JURNAL BELAJAR 11
Nama :
Linda Tri Antika
NIM :
209341417443
Kelas :
AA
Matakuliah :
Belajar dan Pembelajaran
Dosen :
Dr. Hj. Sri Endah Indriwati, M.Pd
Jam/ Ruang : 03
– 04 dan 07 – 08 SPA 307
Hari, Tanggal : Senin-Selasa, 31 Oktober-1 Nopember 2011
Konsep : Pendidikan Multikultural dan
Pendidikan Neurosentris
1.
EKSPLORASI KONSEP YANG DIPELAJARI DAN INFORMASI/ KONSEP
YANG DITERIMA DARI DOSEN/ HASIL PRESENTASI
a)
Senin, 31 Oktober 2011
v
Pendidikan
Multikultural
Hari
ini, kami diajari oleh PPL Pascasarjana, Bapak Supratman mengenai Pendidikan
Multikultural. Seperti biasa, pertama-tama pak Supratman melakukan ceramah
terlebih dahulu mengenai pendidikan multicultural. Sebenarnya saya lebih suka
jika dilakukan diskusi presentasi oleh teman-teman dengan menggunakan power
point, sehingga nantinya akan terjadi pembelajaran aktif dari mahasiswa. Namun,
saya harus tetap semangat dalam mengikuti pembelajaran hari ini.
Banyak
hal yang saya dapatkan hari ini mengenai pendidikan multicultural. Hal penting
yang saya dapatkan, antara lain adalah:
ü
Multikultural
berarti beraneka ragam kebudayaan. Akar kata dari multikulturalisme adalah
kebudayaan, yaitu kebudayaan yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi
kehidupan manusia. Dalam konteks pembangunan bangsa, istilah multikultural ini
telah membentuk suatu ideologi yang disebut multikulturalisme.
ü
Pendidikan multikultural, sebagai strategi pendidikan
yang diaplikasikan dalam pembelajaran berbagai bidang studi, dengan cara
menggunakan perbedaan-perbedaan karakteristik dan kultur peserta didik agar
proses pembelajaran efektif memfasilitasi peserta didik mencapai tujuan
pembelajaran.
ü
Dengan pendidikan multikultural dalam proses
pembelajaran, disamping peserta didik terfasilitasi mencapai tujuan
pembelajaran, juga dapat membangun karakter peserta didik agar mampu bersikap
demokratis, humanis dan pluralis dalam lingkungan mereka.
ü
Karena itu yang terpenting dalam pendidikan multikultural adalah guru tidak hanya dituntut menguasai materi, tetapi
secara profesional melalui kegiatan pembelajaran harus mampu menanamkan
nilai-nilai demokratis, humanisme, dan pluralisme.
ü
Dengan nilai-nilai multikulturalisme, diharapkan peserta
didik selalu menjunjung tinggi moralitas, kedisiplinan, kepedulian humanistik,
dan kejujuran dalam berperilaku sehari-hari.
ü
Segala perbedaan yang dimiliki individu maupun kelompok
memiliki potensi besar terjadinya konflik antar individu maupun kelompok,
bahkan dapat merambah ke perbedaan wilayah yang lebih luas: wilayah geografis,
etnis, budaya, agama, keyakinan dan pola pikir.
ü
Multikulturalisme, sebagai suatu paham yang berusaha
memahami dan menerima segala perbedaan setiap individu, dikemas dalam program
pendidikan untuk menghindari terjadinya konflik.
ü
Multikulturalisme mengulas berbagai permasalahan
yang mendukung ideologi, yaitu politik dan demokrasi, keadilan dan penegakan
hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya komuniti dan golongan
minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral, dan tingkat serta mutu
produktivitas.
Selanjutnya
pak Supratman memberikan masalah (soal) pada kami, namun sebelumnya kami
membentuk kelompok terlebih dahulu. Pertama-tama, kami mengerjakan soal itu
secara individu dan selanjutnya didiskusikan berdua dengan teman kelompok.
Kemudian didiskusikan bersama. Ini berarti bahwa pak Supratman menggunakan
metode TPS (Think Pair Share). Selanjutnya didiskusikan bersama sekelas.
Permasalahan
yang diberikan oleh pak Supratman adalah:
1.
Bagaimana teori pendidikan multicultural?
2.
Bagaimana penerapan pendidikan multicultural?
3.
Bagaimana langkah-langkah menggunakan
pendidikan multicultural?
Jawaban
saya adalah:
1.
Pendidikan multicultural adalah pendidikan di
mana dalam penerapannya sangat mementingkan toleransi terhadap perbedaan budaya
dari peserta didik.
2.
Pendidikan multicultural dapat diterapkan
dengan sikap guru yang:
·
Tidak membeda-bedakan antara peserta didik yang
berbeda budaya, terutama peserta didik yang berasal dari budaya yang minoritas
dalam kelas tersebut.
·
Tidak menyinggung budaya tertentu, sehingga
membuat peserta didik tidak nyaman.
·
Menggunakan bahasa nasional, sehingga semua
peserta didik mengerti dengan penyampaian informasi oleh guru.
·
Memberi pengertian pada peserta didik bahwa
meskipun kita berasal dari budaya yang berbeda-beda, namun kita merupakan satu
kesatuan yang utuh dan satu bangsa Indonesia.
3.
Langkah penggunaan pendidikan multicultural
adalah sebagai berikut:
·
Menggunakan metode pembelajaran yang cocok
untuk semua peserta didik yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda.
·
Tidak membeda-bedakan antara peserta didik yang
berbeda budaya, terutama peserta didik yang berasal dari budaya yang minoritas
dalam kelas tersebut.
·
Tidak menyinggung budaya tertentu, sehingga
membuat peserta didik tidak nyaman.
·
Menggunakan bahasa nasional, sehingga semua
peserta didik mengerti dengan penyampaian informasi oleh guru.
·
Memberi pengertian pada peserta didik bahwa
meskipun kita berasal dari budaya yang berbeda-beda, namun kita merupakan satu
kesatuan yang utuh dan satu bangsa Indonesia.
b)
1 Nopember 2011
v Pendidikan Neurosentris
Hari ini kelas kami diajar oleh Bapak Efendi yang juga
dari PPL Pascasarjana UM. Pak Effendy menggunakan pembelajaran diskusi
kelompok. Namun sebelumnya beliau menjelaskan terlebih dahulu mengenai pendidikan
neurosentris. Berikut adalah hal-hal baru yang saya dapatkan:
ü Pendidikan neurosentris
meruapakan pendidikan yang terpengaruh dan berorientasi pada kaum mayoritas/
atas di bangsa Eropa, kurang memperhitungkan kaum yang minoritas.
ü Sebaiknya, seorang guru
tidak boleh membeda-bedakan peserta didik yang berlatarbelakang budaya yang
berbeda.
ü Yang
seharusnya digunakan oleh guru adalah pendidikan multicultural, dimana
multikulturalisme mengulas berbagai permasalahan yang mendukung ideologi, yaitu
politik dan demokrasi, keadilan dan penegakan hukum, kesempatan kerja dan
berusaha, HAM, hak budaya komuniti dan golongan minoritas, prinsip-prinsip
etika dan moral, dan tingkat serta mutu produktivitas.
ü Dalam multikulturalisme,
seorang guru melihat berbagai budaya dari peserta didiknya untuk penggunaan metode
pembelajaran yang cocok.
2.
HASIL EKSPLORASI
a)
Pedidikan Multikultural
Berdasarkan sumber yang saya dapatkan dari http://windakutubuku.blogdetik.com/2011/04/27/pendidikan-multikultural-2/ bahwa:
Istilah
multikultural juga sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai etnis
masyarakat yang berbeda dalam suatu negara.
Multikultural
berarti beraneka ragam kebudayaan. Akar kata dari
multikulturalisme adalah kebudayaan, yaitu kebudayaan yang dilihat dari
fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Dalam konteks pembangunan
bangsa, istilah multikultural ini telah membentuk suatu ideologi yang disebut
multikulturalisme.
Multikultural
adalah berbagai pengalaman yang membentuk persepsi umum terhadap usia, gender,
agama, status sosial ekonomi, jenis identitas budaya, bahasa, ras, dan
berkebutuhan khusus.
Segala
perbedaan yang dimiliki individu maupun kelompok memiliki potensi besar
terjadinya konflik antar individu maupun kelompok, bahkan dapat merambah ke
perbedaan wilayah yang lebih luas: wilayah geografis, etnis, budaya, agama,
keyakinan dan pola pikir.
Multikulturalisme,
sebagai suatu paham yang berusaha memahami dan menerima segala perbedaan setiap
individu, dikemas dalam program pendidikan untuk menghindari terjadinya
konflik.
Multikulturalisme
mengulas berbagai permasalahan yang mendukung ideologi, yaitu politik dan
demokrasi, keadilan dan penegakan hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM,
hak budaya komuniti dan golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral,
dan tingkat serta mutu produktivitas.
Berbagai
konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah, demokrasi, keadilan
dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang
sederajat, suku bangsa, kesukubangsaan, kebudayaan sukubangsa, keyakinan
keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya
komuniti, dan konsep-konsep lainnya yang relevan. Mengingat pentingnya
pemahaman mengenai multikulturalisme dalam membangun kehidupan berbangsa dan
bernegara terutama bagi negara-negara yang mempunyai aneka ragam budaya
masyarakat seperti Indonesia, maka pendidikan multikulturalisme ini perlu
dikembangkan.
Pendidikan
multikultural, memfasilitasi peserta didik memiliki karakter kuat untuk
bersikap demokratis, pluralis dan humanis. Melalui pendidikan multikulturalisme
ini diharapkan akan dicapai suatu kehidupan masyarakat yang damai, harmonis,
dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sebagaimana yang telah
diamanatkan dalam undang-undang dasar.
Inkulturasi
proses pemahaman/menerima terhadap nilai-nilai oleh individu maupun kelompok
masyarakat terhadap kultur yang diturunkan secara turun-temurun dari generasi
ke generasi, sehingga berlaku dalam kelompoknya.
Sosialisasi
merupakan proses pembelajaran secara sosial dalam kehidupan sehari-hari yang
menyebabkan seseorang dapat memahami norma-norma dan kultur yang berlaku di
dalam kelompoknya.
Etnosentris
adalah kecenderungan menilai negatif menghukumi terhadap budaya lain dengan
tolok ukur kulturnya sendiri. Hal dikarenakan orang akan berpandangan, bahwa
tingkahlaku, adat istiadat dinilai tidak manusiawi, anek bahkan primitif (Ainul
Yakin, 2005 :15).
Relatifisme
kultur bahwa tingkah laku dan adat istiadat yang ada pada kultur orang lain
tidak dapat diukur dan dinilai dengan standar yang ada pada kulturnya.
Prejudis
merupakan kecenderungan melakukan generalisasi (prasangka) dalam melihat dan
menilai seseorang atau sekelompok lainnya tanpa mempedulikan kenyataan, bahwa
setiap individu memiliki karakter yang berbeda-beda. Contoh: apabila seseorang
mempunyai prejudis terhadap salah seorang anggota dari suku “A”. Maka ia
cenderung menganggap semua orang suku A mempunyai karakter yang sama.
Stereotip
memberikan penilaian terhadap sifat-sifat sebagai ciri-ciri khusus yang typical
dan edential, yang ada pada seseorang atau golongan masyarakat tertentu. Contoh:
menganggap bahwa gadis dari suku Sunda adalah gadis materialistik; orang padang
itu pelit; orang jawa halus sikapnya, sebenarnya sadis.
Sejarah Lahirnya
Pendidikan Multikultural
Pendidikan
multikultural merupakan perkembangan dari pendidikan inkultural. Pendidikan
multikultural pada awalnya bertujuan agar populasi mayoritas dapat toleran
terhadap para imigran baru dan sebagai alat kontrol sosial penguasa terhadap
warganya, agar kondisi negara aman dan stabil (Ainul Yakin, 2005:23).
Mulai
tahun 1415 negara-negara Eropa melakukan ekspansi menjajah terhadap
negara-negara lain di Afrika, Asia dan Amerika yang menimbulkan berbagai penderitaan
di wilayah jajahan.
Indonesia
memiliki pengalaman yang menyedihkan: kekerasan, pemberontakkan,
pembumihangusan, dan pembunuhan genocide. Perpecahan dan ancaman disintegrasi
bangsa yang terjadi sejak zaman kerajaan Singosari, Sriwijaya, Majapahit, Goa,
Mataram hingga saat ini. Indonesia dengan kondisi geografis dan sosio-kultural
yang beragam, menjadi salah satu negara multikultur terbesar. Selain itu ditambah
dengan beragamnya agama dan berbagai macam aliran kepercayaan masyarakatnya.
Pengertian
Pendidikan Multikultural
Ide,
gerakan pembaharuan pendidikan dan proses pendidikan yang tujuan utamanya
adalah untuk mengubah struktur lembaga pendidikan supaya siswa baik pria maupun
wanita, siswa berkebutuhan khusus; dan siswa yang merupakan anggota dalam
kelompok ras, etnis, dan kultur yang beragam akan memiliki kesempatan yang sama
untuk mencapai prestasi akademik dan non akademik di sekolah.
Pendidikan
multikultural, sebagai strategi pendidikan yang diaplikasikan dalam
pembelajaran berbagai bidang studi, dengan cara menggunakan perbedaan-perbedaan
karakteristik dan kultur peserta didik agar proses pembelajaran efektif
memfasilitasi peserta didik mencapai tujuan pembelajaran.
Dengan
pendidikan multikultural dalam proses pembelajaran, disamping peserta didik
terfasilitasi mencapai tujuan pembelajaran, juga dapat membangun karakter
peserta didik agar mampu bersikap demokratis, humanis dan pluralis dalam
lingkungan mereka.
Karena
itu yang terpenting dalam pendidikan multikultural, guru tidak hanya dituntut
menguasai materi, tetapi secara profesional melalui kegiatan pembelajaran harus
mampu menanamkan nilai-nilai demokratis, humanisme, dan pluralisme. Dengan
nilai-nilai multikulturalisme, diharapkan peserta didik selalu menjunjung
tinggi moralitas, kedisiplinan, kepedulian humanistik, dan kejujuran dalam
berperilaku sehari-hari.
Ide dan Kesadaran
Akan Nilai Penting Keragaman Budaya
Bahwa
semua siswa tanpa memandang karakteristik budayanya seharusnya memiliki
kesempatan yang sama untuk belajar di sekolah. Perbedaan itu perlu diterima
sebagai suatu kewajaran dan bukan untuk membedakan, sehingga diperlukan sikap
toleransi agar bisa hidup berdampingan secara damai baik dalam sekala lokal,
regional, nasional dan internasional.
Gerakan Pembaharuan
Pendidikan
Tekait
dengan multikultur yang dimiliki bangsa Indonesia, UU No 20 tahun 2003 tentang
SISDIKNAS menghendaki bahwa pendidikan diselenggarakan:
·
Secara demokratis, berkeadilan serta tidak
diskriminatif serta menjunjung tinggi HAM, nilai: religi, kultural, dan
keberagaman suku bangsa.
·
Sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan
sistem terbuka dan multi makna.
Proses ,
pendidikan multikultural dipandang sebagai suatu proses yang kontinyu secara
demokratis, berkeadilan, dan tidak diskriminatif yang memfasilitasi siswa
mewujudkan perkembangan potensinya secara utuh dan menjadikan dirinya mampu
bereksistensi secara lokal, regional, nasional, dan internasional.
Konsep Pendidikan
Multikultural
·
Kesempatan yang sama bagi setiap siswa untuk
mewujudkan petensinya secara utuh.
·
Menyiapkan siswa untuk berpartisipasi dalam
masyarakat antar budaya.
·
Partisipasi aktif sekolah menghilangkan
diskriminatif dan penindasan dalam penyelenggaraan pendidikan, sehingga
menghasilkan lulusan yang sadar akan keberagaman antar sesame.
·
Pendidikan berpusat pada siswa dengan
memperhatikan karakteristik individualnya.
·
Pendidik menyelenggaraan program pendidikan
yang mampu mengakomodasi keberagaman karakteristik individual siswa.
Tujuan
Pendidikan Multikultural
Tujuan
utama dari pendidikan multikultural adalah untuk menanamkan sikap simpati,
respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut agama dan budaya yang berbeda.
Lebih jauh lagi, penganut agama dan budaya yang berbeda dapat belajar untuk
melawan atau setidaknya tidak setuju dengan ketidak-toleranan (l’intorelable)
seperti inkuisisi (pengadilan negara atas sah-tidaknya teologi atau ideologi),
perang agama, diskriminasi, dan hegemoni budaya di tengah kultur monolitik dan
uniformitas global.
Imron
Mashadi (2009) pendidikan multikultural bertujuan mewujudkan sebuah bangsa yang
kuat, maju, adil, makmur dan sejahtera tanpa perbedaan etnik, ras, agama dan
budaya. Dengan semangat membangun kekuatan di seluruh sektor sehingga tercapai
kemakmyran bersama, memiliki harga diri yang tinggi dan dihargai bangsa lain.
Karekteristik
Pendidikan Multikultural:
ü belajar
hidup dalam perbedaan
ü membangun
tiga aspek mutual (saling percaya, saling pengertian, dan saling menghargai)
ü terbuka
dalam berfikir
ü apresiasi
dan interdependensi
ü serta
resolusi konflik dan rekonsiliasi nirkekerasan (Zakiyyudin Baidhawy, 2005:78)
Kemudian
dari karakteristik-karakteristik tersebut, diformulasikan dengan ayat-ayat
al-Qur’an sebagai back up strategis (baca:dalil), bahwa konsep pendidikan
multikultural ternyata selaras dengan ajaran-ajaran Islam dalam mengatur
tatanan hidup manusia di muka bumi ini, terutama sekali dalam konteks
pendidikan.
Al-Qur’an surat Al Hujuraat, ayat 13: Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.
1. Karakteristik
belajar hidup dalam perbedaan.
Selama
ini pendidikan lebih diorientasikan pada tiga pilar pendidikan:
a.
menambah pengetahuan,
b.
pembekalan keterampilan hidup (life skill), dan
c.
menekankan cara menjadi “orang” sesuai dengan kerangka berfikir peserta didik.
Kemudian
dalam realitas kehidupan yang plural, ketiga pilar tersebut kurang relevan
dengan kehidupan masyarakat yang semakin majemuk. Maka dari itu diperlukan satu
pilar strategis yaitu belajar saling menghargai akan perbedaan, sehingga akan
terbangun relasi antara personal dan intra personal. Dalam terminology Islam, realitas akan
perbedaan tak dapat dipungkiri lagi, sesuai dengan Q.S. Al-Hujurat:13 yang
menekankan bahwa Allah SWT menciptakan manusia yang terdiri dari berbagai jenis
kelamin, suku, bangsa, serta interprestasi yang berbeda-beda.
2. Membangun
tiga aspek mutual, yaitu membangun saling percaya (mutual trust), memahami
saling pengertian (mutual understanding), dan menjunjung sikap saling
menghargai (mutual respect).
Tiga hal
ini sebagai konsekuensi logis akan kemajemukan dan kehegemonikan, maka diperlukan
pendidikan yang berorientasi kepada kebersamaan dan penanaman sikap toleran,
demokratis, serta kesetaraan hak.
Banyak
sekali ayat-ayat al-Qur’an yang menekankan akan pentingnya saling percaya,
pengertian, dan menghargai orang lain, diantaranya ayat yang menganjurkan untuk
menjauhi berburuk sangka dan mencari kesalahan orang lain (Q.S. Al-Hujurat:12),
tidak mudah memvonis dan selalu mengedepankan klarifikasi (Q.S. al-Hujurat:6),
serta ayat yang menegaskan prinsip tidak ada paksaan (Q.S. al-Baqarah:256).
b)
Pendidikan Neurosentris
Maksud Eurosentrik itu sendiri ialah amalan, kesedaran dan ketegasan
mengenai Eropa. Eurosentrisme bermaksud orang-orang Eropa mencoba untuk
mempengaruhi cara pemikiran disamping menerapkan budaya kehidupan mereka dengan
menggunakan 'soft power'. Penyebaran globalilasi ini bertambah dan bergerak
dengan pantas di setiap penjuru dunia.
Walau bagaimanapun, masih ada negara-negara yang tidak menerapkan budaya
eurosentrik ini. Mereka masih lagi mengekalkan budaya mereka yang sangat
bercanggah dengan budaya eropa itu. Saya ingin mengemukakan pendapat bagaimana
bidang ilmu Melayu lama telah dipengaruhi oleh budaya ilmu Eurosentrik pada
masa sekarang. Penerapan bahasa Inggris kedalam buku-buku ilmiah telah
menyebabkan bahasa Indonesia tidak penting.
3.
HUBUNGAN YANG BERKAITAN DENGAN KONSEP
1)
Indonesia merupakan negara yang memiliki
keanekaragaman budaya atau juga multikultur Pada masyarakat multikultur, mereka
memiliki tipe/pola tingkah-laku yang khas. Sesuatu yang dianggap sangat tidak
normal oleh budaya tertentu tetapi dianggap normal atau biasa-biasa saja oleh
budaya lain. Perbedaan semacam inilah yang sering menyebabkan kontradiksi atau
konflik, ketidaksepahaman dan disinteraksi dalam masyarakat multikultur.
2)
Kerusuhan berbau SARA yang merebak di banyak
tempat di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti di wilayah Ambon,
Poso, Sampit dan sebagainya, merupakan bagian dari adanya kesalahpahaman. Dari
banyak studi yang dilakukan, salah satu penyebabnya adalah akibat lemahnya
pemahaman dan pemaknaan tentang adanya sebuah perbedaan.
3)
Salah satu upaya untuk bisa menghargai adanya
perbedaaan adalah dengan memberikan pendidikan multikultural. Pendidikan
multikultural adalah proses penanaman cara hidup menghormati, tulus dan toleran
terhadap keanekaragaman budaya yang ada di tengah-tengah masyarakat plural.
Tidak seperti pendidikan monokultural yang selama ini dijalankan yang
mengabaikan keunikan dan pluralitas yang berakibat terpasungnya pribadi kritis
dan kreatif.
4)
Pendidikan multikultural didasari pada konsep
kebermaknaan perbedaan yang unik pada tiap orang dan masyarakat. Pendidikan
multikultural mengandaikan sekolah dan kelas dikelola sebagai suatu simulasi
arena kehidupan nyata yang plural , terus berubah dan berkembang. Institusi
sekolah dan kelas adalah wahana hidup dengan pemeran utama peserta didik dan
guru serta seluruh tenaga kependidikan sebagai fasilitator. Kegiatan
belajar-mengajar dikembangkan sebagai wahana dialog dan belajar bersama serta
membuang pemikiran bahwa guru merupakan gudang ilmu dan nilai yang setiap saat
diberikan kepada peserta didik, melainkan sebagai teman dialog dan partner
dalam menciptakan suasana yang harmonis. Selain itu praktik penerapan keagamaan
juga akan mempertajam rasa kepekaan dan solidaritas antar pemeluk agama.
5)
Oleh karena itu, di tengah gegap gempita lagu
“tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan”, kita harus tahu bahwa pendidikan
bukan hanya sekedar mengajarkan “ini” dan “itu”, tetapi juga mendidik anak kita
menjadi manusia berkebudayaan dan berperadaban. Dengan demikian, tidak saatnya
lagi pendidikan mengabaikan realitas kebudayaan yang beragam.
4.
MASALAH DAN SOLUSI
A.
MASALAH
1.
Bagaimana hakikat pengertian pendidikan multikultural?
2.
Bagaimana peranan seorang guru dalam pendidikan multikultural?
3.
Apa sajakah tantangan-tantangan yang ada pada pendidikan
multikultural?
4.
Bagaimana aspek yang ada pada tujuan pendidikan
multikultural?
5.
Bagaimana implementasi pendidikan multikultural di
sekolah?
6.
Mengapa lebih baik pendidikan multikultural dibandingkan
dengan pendidikan yang neurosentrik?
B.
SOLUSI
1.
Hakikat Pengertian Pendidikan Multikultural
Pendidikan multicultural diartikan
sebagai sebuah proses pendidikan yang memberi peluang sama pada seluruh anak
bangsa tanpa membedakan perlakuan karena perbedaan etnik, budaya dan agama,
yang memberikan penghargaan terhadap keragaman, dan yang memberikan hak-hak
sama bagi etnik minoritas, dalam upaya memperkuat persatuan dan kesatuan,
identitas nasional dan citra bangsa di mata dunia international. Inilah
berbagai materi yang senantiasa diperhatikan dalam pembinaan bangsa agar tetap
kuat dan terus berkembang, bahkan seluruh budaya diberi kesempatan untuk
membina dan mengembangkannya.
Nilai dan norma di atas
ditranformasikan dan dikembangkan pada siswa-siswa sekolah melalui mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Agama yang di dalamnya juga
termasuk civic education, dan bahkan kini akan dikembangkan sebuah gagasan yang
sangat strategis, pendidikan untuk karakter bangsa.C. Pengembangan Kurikulum
“Multikultural” Di Sekolah Multikultural” Indonesia sebagai negara majemuk baik
dalam segi agama, suku bangsa, golongan maupun budaya lokal perlu menyusun
konsep pendidikan multikultural sehingga menjadi pegangan untuk memperkuat
identitas nasional.
Mata Pelajaran kewarganegaraan yang
telah diajarkan di SD hingga perguruan tinggi, disempurnakan dengan memasukan
pendidikan multikultural, seperti budaya lokal antar daerah kedalamnya, agar
generasi muda bangga sebagai bangsa Indonesia. Dengan demikian, pendidikan
multikultur adalah pendidikan nilai yang harus ditanamkan pada siswa sebagai
calon warga negara, agar memiliki persepsi dan sikap multikulturalistik, bisa
hidup berdampingan dalam keragaman watak kultur, agama dan bahasa, menghormati
hak setiap warga negara tanpa membedakan etnik mayoritas atau minoritas, dan
dapat bersama-sama membangun kekuatan bangsa sehingga diperhitungkan dalam
percaturan global dan nation dignity yang kuat. Menurut Hamid Hasan, bahwa
masyarakat dan bangsa Indonesia memiliki keragaman sosial, budaya, aspirasi
politik dan kemampuan ekonomi.
2.
Peranan Guru dalam Pendidikan Multikultural
Peran
guru dan sekolah dalam membangun paradigma keberagaman inklusif (Ainun,
2005:61):
a.
Mampu bersikap demokratis. Dalam bersikap dan berbicara
tidak diskriminatif (bersikap tidak adil/ menyinggung) murid yang beraga
berbeda dengannya. Contoh: dalam menjelaskan sejarah perang salib, guru mampu
bersikap tidak memihak salah satu kelompok yang terlibat dalam perang.
b.
Peduli terhadap kejadian/peristiwa tertentu
yang berkaitan dengan agama. Contoh: dalam peristiwa pengeboman hotel Mariot.
Guru harus mampu menjelaskan, seharusnya pengeboman tidak terjadi. Karena
setiap agama, mengajarkan umatnya. Pendidikan multikulturalisme sebagaimana
dijelaskan di atas memerlukan pengenalan terhadap beragam kebudayaan yang
dimiliki oleh umat manusia dari beragam suku bangsa, ras atau etnis, dan agama.
Keragaman koleksi yang mencakup berbagai subjek dan aspek-aspeknya
merefleksikan keterbukaan perpustakaan terhadap isu-isu pluralisme dan
multikulturalisme. Semakin akomodatif kebijakan suatu perpustakaan terhadap
berbagai sumber-sumber informasi dari beragam kebudayaan maka berarti
perpustakaan tersebut telah menunjukkan kepeduliannya terhadap pendidikan
multikulturalisme.
3.
Tantangan
dalam Pendidikan
Multikultural
Tantangan yang ada dalam pendidikan multikultural adalah
sebagai berikut:
a)
Bagaimana pendidikan mampu meningkatkan
produktivitas kerja nasional serta pertumbuhan dan pemerataan ekonomi sebagai
upaya meningkatkan dan memelihari pembangunan bekelanjutan.
b)
Bagaimana membangun kemampuan melakukan
research/kajian secara komprehensif di era reformasi dalam membangun kualitas
sumber daya manusia.
c)
Bagaimana kemampuan meningkatkan daya saing
bangsa dalam menghasilkan karya-karya kreatif yang berkualitas sebagai hasil
pemikiran, penemuan dan penguasaan IPTEK dan seni dalam persaingan global.
d)
Bagaimana kemampuan menghadapi globalisasi
bidang politik dan ekonomi. Bagaimana mempertahankan ideologi bangsa/mentalitas
bangsa dalam berinteraksi dengan ideologi secara global.
4.
Aspek dalam Pendidikan Multikultural
a)
Pengembangan
literasi etnis dan budaya. Memfasilitasi siswa memiliki pengetahuan dan
pemahaman tentang berbagai budaya semua kelompok etnis
b)
Perkembangan
pribadi. Memfasilitasi siswa memahami bahwa semua
budaya setiap etnis sama nilai antar satu dengan lain. Sehingga memiliki
kepercayaan diri dalam berinteraksi dengan orang lain (kelompok etnis) walaupun
berbeda budaya masyarakatnya.
c)
Klarifikasi
nilai dan sikap. Membelajarkan siswa untuk. Pendidikan
multikultural mengangkat nilai-nilai inti yang berasal dari prinsip martabat
manusia, keadilan, persamaan, kebebasan dan demokratis. Sehingga pendidikan
multikultural membantu siswa memahami bahwa berbagai konflik nilai tidak dapat
dihindari dalam masyarakat pluralistic.
d)
Untuk menciptakan persamaan peluang
pendidikan bagi semua siswa yang berbeda-beda ras, etnis, kelas sosial
dan kelompok budaya.
e)
Untuk membantu semua siswa agar
memperoleh pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperlukan dalam
menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat demokrasi-pluralistik
serta diperlukan untuk berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi dengan warga
dari kelompok beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang
berjalan untuk kebaikan bersama.
f)
Persamaan
dan keunggulan pendidikan. Tujuan ini berkaitan dengan peningkatan
pemahaman guru terhadap bagaimana keragaman budaya membentuk gaya belajar,
perilaku mengajar dan keputusan penyelenggaraan pendidikan. Keragaman budaya
berpengaruh pada pola sikap dan perilaku setiap individu.
g)
sehingga guru harus mampu mehami siswa sebagai
individu yang memiliki ciri unik dan memperhitungkan lingkungan fisik dan
sosial yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran.
h)
Memperkuat
pribadi untuk reformasi sosial. Pendidikan multikultural memfasilitasi peserta
didik memiliki dan mengembangkan sikap, nilai, kebiasaan dan keterampilan,
sehingga mampu menjadi agen perubahan sosial yang memiliki komitmen tinggi
dalam reformasi masyarakat untuk memberantas perbedaan (disparities) etnis dan
rasial. Pendidikan multikultural membantu peserta didik dari berbagai kelompok
budaya yang berbeda dalam memperoleh kompetensi akademik yang diperlukan dalam
masyarakat yang berpengetahuan.
i)
Memiliki
wawasan kebangsaan/kenegaraan yang kokoh.
5.
Implementasi Pendidikan Multikultural
Mungkin ada benarnya kalau
ada yang bilang bahwa kekerasan berbau SARA yang seringkali terjadi di negeri ini
merupakan manifestasi kesalahpahaman akibat lemahnya pemaknaan terhadap
perbedaan. Perbedaan belum dipahami secara utuh sebagai sebuah “rahmah”, tetapi
justru dipersempit hingga menimbulkan pemaknaan eksklusif yang memicu tumbuhnya
sikap fanatisme sempit. Mereka yang tidak
sepaham dianggap sebagai pihak lain yang mesti dimusuhi yang tidak jarang
diikuti dengan aksi-aksi agitasi dan provokasi. Imbas yang muncul dari situasi
seperti itu adalah banyaknya orang yang tidak tahu apa-apa, tetapi terlibat
secara masif dalam aksi-aksi premanisme yang tidak mereka sadari.
Dalam konteks demikian,
dibutuhkan pemaknaan secara utuh terhadap nilai-nilai multikultural sejak dini,
sehingga generasi masa depan negeri ini bisa memandang perbedaan sebagai sebuah
“rahmah”, melihat keberagaman sebagai pola perilaku yang khas di tengah-tengah
negeri yang secara “sunatullah” memang telah “ditakdirkan” sebagai bangsa yang
multibudaya. Sampai kapan pun, akar kekerasan akan
menjadi ancaman laten
selama nilai-nilai primordialisme dipahami secara naif dan sempit.
Salah satu upaya strategis yang bisa dilakukan
untuk membangun generasi masa depan yang “sadar budaya” semacam itu adalah penanaman nilai
keberagaman melalui pendidikan multikultural di sekolah. Di tengah kompleksnya persoalan-persoalan
pendidikan seperti saat ini, memang bukan hal yang mudah untuk merevitalisasi
dan mengokohkan pendidikan multikultural dalam dunia persekolahan kita. Banyak
kalangan menilai, generasi Indonesia saat ini merupakan generasi yang tengah
mengalami “gegar budaya”. Pada
satu sisi, anak-anak muda yang tengah gencar memburu ilmu di bangku pendidikan
tak pernah berhenti mendapatkan asupan “gizi” tentang nilai-nilai keluhuran
budi dan akhlakul
karimah, tetapi pada sisi yang lain, mereka juga tidak bisa menutup mata
terhadap maraknya berbagai perilaku anomali sosial,
kerusuhan, dan kekerasan yang berlangsung vulgar dan telanjang di
tengah-tengah kehidupan masyarakat. Dalam situasi seperti itu, peserta
didik mengalami “kepribadian yang terbelah”, sehingga tak jarang berada di
persimpangan jalan ketika dihadapkan pada situasi yang saling kontradiktif.
Meski demikian, tidak lantas berarti bahwa
institusi pendidikan sebagai “kawah candradimuka peradaban” boleh bersikap abai
dan melakukan pembiaran secara terus-menerus dan berkelanjutan terhadap
perilaku generasi yang “gegar budaya” semacam itu. Melalui berbagai pendekatan dan
model-model pembelajaran yang
menarik, peserta didik perlu diajak berdiskusi, bersimulasi, dan berdialog
bagaimana cara hidup saling menghormati, tulus, dan toleran terhadap
keanekaragaman budaya yang
ada di tengah-tengah masyarakat plural. Sekolah perlu di-setting dan didesain sebagai wadah
simulasi terhadap berbagai fenomena hidup dan kehidupan
Indonesia yang serba-plural.
Pendidikan multikultural, dengan demikian,
tidak cukup menjadi tanggung jawab guru mata
pelajaran tertentu, tetapi perlu diimplementasikan secara integral ke dalam
berbagai materi pembelajaran yang relevan dengan mata pelajaran yang
bersangkutan. Tidak ada salahnya, peserta didik diajak berdialog dan belajar
menumbuhkan kepekaannya terhadap kasus kekerasan yang
terjadi. Bagaimana respon dan sikap peserta didik terhadap aksi-aksi kekerasan yang
terjadi bisa dijadikan sebagai masukan berharga dalam proses
pembelajaran berbasis pendidikan multikultural. Guru perlu memberikan kebebasan kepada subjek didik
untuk merespon dan menyikapinya, sehingga mereka merasa dihargai dan diperlakukan
sebagai sosok yang amat dibutuhkan kehadirannya dalam proses
pembelajaran.
Meskipun demikian, guru dalam fungsinya sebagai fasilitator dan
mediator pembelajaran perlu memberikan penguatan agar pengalaman
belajar yang mereka peroleh bisa dikonstruksi menjadi pengetahuan baru tentang
nilai-nilai multikultural itu. Jika dikemas dalam proses
pembelajaran yang menarik dan menyenangkan, bukan mustahil
kelak mereka akan menjadi generasi yang “sadar budaya” sehingga mampu menyandingkan keberagaman
sebagai kekayaan budaya bangsa
yang perlu dihormati dengan sikap toleran, tulus, dan jujur.
Dalam
implementasinya, paradigma pendidikan multikultural dituntut untuk berpegang
pada prinsip-prinsip berikut ini:
·
Pendidikan multikultural harus menawarkan
beragam kurikulum yang merepresentasikan pandangan dan perspektif banyak orang.
·
Pendidikan multikultural harus didasarkan pada
asumsi bahwa tidak ada penafsiran tunggal terhadap kebenaran sejarah.
·
Kurikulum dicapai sesuai dengan penekanan
analisis komparatif dengan sudut pandang kebudayaan yang berbeda-beda.
·
Pendidikan multikultural harus mendukung
prinsip-prinisip pokok dalam memberantas pandangan klise tentang ras, budaya
dan agama.
6.
Pendidikan Multikultural Jauh Lebih Baik Dibandingkan
dengan Pendidikan Neurosentris
Berdasarkan pengertian pendidikan multikultural dan
pendidikan eurosentrik, menurut saya, sangat jauh lebih baik pendidikan yang
menggunakan multikultural dibandingkan dengan pendidikan yang berbasis
neurosentris. Mengapa? Karena kita lihta dari aspek multikultural yang tidak
membedakan peserta didik yang memiliki perbedaan latar belakang budaya yang
berbeda. Sedangkan jika kita lihat pendidikan yang berbasis neurosenstrik, yang
berorientasi pada kaum mayoritas layaknya di negara Eropa. Tentu saja,
pendidikan multikultural lebih baik dilaksanakan dalam pendidikan di Indonesia
yang mempunyai budaya yang berbeda-beda.
5.
ELEMEN YANG MENARIK
1)
Wacana multikulturalisme untuk konteks di
Indonesia menemukan momentumnya ketika sistem nasional yang
otoriter-militeristik tumbang seiring dengan jatuhnya rezim Soeharto. Saat itu,
keadaan negara menjadi kacau balau dengan berbagai konflik antarsuku bangsa dan
antar golongan, yang menimbulkan keterkejutan dan kengerian para anggota
masyarakat. Kondisi yang demikian membuat berbagai pihak semakin mempertanyakan
kembali sistem nasional seperti apa yang cocok bagi Indonesia yang sedang
berubah, serta sistem apa yang bisa membuat masyarakat Indonesia bisa hidup
damai dengan meminimalisir potensi konflik.
2)
Menurut Sosiolog UI Parsudi Suparlan,
Multikulturalisme adalah konsep yang mampu menjawab tantangan perubahan zaman
dengan alasan multikulturalisme merupakan sebuah idiologi yang mengagungkan
perbedaaan budaya, atau sebuah keyakinan yang mengakui dan mendorong
terwujudnya pluralisme budaya sebagai corak kehidupan masyarakat.
Multikulturalisme akan menjadi pengikat dan jembatan yang mengakomodasi
perbedaan-perbedaan termasuk perbedaan kesukubangsaan dan suku bangsa dalam
masyarakat yang multikultural. Perbedaan itu dapat terwadahi di tempat-tempat
umum, tempat kerja dan pasar, dan sistem nasional dalam hal kesetaraan derajat
secara politik, hukum, ekonomi, dan sosial.
3)
Pendidikan multikultural mencerminkan
keseimbangan antara pemahaman persamaan dan perbedaan budaya mendorong individu
untuk mempertahankan dan memperluas wawasan budaya dan kebudayaan mereka sendiri.
4)
Beberapa aspek yang menjadi kunci dalam
melaksanakan pendidikan multikultural dalam struktur sekolah adalah tidak
adanya kebijakan yang menghambat toleransi, termasuk tidak adanya penghinaan
terhadap ras, etnis dan jenis kelamin. Juga, harus menumbuhkan kepekaan
terhadap perbedaan budaya, di antaranya mencakup pakaian, musik dan makanan
kesukaan. Selain itu, juga memberikan kebebasan bagi anak dalam merayakan
hari-hari besar umat beragama serta memperkokoh sikap anak agar merasa butuh
terlibat dalam pengambilan keputusan secara demokratis.
5)
Pendidikan multikultural sebagai wacana baru di
Indonesia dapat diimplementasikan tidak hanya melalui pendidikan formal namun
juga dapat dimplementasikan dalam kehidupan masyarakat maupun dalam keluarga.
Dalam pendidikan formal pendidikan multikultural ini dapat diintegrasikan dalam
sistem pendidikan melalui kurikulum mulai Pendidikan Usia Dini, SD, SLTP, SMU
maupun Perguruan Tinggi. Sebagai wacana baru, Pendidikan Multikultural ini
tidak harus dirancang khusus sebagai muatan substansi tersendiri, namun dapat
diintegrasikan dalam kurikulum yang sudah ada tentu saja melalui bahan ajar
atau model pembelajaran yang paling memungkinkan diterapkannya pendidikan
multikultural ini.
6.
REFLEKSI DIRI
Saya sangat menyukai materi minggu ini mengenai pendidikan
multikultural dan pendidikan neurosentris. Dari materi tersebut, saya menjadi
tahu bagaimana mengaplikasi pendidikan yang multikultural yang baik. Saya akan
mencoba memberikan pendidikan multikultural yang baik pada siswa/mahasiswa saya
kelak (Amiin), di mana dalam pendidikan ini, saya dituntut untuk tidak
membedakan peserta didik yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Hal
tersebut juga berkaitan dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Selain
itu, juga ada hubungannya dengan komunikasi yang diterapkan oleh guru terhadap
siswanya. Di sini saya diharuskan untuk menggunakan bahasa Indonesia dalam
pembelajaran sehingga peserta didik yang saya ajar dapat menerima materi yang
saya ajarkan. Bagaimana saya akan menjadi guru yang baik, jika saya belum paham
”akar” dari pembelajaran? Tentunya saya harus semangat dalam menimba ilmu ini
agar dapat saya terapkan pada peserta didik saya nanti, sehingga tujuan
pembelajaran tercapai dengan hasil yang memuaskan karena siswa siswi saya dapat
memahami materi yang saya ajari. Saya harus banyak-banyak membaca mengenai
teori belajar dan pembelajaran untuk masa depan saya sebagai guru. Ilmu yang
saya dapatkan dalam minggu ini semoga bermanfaat dan berkah. Hal ini sebagai
bekal saya kelak saat menjadi guru/ dosen. Amiin.. ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar