JURNAL 8
Nama :
Linda Tri Antika
NIM :
209341417443
Kelas :
AA
Matakuliah :
Belajar dan Pembelajaran
Dosen :
Dr. Hj. Sri Endah Indriwati, M.Pd
Jam/ Ruang : 03
– 04 dan 07 – 08 SPA 307
Hari, Tanggal : Senin-Selasa, 10-11 Oktober 2011
Konsep : Pendekatan Fakta, Pendekatan Konsep,
Pendekatan Lingkungan, Pendekatan Konstruktivisme, dan Pendekatan Kontekstual
1.
EKSPLORASI KONSEP YANG DIPELAJARI DAN INFORMASI/ KONSEP
YANG DITERIMA DARI DOSEN/ HASIL PRESENTASI
a)
10 Oktober 2011
Hari ini kami diajar oleh pak Supratman mengenai
Pendekatan Fakta, Pendekatan Fakta, dan Pendekatan Lingkungan. Kuliah hari ini
cukup menyenangkan. Materi yang disampaikan adalah sebagai berikut:
·
Pengertian Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan adalah sebagai titik tolak
atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Pendekatan ini
masih bersifat umum, strategi dan metode yang digunakan dapat bersumber atau tergantung
dari pendekatan tertentu. Contoh pendekatan yang berpusat pada guru (teacher
centre), pendekatan ini menurunkan strategi
pembelajaran langsung, strategi pembelajaran deduktif atau strategi
pembelajaran ekspositori.
Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang akan
ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pendekatan
pembelajaran juga merupakan aktivitas guru di dalam memilih kegiatan
pembelajaran, apakah guru akan menjelaskan suatu materi pembelajaran yang sudah
tersusun dalam urutan tertentu, ataukah dengan menggunakan materi yang terkait
satu dengan lainnya dalam tingkat kedalaman yang berbeda, atau bahkan merupakan
materi yang terintegrasi dalam suatu kesatuan multi disiplin ilmu.
Pendekatan pembelajaran menurut Syaiful (2003:68) adalah
sebagai aktifitas guru dalam memilih kegiatan pembelajaran. Pendekatan
pembelajaran sebagai penjelas dan juga mempermudah bagi para guru memberikan
pelayanan belajar dan juga mempermudah siswa untuk memahami materi ajar yang
disampaikan guru, dengan memelihara suasana pembelajaran yang menyenangkan.
•
Pendekatan
Fakta
Belajar
dengan pendekatan fakta adalah belajar menghafalkan fakta-fakta. Misalnya
menghafalkan nama, definisi, dan gambar. Belajar dengan cara demikaan selain
melelahkan juga data-data yang dihafalkan mudah terlupakan. Hal ini disebabkan
daya ingat orang terbatas.
•
Pendekatan
Konsep
Pendekatan konsep adalah suatu
pendekatan pengajaran yang secara langsung menyajikan konsep tanpa memberi
kesempatan kepada siswa untuk menghayati bagaimana konsep itu diperoleh. Konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau sekelompok
orang yang dinyatakan dalam defenisi sehingga menjadi produk pengetahuan yang
meliputi prinsip-prinsip, hukum, dan teori. Konsep diperoleh dari fakta,
peristiwa, pengalaman melalui generalisasi, dan berpikir abstrak. Konsep dapat
mengalami perubahan disesuaikan dengan fakta atau pengetahuan baru, sedangkan
kegunaan konsep adalah menjelaskan dan meramalkan.
Dijelaskan pula oleh pak Supratman mengenai tahap pelaksanaan
pendekatan konsep, yaitu:
a. Tahap
Enaktik
b. Tahap
Simbolik
c. Tahap
Ikonik
Namun, saya kurang mengerti mengenai tahap
tersebut. Sehingga saya mencari referensi untuk memahami hal terssebut, karena
sangat penting bagi saya sebagai calon pendidik.
•
Pendektan Lingkungan
Pendekatan lingkungan merupakan suatu pendekatan
pembelajaran yang berusaha untuk meningkatkan keterlibatan siswa melalui
pendayagunaan lingkungan sebagai sumber belajar. Pendekatan ini berasumsi bahwa
kegiatan pembelajaran akaan menarik siswa, jika apa yang dipelajari diangkat
dari lingkungan, sehingga apa yang dipelajari berhubungan dengan kehidupan dan
berfaedah bagi lingkungan.
b)
11 Oktober 2011
Hari ini yang mengajar adalah ibu dari PPL Pascasarjana
juga, mengenai pendekatan konstruktivisme dan pendekatan lingkungan. Diadakan
kelompok kecil, yang kemudian memilih topik untuk didiskusikan. Selanjutnya
melakukan sharing dengan berbagai kelompok. Kelas kami sangat aktif dalam
berdiskusi, jadi suasana kelas menjadi aktif.
•
Pendekatan Konstruktivisme
Pendekatan konstruktivisme merupakan proses pembelajaran
yang menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam pemikiran pelajar.
Pengetahuan dikembangkan secara aktif oleh pelajar itu sendiri dan tidak
diterima secara pasif dari orang disekitarnya. Hal ini bermakna bahwa pembelajaran merupakan
hasil dari usaha pelajar itu sendiri dan bukan hanya ditransfer dari guru
kepada pelajar.
Sedangkan
konsep yang saya persiapkan sebelumnya mengenai konstruktivisme ini adalah
bahwa konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru
dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Dalam teori ini,
penekanan diberikan kepada siswa lebih dari pada guru. Hal ini karena siswalah
yang berinteraksi dengan bahan dan peristiwa dan memperoleh kepahaman tentang
bahan dan peristiwa tersebut. Mc Brien & Brandt (dalam Isjoni,2007)
menyebutkan konstruktivisme adalah satu pendekatan pengajaran berdasarkan pada
penyidikan tentang bagaimana manusia belajar.
•
Pendekatan Kontekstual
Pendekatan Kontekstual atau Contextual
Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu
guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US
Departement of Education,2001). Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa
makna belajar,manfaatnya,dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya.
Dengan ini siswa akan menyadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai
hidupnya nanti. Sehingga,akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri
yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan
berusaha untuk menggapinya.
Pendekatan
kontekstual merupakan pendekatan yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pendekatan
kontekstual sendiri dilakukan dengan melibatkan komponen komponen pembelajaran
yang efektif yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan,masyarakat belajar,
pemodelan, refleksi, penilaian sebenarnya.
Dijelaskan
pula oleh kelompok lain, yang sebenarnya kelompok kami juga akan menjelaskan
hal ini, bahwa:
Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan
terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu:
1) Mengaitkan adalah
strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan
strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal
siswa. Jadi dengan demikian,mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan
informasi baru.
2) Mengalami
merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi
baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi
lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan
bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
3) Menerapkan. Siswa
menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru
dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistik dan relevan.
4) Kerjasama. Siswa
yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan.
Sebaliknya,siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah
yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membanti
siswa mempelajari bahan ajar,tetapi konsisten dengan dunia nyata.
5) Mentransfer. Peran
guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman
bukan hapalan
2.
HASIL EKSPLORASI
Karena keterbatasan saya tidak bisa menghafal banyak,
maka dari penjelasan dari pengajar PPL Pascasarjana, saya memperluas diri
dengan pengetahuan mengenai pendekatan pembelajaran dari berbagai sumber.
Berikut adalah hasil saya mengeksplorasi pengetahuan mengenai pendekatan
pembelajaran.
a)
Pendekatan Fakta, Pendekatan Konsep, dan Pendekatan
Lingkungan
Ø Pendekatan Fakta
Pembelajaran
dengan pendekatan fakta adalah pembelajaran menghafalkan fakta-fakta. Misalnya
menghafalkan nama, definisi, dan gambar. Belajar dengan cara demikaan selain
melelahkan juga data-data yang dihafalkan mudah terlupakan. Hal ini disebabkan
daya ingat orang terbatas.
Ø Pendekatan Konsep
Sebelum mencari sumber mengenai pendekatan
konsep, terlenih dahulu saya mencari pengertian konsep itu sendiri.
Menurut Rosser (dalam Sagala, 2009:73) konsep
adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian,
kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut-atribut yang
sama. Konsep didefinisikan sebagai abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang
mempermudah komunikasi antar manusia dan yang memungkinkan manusia berfikir.
Tafsiran atau pengertian seseorang terhadap suatu konsep disebut konsepsi.
Konsep menunjukkan suatu hubungan antar konsep-konsep yang lebih sederhana
sebagai dasar perkiraan atau jawaban manusia terhadap pertanyaan-pertanyaan
yang bersifat asasi tentang mengapa suatu gejala itu bisa terjadi.
Konsep merupakan pikiran seseorang atau
sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga menjadi produk
pengetahuan yang meliputi prinsip-prinsip, hukum, dan teori. Konsep diperoleh
dari fakta, peristiwa, pengalaman melalui generalisasi, dan berfikir abstrak.
Konsep dapat mengalami perubahan disesuaikan dengan fakta atau pengetahuan
baru, sedangkan kegunaan konsep adalah meramalkan dan menjelaskan.
Konsep adalah klasifikasi perangsang yang
memiliki ciri-ciri tertentu yang sama. Konsep merupakan struktur mental yang
diperoleh dari pengamatan dan pengalaman. Manifestasi (perwujudan) proses
kognitif melalui tahap-tahap sebagai berikut:
a.
Mengklasifikasikan pengalaman untuk menguasai
konsep tertentu yang sama.
b.
Menafsirkan pengalaman dengan jalan
menghubungkan konsep yang telah diketahui untuk menyusun generalisasi.
c.
Mengumpulkan informasi untuk menafsirkan
pengalaman, tahap ini disebut berpikir asosiatif.
d.
Menginterprestasikan atau menafsirkan
pengalaman-pengalaman keadaan yang telah diketahui.
Setiap konsep yang telah diperoleh mempunyai
perbedaan isi dan luasnya. Seseorang yang memiliki konsep melalui proses yang
benar pengalaman dan pengertiannya akan kuat. Kemampuan membedakan sangat
dibutuhkan dalam penguasaan konsep. Dapat membedakan konsep berarti dapat
melihat ciri-ciri setiap konsep.
Ciri-ciri suatu konsep adalah sebagai berikut:
•
Konsep memiliki gejala-gejala tertentu.
•
Konsep diperoleh melalui pengamatan dan
pengalaman langsung.
•
Konsep berbeda dalam isi dan luasnya.
•
Konsep yang diperoleh berguna untuk menafsirkan
pengalaman-pengalaman.
•
Konsep yang benar membentuk pengertian.
•
Setiap konsep berbeda dengan melihat ciri-ciri
tertentu.
Pendekatan
Konsep Dalam Kegiatan Belajar Mengajar
Konsep dasar adalah konsep yang diperoleh
melalui pengalaman yang benar. Konsep dasar berkembang melalui bimbingan
pendidikan dan proses belajar mengajar. Contoh : Perkembangan konsep bahasa
anak dimulai dari suara-suara yang tak ada artinya (berceloteh) menjadi suara,
huruf, lambat laun menjadi suku kata.
Konsep dimulai dengan memperkenalkan benda
konkret, berkembang menjadi simbol sehingga menjadi abstrak yang berupa ucapan
atau tulisan yang mengandung konsep yang lebih kompleks. Konsep yang kompleks
memerlukan permunculan berulang kali dalam satu pertemuan dalam kelas, didukung
media atau sarana yang tepat. Contoh : Kalau pengajar menjelaskan konsep
“mata”, maka pembelajar dapat memperlihatkan mata mereka secara konkret.
Pengajar bertanya, “ Dimana matamu ?, Apa gunanya mata ?, Berapa matamu ? “.
Dan pertanyaan-pertanyaan ini pembelajar dapat menghubungkan benda konkret
dengan fungsinya dan kegiatannya. Semua ini memunculkan pengalaman baru. Dalam
proses internalisasi suatu konsep perlu diperhatikan dari beberapa hal, antara
lain:
ü
Memperkenalkan benda-benda yang semula tak
bernama menjadi bernama.
ü
Memperkenalkan unsur benda, sehingga memberi
kemungkinan unsur lain. Contoh : Bunga-berbau (harum/tak harum), Berwarna
(bermacam-macam), Berdaun (kecil, besar), Berduri (lunak, keras).
ü
Menunjukkan ciri-ciri khusus pada benda yang
diperlihatkan.
ü
Menunjukkan persetujuan dengan membandingkan
contoh dan bukan contoh. Contoh : Pakaian: kain-kain yang dibuat dan dipakai di
badan. Bukan contoh : tas, kalung, giwang; barang-barang ini dipakai tetapi
bukan pakaian, melainkan pelengkap pakaian.
Langkah-langkah mengajar dengan pendekatan konsep melalui 3 tahap yaitu :
a. Tahap Enaktif
•
Pengenalan benda konkret.
•
Menghubungkan dengan pengalaman lama atau
pengalaman baru.
•
Pengamatan, penafsiran tentang benda baru.
b. Tahap Simbolik
dengan memperkenalkan ;
•
Simbol, lambang, kode, seperti angka, huruf,
kode, seperti (?,=,/).
•
Membandingkan antara contoh dan non contoh
untuk menangkap apakah siswa cukup mengerti akan ciri-cirinya.
•
Memberi nama, istilah, serta definisi.
c. Tahap Ikonik
Tahap ini adalah tahap penguasaan konsep secara
abstrak, seperti ;
•
Menyebut nama, istilah, definisi, apakah siswa
sudah mampu mengatakannya.
Penjelasan Langkah-Langkah Pendekatan Konsep
Berdasarkan sumber yang saya akses (htttp://pakdesofa.blog.plasa.com/archives/26)
bahwa:
1) Tahap Enaktif
a. Pengajar
memperlihatkan barang-barang yang sering dipakai orang sehari-hari untuk
menutup badan dan perlengkapannya. Pembelajar diminta mengamati dan
menghubungkan dengan apa yang pernah dialaminya atau barangkali ada kreasi
baru.
b. Pengajar
bertanya agar mendapat respons tentang barang-barang tersebut. Apakah kamu
pernah mengenakan barang seperti ini jawabnya ya atau tidak. Apakah kamu pernah
mengenakan barang seperti ini, jawabnya ya atau tidak. Apakah barang-barang ini
sambil diperagakan, dipakai di badan, disebagian badan atau di seluruh badan
serta dikaki, di tangan atau di leher, jawabnya “ ya atau tidak “. Kegiatan ini
diulang-ulang sehingga jelas dan pembelajar ada yang merespons betul dan ada
juga yang salah.
2) Tahap Simbolik
a. Pengajar
memperlihatkan gambar tentang barang-barang yang ditunjukkan pada a dan b.
Pembelajar menunjuk dan menyebut ciri-ciri khusus tiap-tiap benda tersebut,
misalnya ;
•
Terbuat dari: kain, kulit, plastik.
•
Bermacam-macam warna: putih, cokelat.
•
Berbeda-beda model: berlengan, berkerah.
b. Pengajar
bersama pembelajar memberi sebuah nama atau istilah. Gambar atau barang yang
termasuk baju dan gambar atau barang yang bukan baju tetapi sebagai pelengkap.
Pembelajar secara lisan dapat menyebut dengan nama dan definisinya.
3) Tahap Ikonik
a.
Pengajar menunjuk tulisan “BAJU”,pembelajar
mengucapkan “BAJU”.
Bila pengajar menyuruh seorang pembelajar, “Lipatlah baju ini”, maka pembelajar pun akan mengambil salah satu baju dan dilipat. Ini pertanda bahwa pembelajar telah memiliki konsep.
Bila pengajar menyuruh seorang pembelajar, “Lipatlah baju ini”, maka pembelajar pun akan mengambil salah satu baju dan dilipat. Ini pertanda bahwa pembelajar telah memiliki konsep.
Ø Pendekatan Lingkungan
Pendekatan lingkungan merupakan suatu pendekatan
pembelajaran yang berusaha untuk meningkatkan keterlibatan peserta didik
melalui pemberdayagunaan lingkungan sebagai sumber belajar. Pendekatan
ini berasumsi bahwa kegiatan pembelajaran akan menarik perhatian peserta didik
jika apa yang dipelajari diangkat dari lingkungan. Dalam pendekatan lingkungan,
pelajaran disusun sekitar hubungan dan faidah lingkungan. Isi dan prosedur
disusun hingga mempunyai makna dan ada hubungannya antara peserta didik dengan
lingkungannya.
Pengetahuan yang diberikan harus memberi jalan
ke luar bagi peserta didik dalam menanggapi lingkungannya. Pemilihan tema
seyogyanya ditentukan oleh kebutuhan lingkungan peserta didik. UNESCO (1980)
mengemukakan jenis-jenis lingkungan yang dapat didayagunakan oleh peserta didik
untuk kepentingan pembelajaran sebagai berikut:
a.
Lingkungan yang meliputi faktor-faktor fisik,
biologi, sosio-ekonomi, dan budaya yang berpengaruh secara langsung maupun
tidak langsung, dan berinteraksi dengan kehidupan peserta didik.
b.
Sumber masyarakat yang meliputi setiap unsur atau
fasilitas yang ada dalam suatu kelompok masyarakat.
c.
Ahli-ahli setempat yang meliputi tokoh-tokoh masyarakat
yang memiliki pengetahuan khusus dan berkaitan dengan kepentingan pembelajaran.
Pembelajaran berdasarkan pendekatan lingkungan
dapat dilakukan dengan dua cara sebagai berikut:
a.
Membawa peserta didik ke lingkungan untuk
kepentingan pembelajaran. Hal ini bisa dilakukan dengan metode-metode
karyawisata, metode pemberian tugas, dan lain-lain.
b.
Membawa sumber-sumber dari lingkungan ke
sekolah (kelas) untuk kepentingan pembelajaran. Sumber tersebut bisa sumber
asli, seperti narasumber, bisa juga sumber tiruan, seperti model dan gambar.
b)
Pendekatan Konstruktivisme dan Pendekatan Kontekstual
Ø Pendekatan Konstruktivisme
Berdasarkan
sumber http://deceng.wordpress.com/ bahwa secara umum yang disebut konstruktivisme menekankan
kontribusi seseorang pembelajar dalam memberikan arti, serta belajar sesuatu
melalui aktivitas individu dan sosial. Tidak ada satupun teori belajar tentang
konstruktivisme, namun terdapat beberapa pendekatan konstruktivis, misalnya
pendekatan yang khusus dalam pendidikan matematik dan sains. Beberapa pemikir
konstruktivis seperti Vigotsky menekankan berbagi dan konstruksi sosial dalam
pembentukan pengetahuan (konstruktivisme sosial); sedangkan yang lain seperti
Piaget melihat konstruksi individu lah yang utama (konstruktivisme individu).
Konstrukstivisme Individu
Para psikolog konstruktivis yang tertarik
dengan pengetahuan individu, kepercayaan, konsep diri atau identitas adalah
mereka yang biasa disebut konstruktivis individual. Riset mereka berusaha
mengungkap sisi dalam psikologi manusia dan bagaimana seseorang membentuk
struktur emosional atau kognitif dan strateginya. Piaget misalnya mengusulkan
tahapan kognitif yang dilakukan
oleh semua manusia. Berpikir pada tiap langkah memasukkan tahapan sebelumnya
sehingga makin terorganisir dan adaptif dan makin tidak terikat pada kejadian
kongkrit.
Piaget menjelaskan bagaimana
tiap individu mengembangkanschema, yaitu suatu sistem
organisasi aksi atau pola pikir yang membuat kita secara mental mencerminkan
“berpikir mengenainya”. Dua proses diaplikasikan dalam hal ini yaitu asimilasi
dan akomodasi. Melalui asimilasi kita berusaha memahami hal yang baru dengan
mengaplikasikan schema yang ada; sedangkan akomodasi terjadi
ketika seseorang harus merubah pola berpikirnya untuk merespon terhadap situasi
yang baru. Seseorang melakukan adaptasi dalam situasi yang makin kompleks ini
dengan menggunakan schemayang
masih bisa dianggap layak (asimilasi) atau dengan melakukan perubahan dan
menambahkan pada schema-nya
sesuatu yang baru karena memang diperlukan (akomodasi).
Penjelasan di atas menunjukkan
penekanan Piaget terhadap pemahaman yang dibentuk oleh seseorang, sesuatu yang
berhubungan dengan logika dan konstruksi pengetahuan universal yang tidak dapat
dipelajari secara langsung dari lingkungan. Pengetahuan seperti itu berasal
dari hasil refleksi dan koordinasi kemampuan kognitif dan berpikir serta bukan
berasal dari pemetaan realitas lingkungan eksternalnya.
Hal yang paling mendasar dari
penemuan Piaget ini adalah belajar pada siswa tidak harus terjadi hanya karena
seorang guru mengajarkan sesuatu padanya, Piaget percaya bahwa belajar terjadi
karena siswa memang mengkonstruksi pengetahuan secara aktif darinya, dan ini
diperkuat bila siswa mempunyai kontrol dan pilihan tentang hal yang dipelajari.
Hal ini tidaklah meniadakan faktor guru dalam proses pembelajaran, justru
sebaliknya lah yang terjadi. Pengajaran oleh guru yang mengajak siswa untuk
bereksplorasi, melakukan manipulasi, baik dalam bentuk fisik atau secara
simbolik, bertanya dan mencari jawaban, membandingkan jawaban dari siswa lain
akan lebih membantu siswa dalam belajar dan memahami sesuatu.
Konstruktivisme sosial
Berbeda dengan Piaget,
Vygotsky percaya bahwa pengetahuan dibentuk secara sosial, yaitu terhadap apa
yang masing-masing partisipan kontribusikan dan buat secara bersama-sama.
Sehingga perkembangan pengetahuan yang dihasilkan akan berbeda-beda dalam konteks budaya yang berbeda.
Interaksi sosial, alat-alat budaya, dan aktivitasnya membentuk perkembangan dan
kemampuan belajar individual. Vygotsky melihat bahwa alat-alat budaya (termasuk
di dalamnya kertas, mesin cetak, komputer dll) dan alat-alat simbolik (seperti
sistem angka, peta, karya seni, bahasa, serta kode dan lambang) memainkan peran
penting dalam perkembangan kognitif. Sistem angka romawi misalnya punya
keterbatasan untuk operasi perhitungan; berbeda dengan sistem angka arab yang
biasa kita gunakan yang mempunyai lambang nol, bisa dibentuk pecahan, nilai
positif dan negatif, menyatakan bilangan yang tak terhingga besarnya dan
lainnya. Sistem angka yang dipakai adalah alat budaya yang mendukung berpikir,
belajar dan perkembangan kognitif. System simbol ini diberikan dari orang
dewasa ke anak melalui interaksi formal ataupun informal dan pengajaran.
Vygotsky menekankan bahwa
semua proses mental tingkat tinggi, seperti berpikir dan pemecahan masalah
dimediasi dengan alat-alat psikologi seperti bahasa, lambang dan simbol. Orang
dewasa mengajarkan alat-alat ini ke anak dalam kegiatan sehari-hari dan si anak
menginternalisasi hal tersebut. Sehingga alat psikologis ini dapat membantu
siswa meningkatkan perkembangan mental dan berpikirnya. Pada saat anak
berinteraksi dengan orang tua atau teman yang lebih mampu, mereka saling
bertukar ide dan cara berpikir tentang representasi dan konsep. Sehingga
pengetahuan, ide, sikap dan sistem nilai yang dimiliki anak berkembang seperti
halnya cara yang dia pelajari dari lingkungannya.
LIMA ELEMEN BELAJAR YANG
KONSTRUKTIVISTIK
Menurut Zahorik (1995:14-22) ada
lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran kontekstual,
yaitu :
1.
Pengaktifan pengetahuan yang sudah
ada (activating knowledge).
2.
Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring
knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian
memperhatikan detailnya.
3.
Pemahaman pengetahuan (understanding
knowledge), yaitu dengan cara menyusun (1) konsep sementara (hypotesis),
(2) melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan
(validasi) dan atas dasar tanggapan itu (3) konsep tersebut direvisi dan
dikembangkan.
4.
Mepraktekkan pengetahuan dan
pengalaman tersebut (applying knowledge).
5.
Melakukan refleksi (reflecting
knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.
Ø Pendekatan Kontekstual
Dari sumber yang saya baca,
Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)) merupakan konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga
dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil
pembelajaran dihadapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses penibelajaran berlangsung alamiah
dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan
dari guru ke siswa. Strategi
pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada
kecendrungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut :
1. Proses Belajar
·
Belajar tidak hanya sekedar menghafal. siswa
harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri.
·
Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat
sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja
oleh guru.
·
Pra ahli sepakat bahwa pengetahuan yang
dimiliki seseorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam
tentang sesuatu persoalan (subject matter).
·
Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan
menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan
keterampilan yang dapat diterapkan.
·
Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam
menyikapi situasi baru.
·
Siswa perlu dibiasakan memmecahkan masalah,
menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
·
Proses belajar dapat mengubah struktur otak.
Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan
organisasi pengetahuan dan keterampilan seseorang. Untuk itu perlu dipahami,
strategi belajar yang salah dan terus-menerus dipajangkan akan mempengaruhi
struktur otak, yang pada akhirnya mempengaruhi cara seseorang berperilaku.
2. Transfer Belajar
·
Sisawa belajar dari mengalami sendiri bukan
dari pemberian orang lain.
·
Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari
konteks yang terbatas (sempit), sedikit-demi sedikit.
·
Penting bagi siswa tahu "untuk apa"
ia belajar, dan "bagaimana" ia menggunakan pengetahuan dan
keterampilan itu.
3. Siswa sebagai Pembelajar
·
Manusia mempunyai kecendrungan untuk belajar
dalam bidang tertentu, dan seorang anak menpunyai kecendrungan untuk belajar
dengan cepat hal-hal baru.
·
Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah
mempelajari sesuatu yang baru.
·
Strategi
belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari
sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat
penting.
·
Peran orang dewasa (guru) mebantu menghubungkan
antara "yang baru" dan yang sudah diketahui.
· Tugas
guru "memfasilitasi" agar informasi baru bermakna
memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka
sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
4. Pentingnya Lingkungan Belajar
·
Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan
belajar yang berpusat pada siswa. Dari "guru akting didepan kelas,
siswa menonton" ke "siswa bekerja dan berkarya, guru
mengarahkan".
·
Pengajaran harus berpusat pada "bagaimana
cara" siswa menggunakan pengetahuan baru mereka. Strategi belajar
lebih dipentingkan dibanding hasilnya.
·
Umpan balik amat penting bagi siswa, yang
berasal dari proses penilaian (assessment) yang benar.
·
Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk
kerja kelompok itu penting.
3.
HUBUNGAN YANG BERKAITAN DENGAN KONSEP
1.
Sampai saat ini, pendidikan di Indonesia masih
didominasi oleh kelas yang berfokus pada guru sebagai utama pengetahuan, sehingga
ceramah akan menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi belajar. Sehingga
sering mengabaikan pengetahuan awal siswa.Untuk itu diperlukan suatu pendekatan
belajar yang memberdayakan siswa.
2.
Pengetahuan tumbuh
berkembang melalui pengelaman. Pemahaman berkembang semakin dalam dan semakin
kuat apabila selalu diuji dengan pengalaman baru.
3.
Sejauh ini, pendidikan kita
masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta
yang harus dihafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama
pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi belaiar
'baru' yang lebih memberdayakan siswa.
Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghafal
fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan
pengetahuan di benak mereka sendiri.
4.
Melalui landasan filosofi
konstruktivisme, CTL 'dipromosikan' menjadi alternatif strategi
belajar yang baru. Melalui strategi CTL, siswa diharapkari belajar melalui 'mengalami',
bukan 'menghafal'.
5.
Knowledge is contextual and fallible. Since knowledge
is a construction of humans and humans constantly undergoing new experiences,
knowledge can never by stable. The understandings that we invent are always
tentative and incomplete. Knowledge grows through exposure. Understand becomes
deeper and stronger if wan test it against new encounters (Zahorik, 1995).
6.
Pra ahli sepakat bahwa
pengetahuan yang dimiliki seseorang itu terorganisasi dan mencerminkan
pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan (subject matter).
7.
Proses belajar dapat
mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring
dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan seseorang. Untuk
itu perlu dipahami, strategi belajar yang salah dan terus-menerus dipajangkan
akan mempengaruhi struktur otak, yang pada akhirnya mempengaruhi cara seseorang
berperilaku.
8.
Pengetahuan tidak dapat
dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi
mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan. Dan manusia mempunyai
tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
4.
MASALAH DAN SOLUSI
A.
MASALAH
1.
Bagaimana kondisi yang perlu dipertimbangkan dalam
pembelajaran menggunakan pendekatan konsep?
2.
Apa ide utama dalam pembelajaran konstruktivisme?
3.
Bagaimana prosedur pembelajaran konstruktivisme?
4.
Bagaimana kompetensi yang dikembangkan dalam pembelajaran
konstruktivisme?
5.
Bagaimana strategi dan metode pembelajaran
konstruktivisme?
6.
Bagaimana hubungan antara pendekatan kontekstual dengan
konstruktivisme?
7.
Bagaimana seorang guru di dalam kelas jika menggunakan
pendekatan kontekstual?
8.
Bagaimana evaluasi dalam pendekatan konstruktivisme?
B.
SOLUSI
1)
Kondisi yang Harus Dipertimbangkan dalam Pembelajaran
Menggunakan Pendekatan Konsep
Kondisi yang dipertimbangkan dalam kegiatan
belajar mengajar dengan pendekatan konsep adalah :
a. Menanti
kesiapan belajar, kematangan berpikir sesuai dengan unsur lingkungan.
b. Mengetengahkan
konsep dasar dengan persepsi yang benar yang mudah dimengerti.
c. Memperkenalkan
konsep yang spesifik dari pengalaman yang spesifik pula sampai konsep yang
kompleks.
d. Penjelasan
perlahan-lahan dariyang konkret sampai yang abstrak.
2)
Ide Utama Pendektan Konstruktivisme
Ide utama dari belajar dengan pendekatan konstruktivisme adalah bahwa siswa harus
menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru
dengan aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai.
(Slavin dalam Trianto, 2007:13). Dalam teori ini guru tidak lagi mendominasi
pembelajaran, tetapi menjadi fasilitator siswa untuk dapat menemukan fakta,
konsep, maupun prinsip secara mandiri.
3)
Prosesdur
Pembelajaran Konstruktivisme
Driver dalam Fraser
and Walberg (1995) telah menciptakan prosedur
pembelajaran berdasarkan konstruktivisme, memfasilitasi
pebelajar membangun sendiri konsep-konsep baru
berdasarkan konsep lama yang
telah dimiliki. Pembangunan konsep baru itu tidak
terjadi di ruang hampa melainkan dalam
konteks sosial, dimana mereka dapat berinteraksi dengan orang lain untuk
merestrukturisasi ide-idenya.
Konsep lama yang
dimiliki pebelajar digali pada pembelajaran
pendahuluan, pada saat mereka mendapat orientasi berupa
peristiwa alam, model, atau simulasi yang relevan
dengan konsep yang akan dipelajari. Konsep
lama itu diperoleh pebelajar dari kehidupan
sehari-hari selama bertahun-tahun, maupun dari
pembelajaran sebelumnya. Tidak jarang di antara
konsep-konsep itu ada yang salah
(miskonsepsi), yang akan sangat mengganggu proses
belajar selanjutnya apabila tidak diperbaiki
sejak awal. Konsep lama yang sudah sesuai
dengan konsep ilmiah sangat penting artinya
bagi penanaman konsep-konsep baru yang akan dilakukan dalam pembelajaran inti.
4)
Kompetensi yang Dikembangkan dalam Pembelajaran
Konstruktivisme
Menurut Al-Ghazali (2011) dalam artikelnya
yang berjudul Menurut Al-Ghazali (2011) dalam artikelnya
yang berjudul Konstruktivisme dalam Pembelajaran, dikatakan bahwa
disamping kompetensi disiplin (discipline-based competencies), pembelajaran
konstruktivis juga mengembangkan kompetensi interpersonal (Interpersonal-competencies)
dan kompetensi intrapersonal (intrapersonal competencies) dalam diri pebelajar.
Kompetensi disiplin ilmu berkaitan dengan peman konsep, prinsip,
teori dan hukum dalam disiplin ilmu
masing-masing. Kompetensi interpersonal mencakup kemampuan
berkomuniksi, berkolaborasi, berperilaku sopan
dan baik, menangani konflik, bekerja sama, membantu orang lain, dan
menjalin hubungan dengan orang lain. Kompetensi
intrapersonal mencakup apresiasi terhadap
keanekaragaman, melakukan refleksi diri,
disiplin, beretos kerja tinggi, membiasakan
diri hidup sehat, mengendalikan emosi, tekun, mandiri, dan
mempunyai motivasi intrinsik. Keempat lingkaran itu saling
bersinggungan bagian tepinya sehingga manakala lingkaran
pembelajaran menggelinding ketiga lingkaran lainnya
akan ikut menggelinding.
Lingkaran pembelajaran yang terintegrasi
dengan tiga kompetensi itu seiring dengan
dimensi-dimensi konstruktivisme pada. Pada saat mengkonstruksi
pengetahuan dalam konteks sosiokultural kompetensi interpersonal pebelajar akan
berkembang secara alami. Pada saat mengkonstruksi
pengetahuan secara aktif (sebagai aktor)
kompetensi intrapersonal pebelajar akan terfasilitasi secara optimal.
5)
Strategi dan Metode Pembelajaran Konstruktivisme
v
Strategi
Pembelajaran Kontruktivis
a. Langsung (Tatap Muka)
Secara umum tatap muka terdiri dari tiga
bagian, yaitu :
§ Pendahuluan
: Memberikan “orientasi” dan “penggalian ide”
untuk mengetahui prakonsepsi pebelajar.
§ Inti: Merupakan bagian
terbesar pembelajaran, digunakan untuk menfasilitasi
“restrukturisasi ide” mengarah ke perbaikan konsep,
pembelajar menilai apakah ide-ide itu sudah mendekati
konsep ilmiah yang sesungguhnya. Selanjutnya
memberi kesempatan kepada pebelajar untuk
“mengaplikasikan ide-ide” yang baru dipelajari
untuk memecahkan berbagai masalah. Pemantapan
pebelajar atas ide-ide itu sebenamya baru,
namun akan mantap setelah digunakan untuk
memecahkan masalah.
§ Penutup
: Melakukan “review perubahan ide” untuk
membandingkan ide yang telah dipelajari dengan ide awal yang
muncul saat penggalian ide.
b. Tidak Langsung (Non Tatap
Muka)
Dalam pembelajaran non
tatap muka “restrukturisasi ide” dan “aplikasi
ide” dapat terus difasilitasi; bedanya proses
pembelajaran pebelajar, tanpa pengawasan pembelajar.
Tugasnya bisa bersifat terstruktur (sesuai
dengan perencanaan pembelajar), dapat juga
mandiri (sesuai dengan minat masing-masing pebelajar).
v
Metode
Pembelajaran Kontruktivis
Di dalam masing-masing tahap pembelajaran
konstruktivisme di atas, tentu saja terdapat berbagai metode. Di bawah ini
adalah beberapa metode yang sering dipakai :
§ Metode
“sindikat” sangat cocok untuk topik yang
dapat dipelajari sendiri oleh pebelajar. Mereka
bekerja dalam kelompok, masing-masing anggota
mempelajari satu aspek masalah secara mendalam
sebelum bertemu dengan anggota lain dalam sindikatnya,
memecahkan masalah secara bersama-sama secara intensif
§ Pembelajaran
kelompok kecil biasanya terdiri dari 4-6
pebelajar; mereka saling mengemukakan pendapatnya
tentang suatu masalah sebelum akhirnya mengambil
kesimpulan. Beberapa pebelajar kurang berani
berbicara dalam kelompok seukuran itu.
§ Sebagai
jalan keluarya pembelajar perlu sekali-sekali
membentuk “ triad “, yaitu kelompok
yang hanya terdiri dari tiga orang. Dengan
kelompok kecil itu mau tidak mau pebelajar akan berani
berbicara.
§ “Praktikum”
tidak selalu berlangsung di laboratorium dengan menggunakan alat-alat
yang canggih, melainkan bisa juga
berlangsung di alam sekitar dan masyarakat.
Kegiatan praktikum hendaknya diarahkan untuk membekali pebelajar dengan :
keterampilan praktikum dasar pengenalan
alat-alat dan teknik pengukuran standar
keterampilan melakukan pengamatan intrepretasikan
data penulisan laporan keterampilan merencanakan percobaan minat
terhadap ilmu.
Sumber: Al-Ghazali, 2011
6)
Hubungan antara Pendekatan Kontekstual dan
Konstruktivisme
Landasan filosofi pendekatan kontekstual adalah
konstruktivisme, yaitu filisofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak
hanya sekedar menghafal tetapi mengkonstruksikan atau membangun pengetahuan dan
keterampilan baru lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya
(Masnur 2007:41). Tiap orang harus mengkontruksi pengetahuan sendiri.
Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang
berkembang terus menerus. Dalam proses itu keaktifan seseorang yang ingin tahu
amat berperan dalam perkembangan pengetahuannya. Pengetahuan tidak dapat
ditransfer begitu saja dari seseorang kepada yang lain, tetapi harus
diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang ( Paul S 1996:29 ).
7)
Sikap Guru Jika Menggunakan Pendekatan Kontekstual
Dalam
kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya.
Maksudnya, guru lebih banyak berurusan
dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas
sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi
anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru (baca: pengetahuan dan keterampilan)
datang dari 'menemukan sendiri', bukan dari 'apa kata guru'. Begitulah peran
guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual. Kontekstual hanya
sebuah strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi pembelajaran yang lain,
kontekstual dikembangkan dengan tujuan
agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna. Pendekatan kontekstual
dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada.
8)
Evaluasi Pendekatan Konstruktivisme
Saya sangat setuju dengan evaluasi
konstruktivisme menurut Al-Ghazali (2011),bahwa:
Evaluasi terhadap
pembelajaran konstruktivis meliputi evaluasi
formatif dan sumatif. Evaluasi formatif
menekankan pada proses, dan tujuannya lebih
kepada perbaikan mutu pembelajaran; sedangkan
evaluasi sumatif menekankan pada hasil. Untuk evaluasi
formatif asesmen perlu dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan berikut ini: (a)
diskusi kelas, (b) kegiatan kelompok kecil di kelas atau di lapangan tugas
terstruktur, pekerjaan rumah, (c) kegiatan mandiri (proyek), (d) praktikum
Evaluasi sumatif mengukur pencapaian pebelajar
setelah menyelesaikan suatu mata pelajaran.
Aspeknya mencakup pengetahuan, keterampilan, dan
sikap; pengukurannya bisa dilakukan dengan tes tertulis maupun tes perbuatan.
Evaluasi terhadap kegiatan praktikum sebenamya
tidak semata-mata menekankan pada proses,
melainkan juga hasil, laporan praktikum
adalah suatu hasil. Asesmen terhadap laporan praktikum
dapat dilakukan secara komprehensif mencakup
hal-hal berikut ini: (a) kejelasan isi,
(b) kebenaran teori, (c) presentasi hasil,
dan (d) penampakan visual keseluruhan.
Koreksi terhadap laporan
praktikum dan tugas seringkali menjadi pekerjaan
yang sangat berat bagi pembelajar. Struktur
masing-masing laporan cukup kompleks dan
perhitungannya sangat rumit. Untuk tugas yang
bersifat homogen, sama untuk semua pebelajar, berbagai altematif disarankan;
§ Cukup
dilakukan koreksi terhadap satu kelompok;
yang lain akan belajar dari kesalahan-kesalahan
kelompok itu, yang sudah dikoreksi oleh pembelajar.
§ Melakukan
sampling terhadap laporan-laporan praktikum atau
PR yang masuk; misalnya satu tiap empat laporan atau PR.
§ Menggunakan peer dan self assessinent.
5.
ELEMEN YANG MENARIK
1.
Pemahaman pengetahuan (understanding
knowledge), artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi
untuk diyakini dan dipahami.
2.
Penggunaaan lingkungan memungkinkan terjadinya
proses belajar yang lebih bermakna sebab anak dihadapkan pada kondisi yang
sebenarnya. Pelajaran biologi dengan menggunakan bahan-bahan alami lebih
menguntungkan bagi siswa dan pengalaman bersahabat dengan alam lebih cenderung
menyiapkan perasaan positif bagi siswa terhadap keajaiban alam.
3.
Tugas guru dalam
pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya.
Maksudnya, guru lebih berurusan dengan trategi daripada memberi informasi. Guru
hanya megelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu
yang baru bagi siswa.
4.
Landasan berfikir
konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum objektivis, yang lebih
menekankan pada hasil pembelajaran. Dalam pandangan konstruktivis, straegi
"memperoleh" lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa
memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah
menfasilitasi proses tersebut dengan :
1)
menjadikan pengetahuan bermakna
dan relevan bagi siswa,
2)
memberi kesempatan siswa menemukan
dan menerapkan idenya sendiri, dan
3)
menyadarkan siswa agar menerapkan
strategi mereka sendiri dalam belajar.
5.
Penting bagi siswa tahu
"untuk apa" ia belajar, dan "bagaimana" ia menggunakan
pengetahuan dan keterampilan itu.
6.
Pengetahuan yang bermakna
diperoleh dari proses. Pengetahuan dimiliki siswa diperluas melalui konteks
pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Guru atau orang
dewasa membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki
sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. dengan begitu, siswa merasa memperoleh
sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya.
7.
Kunci dari semua adalah, bagaimana
pengetahuan itu mengendap di benak siswa. siswa mencatat apa yang sudah
dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru.
6.
REFLEKSI DIRI
Dari konsep yang
diberikan oleh dosen dan konsep yang saya dapat dari sumber-sumber di atas,
wawasan saya mengenai Belajar dan Pembelajaran menjadi bertambah. Banyak hal
yang belum saya ketahui dan perlu saya tambah pengetahuan saya mengenai belajar
dan pembelajaran. Terutama mengenai pendekatan pembelajaran, seperti yang
dibahas dalam minggu ini. Menurut saya, seorang guru yang baik adalah guru yang
dapat menciptakan kondisi belajar di kelas/ luar kelas yang menyenangkan dan
berorientasi pada kemapuan siswa (Student Centered), dimana siswa lah
yang aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memahami materi yang
sedang dibahas. Saya juga harus mengetahui tugas-tugas guru sebagai fasilitator,
motivator, dan lain-lain, sehingga saya harap bisa menjadi guru yang bijak dan
profesional. Materi mengenai teori-teori belajar harus sangat saya pahami,
selain itu juga tentang materi terdahulu mengenai strategi, metode, teknik, dan
model pembelajaran yang waib saya pahami. Hal ini sebagai bekal saya kelak saat
menjadi guru/ dosen. Amiin.. ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar