Jumat, 21 Desember 2012

LAYANAN SISWA LAMBAT BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI



LAYANAN SISWA LAMBAT BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI

Linda Tri Antika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Negeri Malang
Jalan Semarang 5 Malang 65145.Telp/Fax.(0343) 562180
 


Abstrak
Anak lambat belajar memiliki kemampuan belajar lebih lambat dibanding dengan anak seusia. Tidak hanya kemampuan akademiknya yang terbatas tapi juga pada kemampuan-kemampuan yang lain, seperti kemampuan menggunakan alat tulis, olahraga dan sebagainya. Dari sisi perilaku, mereka cenderung pendiam dan pemalu, rentang perhatian yang pendek dan mereka kesulitan untuk berteman, kurang percaya diri, kemampuan berfikir abstrak lebih rendah dibanding dengan anak pada umumnya. Untuk memahami anak slow learner (lambat belajar) ini ada baiknya kalau kita memahami konsep MA (Mental Age). Mental Age adalah kemampuan mental yang dimiliki seseorang pada usia-usia tertentu. Anak yang mempunyai intelegensi yang normal umur mental harus sepadan dengan umur kalender (Cronological Age). Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan untuk mengatasi beberapa permasalahan dalam pembelajaran Biologi, yaitu Contextual Teaching and Learning (CTL).
Kata kunci: siswa lambat belajar, pembelajaran biologi, Contextual Teaching and Learning (CTL), Mental Age, Cronological Age

1.      Pendahuluan
Dalam dunia pendidikan tentunya kita tidak akan lepas dari permasalahan pendidikan, mulai dari permasalahan kesulitan belajar, seperti disleksia, disgrafia, dyscalculis, disfarsia, dispraksia dan sebagainya. Selain itu ada pula permasalahan yang dihadapi oleh siswa juga terjadi pada siswa yang cepat belajar, bisa jadi karena tidak mampu menyesuaikan diri, lingkungan yang tidak cocok, dan lain sebagainya. Adapun masalah siswa yang lambat belajar juga perlu diperhatikan oleh guru. Dan masih banyak lagi permasalahan-permasalahan yang akan kita temui di dalam dunia pendidikan.
Pada hakikatnya, ditinjau dari aspek kemampuan dan kecerdasan, siswa dapat dikelompokkan dalam tiga starata, yaitu siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan di bawah rata-rata, rata-rata, dan diatas rata-rata. Siswa yang di bawah rata-rata, memiliki kemampuan dan kecerdasan dibawah kecepatan belajar siswa-siswa pada umumnya. Sedangkan siswa yang berada di atas rata-rata, memiliki kecepatan belajar di atas kecepatan belajar siswa – siswa lainnya (Widyastono, 2000).
Dalam sebuah kelas yang heterogen dengan kemampuan siswa yang berbeda-beda tentunya dibutuhkan pelayanan dari guru yang mampu mengakomodasi seluruh kebutuhan siswa. Siswa yang tergolong berkemampuan belajar lambat memiliki kebutuhan yang berbeda dengan siswa yang berkemampuan belajar cepat, oleh karena itu diperlukan beberapa layanan khusus dari seorang guru dalam sebuah pembelajaran. Sampai saat ini masih banyak sekolah yang tidak memperhatikan hal tersebut dan menganggap kebutuhan semua siswa sama, akibatnya siswa yang berkemampuan belajar lambat akan selalu tertinggal dengan siswa lainnya, sedangkan siswa yang berkemampuan belajar cepat, karena memiliki kecepatan belajar diatas kecepatan belajar siswa rata-rata lainnya maka akan cenderung merasa jenuh, sehingga berprestasi dibawah potensinya (under achiever).
Guru tidak dapat memaksa siswa yang berkemampuan belajar lambat untuk terus menyesuaikan dengan siswa berkemampuan belajar cepat, begitu pula dengan siswa yang mampu belajar cepat juga tidak perlu selalu menunggu siswa yang berkemampuan belajar lambat. (Finnan,2000:1) menyatakan bahwa  siswa yang cepat belajar biasanya membutuhkan kesempatan untuk memperkaya kemampuan mereka dan mendorong mereka untuk menggunakan secara maksimal semua potensi yang dimilikinya. Sedangkan siswa dengan kemampuan belajar lambat biasanya dalam pembelajaran sebagian besar waktunya digunakan untuk melatih kecakapan yang belum mereka kuasai.
Murid lambat belajar (slow learner) adalah murid yang intelegansi atau kemampuan dasarnya setingkat lebih rendah dari pada tingkat intelegensi murid normal. Menurut klsifikasi Terman, IQ anak lambat berkisar 70 sampai 90. Murid seperti ini tidak digolongkan sebagai murid yang memiliki keterlambatan mental karena dia dapat mencapai hasil belajar yang cukup memadai kendatipun pada tingkat yang lebih rendah dari pada murid-murid yang memiliki kemampauan normal atau sedang (Kirk, 1962). Dia dapat mengikuti pendidikan pada kelas-kelas biasa tanpa membutukan peralatan khusus, kecuali pengadaptasian program belajar dengan kemampuan yang dimilikinya.
Senada dengan uraian di atas, Transley dan R. Gulliford (1971:4) mendefinisikan murid lambat belajar adalah murid-murid yang karena alasan-alasan kemampuan atau kondisi-kondisi lain yang terbatas mengakibatkan keterlambatan pendidikan, memerlukan bentuk pendidikan yang khusus, keseluruhan atau sebagian bersamaan dengan yang diberikan pada sekolah-sekolah. Ditambahkan pula bahwa Slow learner merupakan suatu istilah nonteknis yang dengan berbagai cara dikenakan pada anak-anak yang sedikit terbelakang secara mental, atau yang berkembang lebih lambat daripada kecepatan normal (Chaplin,2005:468).
Burton dalam Sudrajat, 2008 menjelaskan Slow Learner adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf intelektual yang relatif sama. Slow learner adalah anak dengan tingkat penguasaan materi yang rendah, padahal materi tersebut merupakan prasyarat bagi kelanjutan di pelajaran selanjutnya, sehingga mereka sering harus mengulang.
Kecerdasan mereka memang di bawah rata-rata, tetapi mereka bukan anak yang tidak mampu, tetapi mereka butuh perjuangan yang keras untuk menguasai apa yang diminta di kelas reguler. Slow-learner adalah istilah yang sering digunakan bagi anak-anak dengan kemampuan rendah, dengan IQ antara 70 dan 85, ada juga yang mengatakan antara 80 dan 90, dan keadaan ini berlangsung dari tahun ke tahun. Anak-anak seperti ini mengisi 14,1 % populasi, lebih besar daripada kelompok anak dengan learning disabitilies, retardasi mental dan autis yang disatukan. Anak yang demikian akan mengalami hambatan belajar, sehingga prestasi belajarnya biasanya juga di bawah prestasi belajar anak-anak normal lainnya, yang sebaya dengannya.Mereka dapat menyelesaikan SMP, tetapi mengalami kesulitan di SMA.
Slow learner dapat diartikan anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tuna grahita (retardasi mental). Dalam beberapa hal mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik dibanding dengan yang tuna grahita, lebih lambat dibanding dengan yang normal, mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun nonakademik, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Layanan yang dapat diberikan bagi siswa yang berkemampuan belajar lambat adalah dengan memberikan pengajaran remidi (remedial teaching), sehingga untuk menyelesaikan materi kurikulum membutuhkan waktu yang lebih panjang dibandingkan siswa-siswa lainnya. Sedangkan bagi siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa dapat berprestasi sesuai dengan potensinya, diperlukan pelayanan pendidikan yang berdiferensiasi, yaitu pemberian pengalaman pendidikan yang sesuai dengan kemampuan dan kecerdasan siswa; dengan menggunakan kurikulum yang berdiversifikasi, yaitu kurikulum standar yang diimprovisasi alokasi waktunya sesuai dengan kecepatan belajar siswa dan motivasi belajar siswa. Pelayanan pendidikan yang berdiferensiasi dengan menggunakan kurikulum yang diversifikasi dapat diimplementasikan melalui penyelenggaraan sistem percepatan kelas (akselerasi) (Widyastono,2000).
Slow learner  sulit untuk diidentifikasi karena mereka tidak berbeda dalam penampilan luar dan dapat berfungsi secara normal pada sebagian besar situasi. Mereka memiliki fisik yang normal, memiliki memori yang memadai, dan memiliki akal sehat. Hal-hal normal inilah yang sering membingungkan para orangtua, mengapa anak mereka menjadi slow-learner. Yang perlu diluruskan adalah walaupun slow-learner memiliki kualitas-kualitas tersebut, mereka tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas sekolah sesuai dengan yang diperlukan karena keterbatasan IQ mereka.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa lambat belajar (slow learner) adalah anak yang mengalami hambatan atau keterlambatan dalam perkembangan mental (fungsi intelektual di bawah teman-teman seusianya) disertai ketidakmampuan/ kekurangmampuan untuk belajar dan untuk menyesuaikan diri sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

2.      Karakteristik Siswa Lambat Belajar
Lambat belajar adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai intelegensi di bawah rata-rata, tetapi di atas golongan tunagrahita mampu didik. Orang sering menyebut dengan istilah “slow learner”, di sekolah sering dikatakan anak yang bodoh, meskipun tidak selalu anak yang dikatakan bodoh itu adalah “slow learner” (lambat belajar). Anak golongan ini apabila dimasukkan pada sekolah luar biasa bagian C tuna grahita) tidak cocok sebab anak ini menjadi paling pandai, paling cepat belajar, sedangkan kalau dimasukkan ke sekolah umum menjadi paling bodoh. Meskipun prestasi anak lambat belajar ini selalu rendah, namun bukan termasuk anak terbelakang mental. Dikatakan anak lambat belajar masih mampu mengikuti pelajaran sekolah umum seperti anak-anak normal (Samuel A.Kirk, 1972 dalam Suharmini, 2001).
Untuk memahami anak slow learner (lambat belajar) ini ada baiknya kalau kita memahami konsep MA (Mental Age). Mental Age adalah kemampuan mental yang dimiliki seseorang pada usia-usia tertentu. Anak yang mempunyai intelegensi yang normal umur mental harus sepadan dengan umur kalender (Cronological Age). Jadi seseorang yang berumur 7 tahun akan memiliki umur mental 7 tahun pula. Apabila umur mentalnya 6 tahun, maka intelegensinya ada di bawah rata-rata perhitungan IQ. Menurut William Stern dalam Suharmini, 2001 digunakan rasio antara MA dan CA, yaitu:



 IQ = MA/ CA x 100
 
Berikut ini distribusi normal dari intelegensi (dengan rata-rata 100 dan penyimpangan baku 15) menurut Wechsler:

Tabel 2.1 Klasifikasi Intelegensi berdasarkan Tes Intelegensi dari Wechster
IQ
Klasifikasi
130 keatas
120 – 129
110 – 119
  90 – 109
  80 –  89
  70 –  79
69 kebawah
Very Superior
Superior
Brigh Normal
Average
Dull Normal
Borderline
Defective
Sumber: Suharmini, 2001

Tabel 2.2 Klasifikasi Intelegensi berdasarkan Tes Intelegensi Standard Binet
IQ
Klasifikasi
130 keatas
120 – 129
110 – 119
  90 – 109
  80 –  89
  70 –  79
69 kebawah
Very Superior
Superior
High Average
Average
Low Average
Borderline Defective
Mentally Defective
Sumber: Suharmini, 2001

Klasifikasi dari Raven:
Grade   I           Superior
            II          Above Average
            III        Average
            IV        Below Average
            V         Mental Defective

Dengan melihat klasifikasi ini berarti anak lambat belajar mempunyai intelegensi sekitar 80 – 90, atau berdasarkan klasifikasi Raven tergolong Grade IV.
Transley dan R. Gulliford (1971: 4) menjelaskan bahwa karakteristik siswa lambat belajar (Slow Learner) adalah sebagai berikut.
1.    Keadaan fisik pada umumnya sama dengan murid-murid normal. Dengan melihat keadaan fisiknya saja tidak dapat dibedakan mana yang normal dan mana yang lambat belajar. Para ahli baru dapat membedakan antara murid belajar dengan murid normal setelah menagdakan pengamatan dan tes psikologi.
2.    Kemampuan berfikirnya agak rendah, sehingga lamban dalam memecahkan masalah-masalah yang sederhana. Hal ini menyebabkan mereka kalh bersaing dengan teman-temannya yang normal.
3.    Ingatannya agak lemah dan tidak tahan lama. Mereka lekas lupa dan biasanya tidak mampu mengingat-ingat suatu peristiwa yang terjadi tiga tahun yang lewat. Dalam proses belajar mengajar di sekolah, apa yang diterangkan oleh guru hari ini biasanya satu minggu kemudian sudah terlupakan. Lebih lagi dalam mengingat-ingat isi buku pelajaran yang telah dipelajari sendiri. Kalau murid-murid normal dapat mengingat isi pelajaran lebih kurang 50% setelah membaca dua kali, maka murid lambat belajar hanya mampu mengingat 25% saja.
4.    Dalam menuntut pendidikan di sekolah dasar banyak yang mengalami putus sekolah. Enam puluh persen di antara murid-murid yang putus sekolah tergolong murid yang lambat belajar. Lebih dari separoh nilai rapornya merah. Kalau guru mengeahui masalahnya dan selanjutnya memberikan bimbingan dan bantuan seperlunya maka putus sekolah 60% itu dapat dikurangi. Biarpun agak terlambat, mereka akan dapat menyelesaikan pendidikannya di sekolah dasar. Setelah tamat sekolah dasar, mereka dapat diarahkan untuk memasuki balai latihan atau sekolah kejuruan yang lebih singkat.
5.    Dalam kehidupan di rumah tangga, murid lambat belajar masih mampu berkomunikasi dan bergaul secara baik dengan saudara-saudaranya. Mereka dapat belajar sendiri melakukan pekerjaan-pekerjaan dalam tata kehidupan keluarga.
6.    Emosinya kurang terkendali, suka mementingkan diri sendiri. Inilah sebabnya mengapa sering timbul perselisihan dengan teman-temannya. Perasaan mudah terpengaruh oleh orang lain dan lingkungannya. Tidak mempunyai pendirian yang kuat.
7.    Murid lambat belajar dapat dilatih beberapa macam ketrampilan yang bersifat produktif. Mereka mampu melakukan pekerjaan sendiri dengan tanggung jawab sepenuhnya.

3.      Masalah dan Kebutuhan Siswa Lambat Belajar
            Sesuai dengan ciri-cirinya, masalah pokok yang dialami siswa lambat belajar adalah kelambatannya dalam belajar sebagai akibat dari keterbatasan kemampuan yang dimilikinya. Di samping itu, murid lambat belajar juga mengalami masalah penyesuaian diri yang bersumber dari keadaan emosi yang kuarng terkendali, sehingga tidak jarang terjadi perselisihan dengan teman-temannya.
Kepribadian manusia mempunyai keunikan. Keunikan ini yang membedakan orang satu dengan yang lainnya. Dalam kepribadian tercakup aspek fisik, psikis, serta sosial. Di dalamnya juga tercakup cara-cara memberikan respon terhadap rangsangan dari dalam maupun dari luar, baik rangsangan fisik maupun sosial. Yang menjadi pertanyaan dalam hal ini:
“Apakah anak lambat belajar memiliki karakteristik khusus dalam kepribadian?”
Dari hasil penelitian yang dilakukan Purwandari (1993) dalam Suharmini (2001) ternyata anak lambat belajar (Slow Learner) mempunyai ciri-ciri emosi sebagai berikut:
a.    Daya konsentrasi rendah
Daya konsentrasi hanya sebentar, seperti terikat dalam kegiatan belajar di kelas, anak hanya dapat mengikuti pelajaran dengan baik ± 20 menit, lebih dari itu, anak kelihatan gelisah, dan kadang mengganggu teman-temannya yang sedang belajar.
b.    Mudah lupa dan beralih perhatian
Hal ini sangat berkaitan dengan daya ingat dan rangsangan dari luar.
c.    Eksplosif
Anak sering menampakkan sikap cepat bereaksi terhadap rangsang tanpa ada pertimbangan pemikiran terlebih dahulu. Bila tidak diberi tugas akan nampak kecewa.
Kehidupan emosi anak lambat belajar tidak jauh berbeda dengan anak normal, hanya tidak sekaya anak normal. Misalnya anak lambat belajar dapat mengekspresikan kegembiraan tetapi sulit untuk mengungkapkan kekaguman. Bentuk-bentuk emosi yang positif pada anak lambat belajar adalah cinta (kasih sayang), gembira, dan empati. Emosi yang negative, seperti ketakutan, iri hati, dan agresif (Purwandari, 1993 dalam Suharmini 2001).
Hasil penelitian lain dengan menggunakan C.P.Q (Children’s Personality Questionnaire) ini ditemukan anak lambat belajar memiliki kekurangan berupa tidak matang emosi, kurang tabah, ceroboh, kurang dapat menahan diri, bersikap dingin, menyendiri, dan cenderung melanggar ketentuan.
Kepribadian dan penyesuaian sosial merupakan proses yang berkaitan. Seperti yang dikatakan di depan bahwa kepribadian itu mempunyai fungsi untuk menyesuaikan terhadap lingkungan termasuk lingkungan sosial (Suharmini, 2001).
Mengenai penyesuaian anak Slow Learner , Purwandari (1994) dalam Suharmini (2001) memaparkan hasil penelitiannya sebagai berikut:
a.    Anak Slow Learner mempunyai dorongan untuk berafiliasi atau menjalin hubungan persahabatan dengan teman dalam kelompoknya. Hanya kadang-kadang kelompok member peran yang tidak berarti dan kadang menolaknya.
b.    Tidak memenuhi tuntutan sosial, perilaku anak Slow Learner sering tidak memenuhi tuntutan sosial, ini yang menyebabkan kelompok sering menolaknya.
c.    Menyendiri. Anak Slow Learner merasa lebih aman dalam keadaan kesendirian, karena tidak ada yang mengusik.
d.    Sering tidak diterimanya oleh teman sebaya, menyebabkan merasa tidak dihargai (ora di uwongke). Anak sering diejek oleh teman-temannya.
e.    Anak Slow Learner lebih merasa gembira bila berada pada teman-temannya yang lebih kecil. Anak menunjukkan sikap sosial yang menyenangkan pada kelompok anak yang lebih kecil. Ungkapan rasa kasih sayang, tingkah laku “clowning” (membadut” sering dilakukan anak Slow Learner pada saat bergabung dengan anak yang lebih kecil. Kepuasan pribadi didapat kalau berada pada kelompok anak yang lebih kecil.
f.     Terhadap orang yang lebih dewasa anak Slow Learner memilih tingkah laku lekat, bersikap sopan, memiliki prasangka terhadap guru di sekolah, dan kadang protes apabila ada yang dinilai kurang mempedulikannya.
Penyesuaian akademik pada anak Slow Learner menunjukkan adanya rasa takut pada bidang akademik yang memerlukan aktivitas kognesi, tidak disiplin, membangkang yang sifatnya pasif.

4.         Bimbingan bagi Siswa Lambat Belajar
            Ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh seorang konselor atau guru dalam melakukan bimbinga terhadap siswa yang lambat belajar. Strategi-strategi yang bisa dilakukan oleh seorang konselor atau guru antara lain:

1) Bimbingan bagi anak dengan masalah konsentrasi
a) Ubahlah cara mengajar dan jumlah materi yang akan diajarkan.
Siswa yang mengalami masalah perhatian dapat ketinggalan jika materi yang diberikan terlalu cepat atau jika beban menumpuk dengan materi yang kompleks. Oleh karena itu, akan berguna bagi mereka untuk :
·      Memperlambat laju presentasi materi
·      Menjaga agar siswa tetap terlibat dengan memberi pertanyaan pada saat materi diberikan.
·      Gunakan perangkat visul seperti membuat bagan/skema garis besar materi untuk memberikan gambaran pada siswa mengenai langkah-langkah atau bagian-bagian yang diajarkan.
b) Adakan pertemuan dengan siswa.
Siswa mungkin tidak menyadari peranan perhatian dalam proses pengajaran. Mereka juga tidak menyadari kalau perhatian merupakan bidang kesulitan tertentu bagi mereka. Dalam pertemuan ini seorang kita memberikan penjelasan dengan cara yang tanpa memberikan hukuman dan tanpa ancaman akan sangat berguna bagi siswa.
c) Bimbing siswa lebih dekat ke proses pengajaran.
Karena tanpa disadari kita telah mengalihkan perhatian kita dari siswa. Dengan membawa mereka dekat dengan kita secara fisik secara rafia akan membawa si anak lebih dekat lepada proses pengajaran.
d) Berikan dorongan secara langsung dan berulang-ulang.
Biarkan siswa tahu kalau anda melihatnya ketika sedang memperhatikan. Katakan kontak mata ketika pembelajaran berlangsung itu sangat penting. Cobalah berikan penghargaan atas kehadirannya. Bisa juga dengan penghargaan verbal yang dilakukan dengan tenang, dan lembut.
e) Utamakan ketekunan perhatian daripada kecepatan menyelesaikan tugas.
Siswa mungkin merasa kecil hati dan tidak diperhatikan bila mereka dihukum karena tidak menyelesaikan tugas secepat orang lain. Membuat penyesuaian dan jumlah tugas yang harus diselesaikan maupun waktu yang disediakan untuk menyelesaikan tugas berdasar kemampuan individu mengkin akan sangat membantu dan mendorong bagi sebagaian siswa.
f) Ajarkan self-monitoring of attention.
Melatih siswa untuk memonitor perhatian mereka sendiri sewaktu-waktu dengan menggunakan timer atau alarm jam. Mengajarkan mereka untuk mencatat berbagai interval apakah mereka memberikan perhatian atau tidak pada saat pengajaran. Catatan ini akan membantu menciptakan perhatian yang lebih besar bagi kebutuhan dalam memfokuskan perhatian juga bias berguna dalam strategi untuk memperkokoh keterampilan memperhatikan“attention skill”.

2) Bimbingan bagi anak dengan masalah daya ingat
a)    Ajarkan menggunakan highlighting atau menggaris bawahi dengan penanda, untuk membantu memancing ingatan. Mereka harus diberi tahu cara memilih tajuk bacaan, kalimat dan istilah kunci untuk diberi garis bawah atau tanda dengan highlighter. Kemudian me-review dari bacaan yang sudah digaris bahawahi tadi.
b)   Perbolehkan menggunakan alat bantu memori (memory aid). Yang mana alat-alat itu bisa berfungsi bagi mereka sebagai alat pengingat dan bias jadi juga sebagai alat pengajaran.
c)    Biarkan siswa yang mengalami masalah sulit mengingat untuk mengambil tahapan yang lebih kecil dalam pengajaran. Misalnya dengan membagi tugas-tugas kelas dan rumah atau dengan memberikan tes kemampuan penguasaan lebih sering.
d)   Ajarkan siswa untuk berlatih mengulang dan mengingat. Misalnya dengan memberikan tes langsung setelah pelajaran disampaikan.

3) Bimbingan bagi anak dengan masalah kognisi
a) Berikan materi yang dipelajari dalam konteks “high meaning”.
Ini berguna untuk untuk mengetahui apakah siswa memahami arti bacaan mereka atau arti suatu pertanyaan mengenai materi baru. Pengertian dapat diperkokoh dengan menggunakan contoh, analogi atau kontras.
b) Menunda ujian akhir dan penilaian.
Perlu memberikan umpan balik dan dorongan yang lebih sering bagi siswa berkesulitan belajar. Evaluasi terhadap tugas mereka sebagai tambahan pengajaran akan sangat membantu. Dengan kata lain, suatu kesadaran yang konstan mengenai siswasiswa ini akan membentuk kepercayaan diri dan kemampuan mereka. Bagi sebagian siswa, menunda ujian akhir mereka sampai siswa menguasai sepenuhnya materi yang dipelajari, mungkin merupakan cara terbaik.
c)  Tempatkan siswa dalam konteks pembelajaran yang “tidak pernah gagal”. Siswa berkesulitan belajar seringkali mempunyai sejarah kegagalan disekolah. Biasanya mereka memiliki perasaan akan gagal (sense of failing) dalam berbagai hal yang mereka lakukan. Memutuskan rantai kegagalan dan menciptakan cipta diri (sense of self) baru bagi siswa ini merupakan sesuatu yang paling penting bagi guru untuk melakukannya. Pada setiap tugas atau kemampuan siswa harus ditarik kembali kepada masalah diman tugas dapat dilakukan tanpa kegagalan.

4) Bimbingan bagi anak dengan masalah sosial dan emosional
a)    Buatlah sistem perhargaan kelas yang dapat diterima dan dapat diakses. Siswa berkesulitan belajar perlu memahami sistem penghargaan ini dikelas dan merasa ikut serta di dalamnya. Jangan sampai siswa yang berkesulitan melajar merasa “out  laws”, mereka yang tidak memilki kesempatan untuk mendapatkan penghargaan yang diterima siswa lain. Untuk memahami bagaimana mereka bisa mendapatkan penghargaan yang baik, para siswa disini perlu diberi pemahaman tentang bagaimana cara mendapatkan keuntungan sosial dari sikap positif dan hubungan sosial yang baik di kelas.beberapa siswa mungkin ingin pembuktian langsung dikelas.
b)   Membentuk kesadaran tentang diri dan orang lain. Sebagian siswa yang berkesulitan beljar tidak memilki kesadaran yang jelas pada sikapnya sendiri serta dampaknya pada orang lain. Membantu siswa ini menjadi lebih mengenal sikap mereka dan dampaknya pada orang lain merupakan kesempatan yang brarti bagi perkembangan sosial dan emosional. Berbicara terbuka dan penuh perhatian kepada siswa ini mengenai sikapnya juga dapat menjadi langkah penting dalam membentuk hubungan yang saling percaya di antara mereka.
c)    Mengajarkan sikap positif. Ketika siswa berkesulitan belajar menjadi lebih sadar terhadap sikapnya dan mendapat pemahaman yang lebih baik atas interaksi dengan orang lain, mereka akan merespon dengan baik intruksi-intruksi tentang cara membentuk hubungan yang baik dan sense of self (citra diri) yang lebih positif.
d)   Minta bantuan. Jika sikap seorang siswa berkesulitan belajar sangat tidak layak atau sikap negatifnya tetap ada ketika semua cara telah dicoba, jangan ragu minta bantuan. Cari bantuan pada teman sejawat disekolah yang mungkin dapat memberikan bantuan dalam menjelaskan masalah-masalah social dan emosional, serta mencari solusi mengenai kesulitan tersebut. Pertolongan ini bisa datang dari psikolog, konselor, orang tua, guru, dan kepala sekolah.  Yang terpenting seorang pendidik memahami bahwa minta bantuan bukan tanda kelemahan atau ketidakmampuan.

5) Bantuan Orang Tua bagi Anak yang Lambat Belajar
a)    Adanya perhatian dan pemahaman. Ketika anak yang lambat belajar membawa raport yang buruk. Bicaralah pada mereka dengan tenang, lalu tanyakan tentang perasaannya. Tak perlu ada kemarahan. Karena kemarahan bukanlah suatu penyelesaian. Hal itu akan memperburuk kondisi, yang terburuk adalah ketika mereka membenci campur tangan orang tua.
b)   Adanya kerja sama dengan guru. Komunikasi yang dilakukan antara orang tua dan guru tentang kesulitan belajar anak lambat belajar akan sangat membantu pengembangan potensinya secara optimal. Jika orang tua tidak memiliki waktu untuk menemui guru anak lambat belajar, arang tua dapat menemukan website sekolah ataupun email guru anak lambat belajar. Guru akan mengusahakan yang terbaik bagi anak lambat belajar dan memberikan penghargaan pada orang tua yang seperti itu.
c)    Pengusahaan asesmen. Lakukan komunikasi dengan pihak sekolah untuk melakukan pengetesan anak lambat belajar yang melibatkan psikolog. Hal ini akan mempermudah pemahaman berbagai pihak, baik orang tua maupun guru terkait kelemahan yang anak lambat belajar miliki.
d)   Jadilah orang tua yang bijaksana. Jagalah komukasi orang tua dan anak lambat belajar. Selain itu, guru juga perlu melakukan hal yang sama. Berikan respon positif tentang privasinya. Jika memang mereka membutuhkan waktu yang lebih banyak (waktu ekstra) dalam menulis suatu ujian, berilah perhatian lebih
e)    Adanya pekerjaan rumah. Anda membutuhkan waktu setiap malam untuk membantu anak lambat belajar dalam menyelesaikan tugasnya. Itu memang tidak mudah, tetapi hal itu juga tidak mudah bagi anak lambat belajar jika tidak adanya suatu kepedulian, seperti penerapan reward. Jika orang tua bekerja bersama-sama dengan anak lambat belajar, mereka juga akan belajar tentang bagaimana belajar dari orang tua. Selain itu, orang tua juga akan mendapati suatu hubungan emosi yang semakin kental dengan anak lambat belajar.
f)    Kesediaan untuk melindungi anak. Biasanya beberapa kesalahan dilakukan oleh guru. Mereka memberikan suatu makna bahwa kesalahan dilakukan oleh anak lambat belajar, jika anak lambat belajar benar-benar merasa bahwa mereka akan melakukan hal yang lebih baik jika mendapatkan guru lain atau kurikulum lain. Maka, bicaralah dengan konselor sekolah untuk pertama kalinya, mereka akan memberikan respon yang lebih cepat. Jelaskanlah bahwa ini adalah masalah belajar, bukan masalah administrasi atau yang lain.

5. Bentuk Program dan Layanan Bagi Siswa Lambat Belajar
Sebagaimana telah disinggung di muka bahwa murid lambat belajar dapat didik bersama dengan murid-murid yang normal, tetapi mereka tidak dapat diharapkan mencapai hasil belajar sebaik yang dicapai oleh murid-murid yang normal. Mereka kurang dapat berfikir secara abstrak. Oleh karena itu, bimbingan terhadap murid lambat belajar hendaklah selalu terkait dengan pengalaman nyata murid.
Untuk mengatasi masalah yang dialami oleh murid lambat belajar, beberapa bentuk bimbingan yang dapat diberikan adalah:
a.    Menyediakan kesempatan belajar bagi murid sesuai dengan tingkat kemampuanya.
b.    Membantu murid menerima dan menyesuaikan kemampuan mental yang dimilikinya.
c.    Melatih murid agar dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan yamg sesuai dengan kemampaunya.
d.    Mendorong murid mengembangkan sikap-sikap yang konstruktif terhadap kegiatan-kegiatan kerumahtanggan, sosial dan kewarganegaraan.

Tiga dari lima siswa yang dibimbing seorang guru bisa merupakan anak slow learner, maka pengetahuan yang memadai mengenai bagaimana cara yang tepat untuk mengakomodasi mereka sangat diperlukan.
Berikut ini adalah hal-hal yang dapat membantu guru dalam menghadapi anak slow learner:
1.    Pahami bahwa anak membutuhkan lebih banyak pengulangan, 3 sampai 5 kali, untuk memahami suatu materi daripada anak lain dengan kemampuan rata-rata. Maka, dibutuhkan penguatan kembali melalui aktivitas praktek dan yang familiar, yang dapat membantu proses generalisasi.
2.    Anak slow-learner yang tidak berprestasi dalam akademik dasar dapat memperoleh manfaat melalui kegiatan tutorial di sekolah atau privat. Tujuan tutorial bukanlah untuk menaikkan prestasinya, tetapi membantunya untuk optimis terhadap kemampuannya dan menghadapkannya pada harapan yang realistik dan dapat dicapainya
3.    Adalah masuk akal dan dapat dibenarkan untuk memberi mereka kelas yang lebih singkat dan tugas yang lebih sederhana.
4.    Berusahalah untuk membantu anak membangun pemahaman dasar mengenai konsep baru daripada menuntut mereka menghafal materi dan fakta yang tidak berarti bagi mereka.
5.    Gunakan demonstrasi dan petunjuk visual sebanyak mungkin. Jangan membingungkan mereka dengan terlalu banyak verbalisasi. Pendekatan multisensori juga dapat sangat membantu.
6.    Jangan memaksa anak bersaing dengan anak dengan kemampuan yang lebih tinggi. Adakan sedikit persaingan dalam program akademik yang tidak akan menyebabkan sikap negatif dan pemberontakan terhadap proses belajar. Belajar dengan kerjasama dapat mengoptimalkan pembelajaran, baik bagi anak yang berprestasi atau tidak, ketika pemebelajaran tersebut mendukung interaksi sosial yang tepat dalam kelompok yang heterogen.
7.  Konsep yang sederhana yang diberikan pada anak pada permulaan unit instruksial dapat membantu penguasaan materi selanjutnya. Maka, dibutuhkan beberapa modifikasi di kelas.
8. Anak sebaiknya diberi tugas, terutama dalam pelajaran sosial dan ilmu alam, yang terstruktur dan konkret. Proyek-proyek besar yang membutuhkan matangnya kemampuan organisasional dan kemampuan konseptual sebaiknya dikurangi, atau secara substansial dimodifikasi, disesuaikan dengan kemampuannya. Dalam kerja kelompok, slow-learner dapat ditugaskan untuk bertanggung jawab pada bagian yang konkret, sedang anak lain dapat mengambil tanggung jawab pada komponen yang lebih abstrak.
9.    Tekankan hal-hal setelah belajar, berikan insentif dan motivasi yang bervariasi.
10. Berikan banyak kesempatan bagi anak untuk bereksperimen dan mempraktikkan konsep baru dengan materi yang konkret atau situasi yang menstimulasi.
11.Pada awal setiap unit, kenalkan anak dengan materi-materi yang familiar.
12.Sederhanakan petunjuk dan yakin bahwa petunjuk itu dapat dimengerti.
13. Penting bagi guru untuk mengetahui gaya belajar masing-masing anak, ada yang mengandalkan kemampuan visual, auditori atau kinestetik. Pengetahuan ini memudahkan penerapan metode belajar yang tepat bagi mereka.
            Setiap anak normal berpotensi untuk mencapai ketuntasan belajar, asalkan kepadanya diberi waktu dan layanan yang sesuai. Akan tetapi sistem pendidikan umum di Indonesia terikat dengan waktu dalam pengertian bahwa sejumlah materi pelajaran harus diselesaikan dalam kurun waktu tertentu, satu cawu misalnya. Oleh karenanya siswa yang tergolong lamban belajar perlu dibantu dengan pengajaran remedial agar mereka dapat mencapai ketuntasan belajar (Chrisnajanti, 2002).
Pengajaran remedial memiliki beberapa fungsi, yaitu:
a)      fungsi korektif yang memungkinkan terjadinya perbaikan hasil belajar dan perbaikan segisegi kepribadian siswa,
b)      fungsi pemahaman yang memungkinkan siswa memahami kemampuan dan kelemahannya serta memungkinkan guru menyesuaikan strategi pembelajaran sesuai dengan kondisi siswa,
c)      fungsi penyesuaian yang memungkinkan siswa menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan memungkinkan guru menyesuaikan strategi pembelajaran sesuai dengan kemampuannya,
d)      fungsi pengayaan yang memungkinkan siswa menguasai materi lebih banyak dan mendalam serta memungkinkan guru mengembangkan berbagai metode yang sesuai dengan karakteristik siswa,
e)      fungsi akseleratif yang memungkinkan siswa mempercepat proses belajarnya dalam menguasai materi yang disajikan dan yang terakhir
f)       fungsi terapeutik yang memungkinkan terjadinya perbaikan segi-segi kepribadian yang menunjang keberhasilan belajar.

Beberapa pendekatan dalam pengajaran remedial pada akhirnya dikembangkan oleh guru ke dalam berbagai strategi pelayanan pengajaran remedial, yaitu :
a)      Pendekatan kuratif, pendekatan yang dilakukan setelah diketahui adanya siswa yang gagal mencapai tujuan pembelajaran. Tiga strategi yang dapat dikembangkan oleh guru, yaitu : strategi pengulangan, pengayaan dan pengukuhan serta strategi percepatan.
b)      Pendekatan preventif, pendekatan yang ditujukan kepada siswa yang pada awal kegiatan belajar telah diduga akan mengalami kesulitan belajar. Strategi pengajaran yang dapat dilakukan, yaitu kelompok homogen, individual, kelas khusus.
c)      Pendekatan yang bersifat pengembangan, pendekatan yang didasarkan pada pemikiran bahwa kesulitan siswa harus diketahui guru sedini mungkin agar dapat diberikan bantuan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Metode yang dipakai dalam pengajaran remedial harus disesuaikan dengan karakteristik siswa yang mengalami kesulitan belajar. Beberapa metode yang dapat dipergunakan adalah metode pemberian tugas, diskusi, tanya jawab, kerja kelompok, tutor sebaya, dan pengajaran individual.

Tabel 5.1 Tindak Lanjut untuk Memenuhi Kebutuhan Lingkungan Siswa Lambat Belajar
Lingkungan
·     Pengubahan Pengaturan
·     Mengurangi gangguan-gangguan
·     Adanya peran orang tua
·     Pengajar yang seusia, pengajar yang berasal dari sekolah lain ataupun asisten pengajar
·     Mengikuti pembelajaran kelompok dengan kelas lain
·     Kompensasi untuk masalah fisik di dalam kelas
·     Mengurangi panjangnya jam sekolah
·     Memberikan waktu kepada siswa untuk keluar dari bangkunya untuk melepaskan energinya
·     Pengelompokan silang antar kelas
Sumber: Raharyanti,2012

Tabel 5.2 Tindak Lanjut untuk Memenuhi Kebutuhan Materi Siswa Lambat Belajar
Materi
·       Gunakan inovasi: penghitungan, penulisan, bermain dan belajar, dll.
·       Menggabungkan semua gaya belajar (auditory, visual, kinesthetic)
·       Menggunakan bahan yang tersedia dari Bab I dan sumber-sumber lain
·       Memasukkan komputer  sebagai alat untuk memerintah, melatih, dan memberikan penguatan
·       Mengatur kemajuan
·       Menggunakan beragam pengelompokan
·       Menggunakan pengelompokan kooperatif
·       Menyediakan panduan praktis untuk kemampuan lain

Sumber: Raharyanti,2012

Tabel 5.3 Tindak Lanjut untuk Memenuhi Kebutuhan Tugas Siswa Lambat Belajar
Tugas
·       Sederhana dan/ atau singkat
·       Membuat kontak individual
·       Mencoba intruksi lain dan  pemberian test (misal: karya seni, penggunaan tape recorder, verbal vs. respon tertulis, teknik "lihat aku", pemetaan dan pengelompokan)
Memberikan tugas-tugas pendek yang diperlukan
Memberikan instruksi yang spesifik
Siswa mengulang perintah atau tugas secara lisan
Sumber: Raharyanti,2012

Tabel 5.4 Tindak Lanjut untuk Memenuhi Kebutuhan Teknik dalam Memanajemen Siswa Lambat Belajar
Teknik dalam Memanajemen
·     Pengarahan, kontak positif
·     penyediaan timbal balik sesegera mungkin
·     Berkeliling kelas
·     Memanggil nama siswa atau menyentuh mereka sebelum memberikan perintah
·     Menulis perintah di papan tulis atau memberikan lembar perintah
·     Menyediakan kesempatan untuk membangun kesuksesan

Sumber: Raharyanti,2012

            Berdasarkan tabel kebutuhan siswa lambat belajar di atas menunjukkan bahwa siswa lambat belajar perlu perhatian khusus dari guru untuk memaksimalkan hasil maupun proses belajarnya, baik dari aspek lingkungan, materi, penugasan, maupun teknik dalam memanajemen.

6. Penerapan Layanan Siswa Lambat Belajar dalam Pembelajaran Biologi
Penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa ada korelasi yang tinggi antara skor tes bakat/ pembawaan/IQ siswa dengan skor hasil belajar siswa. Akan tetapi Carroll Ishack dan Warji (1987) dalam Chrisnajanti (2002)  berpendapat bahwa bakat/ IQ bukan merupakan indeks tingkat penguasaan yang dapat dicapai siswa, melainkan merupakan ukuran kecepatan belajar untuk menguasai materi suatu pelajaran. Dengan pengertian lain bahwa siswa IQ tinggi akan dapat menguasai materi pelajaran lebih cepat dibandingkan siswa dengan IQ rendah. Ini berarti penguasaan materi dapat dicapai oleh setiap siswa, baik memiliki IQ tinggi maupun rendah, asalkan kepadanya diberikan waktu yang cukup dan pelayanan yang tepat.
Melalui prinsip belajar tuntas, diharapkan rata-rata tingkat keberhasilan siswa dalam menguasai materi pelajaran akan meningkat. Hal ini disebabkan siswa-siswa yang lambat dalam hal menangkap pelajaran telah mendapat perhatian dan kesempatan sehingga dapat menguasai program pengajaran pokok (Chrisnajanti,2002).
Kualitas pembelajaran Biologi sangat ditentukan oleh pendekatan yang digunakan guru dalam proses pembelajaran. Ketepatan dalam menggunakan pendekatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru akan dapat membangkitkan motivasi, meningkatkan minat siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan, serta meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa. Umumnya pembelajaran Biologi yang berlangsung di sekolah masih menggunakan pendekatan pembelajaran yang konvensional, antara lain pendekatan ekspositori, yaitu pendekatan pembelajaran dimana pusat pengajaran berada di tangan guru. Dalam hal ini guru lebih aktif memberikan informasi dalam menerangkan suatu konsep, hal ini akan menimbulkan siswa menjadi pasif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
Kegiatan belajar mengajar sebaiknya guru tidak hanya menyampaikan konsep dan teori saja tetapi juga menekankan pada bagaimana caranya agar siswa dapat memperoleh konsep dan teori tersebut. Selain itu konsep Biologi yang diterima siswa hanya sekedar dari guru dan buku teks. Siswa jarang diajak oleh gurunya untuk langsung ke lapangan dan memahami materi secara nyata (tidak dikaitkan dengan objek biologi dalam keseharian siswa). Terdapat salah satu pendekatan yang dapat diterapkan untuk mengatasi beberapa permasalahan dalam pembelajaran Biologi tersebut, yaitu Contextual Teaching and Learning (CTL) (Chris.

Sedangkan menurut Ceningnawa (2012) model pembelajaran untuk slow learner adalah sebagai berikut.
a) Pembelajaran Inklusi
Dimana siswa berkebutuhan khusus bekerja bersama-sama dengan anak-anak normal (kelas reguler), namun bila siswa berkebutuhhan khusus tidak dapat mencapai kemampuan yang telah ditetapkan , maka siswa akan ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk mendapatkan layanan khusus. Bagi guru, mobel ini mampu meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam pembelajaran, bagi peserta didik mampu menumbuhkan minat, motivasi, rasa percaya diri, saling bekerja sama, dan saling menghargai dalam belajar. Dalam model layanan ini, anak-anak berbakat ditempatkan sekelas (inklusif ) dengan anak-anak lain, termasuk anak-anak penyandang kebutuhan khusus lainnya seperti anak dengan kesulitan belajar dan anak cacat. Guru yang telah memperoleh pelatihan khusus dalam bidang keterbakatan memberikan perhatian khusus kepada anak-anak berbakat ini agar kebutuhan pendidikan khususnya dapat terpenuhi. Layanan khusus tersebut terutama berupa pemberian materi pngayaan. Dalam model ini anak  berbakat sering di fungsikan sebagai tutor bagi anak-anak yang lain. 

b) Strategi Keberagaman
Untuk merealisasikan layanan pendidikan yang sesuai dengan kemampuan setiap anak dari masing-masing kelompoknya, maka digunakan strategi pembelajaran yang mendasarkan pada keberagaman kemampuan belajar yang berbeda-beda. Strategi belajar ini dapat diterapkan dengan efektif karena dapat mengalami perubahan dan penyesuaian antara kemampuan belajar peserta didik dengan tujuan/target, alokasi waktu, penghargaan/ hadiah, tugas-tugas/ pekerjaan, dan bantuan kepada anak masing-masing kelompok yang beragam meskipun dalam satu kelas dengan tema dan matapelajaran yang sama. Sehingga memudahkan untuk anak slowlearner belajar.

c) Model Cluster Grouping
Model ini mirip dengan model strategi keberagaman. Dalam model ini, anak-anak berbakat dari semua tingkatan kelas yang sama disatu sekolah, dikelompokkan dalam satu kelas. Kelompok tersebut terdiri dari 5 sampai 8 siswa dan dibimbing oleh seorang guru yang telah memperoleh pelatihan dalam mengajar anak-anak berkemampuan luar biasa. Dalam satu cluster group, anak belajar bersama-sama dengan anak-anak lain dari berbagai tingkat kemampuan, tetapi dalam bidangkeluarbiasaannya, mereka belajar terpisah.

d) Tracking System
Dalam tracking system, siswa-siswa diklasifikasikan berdasarkan kemampuannya dan setiap klasifikasi ditempatkan dalam satu kelas yang sama. Jadi anak-anak berbakatakan berada dalam kelas khusus siswa berbakat sepanjang masa sekolahnya.

e) Bermain Peran (Role Playing)
Bermain peran merupakan salah satu model pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia (interpersonal relationship), terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik. Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi, kemampuan kerjasama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian Melalui bermain peran, peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan antarmanusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi parasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah.
Tahapan pembelajaran bermain peran meliputi : (1) menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik; (2) memilih peran; (3) menyusun tahap-tahap peran; (4) menyiapkan pengamat; (5) menyiapkan pengamat; (6) tahap pemeranan; (7) diskusi dan evaluasi tahap diskusi dan evaluasi tahap I ; (8) pemeranan ulang; dan (9) diskusi dan evaluasi tahap II; dan (10) membagi pengalaman dan pengambilan keputusan.

f)  Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning)
Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning) merupakan model pembelajaran dengan melibatkan peserta didik secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Dengan meminjam pemikiran Knowles, (E.Mulyasa,2003) menyebutkan indikator pembelajaran partsipatif, yaitu : (1) adanya keterlibatan emosional dan mental peserta didik; (2) adanya kesediaan peserta didik untuk memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan; (3) dalam kegiatan belajar terdapat hal yang menguntungkan peserta didik.

7.  Kesimpulan
*         Slow Learner adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf intelektual yang relatif sama.
*         Layanan yang dapat diberikan bagi siswa yang berkemampuan belajar lambat adalah dengan memberikan pengajaran remidial (remedial teaching), sehingga untuk menyelesaikan materi kurikulum membutuhkan waktu yang lebih panjang dibandingkan siswa-siswa lainnya.
*         Slow learner  sulit untuk diidentifikasi karena mereka tidak berbeda dalam penampilan luar dan dapat berfungsi secara normal pada sebagian besar situasi. Mereka memiliki fisik yang normal, memiliki memori yang memadai, dan memiliki akal sehat.
*         Siswa lambat belajar dapat didik bersama dengan murid-murid yang normal, tetapi mereka tidak dapat diharapkan mencapai hasil belajar sebaik yang dicapai oleh murid-murid yang normal.
*         Berdasarkan beberapa bentuk program layanan belajar bagi siswa lambat belajar terdapat beberapa program yang mungkin dapat dilaksanakan dalam pembelajaran biologi, yaitu program pengajatan remedial serta metode tertentu yang mendukung pembelajaran.