secara aseptik mencelupkan ujung cotton bud ke
dalam medium nutrien cair, kemudian nutrien cair, kemudian mengoleskan pada
permukaan lempeng NA sampa merata
|
Membuat
modifikasi paper disk dan menyiapkan sejumlah antiseptik yang diuji. Caranya
dapai membuat dari kertas hisap yang berbentuk bulat menggunakan
perforator.merendam paper disk di dalam zat antiseptik selama 14 menit
|
Menyiapkan media lempeng NA steril sementara itu membagi 4 sektor
dibagian luar cawan dan berilah kode masing-masing sektor
sesuai zat antiseptik (Betadine, Iodium, Rivanol, dan Dettol).
|
Meletakkan paper disk yang sudah direndam dalam aseptik
menggunakan pinset steril pada permukaan media NA yang sudah diinokulasikan
bakteri. Mengatur jarak antara paper disk agar tidak terlalu rapat, sesuai
dengan kode sektornya
|
Menginkubasi kedua sediaan yang sudah diperlakukan ini pada suhu
370C selama 1 x 24 jam
|
Mengukur diameter zona hambatan dari pertumbuhan bakteri pada
masing-masing perlakuan.
|
H.
DATA HASIL PENGAMATAN
Bakteri
|
Diameter Zona Bening (cm)
|
|||
Rivanol
|
Dettol
|
Betadine
|
Iodine
|
|
Staphylococcus aureus
|
4,1
|
3,9
|
3,5
|
2,8
|
E.coli
|
1,4
|
4,4
|
2,3
|
1,1
|
Antiseptik yang Digunakan:
Rivanol, Betadine, Iodine, Dettol
I.
ANALISIS DATA
Pada
praktikum pengamatan uji daya anti mikroba dari antiseptic kali ini, kami menggunakan
antiseptic Rivanol, Dettol, Betadine, dan Iodine. Metode yang digunakan adalah
metode cakram kertas, yaitu dengan membentuk kertas saring dengan perforator,
yang selanjutnya direndam dalam antiseptic yang sudah disiapkan selama 15
menit. Empat sector pada cawan petri untuk empat antiseptic yang ada.
Selanjutnya meletakkan paper disk yang sudah direndam dengan antiseptic pada
cawan petri sesuai dengan nama sector dan diinkubasi.
Setelah
inkubasi 24 jam (37°C), maka berdasarkan pengamatan yang kami lakukan Berdasarkan
data yang kami dapatkan pada uji Rivanol terhadap mikroba, diameter zona bening
pada koloni Staphylococcus aureus adalah 4,1 cm, sedangkan zona bening pada E.coli
adalah 1,4 cm. Hal ini menunjukkan bahwa zona hambat pada Staphylococcus
aureus lebih besar dibandingkan dengan zona bening zona hambat E.coli.
Hal ini mungkin dipengaruhi oleh jenis bakteri tersebut, dimana Staphylococcus
aureus merupakan bakteri gram positif, sedangkan E.coli merupakan
bakteri gram negatif. Dinding sel bakteri gram negative lebih kompleks
dibandingkan dengan gram positif.
Selanjutnya adalah pengaruh antibiotic Dettol terhadap
mikroba Staphylococcus aureus dan E.coli. Bahan
aktifnya adalah Chloroxylenol.
Berdasarkan pengamatan, kami mendapatkan zona hambat
dari medium dengan mikroba Staphylococcus aureus adalah 3,9 cm, sedangkan zona
hambat pada medium dengan E.coli adalah 4,4 cm. Terlihat bahwa zona
hambat medium dengan E.coli adalah 4,4 cm lebih besar dibandingkan dengan medium dengan mikroba Staphylococcus
aureus. Kami menyimpulkan sementara bahwa Staphylococcus aureus lebih
resisten terhadap zat aktif Chloroxylenol dari Dettol, yang
ditunjukkan dengan zona hambat yang lebih kecil.
Kemudian
mengamati pengaruh antibiotic Betadine. Zat aktif yang ada di dalam betadine
adalah iodine
povidone. Zona hambat pada medium
dengan mikroba Staphylococcus aureus adalah 3,5
cm, sedangkan zona hambat medium
dengan mikroba E.coli adalah 2,3 cm. Kami
mengasumsikan bahwa E.coli lebih
resisten terhadap zat aktif pada betadine.
Yodium atau
iodine biasanya digunakan dalam larutan beralkohol (disebut yodium tinktur)
untuk sterilisasi kulit sebelum dan sesudah tindakan medis. Larutan ini
tidak lagi direkomendasikan untuk mendisinfeksi luka ringan karena mendorong
pembentukan jaringan parut dan menambah waktu penyembuhan. Generasi baru
yang disebut iodine
povidone (iodophore), sebuah polimer
larut air yang mengandung sekitar 10% yodium aktif, jauh lebih ditoleransi
kulit, tidak memperlambat penyembuhan luka, dan meninggalkan deposit yodium
aktif yang dapat menciptakan efek berkelanjutan. Keuntungan antiseptik berbasis
yodium adalah cakupan luas aktivitas antimikrobanya. Yodium menewaskan semua
patogen utama berikut spora-sporanya, yang sulit diatasi oleh disinfektan dan
antiseptik lain (Majalah Kesehatan, 2011).
Iodine juga mengandung zat
aktif iodine povidone. Berdasarkan hasil pengamatan yang kami lakukan, zona
hambat pada medium dengan mikroba Staphylococcus aureus adalah 2,8 cm,
sedangkan pada medium dengan mikroba E.coli adalah 1,1 cm. Kami
menyimpulkan sementara bahwa E.coli lebih resisten terhadap Iodine
dibandingkan dengan Staphylococcus aureus, karena dinding sel E.coli lebih
kompleks dibandingkan dengan Staphylococcus aureus.
J.
PEMBAHASAN
Dalam praktikum ini, metode yang kami gunakan adalah metode cakram
kertas. Metode
cakram kertas merupakan metode yang biasa digunakan untuk menguji aktivitas
antimikroba suatu antibiotik terhadap mikroorganisme patogen penyebab penyakit.
Metode ini lebih dikenal dengan metode Kirby-Bauer (Cappucino and Sherman,
2001; Tortora et al., 2002). Metode cakram kertas dapat juga dilakukan
menggunakan suatu silinder tidak beralas atau sumuran dan diisi dengan
antibiotik dalam jumlah tertentu, disebut agar well difussion. Kepekaan mikroorganisme patogen terhadap antibiotik terlihat dari
ukuran zona bening yang terbentuk (Cappucino & Sherman, 2001).
Mikroba yang
kami uji adalah Staphylococcus aureus dan E.coli dengan klasifikasi sebagai
berikut:
1)
Klasifikasi Staphylococcus aureus:
Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacteriales
Suku : Micrococcaceae
Marga : Staphylococcus
Jenis : Staphylococcus aureus
Staphylococcus merupakan sel Gram positif berbentuk bola dengan diameter
1 μm yang tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur seperti anggur.
Kokus
tunggal, berpasangan, tetrad, dan berbentuk rantai juga tampak dalam
biakan cair.
(Jawetz et al., 2005). Staphylococcus bersifat patogen,
nonmotil, dan
memproduksi katalase.
Staphylococcus tumbuh baik dalam kaldu pada suhu 37°C. Batas-batas suhu pertumbuhannya
ialah 15°C dan 40°C, sedangkan suhu pertumbuhan optimum ialah 35°C, kuman ini
bersifat anaerob fakultatif dan dapat tumbuh dalam udara yang hanya mengandung
hidrogen dan pH optimum untuk pertumbuhan ialah 7,4. Staphylococcus tahan
pada kondisi kering, temperatur 50°C selama 30 menit, dan natrium klorida 9%
dan dihambat oleh heksaklorofen 3% (Jawetz et al., 2005).
2)
Klasifikasi Escherichia coli :
Kingdom :
Procaryotae
Division :
Protophyta
Subdivisi :
Schizomycetea
Classis :
Schizomycetes
Ordo :
Eubacteriales
Family :
Eubacteriaceae
Genus :
Escherichia
Spesies : Escherichia
coli
Escherichia coli berbentuk batang pendek (kokobasil), Gram negatif, ukuran 0,4-0,7 μm x
1,4 μm, sebagian besar gerak positif, dan beberapa strain mempunyai kapsul. E.
coli tumbuh baik pada hampir semua media yang biasa dipakai di laboratorium
mikrobiologi. E. coli bersifat mikroaerofilik. E. coli bersifat
aerob dan juga fakultatif anaerob serta dapat memfermentasi laktosa (Levinson,
2004). Beberapa strain E. coli menghasilkan hemolisis agar darah (Jawetz
et al., 2005).
Adapun
antibiotic yang kami gunakan adalah Rivanol, Dettol, Betadine, dan Iodine. Bahan aktif yang tertera dalam kemasan
Rivanol adalah Etakridin
laktat 0,1%. Bahan aktif dalam Dettol adalah Chloroxylenol,
dan bahan aktif yang terdapat pada Betadine dan Iodine adalah Povidone Iodine.
Uji antibiotic pertama yang kami amati adalah
Rivanol. Bahan aktif yang tertera pada kemasan Rivanol adalah Etakridin laktat 0,1%. Berdasarkan Majalah
Kesehatan (2011), etakridin laktat
adalah senyawa organik berkristal kuning oranye yang berbau menyengat.
Penggunaannya sebagai antiseptik dalam larutan 0,1% lebih dikenal dengan
merk dagang rivanol. Tindakan
bakteriostatik rivanol dilakukan dengan mengganggu proses
vital pada asam nukleat sel mikroba. Efektivitas rivanol cenderung lebih kuat
pada bakteri
gram positif daripada gram negatif. Adanya
zona bening menunjukkan bahwa pertumbuhan bakteri terhambat oleh zat aktif
tertentu pada antibiotic.
Sebelumnya,
kita harus mengetahui bagian mana yang dirusak atau dihambat dari mikroba oleh
antibiotic tertentu. Berdasarkan
mekanisme kerjanya dapat digolongkan menjadi (Jawetz et
al., 2005):
1. Penghambatan
pertumbuhan oleh analog
Dalam kelompok ini termasuk sulfonamida. Pada umumnya bakteri
memerlukan para-aminobensoat (PABA) untuk sintesis asam folat yang diperlukan
dalam sintesis purin. Sulfonamida memiliki struktur seperti PABA, sehingga
penggunaan sulfonamida menghasilkan asam folat yang tidak berfungsi.
2. Penghambatan sintesis
dinding sel
Perbedaan struktur sel antara bakteri dan eukariot menguntungkan
bagi penggunaan bahan antimikrobial.
3. Penghambatan
fungsi membran sel
Membran sel bakteri dan fungi dapat dirusak oleh beberapa bahan
tertentu tanpa merusak sel inang. Polymxin berdaya kerja terhadap bakteri
Gram-negatif, sedangkan antibiotik polyene terhadap fungi. Namun demikian
penggunaan keduan antibiotik ini tidak dapat ditukar balik. Ini berarti bahwa
polymixin tidak berdaya kerja terhadap fungi. Hal ini disebabkan karena membran
sel bakteri pada umumnya tidak mengandung sterol, sedangkan pada fungi
ditemukan sterol. Polyene harus bereaksi dengan sterol dalam membran sel fungi
sebelum memp[unyai kemampuan merusak membran.
4. Penghambatan
Sintesis protein
Kebanyakan antibiotic ditemukan pada pelaksanaan "program
penapisan ". program demikian yang dimulai dengan pengapungan dalam
cuplikan tanah melalui tahap sampai percobaan hewan. Pada uji deretan
pengenceran, antibiotic diencerkan dengan larutan biak yang telah ditanami
dengan kuman uji menurut tahap pengenceran.
Berdasarkan
data yang kami dapatkan, diameter zona bening pada koloni Staphylococcus aureus adalah 4,1 cm, sedangkan zona bening pada E.coli
adalah 1,4 cm. Hal ini menunjukkan bahwa zona hambat pada Staphylococcus
aureus lebih besar dibandingkan dengan zona bening zona hambat E.coli.
Hal ini sangat dipengaruhi oleh jenis bakteri tersebut, dimana Staphylococcus
aureus merupakan bakteri gram positif, sedangkan E.coli merupakan
bakteri gram negatif. Data yang kami dapatkan menunjukkan bahwa sesuai dengan
teori di atas bahwa efektivitas rivanol cenderung lebih kuat pada bakteri gram positif
daripada gram negatif, dibuktikan dengan zona hambat pada medium dengan bakteri Staphylococcus
aureus lebih luas dibandingkan
dengan zona hambat E.coli.
Peristiwa di
atas juga dipengaruhi oleh dinding bakteri yang diuji. Dinding sel
bakteri menentukan bentuk karakteristik dan berfungsi melindungi bagian dalam
sel terhadap perubahan tekanan osmotik
dan kondisi lingkungan lainnya. Di dalam sel terdapat
sitoplasma dilapisi dengan membran sitoplasma yang merupakan tempat
berlangsungnya proses biokimia sel. Dinding sel bakteri terdiri dari beberapa
lapisan. Pada bakteri gram positif struktur dinding selnya relatif
sederhana dan gram negatif relatif lebih komplek. Dinding sel bakteri gram
positif tersusun atas lapisan peptidoglikan relatif tebal, dikelilingi lapisan
teichoic acid dan pada beberapa spesies mempunyai lapisan polisakarida. Dinding
sel bakteri gram negatif mempunyai lapisan peptidoglikan relatif tipis,
dikelilingi lapisan lipoprotein, lipopolisakarida, fosfolipid dan beberapa
protein.
Peptidoglikan pada kedua jenis bakteri merupakan
komponen yang menentukan rigiditas pada gram positif dan berperanan pada
integritas gram negatif. Oleh karena itu gangguan pada sintesis komponen ini
dapat menyebabkan sel lisis dan dapat menyebabkan kematian sel. Antibiotik yang
menyebabkan gangguan sintesis lapisan ini aktivitasnya akan lebih nyata pada
bakteri gram positif. Aktivitas penghambatan atau membinasakan hanya
dilakukanselama pertumbuhan sel dan aktivitasnya dapat ditiadakan dengan
menaikkan tekanan osmotik media untuk mencegah pecahnya sel. Bakteri tertentu
seperti mikobakteria dan halo bakteria mempunyai peptidoglikan relatif sedikit
, sehingga kurang terpengaruh oleh antibiotik grup ini. Sel selama mensintesis
peptidoglikan memerlukan enzim hidrolasedan sintetase. Untuk menjaga sintesis
supaya normal, kegiatan kedua enzim ini harusseimbang satu sama lain.
Biosintesis peptidoglikan berlangsung dalam beberapa stadiumdan antibiotik
pengganggu sintesis peptidoglikan aktif pada stadium yang berlainan (Agung,
2009).
Selanjutnya adalah mengamati pengaruh antibiotic Dettol
terhadap mikroba Staphylococcus aureus dan E.coli. Pada
kemasan Dettol tertera bahan aktifnya adalah Chloroxylenol. Berdasarkan
pengamatan, kami mendapatkan zona hambat dari medium dengan mikroba Staphylococcus
aureus adalah 3,9 cm,
sedangkan zona hambat pada medium dengan E.coli adalah 4,4 cm. Terlihat
bahwa zona hambat medium dengan E.coli adalah 4,4 cm lebih besar dibandingkan dengan medium dengan mikroba
Staphylococcus
aureus. Hal ini berarti bahwa Staphylococcus aureus lebih resisten
terhadap zat aktif Chloroxylenol dari Dettol, yang
ditunjukkan dengan zona hambat yang lebih kecil.
Disebutkan bahwa Chloroxylenol
(CH9ClO) dapat membunuh bakteri dengan mengganggu
membran sel bakteri yang akan menurunkan kemampuan membran sel untuk
memproduksi ATP sebagai sumber energi. Chloroxylenol mempunyai spektrum
antimikroba yang luas, sehingga efektif digunakan untuk bakteri gram positif
dan gram negatif, jamur, ragi dan lumut. Chloroxylenol memiliki
keunggulan dalam hal toksisitas dan sifat korosif yang rendah (Agung, 2009).
Kemudian
mengamati pengaruh antibiotic Betadine. Zat aktif yang ada di dalam betadine
adalah iodine
povidone. Zona hambat pada medium
dengan mikroba Staphylococcus aureus adalah 3,5
cm, sedangkan zona hambat medium
dengan mikroba E.coli adalah 2,3 cm. hal tersebut
menunjukkan bahwa E.coli lebih
resisten terhadap zat aktif pada betadine. Hal tersebut terkait dengan dinding sel pada E.coli
lebih kompleks dinadingkan Staphylococcus
aureus seperti yang dijelaskan
sebelumnya.
Yodium atau
iodine biasanya digunakan dalam larutan beralkohol (disebut yodium tinktur)
untuk sterilisasi kulit sebelum dan sesudah tindakan medis. Larutan ini
tidak lagi direkomendasikan untuk mendisinfeksi luka ringan karena mendorong
pembentukan jaringan parut dan menambah waktu penyembuhan. Generasi baru
yang disebut iodine
povidone (iodophore), sebuah polimer
larut air yang mengandung sekitar 10% yodium aktif, jauh lebih ditoleransi
kulit, tidak memperlambat penyembuhan luka, dan meninggalkan deposit yodium
aktif yang dapat menciptakan efek berkelanjutan. Keuntungan antiseptik berbasis
yodium adalah cakupan luas aktivitas antimikrobanya. Yodium menewaskan semua
patogen utama berikut spora-sporanya, yang sulit diatasi oleh disinfektan dan
antiseptik lain (Majalah Kesehatan, 2011).
Sama halnya dengan
antibiotic Betadine yang juga mengandung iodine povidone. Disebutkan bahwa Povidone
iodine merupakan salah satu antiseptik dari golongan halogen. Povidone
iodine merupakan kompleks antara iodium dengan polivinilpirolidon. Bentuk
kompleks ini merupakan bentuk iodofor, yaitu campuran iodium dengan surfaktan
yang bekerja sebagai pembawa dan pelarut iodium. Golongan ini berdaya aksi
dengan cara oksidasi, namun tidak efektif untuk membunuh beberapa jenis bakteri
gram positif dan ragi (Agung, 2011).
Berdasarkan hasil
pengamatan yang kami lakukan, zona hambat pada medium
dengan mikroba Staphylococcus aureus adalah 2,8 cm,
sedangkan pada medium dengan mikroba E.coli adalah 1,1 cm. hal
ini sama dengan pengamatan pada antibiotic Betadine bahwa E.coli lebih
resisten terhadap Iodine dibandingkan dengan Staphylococcus aureus, karena
dinding sel E.coli lebih kompleks dibandingkan dengan Staphylococcus
aureus.
Mengenai metode yang digunakan, disebutkan bahwa metode
cakram kertas memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah mudah
dilakukan, tidak memerlukan peralatan khusus dan relatif murah. Sedangkan
kelemahannya adalah ukuran zona bening yang terbentuk tergantung oleh kondisi
inkubasi, inokulum, predifusi dan preinkubasi serta ketebalan medium. Apabila
keempat faktor tersebut tidak sesuai maka hasil dari metode cakram kertas
relatif sulit untuk. Selain itu, metode cakram kertas ini tidak dapat diaplikasikan
pada mikroorganisme yang pertumbuhannya lambat dan mikroorganisme yang bersifat
anaerob obligat (Jawetz et al.,
2005).
Berdasarkan penjelasan
di atas, dapat disimpulkan bahwa aktivitas antibakteri diantaranya dipengaruhi
oleh faktor potensi dari obat antibakteri dan faktor yang menyangkut sifat dan
bakteri itu sendiri khususnya susunan kimia dinding sel bakteri tersebut. Perbedaan jenis
mikroorganisme serta kondisi lingkungan menjadi faktor yang harus dipertimbangkan
dalam sensitivitas atau resistensi dari jenis mikroorganisme tertentu.
K. KESIMPULAN
1.
Pada uji Rivanol terhadap mikroba, diameter zona
bening pada koloni Staphylococcus
aureus adalah 4,1 cm,
sedangkan zona bening pada E.coli adalah 1,4 cm.
2.
Pada pengaruh
antibiotic Dettol terhadap mikroba Staphylococcus aureus dan E.coli, zona hambat dari medium dengan mikroba Staphylococcus
aureus adalah 3,9 cm,
sedangkan zona hambat pada medium dengan E.coli adalah 4,4 cm.
3.
Kemudian mengamati pengaruh antibiotic Betadine. Zat
aktif yang ada di dalam betadine adalah iodine povidone. Zona hambat pada medium dengan mikroba Staphylococcus
aureus adalah 3,5 cm, sedangkan zona hambat medium dengan mikroba E.coli adalah 2,3 cm.
4.
Iodine juga mengandung zat aktif iodine povidone. Berdasarkan hasil
pengamatan yang kami lakukan, zona hambat pada medium
dengan mikroba Staphylococcus aureus adalah 2,8 cm,
sedangkan pada medium dengan mikroba E.coli adalah 1,1 cm.
5.
Aktivitas antibakteri diantaranya dipengaruhi oleh faktor potensi dari
obat antibakteri dan faktor yang menyangkut sifat dan bakteri itu sendiri
khususnya susunan kimia dinding sel bakteri tersebut. Staphylococcus
aureus merupakan bakteri gram positif, sedangkan E.coli merupakan
bakteri gram negative sehingga lebih resisten terhadap antiseptik.
6. Dinding sel bakteri gram positif tersusun atas lapisan peptidoglikan
relatif tebal, dikelilingi lapisan teichoic acid dan pada beberapa spesies
mempunyai lapisan polisakarida. Dinding sel bakteri gram negatif mempunyai
lapisan peptidoglikan relatif tipis, dikelilingi lapisan lipoprotein,
lipopolisakarida, fosfolipid dan beberapa protein.
DISKUSI
1. Samakah ukuran diameter zona hambatan dari
masing-masing zat antiseptik?
Jawab: Tidak sama. Karena masing-masing antiseptic
mempunyai zat aktif yang berbeda-beda yang berpengaruh terhadap bagian bakteri
yang berbeda pula. Misalnya adalah Chloroxylenol (CH9ClO) pada
Dettol dapat membunuh bakteri dengan mengganggu membran sel bakteri yang akan
menurunkan kemampuan membran sel untuk memproduksi ATP sebagai sumber energi. Chloroxylenol
mempunyai spektrum antimikroba yang luas, sehingga efektif digunakan untuk
bakteri gram positif dan gram negatif, jamur, ragi dan lumut. Chloroxylenol memiliki
keunggulan dalam hal toksisitas dan sifat korosif yang rendah.
2. Samakah ukuran diameter zona hambatan
setiap macam zat antiseptic pada perlakuan terhadap pertumbuhan bakteri yang
berbeda spesies? Mengapa?
Jawab: tidak sama. Karena aktivitas antibakteri diantaranya dipengaruhi
oleh faktor potensi dari obat antibakteri dan faktor yang menyangkut sifat dan
bakteri itu sendiri khususnya susunan kimia dinding sel bakteri tersebut. Staphylococcus
aureus merupakan bakteri gram positif, sedangkan E.coli merupakan
bakteri gram negative sehingga lebih resisten terhadap antiseptik. Dinding sel bakteri gram positif tersusun atas lapisan peptidoglikan
relatif tebal, dikelilingi lapisan teichoic acid dan pada beberapa spesies
mempunyai lapisan polisakarida. Dinding sel bakteri gram negatif mempunyai
lapisan peptidoglikan relatif tipis, dikelilingi lapisan lipoprotein,
lipopolisakarida, fosfolipid dan beberapa protein.
3. Apa yang dimaksud dengan resistensi kuman
dan suseptibel?
Jawab: Resistensi kuman adalah kemampuan dari bakteri atau mikroorganisme lain untuk menahan efek
antibiotika. Resistensi antibiotika terjadi ketika bakteri dapat merubah diri
sedemikian rupa hingga dapat mengurangi efektifitas dari suatu obat, bahan
kimia ataupun zat lain yang sebelumnya dimaksudkan untuk menyembuhkan atau
mencegah penyakit infeksi. Akibatnya bakeri tersebut tetap dapat bertahan hidup
& bereproduksi sehingga makin membahayakan. Sedangkan Suseptibel dapat disebut juga
rentan. Artinya bakteri tidak memiliki
daya tahan yang cukup untuk melawan antiseptic.
DAFTAR RUJUKAN
Agung, Sri. 2009. Pemeriksaan Bilangan Bakteri Dan Pengaruh Beberapa
Perlakuan Terhadap Penurunan Bilangan Bakteri Pada Mouthpiece Alat Musik Tiup
Marching Band Di Jatinangor. Farmaka, Volume 7 Nomor1,April2009.(Online),(http://farmasi.unpad.ac.id/farmaka/files/2011/05/PEMERIKSAAN-BILANGAN-BAKTERI-DAN-PENGARUH-BEBERAPA-PERLAKUAN-TERHADAP-PENURUNAN-BILANGAN-BAKTERI.pdf
diakses 23 November 2011).
Cappuccino, J. G. & Natalie. S.
1983. Microbiology
A Laboratory Manual. Addison-Wesley Publishing Company, New York.
Dwijoseputro. 1994. Dasar-dasar
Mikrobiologi. Jakarta : Djembatan.
Jawetz, E., Joseph M., and Edward A., 1996. Mikrobiologi Kedokteran.
Nugrogo, E., Maulany, R. F., alih bahasa; Setiawan, I., editor. Jakarta :
Penerbit EGC. Halaman : 188-190.
Levine, M. 2000 dalam Soni, Ahmad. 2010. An Introduction to
Laboratory Technique in Bacteriology. McMillan Company, New York.
Majalah
Kesehatan. 2011. Mengenal Antiseptik. (Online), (http://majalahkesehatan.com/mengenal-antiseptik/, diakses 23 November 2011)
Pelczar,
Michael, dkk. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Putra, 2011. Metode Cakram. (Online), (http://kesehatan.kompasiana.com/makanan/2011/06/03/metode-cakram/, diakses 23 November 2011).