Nama : Linda
Tri Antika
NIM/ Kelas :
130341816943 / A
Resume untuk Tanggal :
Kamis, 10 Oktober 2013
MATERI 1
PENDEKATAN LINGKUNGAN
DAN SALINGTEMAS
1.
PENDEKATAN
LINGKUNGAN
A.
Pengertian Pendekatan Lingkungan
Pendekatan lingkungan merupakan suatu pendekatan
pembelajaran yang berusaha untuk meningkatkan keterlibatan siswa melalui
pendayagunaan lingkungan sebagai sumber belajar. Pendekatan ini berasumsi bahwa
kegiatan pembelajaran akaan menarik siswa, jika apa yang dipelajari diangkat
dari lingkungan, sehingga apa yang dipelajari berhubungan dengan kehidupan dan
berfaedah bagi lingkungan (Khusnin, 2008).
Yulianto (2002) menyatakan
bahwa pendekatan
lingkungan berarti mengaitkan lingkungan dalam suatu proses belajar mengajar
dimana lingkungan digunakan sebagai sumber belajar. Untuk memahami materi yang
erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari sering digunakan pendekatan
lingkungan. Sehingga dapat dikatakan lingkungan yang ada di sekitar merupakan
salah satu sumber belajar yang dapat dioptimalkan untuk pencapaian proses dan
hasil pendidikan yang berkualitas. Lingkungan dapat memperkaya bahan dan
kegiatan belajar.
Karli dan Margaretha (2002) menjelaskan bahwa
pendekatan lingkungan adalah suatu strategi pembelajaran yang memanfaatkan
lingkungan sebagai sasaran belajar, sumber belajar, dan sarana belajar. Hal
tersebut dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah lingkungan, dan untuk
menanamkan sikap cinta lingkungan.
Nasution (1976:197) dalam Habiba (2006)
mengatakan pendekatan lingkungan atau karyawisata adalah pendekatan yang
berorientasi pada alam bebas dan nyata, tidak harus selalu ke tempat yang jauh
tetapi dapat dilakukan di lingkungan alam sekitar kita. Jadi menggunakan
pendekatan lingkungan dalam pembelajaran adalah memanfaatkan atau menggunakan
lingkungan sebagai sumber belajar untuk keperluan pengajaran dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran.
Lingkungan merupakan salah satu sumber
belajar yang amat penting dan memiliki nilai-nilai yang sangat berharga dalam
rangka proses pembelajaran siswa. Penggunaaan lingkungan memungkinkan
terjadinya proses belajar yang lebih bermakna sebab anak dihadapkan pada
kondisi yang sebenarnya. Pelajaran biologi dengan menggunakan bahan-bahan alami
lebih menguntungkan bagi siswa dan pengalaman bersahabat dengan alam lebih
cenderung menyiapkan perasaan positif bagi siswa terhadap keajaiban alam. Hal
senada juga diungkapkan Suniarsih (2006) yaitu berlangsungnya proses
pembelajaran tidak terlepas dengan lingkungan sekitar.
Pendidikan lingkungan sebagai suatu dimensi,
di dalam pembelajarannya menggunakan pendekatan lingkungan. Di dalam model
pengajaran, pendekatan ini diklasifikasikan berdasarkan lingkungan belajarnya.
Jadi pendekatan lingkungan tidak memiliki sintaks pembelajaran.
B. Tujuan Pendekatan Lingkungan
Dalam proses belajar mengajar, terkadang guru menampilkan sosok tiruan
dari benda se-benarnya yang dijadikan sebagai objek pelajaran, akan tetapi akan
lebih mengena bila si murid kita ajak langsung terjun kealam (lingkungan) agar
dalam penganalisisan data lebih mengena karena langsung pada objek sesungguhnya
yang real dan konkrit.
Adapun tujuan pendekatan lingkungan sebagai sumber belajar dijelaskan
sebagai berikut.
a)
Supaya kegiatan belajar lebih menarik dan tidak membosankan siswa duduk
di kelas ber-jam-jam sehingga motivasi belajar siswa akan lebih tinggi.
b)
Supaya hakikat Belajar akan lebih bermakna sebab siswa dihadapkan pada
keadaan yang sebenarnya.
c)
Supaya bahan-bahan yang dapat dipelajari lebih kaya dan lebih actual
sehingga ke-benarannya lebih akurat.
d)
Supaya kegiatan belajar siswa lebih kon-prehenshif dan lebih aktif sebab
dapat di-lakukan dengan berbagai cara seperti wa-wancara, mengamati dan
lain-lain.
e)
Supaya sumber belajar menjadi lebih kaya di-sebabkan lingkungan yang
dipelajari beraneka ragam.
f)
Supaya siswa dapat memahami dan meng-hayati aspek yang ada di
lingkungannya.
C. Manfaat dan Pentingnya Pendekatan Lingkungan
Pendidikan lingkungan membentuk
siswa menjadi sadar terhadap lingkungan. Kesadaran lingkungan memiliki makna
kognitif dan afektif. Sadar lingkungan memiliki beberapa arti: (1) tahu dan
mengekspresikan dampak perilaku terhadap lingkungan; (2) tahu dan mampu
mengekspresikan tentang berbagai penyelesaian; (3) memahami perlunya langkah
penelitian sebagai bekal pengambilan keputusan; (4) memahami pentingnya kerja
sama dalam menyelesaikan masalah lingkungan (Mastur, 2004).
Ada beberapa alasan
yang menjadikan lingkungan itu sangat penting dalam interaksi belajar mengajar,
yaitu :
a) Sebagai sasaran belajar
Kita ingat kembali
tentang tujuan pendidikan SD, antara lain agar anak dapat mengenal alam sekitar.
Alam sekitar ini ten-tunya termasuk “lingkungan”. Jadi segala sesuatu di
sekitar anak itu merupakan objek untuk diajarkan kepada anak, atau lingkungan
merupakan sasaran belajar bagi anak SD.
b) Sebagai sumber belajar
Ada berbagai macam
sumber belajar, mi-salnya guru, buku–buku, labolatorium, tenaga ahli, dan
lain–lainnya, yang sering terlupakan orang adalah “lingkungan”. Lingkungan
me-rupakan sumber belajar yang tidak habis–habisnya memberikan pengetahuan
kepada kita. Semakin banyak kita gali semakin banyak yang kita dapatkan,
tidak hanya bagi IPA itu sendiri tetapi juga berupa sumber dari berbagai macam
ilmu pengetahuan seperti IPS dan Matematika.
c) Sebagai sarana belajar
Lingkungan merupakan
suatu sarana belajar yang baik, bahkan lingkungan yang alamiah menyediakan
bahan-bahan yang tidak perlu dibeli, misal udara, cahanya matahari, pepohonan,
air su-ngai, rerumputan dan sebagainya. Jadi lingkungan adalah suatu sasaran
belajar yang ekonomis.
D. Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Lingkungan
1) Kelebihan
a)
Penggunaan lingkungan memungkinkan terjadinya proses belajar yang lebih
bermakna (meaningfull learning) sebab anak dihadapkan dengan keadaan dan
situasi yang sebenarnya. Hal ini akan memenuhi prinsip kekonkritan dalam
belajar sebagai salah satu prinsip pendidikan anak.
b)
Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar akan mendorong pada
penghayatan nilai-nilai atau aspek-aspek kehidupan yang ada di lingkungannya.
Kesadaran akan pentingnya lingkungan dalam kehidupan bisa mulai ditanamkan pada
anak sejak dini, sehingga setelah mereka dewasa kesadaran tersebut bisa tetap
terpelihara.
c)
Penggunaan lingkungan dapat menarik bagi anak, kegiatan belajar
dimungkinkan akan lebih menarik bagi anak sebab lingkungan menyediakan sumber
belajar yang sangat beragam dan banyak pilihan. Kegemaran belajar sejak usia
dini merupakan modal dasar yang sangat diperlukan dalam rangka penyiapan
masyarakat belajar (learning societes) dan sumber daya manusia di masa
mendatang.
d)
Praktis dan mudah dilakukan, tidak memerlukan peralatan khusus
seperti listrik
e)
Karena benda-benda tersebut berasal dari lingkungan siswa, maka
benda-benda tersebut akan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan
siswa. Hal ini juga sesuai dengan konsep pembelajaran kontekstual (contextual
learning).
f)
Pelajaran lebih aplikatif, maksudnya materi belajar yang diperoleh siswa
melalui media lingkungan kemungkinan besar akan dapat diaplikasikan
langsung, karena siswa akan sering menemui benda-benda
atau peristiwa serupa dalam kehidupannya sehari-hari.
g)
Lebih komunikatif, sebab benda dan peristiwa yang ada di lingkungan
siswa biasanya mudah dicerna oleh siswa, dibandingkan dengan me-dia yang
dikemas (didesain).
h)
Menghemat biaya, karena memanfaatkan benda-benda yang telah ada di
lingkungan.
2) Kelemahan
a)
Kegiatan belajar kurang dipersiapkan sebelumnya yang menyebabkan ketika
siswa diajak ke tempat tujuan tidak melakukan kegiatan belajar yang di harapkan
sehingga terkesan main-main.
b)
Ada kesan dari guru dan siswa bahwa ke-giatan mempelajari lingkungan
mem-perlukan waktu yag lebih lama, sehingga meng-habiskan waktu untuk belajar
di kelas.
c)
Sempitnya pandangan guru bahwa kegiatan belajar hanya terjadi di dalam
kelas.
2.
PENDEKATAN
SALINGTEMAS
A. Pengertian Pendekatan SALINGTEMAS
SALINGTEMAS merupakan bentuk pembelajaran
yang mengaitkan antara materi pelajaran dengan lingkungan, teknologi, dan
dampaknya bagi masyarakat. Sehingga, dapat memberikan kesempatan pada siswa
untuk menghubungkan antara apa yang dipelajari dengan komponen sains dan
teknologi dalam kehidupan sehari-hari (Lisdiana, 2001 : 28).
B. Hal
Penting dalam Pembelajaran SALINGTEMAS
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pembelajaran berbasis
salingtemas adalah sebagai berikut.
a)
Menggunakan berbagai macam sumber
belajar, baik berupa media cetak, elektronik maupun keadaan nyata di sekitar
kita.
b)
Memberikan peluang kepada siswa untuk lebih berperan aktif, sedangkan guru bertindak selaku fasilitator
aktif yang selalu memberikan masukan kepada siswa, tanpa menyalahkan pendapat siswa.
c)
Membawa siswa untuk lebih memiliki
harga diri, sehingga mereka lebih termotivasi untuk berperan aktif.
d)
Menciptakan suasana belajar yang
senang dan terhindar dari suasana tegang yang dapat membuat siswa menjadi takut.
e)
Mengarahkan dan memberi motivasi
kepada siswa, sehingga siswa dapat lebih berpikir kreatif.
C. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran
SALINGTEMAS
Secara garis besar, tahap-tahap pelaksanaan pembelajaran berbasis
salingtemas adalah :
1) Inisiasi
Pada tahap ini, guru mengangkat isu atau masalah yang ada dalam
kehidupan peserta didik sehari-hari, atau yang hangat di media (koran, TV,
dll.). Isu atau masalah yang diangkat bisa pula berasal dari peserta didik.
Setelah pemilihan isu, dilakukan penggalian cara pandang dan pemahaman peserta
didik terhadap isu atau masalah tersebut.
Untuk melangkah ke tahap berikut, guru bersama-sama peserta didik
merumuskan masalah, atau menegaskan batas-batas topik isu tersebut untuk
mengarahkan perhatian yang memusat pada isu yang jelas. Pembatasan ini akan
memperjelas kompetensi sains apa yang diperlukan untuk memahami atau memecahkan
masalah tersebut.
2) Penetapan Kompetensi Sains
Guru mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terkait
dengan isu yang diangkat. Seperti dijelaskan pada ragam pendekatan salingtemas,
kompetensi dasar yang relevan bisa berasal dari satu bab, atau lintas bab, atau
bahkan lintas mata pelajaran. Dari kajian ini, dikumpulkan kompetensi dasar
(sains dan non-sains) yang diperlukan untuk lebih memahami dan memecahkan
masalah yang dihadapi. Jika guru sebenarnya telah mempersiapkan topik yang akan
diangkat sebelum tahap inisiasi, maka guru bisa mengetahui daftar target
kompetensi sains sebelum pertemuan inisiasi di atas.
c) Dekontekstualisasi
Pada tahap ini, peserta didik perlu dipersiapkan untuk menghadapi tahap
sesudahnya yaitu pembelajaran konsep dan prinsip sains, yang dalam kasus-kasus
tertentu akan merupakan tahap yang memiliki learning curve yang tajam.
Tahap penyiapan peserta didik ini disebut dekontekstualisasi, karena peserta
didik perlu dipersiapkan agar fokus pada pembelajaran konsep dan
prinsip-prinsip yang perlu dikuasai, tanpa terganggu oleh konteks, isu, atau
masalah yang diangkat.
Tahap ini bisa berupa peralihan yang tak kentara dan mulus dari tahap
inisiasi pemilihan konteks ke tahap setelah dekontekstualisasi yaitu
pembelajaran sains. Guru bisa menciptakan suasana kelas yang memungkinkan
peralihan mulus ini. Tahap ini bisa pula berupa permintaan tegas kepada peserta
didik, agar meninggalkan diskusi tentang isu/masalah, tapi mulai memusatkan
perhatian pada pencapaian kompetensi sains (atau bidang lain) yang dibutuhkan
untuk memahami atau menyelesaikan masalah.
Proses dekontekstualisasi yang gagal akan menyebabkan
“keberhasilan-semu” pada pembelajaran berbasis salingtemas. Peserta didik
terlihat antusias terhadap kegiatan pembelajaran, tertarik pada isu atau
masalah yang diangkat, aktif dalam pencarian solusi masalah (atau bergairah
dalam diskusi untuk memahami masalah), tetapi tidak terjadi pembelajaran
konsep dan prinsip sains, yang justru merupakan standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang hendak dicapai. Landasan keilmuan yang digunakan untuk
berusaha memahami isu atau memecahkan masalah hanya konsep dan prinsip yang
telah dimiliki peserta didik sebelumnya, dan tidak terjadi proses pembelajaran
konsep dan prinsip baru yang diharapkan. Tanpa penguasaan prinsip dan konsep
itu, pemecahan masalah yang dihasilkan tidak memiliki landasan yang kuat, atau
bahkan keliru!
d) Pembelajaran Sains
Pada tahap ini terjadi pembelajaran konsep dan prinsip sains (atau
pembelajaran bidang-bidang lain yang relevan, jika pembelajaran berbasis STM
digunakan untuk lintas mata-pelajaran). Pada tahap ini, diperlukan sarana untuk
memastikan bahwa peserta didik memahami dan diharapkan mampu menerapkan konsep
dan prinsip yang mewakili kompetensi dasar dalam standar isi. Pengujian penguasaan
peserta didik dapat pula dilakukan lewat pengamatan guru terhadap tahap sesudah
ini (yaitu tahap menerapkan prinsip dan konsep untuk memecahkan atau memahami
masalah, dengan landasan keilmuan yang lebih kuat).
Pada pembelajaran ini, guru dapat memilih metode pembelajaran yang
sesuai dengan bahan yang disampaikan. Karena pembelajaran yang dilakukan telah
diawali dengan konteks yang memayungi, yang dekat dengan kehidupan peserta
didik, maka diharapkan kualitas pembelajaran bisa meningkat, dengan peserta
didik yang lebih aktif, dll.
Seperti dijelaskan sebelumnya, keberhasilan tahap ini selain ditentukan
oleh metode pembelajaran yang dipilih dan proses pembelajaran yang terjadi,
juga sangat bergantung pada keberhasilan tahap dekontekstualisasi sebelumnya,
yang mempersiapkan suasana yang baik untuk tahap ini. Untuk sebagian peserta
didik, proses dekontekstualisasi yang baik dan pembelajaran konsep/prinsip
yang berhasil dapat secara tajam mengubah persepsi peserta didik terhadap
permasalahan yang dihadapi.
e) Penerapan
Pada tahap ini, guru dan peserta didik secara bersama menerapkan konsep
dan prinsip sains pada isu atau masalah yang diangkat. Guru perlu menahan diri
untuk tidak terlalu cepat membantu peserta didik menerapkan apa yang baru
dipelajarinya pada isu tersebut. Guru sejauh mungkin hanya memfasilitasi usaha
peserta didik untuk memahami atau memecahkan masalah yang dihadapi bersama.
Pada tahap ini, seharusnya terjadi pemantapan konsep dan prinsip pada
diri peserta didik. Proses menerapkan pengetahuan, konsep, dan prinsip pada hal
yang nyata akan memberi makna lebih terhadap pengetahuan tersebut. Pada
bentuknya yang paling sederhana, tahap ini tidak menuntut terjadinya proses
pemecahan masalah, melainkan hanya peningkatan pemahaman peserta didik pada isu
yang diangkat. Guru dapat mengajukan permintaan sederhana kepada peserta didik
untuk mencoba menjelaskan isu tersebut berdasarkan pengetahuan baru yang telah
diperoleh pada pembelajaran yang dilakukan.
f) Integrasi
Tahap penerapan dilanjutkan dengan usaha membangun keterkaitan antar
konsep dan prinsip sains yang diajarkan. Wawasan terapan yang diperoleh pada
tahap sebelumnya akan memperkaya cara pandang terhadap keterkaitan antar konsep
dan prinsip tersebut. Wawasan tersebut juga akan memberi gambaran keterkaitan
yang jelas antara konsep/prinsip sains dengan spektrum terapannya dalam
kehidupan.
Untuk memperkaya tahap ini, guru dapat mengajak peserta didik untuk
berdiskusi tentang kemungkinan penerapan konsep/prinsip baru yang dipelajari
pada konteks selain isu atau masalah yang diangkat pada pembelajaran berbasis
salingtemas ini. Pengayaan ini akan memberi kemampuan kepada peserta didik
untuk menerapkan suatu prinsip pada situasi yang berbeda.
g) Perangkuman
Akhirnya, guru atau peserta didik dapat merangkumkan hasil pembelajaran
berbasis salingtemas yang telah dilakukan. Lewat tahap perangkuman ini,
ditegaskan berbagai kompetensi dasar yang telah dimiliki peserta didik, dan
wawasan terapan yang telah dimiliki. Tahap ini harus dilaksanakan dengan tujuan
meningkatkan kepercayaan diri peserta didik dalam mempelajari sesuatu yang
baru, dan dalam memecahkan atau memahami masalah yang relevan dengan
kehidupannya.
MATERI II
PENDEKATAN KETERAMPILAN
PROSES DAN CBSA/SAL
1.
PENDEKATAN
KETERAMPILAN PROSES
A. Pengertian Pendekatan Keterampilan Proses
Pendekatan keterampilan proses pada hakikatnya adalah
suatu pengelolaan kegiatan belajar-mengajar yang berfokus pada pelibatan siswa
secara aktif dan kreatif dalam proses pemerolehan hasil belajar (Semiawan,
2002).
Pendekatan keterampilan proses adalah perlakuan yang
diterapkan dalam pembelajaran yang menekankan pada pembentukan keterampilan
memperoleh pengetahuan kemudian mengkomunikasikan perolehannya. Keterampilan
memperoleh pengetahuan dapat dengan menggunakan kemampuan olah pikir (psikis)
atau kemampuan olah perbuatan (fisik) (Popy dkk, 2009:2)
Pendekatan keterampilan proses dapat diartikan juga sebagai wawasan atau anutan
pengembangan keterampilan–keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang
bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang prinsipnya telah ada dalam
diri siswa. Pendekatan keterampilan proses pada pembelajaran sains lebih
menekankan pembentukan keterampilan untuk memperoleh pengetahuan dan
mengkomunikaskan hasilnya.
B. Prinsip Pendekatan Keterampilan Proses dalam Pembelajaran
Dalam mengajarkan keterampilan proses, siswa benar-benar melakukan pengamatan,
pengukuran, pemanipulasian variabel dan sebagainya. Ringkasnya, siswa bertindak
sebagai ilmuwan. Oleh karena itu pendekatan ini lebih banyak melibatkan siswa
dengan obyek-obyek konkrit, yaitu siswa aktif berbuat. Pendekatan keterampilan proses memberi siswa pemahaman yang valid
tentang hakikat sains. Siswa dapat menghayati keasyikan sains dan dapat lebih
baik memahami fakta-fakta dan konsep-konsep. Siswa diberi
kesempatan untuk belajar sambil berbuat, menumbuhkan kemampuan berpikir,
bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting
kecakapan hidup (Trianto, 2010).
Pendekatan keterampilan proses menekankan bagaimana
siswa belajar, bagaimana mengelola perolehannya, sehingga mudah dipahami dan
digunakan dalam kehidupan di masyarakat. Dalam proses pembelajaran diusahakan
agar siswa memperoleh pengalaman dan pengetahuan sendiri, melakukan
penyelidikan ilmiah, melatih kemampuan-kemampuan intelektualnya, dan merangsang
keingintahuan serta dapat memotivasi kemampuannya untuk meningkatkan
pengetahuannya yang baru diperolehnya. Dengan mengembangkan
keterampilan-keterampilan memproseskan perolehan anak akan mampu menemukan dan mengembangkan
sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap ilmiah dan
nilai yang dituntut. Dengan demikian, keterampilan-keterampilan itu menjadi
roda penggerak penemuan dan pengembangan fakta dan konsep (Trianto, 2010)
C. Langkah Pendekatan
Keterampilan Proses
Langkah-langkah pelaksanaan keterampilan proses antara
lain dijelaskan sebagai berikut (Trianto, 2010:144).
a)
Mengamati, keterampilan
mengumpulkan data atau informasi melalui penerapan dengan indera.
b)
Menggolongkan
(mengklasifikasikan), yaitu keterampilan menggolongkan benda, kenyataan,
konsep, nilai atau kepentingan tertentu. Untuk membuat penggolongan perlu
ditinjau persamaan atau perbedaan antara benda, kenyataan atau konsep sebagai
dasar penggolongan.
c)
Menafsirkan
(menginterpretasikan), yaitu keterampilan menafsirkan sesuatu berupa benda,
kenyataan, peristiwa konsep dan informasi yang telah dikumpulkan melalui
pengamatan, perhitungan, penelitian atau eksperimen.
d) Meramalkan, yaitu mengantisipasi atau menyimpulkan suatu hal yang akan
terjadi pada waktu yang akan datang berdasarkan perkiraan atas kecenderungan
atau pola tertentu atau hubungan antar data atau informasi. Misalnya
berdasarkan pengalaman tentang keadaan cuaca sebelumnya, apabila mendung pasti
akan terjadi hujan atau sebaliknya. Siswa dapat meramalkan keadaan cuaca yang
akan terjadi. Meramal tidak sama dengan menebak. Menebak adalah memperkirakan
suatu hal tanpa berdasarkan data atau informasi yang ada.
e)
Menerapkan, yaitu
menggunakan hasil belajar berupa informasi, kesimpulan, konsep, hokum, teori
dan keterampilan. Melalui penerapan, hasil belajar dapat dimanfaatkan,
diperkuat, dikembangkan atau dihayati.
f)
Merencanakan
penelitian, yaitu keterampilan yang amat penting karena menentukan berhasil-tidaknya
penelitian. Keterampilan ini perlu dilatih, Karena selama ini pada umumnya
kurang diperhatikan dan kurang terbina. Pada tahap ini ditentukan masalah atau
objek yang akan diteliti, tujuan dan ruang lingkup penelitian, sumber data atau
informasi, cara analisis, alat dan bahan atau sumber kepustakaan yang
diperlukan. Jumlah orang yang terlibat, langkah-langkah pengumpulan dan
pengolahan data atau informasi, serta tata cara melakukan penelitian.
g)
Mengkomunikasikan, yaitu menyampaikan perolehan atau hasil belajar
kepada orang lain dalam bentuk tulisan, gambar, gerak, tindakan atau
penampilan.
D. Pentingnya Pendekatan
Keterampilan Proses
Menurut Dimiyati, mengatakan bahwa pendekatan keterampilan
proses (PKP) perlu diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar berdasarkan
alasan-alasan sebagai berikut.
- Percepatan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi
- Pengalaman intelektual emosional dan fisik dibutuhkan agar didapatkan agar hasil belajar yang optimal
- Penerapan sikap dan nilai sebagai pengabdi pencarian abadi kebenaran ini. (Dimiyati, 2002: 137)
Pembinaan dan pengembangan kreatifitas berarti
mengaktifkan murid dalam kegiatan belajarnya. Untuk itu cara belajar siswa
aktif (CBSA) yang mengembangkan keterampilan proses yang dimaksud dengan
keterampilan di sini adalah kemampuan fisik dan mental yang mendasar
sebagai penggerak kemampuan-kemampuan lain dalam individu.
Sedangkan Conny (1990 : 14). mengatakan bahwa ada
beberapa alasan yang melandasi perlu diterapkan pendekatan keterampila proses
(PKP) dalam kegiatan belajar mengajar yaitu:
a)
Perkembangan ilmu
pengetahuan berlangsung semakin cepat sehingga tak mungkin lagi para guru
mengajarkan semua fakta dan konsep kepada siswa.
b)
Para ahli psikologi
umumnya berpendapat bahwa anak-anak muda memahami konsep-konsep yang rumit dan
abstrak jika disertai dengan contoh-contoh kongkrit.
c)
Penemuan ilmu
pengetahuan tidak bersifat relatif benar seratus persen penemuannya bersifat
relatif
d) Dalam proses belajar mengajar pengembangan konsep tidak dilepaskand ari
pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik.
2.
PENDEKATAN
CBSA/SAL
A. Pengertian Pendekatan CBSA
CBSA
(Cara Belajar Siswa Aktif) adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada
siswa untuk aktif terlibat secar fisik, mental, intelektual, dan emosional
dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam
ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor. Pendekatan CBSA menuntut
keterlibatan mental vang tinggi sehingga terjadi proses-proses mental yang
berhubungan dengan aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomolorik. Melalui
proses kognitif pembelajar akan memiliki penguasaan konsep dan prinsip. Konsep
CBSA yang dalam bahasa Inggris disebut Student Active Learning (SAL)
dapat membantu pengajar meningkatkan daya kognitif pembelajar. Kadar aktivitas
pembelajar masih rendah dan belum terpogram. Akan tetapi dengan CBSA para
pembelajar dapat melatih diri menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepada
mereka. Tidak untuk dikerjakan di rumah tetapi dikerjakan dikelas secara
bersama-sama.
B. Hakikat Pendekatan CBSA
Siswa pada hakikatnya
memiliki potensi atau kemampuan yang belum terbentuk secara jelas, maka
kewajiban gurulah untuk merangsang agar mereka mampu menampilkan potensi itu.
Para guru dapat menumbuhkan keterampilan-keterampilan pada siswa sesuai dengan
taraf perkembangannya, sehingga mereka memperoleh konsep. Dengan mengembangkan
keterampilan keterampilan memproses perolehan, siswa akan mampu menemukan dan
mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta mengembangkan sikap dan nilai yang
dituntut. Proses belajar-mengajar seperti inilah yang dapat menciptakan siswa
belajar aktif. Hakikat dari CBSA adalah proses keterlibatan
intelektual-emosional siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang memungkinkan
terjadinya:
ü Proses asimilasi/ pengalaman kognitif, yaitu: yang memungkinkan
terbentuknya pengetahuan.
ü Proses perbuatan/pengalaman langsung, yaitu: yang memungkinkan
terbentuknya keterampilan.
ü Proses penghayatan dan internalisasi nilai, yaitu: yang memungkinkan
terbentuknya nilai dan sikap
Walaupun demikian, hakikat
CBSA tidak saja terletak pada tingkat keterlibatan intelektual-emosional,
tetapi terutama juga terletak pada diri siswa yang memiliki potensi, tendensi
atau kemungkinan kemungkinan yang menyebabkan siswa itu selalu aktif dan
dinamis. Oleh sebab itu guru diharapkan mempunyai kemampuan profesional
sehingga ia dapat menganalisis situasi instruksional kemudian mampu
merencanakan sistem pengajaran yang efektif dan efisien. Dalam menerapkan konsep
CBSA, hakikat CBSA perlu dijabarkan menjadi bagian-bagian kecil yang dapat kita
sebut sebagai prinsip-pninsip CBSA sebagai suatu tingkah laku konkret yang
dapat diamati. Dengan demikian dapat kita lihat tingkah laku siswa yang muncul
dalam suatu kegiatan belajar mengajar.
C. Prinsip-Prinsip Pendekatan CBSA
Prinsip CBSA adalah
tingkah laku belajar yang mendasarkan pada kegiatan-kegiatan yang nampak, yang
menggambarkan tingkat keterlibatan siswa dalam proses belajar-mengajar baik
intelektual-emosional maupun fisik, Prinsip-Prinsip CBSA yang nampak pada 4
dimensi sebagai berikut:
Dimensi subjek didik :
- Keberanian mewujudkan minat, keinginan, pendapat serta dorongan yang ada pada siswa dalam proses belajar-mengajar. Keberanian tersebut terwujud karena memang direncanakan oleh guru.
- Keberanian untuk mencari kesempatan berpartisipasi dalam persiapan maupun tindak lanjut dan suatu proses belajar-mengajar. Hal ini terwujud bila guru bersikap demokratis.
- Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan tertentu yang memang dirancang oleh guru.
- Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan tertentu, yang memang dirancang oleh guru.
- Peranan bebas dalam mengerjakan sesuatu tanpa merasa ada tekanan dan siapapun termasuk guru.
Dimensi Guru
- Adanya usaha dan guru untuk mendorong siswa dalam meningkatka kegairahan serta partisipasi siswa secara aktif dalam proses belajar-mengajar.
- Kemampuan guru dalam menjalankan peranannya sebagai inovator dan motivator.
- Sikap demokratis yang ada pada guru dalam proses belajar-mengajar.
- Pemberian kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan cara serta tingkat kemampuan masing-masing.
- Kemampuan untuk menggunakan berbagai jenis strategi belajar-mengajar serta penggunaan multi media. Kemampuan mi akan menimbulkan lingkuñgan belajar yang merangsang siswa untuk mencapai tujuan.
Dimensi Program
- Tujuan instruksional, konsep serta materi pelajaran yang memenuhi kebutuhan, minat serta kemampuan siswa; merupakan suatu hal yang sangat penting diperhatikan guru.
- Program yang memungkinkan terjadinya pengembangan konsep maupun aktivitas siswa dalam proses belajar-mengajar.
- Program yang fleksibel (luwes); disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
Dimensi situasi
belajar-mengajar
- Situasi belajar yang menjelmakan komunikasi yang baik, hangat, bersahabat, antara guru-siswa maupun antara siswa sendiri dalam proses belajar-mengajar.
- Adanya suasana gembira dan bergairah pada siswa dalam proses belajar-mengajar.