A. JUDUL
Urinalisis
B. TEMPAT
DAN TANGGAL PRAKTIKUM
Tempat :
Gedung Biologi – Anatomi Fisiologi Manusia
Hari, Tanggal : Senin, 14 Nopember 2011
C. TUJUAN
Tujuan
dari praktikum ini adalah untuk mengetahui
kandungan zat dalam urine.
D. DASAR TEORI
Sistem
urinaria terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih, uretra. Sistem ini
membantu mempertahankan homeostasis dengan menghasilkan urine yang merupakan
hasil sisa metabolisme (Soewolo, 2003). Ginjal yang mempertahankan susunan
kimia cairan tubuh melalui beberapa proses, yaitu:
1)
Filtrasi
Glomerular, yaitu filtrasi plasma darah
oleh Glomerulus
2)
Reabsorpsi
tubular, melakukan reabsorpsi (absorpsi kembali) secara selektif zat –zat
seperti garam, air, gula sederhana, asam amino dari tubulus ginjal ke kapiler peritubular.
3)
Sekresi
peritubular, sekresi zat – zat dari kapiler darah ke dalam lumen tubulus,
proses sekresi ini mengikutsertakan penahanan kalium, asam urat, amino organic
dan ion hydrogen, yang berfungsi untuk memperbaiki komponen buffer darah dan
mengeluarkan zat – zat yang mungkin merugikan.
Urinalisis
adalah tes yang dilakukan pada sampel urine pasien untuk tujuan diagnosis
infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi berbagai jenis
penyakit ginjal, memantau perkembangan penyakit seperti diabetes melitus dan
tekanan darah tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan umum.
Urine
yang normal memiliki cirri-ciri antara lain: warnanya kuning atau kuing gading,
transparan, pH berkisar dari 4,6-8,0 atau rata-rata 6, berat jenis 1,001-1,035,
bila agak lama berbau seperti amoniak (Basoeki, 2000).
Unsur-nsur normal dalam urine misalnya
adanya urea yang lebih dari 25-30 gram dalam urine. Urea ini merupakan hasil
akhir dari metabolisme protein pada mamalia. Ekskresi urea meningkat bila
katabolisme protein meningkat, seperti pada demam, diabetes, atau aktifitas
korteks adrenal yang berlebihan. Jika terdapat penurunan produksi urea misalnya
pada stadium akhir penyakit hati yang fatal atau pada asidosis karena sebagian
dari nitrogen yang diubah menjadi urea dibelokkan ke pembentukan amoniak
(Soewolo, 2003).
Reaksi
urine biasanya asam dengan pH kurang dari 6 (berkisar 4,7-8). Bila masukan
protein tinggi, urine menjadi asam sebab fosfat dan sulfat berlebihan dari
hasil katabolisme protein. Keasaman meningkat pada asidosis dan demam. Urine
menjadi alkali karena perubahan urea menjadi ammonia dan kehilangan CO2 di
udara. Urine menjadi alkali pada alkalosis seperti setelah banyak muntah.
Pigmen utama pada urine adalah urokrom, sedikit urobilin dan hematofopirin
(Soewolo, 2003).
Dalam keadaan normal, manusia memiliki 2 ginjal. Setiap ginjal memiliki
sebuah ureter,
yang mengalirkan air kemih dari pelvis renalis (bagian ginjal yang merupakan pusat pengumpulan air kemih) ke
dalam kandung kemih. Dari kandung kemih, air kemih
mengalir melalui uretra, meninggalkan tubuh melalui penis
(pria) dan vulva
(wanita) (Medicastore).
Dalam http://medicastore.com ini juga di paparkan bahwa darah yang
masuk ke dalam glomerulus memiliki tekanan yang tinggi. sebagian besar bagian
darah yang berupa cairan disaring melalui lubang-lubang kecil pada dinding
pembuluh darah di dalam glomerulus dan pada lapisan dalam kapsula bowman;
sehingga yang tersisa hanya sel-sel darah dan molekul-molekul yang besar
(misalnya saja beruupa protein).
Cairan yang telah disaring (filtrat) masuk ke dalam rongga
bowman dan mengalir ke dalam tubulus kontortus proksimal
(tabung/saluran di bagian hulu yang berasal dari kapsula bowman); natrium, air,
glukosa
dan bahan lainnya yang ikut tersaring diserap kembali dan dikembalikan ke
darah.
Dalam
mempertahankan homeostasis tubuh peranan urine sangat penting, karena sebagian
pembuangan cairan oleh tubuh adalah melalui sekresi urine. Selain urine juga
terdapat mekanisme berkeringat dan juga rasa haus yang kesemuanya bekerja sama
dalam mempertahankan homeostasis ini. Fungsi
utama urine adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari
dalam tubuh.Anggapan umum menganggap urine sebagai zat yang “kotor”. Hal ini
berkaitan dengan kemungkinan urine tersebut berasal dari ginjal atau saluran
kencing yang terinfeksi, sehingga urinenyapun akan mengandung bakteri. Namun jika urine berasal dari ginjal dan saluran kencing yang
sehat, secara medis urine sebenarnya cukup steril dan hampir tidak berbau
ketika keluar dari tubuh. Hanya saja, beberapa saat setelah meninggalkan tubuh,
bakteri akan mengkontaminasi urine dan mengubah zat-zat di dalam urine dan
menghasilkan bau yang khas, terutama bau amonia yang dihasilkan dari urea.
Dalam Basoeki (2000) disebutkan bahwa pada proses urinalisis
terdapat banyak cara metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi zat-zat apa
saja yang terkandung di dalam urine. Analisis urine dapat berupa analisis
fisik, analisi kimiawi dan anlisis secara mikroskopik.
Analisis
urine secara fisik meliputi pengamatan warna urine, berat jenis cairan urine
dan pH serta suhu urine itu sendiri. Sedangkan analisis kimiawi dapat meliputi
analisis glukosa, analisis protein dan analisis pigmen empedu. Untuk analisis
kandungan proteinm ada banyak sekali metode yang ditawarkan , mulai dari metode
uji millon sampai kuprisulfa dan sodium basa. Yang terakhir adalah analisis
secara mikroskopik, sampel urine secara langsung diamati dibawah mikroskop
sehingga akan diketahui zat-zat apa saja yang terkandung di dalam urine
tersebut, misalnya kalsium phospat, serat tanaman, bahkan bakteri (Basoeki,
2000).
Sifat – sifat urine
adalah:
1)
Volume urine normal orang dewasa 600 – 25000
ml/ hari. Jumlah ini tergantung pada masukan air, suhu luar, makanan dan
keadaan mental/ fisik individu, produk akhir nitrogen dan kopi, teh serta
alkohol mempunyai efek diuretic.
2)
Berat jenis berkisar antara 1,003 – 1,030
3)
Reaksi urine biasanya asam dengan pH kurang
dari 6(berkisar 4,7 – 8). Bila masukan protein tinggi, urine menjadi asam sebab
fosfor dan sulfat berlebihan dari hasil metabolism protein.
4)
Warna urine normal adalah kuning pucat atau
ambar. Pigmen utamanya urokrom, sedikit urobilin dan hematopofirin. Pada
keadaan demam, urine berwarna kuning tua atau kecoklatan. Pada penyakit hati
pigmen empedu mewarnai urine menjadi hijau, coklat atau kuning tua. Darah
(hemoglobin) memberi warna seperti asap sampai merah pada urine.
5)
Urine segar beraroma sesuai dengan zat – zat
yang dimakannya.
Unsur – unsur normal dalam urine misalnya
adalah:
1)
Urea yang lebih dari 25 – 30 gram dalam urine.
2)
Amonia,
pada keadaan normal terdapat sedikit dalam urine segar
3)
Kreatinin dan keratin, normalnya 20 – 26 mg/kg
pada laki – laki, pada perempuan 14 – 22
mg/kg.
4)
Asam urat, adalah hasil akhir terpenting
oksidasi purine dalam tubuh
5)
Asam amino, hanya sedikit dalam urine
6)
Klorida, terutama diekskresikan sebagai natrium
klorida
7)
Sulfur, berasal dari protein yang mengandung
sulfur dari makanan
8)
Fosfat di urine adalah gabungan dari natrium
dan kalium fosfat
9)
Oksalat dalam urine rendah
10)
Mineral, natrium, kalsium, kalium dan magnesium
ada sedikit dalam urine
11)
Vitamin, hormone, dan enzim ditemukan dalam urine
dengan jumlah kecil.
Unsur – unsur abnormal dari urine:
1)
Protein: proteinuria (albuminuria) yaitu adanya
albumin dan globulin dalam urine
2)
Glukosa: glukosaria tidak tetap dapat ditemukan
setelah stress emosi, 15% kasus glikosuria tidak karena diabetes.
E. ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sentrifugasi dan tabung sentrifugasi, tabung reaksi, pipet panjang, penjepit
tabung reaksi, urineometer, tabung urinealis, gelas
benda, gelas
penutup, gelas ukur, mikroskop, lap flanel, kertas
isap, lampu
spiritus, korek
api, termometer.
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum
ini adalah urine segar, air, larutan Bennedict, reagen Millon, dan indikator universal.
F.
PROSEDUR KERJA
1.
Analisis Fisik
a. Warna
Menampung urine segar (laki-laki) dengan volume sebanyak ¾ tabung urinealis
agar memudahkan dalam pengukuran berat jenis urine menggunakan urineometer.
Mengamati warna urine laki-laki yang ada pada
tabung urinealis.
Warna urine dapat bervariasi sebagai berikut:
No
|
Warna
|
Kemungkinan Penyebab
|
1.
|
Kuning gading
|
Pigmen urine normal
|
2.
|
Tak berwarna
|
Konsentrasi tereduksi
|
3.
|
Perak, warna susu
|
Nanah, bakteri, sel epitel
|
4.
|
Coklat berkabut
|
darah
|
5.
|
Kuning berbuih
|
Naiknya pigmen melanin
|
Mencocokkan warna urine dengan keterangan di atas, kemudian
mencatat hasilnya.
b. Berat Jenis
Mengukur suhu urine (laki-laki) yang ada dalam tabung urinalis menggunakan
termometer segera setelah diekskresikan
Mencatat suhu kedua contoh urine.
Meletakkan urinometer (hidrometer) pada tabung
urinalis, memutar urinometer dalam tabung tersebut untuk meyakinkan bahwa urineometer
dapat mengapung bebas. Hal inilah yang menyebabkan volume urine di dalam tabung
urinealis harus dalam volume tertentu (ex: ¾ tabung urinealis) agar urineometer
dapat tercelup optimal
Setelah urineometer mengapung dan tidak bergerak,
catatlah skala angka dekat ujung yang menunjukkan berat jenis urine.
Menghitung berat jenis urine dengan cara menambahkan
0,001 apabila suhu urine lebih dari 15,56 0C tiap kenaikan 3oC.
Jadi misalnya suhu urine adalah 36oC, maka 36oC – 15,560C
= 20,44 oC (6 kali kenaikan). Sehingga 6 x 0,001 = 0,006 yang mana
angka ini kemudian ditambahkan pada skala angka yang tertera pada urineometer.
Namun sebaliknya, apabila suhu kurang dari 15,56 0C, maka angka pada
skala urineometer dikurangi dengan 0,001 tiap penurunan 3oC.
Mencatat berat jenis urine (laki-laki)
c. pH
Menyediakan 2 lembar indikator universal
Mencelupkan satu indikator universal pada urine (laki-laki).
Membandingkan warna indikator universal yang telah
dicelupkan pada urine laki-laki dengan warna
standar yang ada pada kotak tempat indikator tersebut.
Menentukan pH contoh urine berdasarkan skala
dan mencatat hasilnya.
2. Analisis
Kimia
a.
Glukosa
Mendidihkan air di dalam gelas piala di atas tripod yang
dipanasi dengan lampu spiritus.
Mencampurkan 8 tetes urine dengan 5ml larutan Bennedict
dalam satu tabung reaksi.
Meletakkan tabung reaksi tersebut ke dalam air
mendidih selama 5 menit
Setelah 5 menit, mengamati warna larutan dalam
tabung reaksi dan membandingkannnya dengan tabel berikut:
No.
|
Warna
|
Hasil
|
1.
|
Biru
|
negatif
|
2.
|
Biru kehijauan
|
Ada gula
|
3.
|
Kuning kehijauan
|
1+
|
4.
|
Coklat kehijauan
|
2+
|
5.
|
Jingga-kuning
|
3+
|
6.
|
Merah bata dengan endapan
|
4+
|
Mencatat hasil pengamatan berdasarkan
perbandingan warna masing-masing urine dengan tabel di atas.
b. Protein
Memasukkan urine laki-laki dan perempuan sebanyak
masing-masing 4 ml urine tersebut ke dalam tabung sentrifuge.
Mensentrifuge kedua contoh urine selama 15 menit
Menuangkan masing-masing 3 ml supernatan urine
laki-laki ke dalam tabung reaksi
Meneteskan 5 tetes reagen milllon pada masing-masing
contoh urine.
Mengamati perubahan warna pada masing-masing contoh urine.
Apabila Mengandung protein, maka akan terjadi warna lembayung.
mencatat hasil pengamatan
c. Analisis
Mikroskopis
Mengambil pelet urine dengan pipet
Meletakkannya pada kaca benda
Menutup kaca benda dengan kaca penutup
Mengamati contoh urine di bawah mikroskop
Mengamati bentukan-bentukan yang terlihat dan mengidentifikasinya
Mencatat bentukan yang ada pada contoh urine
G. DATA
H. ANALISIS DATA
Pada praktikum urinalisis ini, urine yang
digunakan adalah urine segar subjek berjenis kelamin laki-laki. Praktikum ini meliputi beberapa pengamatan,
yaitu analisis fisik (warna urine, berat jenis, dan pH), analisis kimia (uji
glukosa, uji protein, dan pigmen empedu), serta analisis mikroskopis. Bahan
urine yang diuji adalah urine yang segar. Jadi, setelah dilakukan pengumpulan bahan urine, praktikan segera dilakukan pemeriksaan. Sesuai dengan teori oleh bahwa apabila terlalu lama akan terjadi perubahan pada komposisi zat dan
hasil yang keluar, sebagian di antaranya adalah pertumbuhan bakteri meningkat,
kadar glukosa menurun, pH menjadi alkalis, dekomposisi silinder, lisisnya
eritrosit, urine menjadi makin keruh, perubahan warna dan bau, dan nitrit
menjadi positif.
1.
Analisis Fisik
a)
Warna Urine
Urinalisis
dimulai dengan pengamatan penampakan makroskopis , yaitu pengamatan warna
urine. Warna urine dapat bervariasi, seperti yang ditunjukkan dalam tabel 1 di
bawah ini:
No
|
Warna
|
Kemungkinan Penyebab
|
1.
|
Kuning gading
|
Pigmen urine normal
|
2.
|
Tak berwarna
|
Konsentrasi tereduksi
|
3.
|
Perak, warna susu
|
Nanah, bakteri, sel epitel
|
4.
|
Coklat berkabut
|
darah
|
5.
|
Kuning berbuih
|
Naiknya pigmen melanin
|
Pengamatan dilakukan dengan mengmati
langsung warna urine pada tabung urine. Berdasarkan pengamatan, warna urine
subjke (laki-laki) yang kami amati adalah kuning gading berbuih. Adanya buih
tersebut menunjukkan naiknya pigmen melanin pada tubuh subjek. Berdasarkan data
tersebut dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa urine subjek tidak normal
karena terdapat buih pada urinenya.
b)
Berat Jenis
Pada penentuan
berat jenis ini menggunakan urinometer. Urinometer mengapung dan langsung
menunjukkan skala yang merupakan berat jenis urine. Hal ini dilakukan dengan
memasukkan urinometer ke dalam tabung besar yang telah berisi urine. Skala
dibaca setelah urinometer tidak bergerak lagi (diam). Skala saat urinometer tidak bergerak adalah 1,025. Sekaligus dapat mengukur suhu teraan yaitu didapatkan sebesar 60° F = 15,56 °C .
Setelah itu, pengukuran suhu urine
dilakukan dengan thermometer, yaitu didapatkan suhu 31°C. ssehingga didapatkan y (suhu pengukuran-suhu teraan) = 31 –
15,56 = 15,44°C. Karena suhu urine lebih tinggi daripada suhu teraan, maka a = y/3 x 0,001 = 15,44/3 x 0,001 = 0,00514667 gram/cm3.
Dari penghitungan tersebut didapatkan berat jenis sesungguhnya. Dimana berat jenis sesungguhnya = berat jenis + a = 1,025
+ 0,00514667 = 1,0301466 gram/cm3.
Berat jenis normal 1,003 – 1,030 (ada yang menyatakan
berat jenis normal 1,001 – 1,035). Berdasarkan data yang
didapat dan berdasarkan teori tersebut di atas dapat disimpulkan sementara
bahwa berat jenis subjek (1,0301466 gram/cm3) adalah
normal karena mendekati rentangan angka normal.
c)
pH Urine
Pada penentuan pH
urine, kami menggunakan indicator universal. Caranya adalah dengan mencelupkan
kertas indicator universal pada urine subjek (laki-laki), kemudian mencocokan
warna pada kertas indicator universal dengan warna standar yang ada pada kotak tempat indikator tersebut.
Berdasarkan pengamatan kami, didapatkan pH
6 pada urine subjek. pH urine yang normal adalah 4,5 – 7,5 (ada yang mengatakan
4,6 – 8,0). Berdasarkan data yang kami dapatkan, dapat disimpulkan sementara
bahwa pH urine subjek yang kami amati adalah normal karena termasuk dalam range
angka pH urine normal.
2.
Analisis Kimia
a)
Glukosa
Pada percobaan uji glukosa dilakukan dengan menambahkan 5
ml larutan benedict kedalam tabung reaksi yang berisi 8 tetes urine dan
kemudian dipanaskan. Hasilnya adalah
larutan yang semula berwarna biru menjadi biru kehijauan. Uji positif ditandai
dengan terbentuknya endapan merah bata. Namun, dalam pengamatan kami,
didapatkan hasil warna biru (sama seperti warna awal), hasilnya negatif.
Benedict spesifik dengan gula pereduksi. Sehingga apabila
hasil uji glukosa positif akan menyebabkan warna merah bata karena ada endapan
yang terbentuk (Cu2O) dan urine tersebut mengandung gugus OH bebas
yang reaktif. Reaksinya adalah sebagai berikut:
(D-glukosa) + 2 CuO → (asam glukonat) + Cu2O
Namun, berdasarkan hasil
pengamatan, warna biru menunjukkan hasil yang negatif. Sehingga dapat disimpulkan
sementara bahwa urine subjek adalah normal karena tidak mengandung gula.
b)
Protein
Untuk mengetahui adanya unsur protein dalam
urin, pada percobaan ini menggunakan reagen millon. Setelah 3 ml supernatan
urine ditambah 5 tetes reagen millon maka larutan yang awalnya berwarna putih
keruh, tetap tidak terjadi perubahan yang signifikan, yakni tetap berwarna
putih keruh.
Reaksi negatif dari reagen millon karena tidak
terbentuknya ikatan antara Hg dari pereaksi millon dengan gugus hidroksifenil
yang terdapat dalam urine, sehingga tidak didapatkan warna merah. Reaksi pembentukan reagen millon yaitu:
HgCl2 + 2HNO3 →
Hg(NO3)2
+ Cl2
(merkuri klorida) (asam
nitrat) (merkuri nitrat)
Sehingga dari data yang kami peroleh, dengan
warna yang tetap putih keruh, maka dapat disimpulkan sementara bahwa urine
subjek yang kami amati dalah normal karena tidak mengandung protein di
dalamnya.
c)
Pigmen Empedu
Untuk mengetahui adanya pigmen empedu, pada percobaan ini
cukup dengan mengocok tabung reaksi yang berisi urine dengan baik dan benar.
Hasilnya terdapat buih yang berwarna putih. Reaksi yang dihasilkan negatif,
karena buih yang dihasilkan berwarna bening (tidak ada pigmen empedu). Reaksi
positif ditandai dengan buih berwarna kuning.
Sehingga dapat disimpulakn sementara bahwa urine subjek
yang kami amati adalah normal (tidak mengandung pigmen empedu).
3.
Analisis Mikroskopis
Pada
praktikum ini, endapan urine subyek laki-laki di amati di bawah mikroskop. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa pada endapan urine subjek terdapat
sel epitel squamosa dan
asam hipuric. Berdasarkan pengamatan, jumlah elemen tersebut tergolong sedikit. Urin pada orang yang normal mengandung elemen-elemen tersebut
dalam jumlah yang sedikit. Apabila elemen-elemen tersebut jumlahnya meningkat
atau berlebihan maka urin mengalami abnormalitas. Sedikitnya elemen-elemen di atas menunjukkan bahwa
urine subjek yang kami amati masih dapat dikatakan normal.
I.
PEMBAHASAN
Urinalisis
adalah tes yang dilakukan pada sampel urine pasien untuk tujuan diagnosis
infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi berbagai jenis
penyakit ginjal, memantau perkembangan penyakit seperti diabetes melitus dan
tekanan darah tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan umum.
Sebelum menilai hasil
analisa urine, perlu diketahui tentang proses pembentukan urine. Urine merupakan hasil metabolism tubuh yang
dikeluarkan melalui ginjal. Dari 1200 ml darah yang melalui glomeruli permenit
akan terbentuk filtrat 120 ml per menit. Filtrat tersebut akan mengalami
reabsorpsi, difusi dan ekskresi oleh tubuli ginjal yang akhirnya terbentuk 1 ml
urine per menit. Secara umum dapat dikatakan bahwa pemeriksaan urine selain
untuk mengetahui kelainan ginjal dan salurannya juga bertujuan untuk mengetahui
kelainan-kelainan di pelbagai organ tubuh seperti hati, saluran empedu,
pankreas, korteks adrenal, uterus dan lain-lain (dr.Wirawan, Tanpa Tahun).
Pada praktikum urinalisis
ini, praktikan melakukan pengujian terhadap urine laki-laki. Praktikum ini
meliputi beberapa pengamatan, yaitu analisis fisik (warna urine, berat jenis,
dan pH), analisis kimia (uji glukosa, uji protein, dan pigmen empedu), serta
analisis mikroskopis. Bahan urine yang diuji adalah urine yang segar. Jadi, setelah
dilakukan pengumpulan bahan urine, praktikan
segera dilakukan pemeriksaan. Sesuai dengan teori oleh bahwa apabila
terlalu lama akan terjadi perubahan pada komposisi zat dan hasil yang keluar,
sebagian di antaranya adalah pertumbuhan bakteri meningkat, kadar glukosa
menurun, pH menjadi alkalis, dekomposisi silinder, lisisnya eritrosit, urine
menjadi makin keruh, perubahan warna dan bau, dan nitrit menjadi positif
Urinalisis,
istilah untuk tes urine umum, dilakukan untuk mengevaluasi kesehatan seseorang,
mendiagnosis kondisi medis seseorang, atau untuk memonitor penyakit seseorang.
Tidak semua tes pada urine disebut urinalisis, misalnya tes kehamilan dan tes
narkoba. Berdasarkan
hasil urinalisis, kita akan mengetahui apakah kondisi kita baik atau buruk
secara medis, biasanya dibuat berdasarkan tiga pemeriksaan, yaitu analisis fisik, analisis kimiawi,
dan analisis mikroskopis (Husada, 2010).
1.
Analisis Fisik
a)
Analisis Warna Urine
Pertama yang
dilakukan adalah analisis fisik mengenai warna urine. Berdasarkan pengamatan
yang dilakukan dengan melihat warna urine secara langsung yang berada pada
tabung , diketahui bahwa warna urine subjek adalah kuning gading berbuih yang
berarti kemungkinan penyebab naiknya pigmen melanin. Warna urine subjek yang ditunjukkan
tersebut tidak dapat dikatakan normal, sebab urine normal yaitu dengan warna
kuning gading. Warna kuning
gading mengindikasikan bahwa pigmen yang terkandung dalam urine adalah normal. Menurut
Adnan (2008), urine normal berwarna kuning atau kuning gading, transparan, pH
berkisar 4,6 – 8,0 atau rata-rata 6,0, berat jenis 1,001 – 1,035, bila agak
lama berbau seperti amoniak.
Disebutkan dalam Kompas oleh Acandra (2010)
bahwa warna kuning
dalam urine berasal dari pigmen warna yang disebut urochorme. Warna urine yang normal
adalah kuning hingga kuning pucat. Warna urine kuning gelap merupakan tanda
tubuh kekurangan air. Sebaliknya, warna urine yang terlalu bening bisa menjadi
tanda Anda terlalu banyak minum air atau sedang mengonsumsi obat diuretik
(penyerap air yang membuat volume urine bertambah). Warna
urine juga bisa berubah-ubah sesuai dengan makanan yang kita asup. Misalnya,
makan wortel bisa membuat warna urine menjadi agak oranye, sedangkan
obat-obatan juga bisa mengubah warna urine.
GAMBAR URINE KUNING GADING BERBUIH
Gambar 1. Urine subjek berwarna kuning
gading berbuih
Disebutkan juga oleh Smith (2007) bahwa urine
berbusa bisa jadi tanda yang sangat awal adanya proteinuria (kadang-kadang
disebut albiminaria), terbentuknya garam-garam empedu atau protein albumin
dalam urine. Proteinuria adalah tanda adanya kerusakan ginjal dan jantung
terutama pada orang yang mengidap diabetes atau hipertensi. Urine berbusa juga
sering menjadi tanda awal adanya sindrom nefrotik, sebuah gangguan yang
serius dimana sistem penyaring ginjal bisa rusak karena infeksi virus,
diabetes, dan lupus. Hal ini menyebabkan kelebihan protein mencari jalan menuju
urine. Buih-buih dalam uriner juga menjadi tanda adanya fistula, sebuah
koneksi abnormal antara kandung kemih dan vagina atau rectum.
b) Berat Jenis
Berdasarkan data pengamatan berat jenis urine,
skala saat urineometer tidak bergerak pada 1,025. Didapatkan berat jenis
sesungguhnya adalah 1,0301466 gram/cm3. Menurut Kuspratiknyo (2009) bahwa berat jenis urine, tergantung dari jumlah air yang larut di dalam urine
atau terbawa di dalam urine. Berat jenis plasma (tanpa protein) adalah 1,010. Bila ginjal mengencerkan urine (misalnya sesudah minum air)
maka berat jenisnya kurang dari 1,010. bila ginjal memekatkan urine (sebagaimana fungsinya) maka
berat jenis urine naik diatas 1010. Daya pemekatan ginjal diukur menurut berat
jenis tertinggi yang dapat dihasilkan, yang seharusnya dapat lebih dari 1,025.
FOTO URINOMETER
Gambar Urinometer saat tidak bergerak
(Sumber: Hasil pengamatan kelompok 6)
Ditegaskan pula bahwa pemeriksaan berat jenis
urine bertalian dengan faal pemekatan ginjal, dapat dilakukan dengan
berbagai cara, yaitu dengan memakai falling
drop, gravimetri, menggunakan
pikno meter, refraktometer dan reagens pita'. Namun, dalam praktikum kali ini
kami menggunakan urinometer (hydrometer).
Berat jenis urine
sewaktu pada orang normal antara 1,003 - 1,030. Berat jenis urine berhubungan
erat dengan diuresa, makin besar diuresa makin rendah berat jenisnya dan
sebaliknya. Makin pekat urine makin tinggi berat jenisnya, jadi berat jenis
bertalian dengan faal pemekat ginjal. Urine sewaktu yang mempunyai berat jenis
1,020 atau lebih, menunjukkan bahwa faal pemekat ginjal baik. Keadaan ini dapat
dijumpai pada penderita dengan demam dan dehidrasi. Sedangkan berat jenis urine
kurang dari 1,009 dapat disebabkan oleh intake cairan yang berlebihan hipotermi, alkalosis dan kegagalan
ginjal yang menahun (dr.Wirawan, dkk. Tanpa Tahun).
Disebutkan pula oleh Riswanto (2010) bahwa berat
jenis (yang berbanding lurus dengan osmolalitas urine
yang mengukur konsentrasi zat terlarut) mengukur kepadatan air seni serta
dipakai untuk menilai kemampuan ginjal untuk memekatkan dan mengencerkan urine.
Spesifik
gravitasi antara 1,005 dan 1,035 pada sampel acak harus dianggap wajar jika
fungsi ginjal normal. Nilai rujukan untuk urine pagi adalah 1,015 – 1,025,
sedangkan dengan pembatasan minum selama 12 jam nilai normal > 1,022, dan
selama 24 jam bisa mencapai ≥1,026. Defek fungsi dini yang tampak pada
kerusakan tubulus adalah kehilangan kemampuan untuk memekatkan urine (Riswanto, 2010).
Berat jenis urine yang rendah persisten menunjukkan gangguan fungsi reabsorbsi
tubulus. Nokturia dengan ekskresi urine malam > 500 ml dan berat jenis
kurang dari 1.018, kadar glukosa sangat tinggi, atau mungkin pasien baru-baru
ini menerima pewarna radiopaque kepadatan tinggi secara intravena untuk studi
radiografi, atau larutan dekstran dengan berat molekul rendah. Kurangi 0,004
untuk setiap 1% glukosa untuk menentukan konsentrasi zat terlarut non-glukosa (Riswanto, 2010).
Jadi, berdasarkan data yang didapat dan
berdasarkan teori tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa berat jenis subjek (1,0301466) adalah normal, karena mendekati rentangan
angka berat jenis normal 1,003 – 1,030 (ada yang menyatakan berat jenis normal
1,001 – 1,035).
c) pH
Pada pengamatan pH urine, urine yang kami periksa adalah segar, sebab bila disimpan terlalu lama, maka pH akan berubah
menjadi basa. Urine basa dapat memberi hasil negatif atau tidak memadai
terhadap albuminuria dan unsure-unsur mikroskopik sedimen urine, seperti
eritrosit, silinder yang akan mengalami lisis. pH urine yang basa sepanjang
hari kemungkinan oleh adanya infeksi. Urine dengan pH yang selalu asam dapat menyebabkan
terjadinya batu asam urat.
Pada saat pengamatan pH urine dengan
mencelupkan ketas indicator universal pada urine, selanjutnya melihat perubahan warna kertas indikator dengan warna standart pH, ternyata didapatkan pH urine subjek
(laki-laki) adalah 6. Berdasarkan Harnawatiaj (2008) bahwa pH urine normal
adalah 4,5 – 7,5. Dari sumber tersebut dapat dikatakan bahwa pH urine subjek
adalah normal.
Berikut ini
adalah keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi pH urine :
a.
pH basa : setelah makan, vegetarian,
alkalosis sistemik, infeksi saluran kemih (Proteus atau Pseudomonas menguraikan
urea menjadi CO2 dan ammonia), terapi alkalinisasi, asidosis tubulus ginjal,
spesimen basi.
b.
pH asam : ketosis (diabetes,
kelaparan, penyakit demam pada anak), asidosis sistemik (kecuali pada gangguan
fungsi tubulus, asidosis respiratorik atau metabolic memicu pengasaman urine
dan meningkatkan ekskresi NH4+), terapi pengasaman (Riswanto, 2010).
Penetapan pH diperlukan pada gangguan keseimbangan asam basa,
kerena dapat memberi kesan tentang keadaan dalam badan. pH urine normal berkisar
antar 4,5- 8,0. Selain itu, penetapan pH pada infeksi saluran kemih dapat
memberi petunjuk ke arah etiologi. Pada infeksi oleh Escherichia coli biasanya
urine bereaksi asam, sedangkan pada infeksi dengan kuman Proteus yang dapat
merombak ureum menjadi atnoniak akan menyebabkan urine bersifat basa. Dalam
pengobatan batu karbonat atau kalsium fosfat urine dipertahankan asam, sedangkan
untuk mencegah terbentuknya batu urat atau oksalat pH urine sebaiknya
dipertahankan basa (dr.Wirawan, dkk, Tanpa Tahun).
Jadi, dari hasil pengamatan yang kami lakukan mengenai pH urine dengan
indicator universal dengan urine pH 6 (kertas indicator universal ph 6
terlampir pada laporan sementara), maka dapat disimpulkan bahwa pH urine subjek
(laki-laki) yang kami amati adalah normal karena berada dalam rentangan pH 4,5
– 7,5 (ada pula yang menyebutkan pH urine normal adalah 4,5 – 8,0).
2. Analisis Kimia
a)
Uji Glukosa
Glukosa mempunyai sifat mereduksi. Ion cupri direduksi menjadi
cupro dan mengendap dalam bentuk merah bata. Semua larutan sakar yang mempunyai
gugusan aldehid atau keton bebas akan memberikan reaksi positif. Na sitrat dan Na
karbonat (basa yang tidak begitu kuat) berguna untuk mencegah pengendapan Cu++
. Sukrosa memberikan reaksi negative karena tidak mempunyai gugusan aktif
(aldehid/keton bebas) (Putri, 2011).
Reaksi benedict sensitive karena larutan sakar dalam jumlah sedikit
menyebabkan perubahan warna dari seluruh larutan, sedikit menyebabkan perubahan
warna dari seluruh larutan, hingga praktis dan lebih mudah mengenalnya. Hanya
terlihat sedikit endapan pada dasar tabung. Uji benedict lebih peka
karena benedict dapat dipakai untuk menafsir kadar glukosa secara kasar, karena
dengan berbagai kadar glukosa memberikan warna yang berlainan (Putri, 2011).
Ditegaskan pula bahwa uji benedict spesifik pada
karbohidrat, terutama gula pereduksi, sakarida yang memiliki kemampuan
mereduksi, yaitu sakarida dengan gugus aldosa dan ketosa bebas. Hal ini
disebabkan karena kandungan atom C dan gugus hidroksil (OH) bebas yang aktif. Reaksinya
adalah sebagai berikut:
(D-glukosa) + 2 CuO → (asam glukonat) + Cu2O
Adanya endapan Cu2O menyebabkan terjadinya
warna merah, sehingga jika hasil uji glukosa dalam urine positip, urine subyek
mengandung gugus (OH) bebas yang reaktif.
Menurut Poedjiadi (1994:40), pereaksi benedict berupa
larutan yang mengandung kuprisulfat, natrium karbonat dan natrium sitrat.
Glukosa dapat mereduksi ion Cu2+ dari kuprisulfat menjadiion Cu+
yang kemudian mengendap sebagai Cu2O. adapun natrium karbnat dan
natrium sitrat membuat pereaksi benedict bersifat basa lemah. Endapan yang
terbentuk bisa berwarna hijau, kuning atau merah bata tergantung konsentrasi
karbohidrat yang diperiksa.
Contoh reaksi uji benedict pada glukosa:
|
CHO
|
|
|
|
|
|
COOH
|
|
|
|
|
|
|
Ι
|
|
|
|
|
|
Ι
|
|
|
|
|
|
H
|
− C − OH
|
|
|
|
H
|
−
|
C − OH
|
|
|
|||
|
Ι
|
|
|
|
|
|
Ι
|
|
|
|||
H
|
− C − OH
|
+
|
2CuO
|
|
H
|
−
|
C − OH
|
+
|
Cu2O
|
|||
|
Ι
|
|
tembaga
|
|
|
|
Ι
|
|
Cupro oksida
|
|||
H
|
− C − OH
|
|
Oksida
|
|
H
|
−
|
C − OH
|
|
|
|||
|
Ι
|
|
|
|
|
|
Ι
|
|
|
|||
H
|
− C − OH
|
|
|
|
H
|
−
|
C − OH
|
|
|
|||
|
Ι
|
|
|
|
|
|
Ι
|
|
|
|||
|
CH2OH
|
|
|
|
|
|
CH2O
|
|
|
|
|
|
D-Glukosa Asam Glutamat
Namun, berdasarkan
data hasil praktikum yang kami lakukan, setelah meletakkan larutan 8 tetes
urine dan 5 ml larutan bennedict diletakkan dalam air mendidih selama 5 menit, dapat
diketahui bahwa uji glukosa menunjukkan hasil yang negatif dengan menujukkan
warna biru (sama seperti warna awal). Berdasarkan hasil tersebut, artinya urine
subjek bebas dari salah satu unsur abnormal dari urine yaitu glukosa (Soewolo,
2003:346).
Jadi, berdasarkan data yang diperoleh mengenai warna yang
dihasilkan yaitu warna biru berarti negatif (-) urine subjek yang kami amati
urinenya tidak mengandung gula.
b)
Uji Protein
Untuk mengetahui adanya unsur protein dalam urine,
dalam percobaan ini praktikan menggunakan reagen millon. Reaksi positif dari
reagen millon ditandai dengan perubahan warna menjadi merah/lembayung. Reaksi
positif ditandai dengan terbentuknya ikatan antara Hg dari pereaksi millon
dengan gugus hidroksifenil yang terdapat dalam urine.
Reaksi
pembentukan reagen millon yaitu:
HgCl2 + 2HNO3 →
Hg(NO3)2
+ Cl2
(merkuri klorida) (asam
nitrat) (merkuri nitrat)
Menurut Poedjiadi (1994:122), pereaksi Millon
adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila pereksi
ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan putih yang
dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan.
Persamaan reaksi yang terjadi dapat
digambarkan sebagai berikut:
HgCl2 +
2HNO3 →
Hg(NO3)2
+ Cl2
(merkuri
klorida) (asam nitrat) (merkuri nitrat)
2 [HO − CH2 − CH − COOH] + Hg (NO3)2→ 2 [HO – CH2 – CH – COOH] Hg + H2O
NH3+
NH3+
Tirosin merkuri
nitrat merkuri nitrofenilamat
Reaksi Antara Ikatan Hg dan Protein
Namun, berdasarkan data atas percobaan uji
protein yang kami lakukan, setelah 3 ml supernatan urine ditambah 5 tetes
reagen Millon, maka larutan yang tadinya berwarna putih keruh, tetap berwarna
putih keruh, dan tidak terjadi perubahan signifikan menjadi lembayung ataupun
merah. Hal ini berarti bahwa urine subjek yang kami amati (laki-laki) adalah
normal tidak mengandung protein di dalamnya.
FOTO UJI PROTEIN
Gambar Hasil Negatif Uji Protein
(Sumber: Hasil pengamatan kelompok 6)
c)
Pigmen Empedu
Pigmen empedu terdiri dari biliverdin (hijau) dan
bilirubin (kuning). Pigmen ini merupakan hasil penguraian hemoglobin yang
dilepas dari sel darah merah terdisintegrasi. Pigmen utamanya adalah bilirubin
yang memberikan warna kuning pada urine dan feses (Sloane, 1995).
Bilirubin
yang dapat dijumpai dalam urine adalah bilirubin direk (terkonjugasi), karena
tidak terkait dengan albumin, sehingga mudah difiltrasi oleh glomerulus dan
diekskresikan ke dalam urine bila kadar dalam darah meningkat. Bilirubinuria
dijumpai pada ikterus parenkimatosa (hepatitis infeksiosa, toksik hepar),
ikterus obstruktif, kanker hati (sekunder), CHF disertai ikterik (Riswanto,
2010).
Berdasarkan data hasil percobaan, dapat diketahui bahwa urine
subyek (laki-laki) adalah normal karena tidak mengandung pigmen empedu
(Basoeki, 2000). Kenormalan ini dapat dilihat dengan buih pada urine subjek
yang berwarna bening. Sedangkan pada urine yang tidak normal (mengandung pigmen
empedu) ditandai dengan adanya buih berwarna kuning.
Akan tetapi hasil yang kami dapatkan tidak mungkin lepas
dari beberapa faktor. Di mana dalam praktiknya, terdapat
faktor yang mempengaruhi hasil praktikum mengenai tes protein ini, yaitu :
a. Hasil positif palsu dapat
disebabkan oleh hematuria, tingginya substansi molekular, infus
polivinilpirolidon (pengganti darah), obat (lihat pengaruh obat),
pencemaran urine oleh senyawa ammonium kuaterner (pembersih kulit,
klorheksidin), urine yang sangat basa (pH > 8).
b. Hasil negatif
palsu dapat disebabkan oleh urine yang sangat encer, urine sangat asam (pH di
bawah 3) (Riswanto, 2010).
Jadi, berdasarkan data yang diperoleh, dapat disimpulkan
bahwa urine subjek yang diamati adalah normal karena buih yang ada pada urine
adalah buih berwarna bening (tidak kuning), artinya tidak ada pigmen empedu
pada urine subjek.
FOTO URINE DENGAN BUIH BENING
Gambar Hasil Uji Pigmen Empedu
(Sumber: Hasil pengamatan kelompok 6)
3. Analisis
Mikroskopis
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pada endapan urine pria
terdapat sel epitel transisional, asam uric, bakteri cast dan hialin cast. Urine
pada orang yang normal mengandung elemen-elemen tersebut dalam jumlah yang
sedikit. Apabila elemen-elemen tersebut jumlahnya meningkat atau berlebihan
maka urine mengalami abnormalitas. Adanya elemen-elemen dalam jumlah yang
abnormal tersebut disebabkan oleh berbagai hal antara lain ketidaknormalan
organ-organ yang berperan dalam system urinearia misalnya pada ginjal.
Kristal-kristal yang terdapat dalam urine (pada praktikum ini sel epitel squamosa dan asam hipuric).
Terdapatnya unsur tersebut tergantung dari jenis makanan, banyak makanan,
kecepatan metabolisme dan kepekatan urine (Wirawan, tanpa tahun). Diperkuat pula bahwa fosfat di urine adalah gabungan dari natrium dan kalium fosfat, ini
berasal dari makanan yang mengandung protein berikatan dengan fosfat (Soewolo,
2003).
Menurut Riswanto (2010), pemeriksaan mikroskopik diperlukan untuk mengamati sel dan benda
berbentuk partikel lainnya. Banyak macam unsur mikroskopik dapat ditemukan baik
yang ada kaitannya dengan infeksi (bakteri, virus) maupun yang bukan karena
infeksi misalnya perdarahan, disfungsi endotel dan gagal ginjal.
Epitel skuamosa umumnya dalam jumlah yang lebih rendah dan berasal
dari permukaan kulit atau dari luar uretra. Signifikansi utama mereka adalah
sebagai indikator kontaminasi (Riswanto, 2010).
FOTO EPITEL SQUAMOSA AMATAN
SENDIRI
Gambar Epitel Squamosa pada Urine Subjek (laki-laki)
(Sumber: Hasil Pengamatan kelompok 6)
Gambar Epitel Squamosa
(Sumber: Riswanto, 2010_Analisis Mikroskopik_Laboratorium Kesehatan)
Selain epitel squamosa, juga ditemukan asam
hipuric yang bebetuk panjang runcing, juga ada yang pendek. Di bawah ini
merupakan struktur kimia dari asam hipuric.
FOTO ASAM HIPURIC
Gambar Asam Hipuric
(Sumber: Hasil pengamatan kelompok 6)
Struktur kimia Asam Hipuric
(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/File:Hippuric_acid.png)
Berdasarkan
pengamatan elemen dalam urine, praktikan mengamati jumlah elemen-elemen
tersebut, dan didapatkan bahwa jumlah elemen tersebut sedikit, sehingga dapat
dikatakan bahwa urine subjek yang kami amati masih dalam kondisi normal.
J.
KESIMPULAN
1.
Urine
yang kami amati menunjukkan warna kuning gading berbuih. Hal ini menunjukkan
naiknya pigmen melanin pada subjek. Urine yang demikian dapat dikatakan tidak
normal, seharusnya urine normal berwarna kuning gading, tanpa buih.
2.
Berat
jenis urine yang normal berkisar antara 1,003-1,030 g/cm3, maka dapat
disimpulkan bahwa urine yang diuji memiliki berat jenis yang termasuk dalam
range yang normal.
3.
Urin
sampel memilki pH 6 (pH asam) dan dapat dikatakan normal karena umumnya pH urin
dalam manusia bervariasi dari 4,5-7,5.
4.
Urine yang diamati oleh praktikan tidak
mengandung glukosa karena memberi hasil negatif terhadap tes Benedict, dengan
menunjukkan warna biru. Berarti urine tersebut adalah urine yang normal.
5.
Urine yang diamati oleh praktikan tidak
mengandung protein karena memberikan hasil negative terhadap tes Millon, dengan
menunjukkan warna putih keruh (tidak lembayung). Berarti urine tersebut adalah urine
yang normal.
6.
Urine yang diamati oleh praktikan tidak
mengandung pigmen empedu karena tidak menunjukkan buih berwarna kuning,
melainkan buih bening. Berarti urine tersebut adalah urine yang normal.
7.
Elemen
yang ditemukan dalam urine subjek adalah sel-sel epitel squamosa dan asam
hipuric dalam jumlah sedkit. Sehingga dapat dikatakan bahwa urine subjek masih
dalam kondisi normal.
K. DAFTAR
RUJUKAN
Acandra. 2010. Intip
Kesehatan Warna Urine. (Online), (http://kesehatan.kompas.com/read/2010/04/13/13214350/Intip.Kesehatan.dari.Warna.Urine, diakses 17 Nopember 2011)
Adnan. 2008. Proses dalam Ginjal.
(Online), (http://barrusweet.blogspot.com/2008/07/proses-dalam-ginjal.html, diakses 17 Nopember 2011).
Basoeki,
Soedjono, dkk. 2000. Petunjuk Praktikum
Anatomi dan Fisiologi Manusia. Malang: FMIPA UM.
Dr.Wirawan, dkk. Tanpa Tahun. Penialaian
Hasil Pemeriksaan Urine. (Online),(http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/12_PenilaianHasilPemeriksaanUrine.pdf/12_PenilaianHasilPemeriksaanUrine.html, diakses 17 November 2011).
Harnawatiaj. 2008. Konsep
Dasar Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Urine. (Online),(http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/17/konsep-dasar-pemenuhan-kebutuhan-eliminasi-urine/, diakses 17 November 2011).
Husada, dr. Ivan. 2010. Urinalisis.
(Online), (http://www.ivanhoesada.com/, diakses 17 November 2011).
Joan Liebmann-Smith. 2007. Body Signs,
How to Be Your Own Diagnostic Detective. Jakarta: Ufuk Publishing House.
Medicastore. 2007. Urinalisis.
(Online), (http://medicastore.com, diakses tanggal 18 Nopember 2011).
Soewolo. 2005. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Malang:
FMIPA UM
Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Universitas
Indonesia Press. Jakarta.
Putri. 2011. Pemeriksaan Laboratorium Urine. (Online), (http://mahasiswakedokteranonline.wordpress.com/2011/06/10/uji-glukosa-urine/, diskses 18
November 2011)
Riswanto.
2010. Protein Urine. (Online), (http://labkesehatan.blogspot.com/, diakses 17
November 2011).
Sloane, Ethel. 1995. Anatomi dan Fisiologi
untuk Pemula. Jakarta: Buku Kedokteran EGC-IKAPI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar