BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Siswa atau peserta didik merupakan unsur terpenting dalam suatu
proses kegiatan belajar mengajar. Setiap guru berkeingingan agar siswa
memperoleh hal yang optimal dari hasil belajarnya. Namun pada kenyataannya, tidak
semua siswa mendapatkan hasil yang diharapakan. Orang tua, masyarakat, dan
siswa itu sendiri
kurang mengetahui mengapa dan apa yang terjadi sehingga siswa mendapatkan hasil
yang rendah.
Setiap siswa pada prinsipnya tentu
berhak memperoleh peluang untuk mencapai kinerja akademik yang memuaskan.
Namun, dari kenyataan sehari-hari tampak jelas bahwa siswa tertentu pasti
memiliki perbedaan dalam hal kemampuan intelektual, kemampuan fisik, latar
belakang keluagra, kebiasaan dan pendekatan belajar yang terkadang sangat
mencolok antara seorang siswa dengan siswa lainnya. Prestasi belajar yang
memuaskan dapat diraih oleh setiap siswa jika mereka dapat belajar secara
wajar, terhindar dari berbagai ancaman, hambatan dan gangguan. Namun ancaman,
hambatan, dan gangguan tersebut dialami oleh siswa tertentu sehingga mereka
mengalami kesulitan dalam belajar. Pada tingkat tertentu memang ada siswa yang
dapat mengatasi kesulitan belajarnya tanpa harus melibatkan orang lain. Tetapi
pada kasus-kasus tertentu, siswa belum mampu mengatasi kesulitan belajarnya
maka bantuan guru atau orang lain sangat diperlukan oleh siswa.
Dunia pendidikan mengartikan
diagnosis kesulitan belajar sebagai segala usaha yang dilakukan untuk memahami dan menetapkan
jenis dan sifat kesulitan belajar. Juga mempelajari faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan
belajar serta cara menetapkan dan kemungkinan mengatasinya, baik secara kuratif (penyembuhan)
maupun secara preventif (pencegahan) berdasarkan data dan informasi yang
seobyektif mungkin (Gemari, 2007).
Berdasarkan latar belakang
tersebut di atas, maka penulis akan membahas secara rinci mengenai Faktor
Penyebab Kesulitan Belajar siswa terkait dengan pengertian, faktor yang
menyebabkan dan mempengaruhi kesulitan belajar, cara mendeteksi, dan mengatasi
kesulitan belajar dalam makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah, sebagai berikut:
1.2.1
Apa pengertian belajar?
1.2.2
Apa pengertian
kesulitan belajar?
1.2.3
Apa saja faktor
penyebab kesulitan belajar?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat:
1.3.1
Mengetahui pengertian
belajar.
1.3.2
Mengetahui pengertian
kesulitan belajar.
1.3.3
Mengetahui
faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Belajar
Sebelum membahas mengenai
penyebab kesulitan kesulitan belajar, akan lebih jelas jika kita memahami
terlebih dahulu pengertian belajar dan kesulitan belajar beserta penyebabnya.
Belajar merupakan suatu
perubahan dalam diri seseorang yang terjadi karena pengalaman. Menurut C.T.
Morgan dalam Introduction to Psycology (1961) merumuskan belajar sebagai
“suatu perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku sebagai akibat
dari pengalaman yang lalu” (Sobur, 2003: 219). Jadi bisa disimpulkan
bahwa belajar sangat erat kaitannya dengan perubahan tingkah laku seseorang.
Akan tetapi perubahan yang bukan terjadi karena adanya proses-proses belajar
tidak dapat dikatakan sebagai belajar. Perubahan selain belajar antara lain
karena adanya proses fisiologis (missal: sakit) dan perubahan terjadi karena
adanya proses-proses pematangan (misal : bayi yang mulai dapat berjalan).
Ada dua pandangan
mengenai perubahan yang terjadi dalam proses-proses belajar, antara lain :
2.1.1
Pandangan Behavioristik
Menurut pandangan ini
(seperti J.B. Watson, E.L. Thorndike, dan B.F. Skinner) Belajar adalah
perubahan tingkah laku, dengan cara seseorang berbuat pada situasi tertentu.
Yang dimaksud tingkah laku disini ialah tingkah laku yang dapat diamati (
berfikir dan emosi tidak menjadi perhatian dalam pandangan ini, karena tidak
dapat diamati secara langsung. Diantara keyakinan prinsipil yang terdapat dalam
pandangan ini ialah anak lahir tanpa warisan kecerdasan, bakat, persaan, dan
warisan abstrak lainnya. Semua kecakapan timbul setelah manusia melakukan
kontak dengan lingkungan.
2.1.2
Pandangan Kognitif
Menurut Pandangan ini (seperti Jean Piaget, Robert Glaser, John Anderson, Jerome Bruner, dan David Ausubel) Belajar adalah proses internal
mental manusia yang tidak dapat diamati secara langasung. Perubahan terjadi
dalam kemampuan seseorang untuk bertingkah laku dan berbuat dalam situasi
tertentu, perubahan dalam tingkah lauku hanyalah suatu refleksi dari perubahan
internal dan tak dapat diukur tanpa dan diterangkan tanpa melibatkan proses
mental. (aspek-aspek yang tidak dapat diamati seperti pengetahuan, arti,
perasaan, keinginan, kreatifitas, harapan dan pikiran).
Selain dari pada itu,
dewasa ini para neobehaviorist memperluas pandangan behavioristik
tentang belajar meliputi aspek-aspek yang tidak dapat diamati secara langsung
seperti harapan-harapan, keinginan, keyakinan, dan pikiran. Salah seorang
diantaranya ialah Albert Bandura (1986) dengan teori kognitif sosial-nya
yang menganggap bahwa belajar itu lebih dari sekedar adanya perubahan dalam
tingkah laku yang diamati. Belajar adalah pencapaian pengetahuan dan tingkah
laku yang dapat diamati yang berdasar pad apengetahuan tersebut. Dalam banyak
hal teori ini dapat dianggap sebagai tali penghubung antara aliran behaviorisme
dengan teoir kognitif (Mahmud, 1990).
Menurut Crow & crow
dalam buku Educational Psycology (1958) menyatakan ”Learnig is
acquisition of habits, knowledge, nad attitude”, belajar adalah memeproleh
kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap. Belajar dalam pandangan mereka
menunjuk adanya perubahan yang progresif dari tingkah laku (Sobur, 2003).
Pengertian ini menyangkut pada proses yang mempunyai konotasi urutan langkah
atau kemajuan yang mengarah pada suatu sasaran atau tujuan. Any change in
any object or organism, particularly a behavioral or psychological change (proses
adalah suatu perubahan yang progresif menyangkut tingkah laku atau kejiwaan) (Syah,
2006).
Dari berbagai pendapat
dan pandangan mengenai definisi belajar terlepas dari berbagai macam kelemahan-kelemahan
dari masing pandangan dapat disimpulkan bahwa belajar suatu porses yang terjadi
dalam diri seseorang (pandangan kognitif), tetapi juga menekankan pentingnya
perubahan dalam tingkah laku yang dapat diamati sebagai pertanda bahwa belajar telah
berlangsung (pandangan behavioristik) dengan menunjukkan perubahan yang
progresif pada tingkah laku sehinga hasil yang dicapai maksimal.
2.2 Pengertian Kesulitan Belajar
Untuk memperjelas
tentang kesulitan belajar dalam rencana penelitian ini, penulis akan memaparkan
beberapa pengertian menurut pendapat para ahli sebagai berikut : Kesulitan
Belajar Kesulitan belajar yang didefenisikan oleh The United States Office of
Education (USOE) yang dikutip oleh Abdurrahman (2003:06) menyatakan bahwa
kesulitan belajar adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses
psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ajaran atau
tulisan.
Di samping defenisi
tersebut, ada definisi lain yang yang dikemukakan oleh The National Joint
Commite for Learning Dissabilites (NJCLD) dalam Abdurrahman (2003:7) bahwa
kesulitan belajar menunjuk kepada suatu kelompok kesulitan yang didefenisikan
dalam bentuk kesulitan nyata dalam kematian dan penggunan kemampuan
pendengaran, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar atau kemampuan dalam
bidang studi biologi. Sedangkan menurut Sunarta (1985 : 7) menjelaskan bahwa
yang dimaksud dengan kesulitan belajar adalah “kesulitan yag dialami oleh
siswa-siswi dalam kegiatan belajarnya, sehingga berakibat prestasi belajarnya rendah
dan perubahan tingkah laku yang terjadi tidak sesuai dengan partisipasi yang
diperoleh sebagaimana teman-teman kelasnya.
Blassic
dan Jones, sebagaimana dikutip oleh Warkitri ddk. (1990 : 83), menyatakan bahwa
kesulitan belajar adalah terdapatnya suatu jarak antara prestasi akademik yang
diharapkan dengan prestasi akademik yang diperoleh. Mereka selanjutnya
menyatakan bahwa individu yang mengalami kesulitan belajar adalah individu yang
normal inteligensinya, tetapi menunjukkan satu atau beberapa kekurangan penting
dalam proses belajar, baik persepsi, ingatan, perhatian, ataupun fungsi
motoriknya.
Sementara
itu, Siti Mardiyanti dkk. (1994) dalam Anisah (2011) menganggap
kesulitan belajar sebagai suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh
adanya hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan tersebut
mungkin disadari atau tidak disadari oleh yang bersangkutan, mungkin bersifat
psikologis, sosiologis, ataupun fisiologis dalam proses belajarnya. Kesulitan
atau masalah belajar dapat dikenal berdasarkan gejala yang dimanifestasikan
dalam berbagai bentuk perilaku, baik secara kognitif, afektif, maupun
psikomotorik.
Berdasarkan pendapat di
atas dapat dipahami bahwa kesulitan belajar adalah suatu keadaan dalam proses
belajar mengajar dimana anak didik tidak dapat belajar sebagaimana mestinya.
Kesulitan belajar pada dasarnya adalah suatu gejala yang nampak dalam berbagai
manivestasi tingkah laku, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Disebutkan dalam Anisah (2011) kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang luas, diantaranya :
a) learning disorder; b). learning disfunction; c). underachiever;
d) slow learner; dan e) learning diasbilities. Di bawah ini akan
diuraikan dari masing-masing pengertian tersebut.
1.
Learning Disorder
atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu
karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami
kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya
terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan,
sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang
dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti
karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar
menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2. Learning
Disfunction merupakan
gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik,
meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas
mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa
yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi
atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka
dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.
3. Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi
intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong
rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat
kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya
biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
4.
Slow Learner
atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia
membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang
memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5.
Learning Disabilities
atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu
belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar dibawah potensi
intelektualnya.
Disebutkan pula mengenai individu yang mengalami kesulitan belajar menunjukkan gejala
sebagai berikut.
1.
Hasil belajar yang dicapai rendah dibawah rata-rata kelompoknya.
2.
Hasil belajar yang dicapai sekarang lebih rendah disbanding
sebelumnya.
3.
Hasil belajar yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah
dilakukan.
4.
Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar.
5.
Menunjukkan sikap yang kurang wajar, misalnya masa bodoh dengan
proses belajar dan pembelajaran, mendapat nilai kurang tidak menyesal, dst.
6.
Menunjukkan perilaku yang menyimpang dari norma, misalnya membolos,
pulang sebelum waktunya, dst.
7.
Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, misalnya mudah
tersinggung, suka menyendiri, bertindak agresif, dan lain-lain.
Pada dasarnya kesulitan belajar tidak hanya dialami oleh siswa yang
berkemampuan rendah saja, tetapi juga
dialami oleh siswa berkampuan tinggi. selain itu, kesulitan belajar juga dapat
dialami oleh siswa yang berkampuan rata–rata (normal) disebabkan oleh faktor
–faktor tertentu yang menghambat tercapainya kinerja akademik sesuai dengan
harapan.Dalam referensi lain juga dijelaskan mengenai pengertian kesulitan
belajar. Kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses belajar yang ditandai
hambatan–hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar.
Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena faktor intelegensi yang rendah (kelain mental ), akan tetapi dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor non-intelegensi. Dengan demkian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar, karena itu dalam rangka memberikan bimbingan yang tepat kepada setiap anak didik, maka para pendidik perlu memahami masalah –masalah yang berhubungan dengan kesulitan belajar (Utami, 2003).
Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena faktor intelegensi yang rendah (kelain mental ), akan tetapi dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor non-intelegensi. Dengan demkian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar, karena itu dalam rangka memberikan bimbingan yang tepat kepada setiap anak didik, maka para pendidik perlu memahami masalah –masalah yang berhubungan dengan kesulitan belajar (Utami, 2003).
2.3 Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar Siswa
Menurut Slameto (2003 :
54), faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar ada dua, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut dijelaskan sebagai
berikut.
2.3.1
Faktor Internal
Faktor intern adalah
faktor yang ada di dalam individu yang sedang belajar. Dalam membicarakan
faktor internal ini, penulis akan membahasnya menjadi 3 faktor, yaitu faktor
fisilogis, faktor psikologis, dan faktor intelektual.
2.3.1.1 Faktor Fisiologis
Shadiq (2007)
menjelaskan bahwa faktor fisiologis berkaitan dengan fungsionalisasi tubuh,
misalnya kemampuan koordinasi tubuh, ketahanan tubuh, kesehatan dan
fungsionalisasi anggota gerak tubuh. Misalnya kesiapan otak dan sistem syaraf
dalam menerima, memroses, menyimpan, ataupun memunculkan kembali informasi yang
sudah disimpan. Bayangkan kalau sistem syaraf atau otak anak kita karena
sesuatu dan lain hal kurang berfungsi secara sempurna. Akibatnya ia akan
mengalami hambatan ketika belajar.
Kondisi fisiologis pada
umumnya sangat berperan terhadap kemampuan bagi seseorang, anak yang dalam
keadaan segar jasmaninya akan berbeda belajarnya dengan anak yang ada dalam
kelelahan. Anak-anak yang kurang gizi akan mudah cepat lelah, mudah mengantuk
sehingga dalam kegiatan belajarnya mengalami kesulitan dalam menerima
pelajaran.
2.3.1.2 Faktor Psikologis atau Kejiwaan
Faktor kejiwaan
berkaitan dengan emosionalisasi siswa. Siswa kurang mampu untuk mengontrol
kondisi emosionalnya sehingga berpengaruh terhadap kinerjanya. Ketika kondisi
emosional/kejiwaan siswa mengalami masa labil, kecenderungan siswa akan
bertindak gegabah, ceroboh, acuh dan cenderung mudah terpancing untuk marah.
Emosional dapat dipengaruhi dari lingkungan luar, misalnya suatu tindakan orang
lain kepadanya (kekerasan, hukuman, dan sebagainya). Orang tua dan guru harus
mampu memahami kondisi kejiawaan siswa dan mampu membangun kondisi lingkungan
yang baik sehingga mampu mendukung dan merubah kondisi siswa menjadi lebih
baik. Faktor kejiwaan/emosional dapat
berubah ke arah yang lebih baik, yaitu dewasa, sabar, bijak dengan adanya
dukungan dan upaya dari siswa.
Faktor yang menjadi
penyebab kesulitan belajar siswa ini berkait dengan kurang mendukungnya
perasaan hati (emosi) siswa unutuk belajar secara sungguh-sungguh. Sebagai contoh, ada siswa
yang tidak suka mata pelajaran tertentu karena ia selalu gagal mempelajari mata
pelajaran itu. Jika hal ini terjadi, siswa tersebut akan mengalami kesulitan
belajar yang sangat berat. Contoh lain
adalah siswa yang rendah diri, siswa yang ditinggalkan orang yang paling
disayangi dan menjadikannya sedih berkepanjangan akan mempengaruhi proses
belajar dan dapat menjadi faktor penyebab kesulitan belajarnya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa anak yang dapat mempelajari suatu mata pelajaran
dengan baik akan menyenangi mata pelajaran tersebut (Shadiq,2007).
Adapun yang termasuk
faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi proses belajar antara lain adalah
inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan (Slameto,
1999 : 55).
a. Perhatian
Menurut al-Ghazali
(2001) dalam Slameto (2003) bahwa perhatian adalah keaktifan jiwa yang
dipertinggi jiwa itupun bertujuan semata-mata kepada suatu benda atau hal
(objek) atau sekumpulan obyek.
b. Bakat
Menurut Hilgard dalam
Slameto (2003) bahwa bakat adalah the capacity to learn. Dengan kata
lain, bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu akan terealisasi
pencapaian kecakapan yang nyata sesudah belajar atau terlatih. Kemudian menurut
Muhibbin (2003) bahwa bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki oleh
seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.
c. Minat
Menurut Jersild dan
Taisch dalam Nurkencana (1996) dalam Slameto (2003) bahwa minat adalah menyakut
aktivitas-aktivitas yang dipilih secara bebas oleh individu. Minat besar
pengaruhnya terhadap aktivitas belajar siswa, siswa yang gemar membaca akan
dapat memperoleh berbagai pengetahuan dan teknologi.
d. Motivasi
Menurut Slameto (2003)
bahwa motivasi erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai dalam
belajar, di dalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau tidak, akan tetapi
untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang menjadi penyebab
berbuat adalah motivasi itu sendiri sebagai daya penggerak atau pendorongnya.
Jadi, dari pendapat di
atas dapat diasumsikan bahwa motivasi siswa dalam proses belajar mengajar,
sangat mempengaruhi prestasi belajar siswa, dengan demikian prestasi belajar
siswa dapat berdampak positif bilamana siswa itu sendiri mempunyai kesiapan
dalam menerima suatu mata pelajaran dengan baik.
2.3.1.3 Faktor Intelektual
Faktor intelektual merpupakan faktor kecerdasan siswa. Setiap siswa
memiliki tingkat kecerdasan yang berbeda. Kemapuan intelektual berkaitan dengan
kemampuan siswa untuk menangkap materi, mengolah, menyimpan, hingga me-re
call materi untuk digunakan. Ada siswa yang memiliki kemampuan intelektual
yang tinggi, cepat menyerap materi, mudah mengolah materi, kemampuan menyimpan
materi yang baik (short term memory dan long term memory), serta mudah
untuk me-re call materi ketika dibutuhkan. Ada siswa yang memiliki kemampuan
intelektual yang sedang, dan ada yang rendah dimana sulit untuk menyerap
materi, sulit mengolah data, sulit untuk menyimpan materi terutama long term
memory, sehingga sulit untuk me-recall materi.
2.3.2
Faktor Eksternal
Faktor ekstern adalah
faktor yang ada di luar individu. Faktor ekstern dikelompokkan menjadi tiga
faktor, yaitu :
2.3.2.1 Faktor Keluarga
Faktor kesulitan
belajar yang berasal dari keluarga, meliputi cara orang tua mendidik, relasi
antara anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian
orang tua, dan latar belakang kebudayaan. Shadiq (2007) menjelaskan ada
beberapa faktor penyebab kesulitan belajar yang berkait dengan sikap dan
keadaan keluarga yang kurang mendukung siswa tersebut untuk belajar sepenuh
hati. Sebagai contoh, orang tua yang sering menyatakan bahwa Bahasa Inggris
adalah “bahasa setan” (karena sulit) akan dapat menurunkan kemauan
anaknya unutuk belajar bahasa pergaulan internasional itu. Kalau ia tidak
menguasai bahan tersebut ia akan mengatakan “Ah, Bapak saya tidak bisa juga
kok”. Untuk itu, sebagai orang tua seharusnya selalu mendukung anak-anaknya
untuk belajar dengan sepenuh hati. Selain itu, kita sebagai calon guru tidak
seharusnya menyatakan sulitnya mata pelajaran tertentu di depan siswa.
2.3.2.2 Faktor Kependidikan
Faktor ini meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi
guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran,
waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode
belajar, dan tugas rumah.
Shadiq (2007) menjelaskan faktor-faktor yang menjadi
penyebab kesulitan belajar siswa ini berkait dengan belum mantapnya lembaga
pendidikan secara umum. Guru yang selalu meremehkan siswa, guru yang tidak bisa
memotivasi siswa untuk belajar lebih giat, guru yang membiarkan siswanya melakukan
hal-hal yang salah, guru yang tidak pernah memeriksa pekerjaan siswa, sekolah
yang membiarkan para siswa bolos tanpa ada sanksi tertentu, adalah contoh dari
faktor-faktor penyebab kesulitan dan pada akhirnya akan menyebabkan ketidak
berhasilan siswa tersebut.
2.3.2.3 Masyarakat
Faktor penyebab kesulitan belajar siswa terkait dengan masyarakat,
meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman bergaul, dan
bentuk kehidupan masyarakat. Misalnya Tetangga yang mengatakan sekolah tidak
penting karena banyak sarjana menganggur, masyarakat yang selalu minum-minuman
keras dan melawan hukum, dapat merupakan contoh dari beberapa faktor masyarakat
yang menjadi penyebab kesulitan belajar siswa. Intinya, lingkungan di sekitar
siswa harus dapat membantu mereka untuk belajar semaksimal mungkin selama
mereka belajar di sekolah.
Dengan cara seperti ini, lingkungan dan sekolah akan membantu para
siswa, harapan bangsa ini untuk berkembang dan bertumbuh menjadi lebih cerdas.
Siswa dengan kemampuan cukup seharusnya dapat dikembangkan menjadi siswa
berkemampuan baik, yang berkemampuan kurang dapat dikembangkan menjadi
berkemampuan cukup. Sekali lagi, orang tua, guru, dan masyarakat, secara
sengaja atau tidak sengaja, dapat menyebabkan kesulitan bagi siswa. Karenanya,
peran orang tua dan guru dalam membentengi para siswa dari pengaruh negatif
masyarakat sekitar, di samping perannya dalam memotivasi para siswa untuk tetap
belajar menjadi sangat menentukan.
Berdasar penjelasan faktor-faktor penyebab kesulitan
belajar di atas, pembaca (terutama guru) sudah seharusnya menyadari akan adanya
beberapa siswa yang mengalami kesulitan atau kurang berhasil dalam proses
pembelajarannya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor tertentu, sehingga
mereka tidak dapat belajar dan kurang berusaha sesuai dengan kekuatan mereka.
Idealnya, setiap guru harus berusaha dengan sekuat tenaga untuk membantu
siswanya keluar dari setiap kesulitan yang menghimpitnya.
Namun, hal yang perlu diingat, penyebab kesulitan itu
dapat berbeda-beda. Ada yang karena faktor emosi seperti ditinggal saudara
kandung tersayang ataupun karena faktor fisiologis seperti pendengaran yang
kurang. Untuk itu, para guru harus mampu mengidentifikasi kesulitan dan
penyebabnya lebih dahulu sebelum berusaha untuk mencarikan jalan pemecahannya.
Pemecahan masalah kesulitan belajar siswa sangat tergantung pada keberhasilan
menentukan penyebab kesulitan tersebut. Sebagai contoh, siswa A yang memiliki kesulitan karena penglihatan
atau pendengaran yang kurang sempurna hanya dapat dibantu dengan alat optik
atau alat elektronik tertentu dan mereka diharuskan duduk di bangku depan.
Namun, para siswa yang mengalami kesulitan belajar karena faktor lingkungan dan
faktor emosi tidak memerlukan kacamata seperti yang dibutuhkan siswa A namun
mereka membutuhkan bantuan dan motivasi lebih dari gurunya (Shadiq, 2007).
Shadiq (2007) menambahkan, pengalaman sebagai guru
telah menunjukkan bahwa ada siswa yang sering membuat ulah di kelas dengan
maksud agar diperhatikan guru dan temannya. Setelah diselidiki ternyata ia
kurang mendapat perhatian orang tuanya. Untuk anak seperti ini, sudah
seharusnya para guru lebih memberikan perhatian dan kasih sayang. Sekali lagi,
kesabaran, ketekunan dan ketelatenan para guru sangat diharapkan di dalam
menangani siswa yang mengalami kesulitan belajar. Guru dapat menyarankan orang
tua siswa tertentu untuk memberi tambahan pelajaran khusus di sore hari untuk
siswa yang lamban. Yang lebih penting dan sangat menentukan adalah peran guru
pemandu, kepala sekolah, pengawas maupun Kepala Kantor Depdiknas di dalam
menangani kesulitan belajar siswa yang disebabkan oleh faktor-faktor
kependidikan.
Pada akhirnya, penulis meyakini bahwa pengetahuan
tentang faktor-faktor penyebab kesulitan belajar ini akan sangat bermanfaat
bagi orang tua, mastarakat, dan guru. Dengan membaca tulisan ini, diharapkan
para guru akan mengetahui, selanjutnya dapat menggunakan pengetahuan tersebut
dalam PBM terutama ketika ia sedang mendiagnosis kesulitan belajar siswa. Pada
akhirnya, mudah-mudahan usaha setiap jajaran Depdiknas untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa akan berhasil dengan gemilang.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Orang tua, guru, dan masyarakat, secara sengaja atau tidak sengaja,
dapat menyebabkan kesulitan bagi siswa. Karenanya, peran orang tua dan guru dalam
membentengi para siswa dari pengaruh negatif masyarakat sekitar, di samping
perannya dalam memotivasi para siswa untuk tetap belajar menjadi sangat
menentukan.
3.2
Saran
Seorang guru diharapkan dapat
melakukan pendekatan secara personal (Personal Approach) terhadap
siswa-siswinya sehinggga guru mengetahui apakah siswanya mengalami kesulitan
belajar atau tidak, sehingga bisa mengetahui faktor-faktor penyebab kesulitan
belajar pada siswa, dan dapat memberikan solusi yang terbaik untuk
siswa-siswinya.
assalamualaikum ka , bisa di kasih perjelas daftar pustakanya biar lebih tau asalnya dapat dari mana , trims :)
BalasHapus