Minggu, 06 Oktober 2013

PERKEMBANGAN KOGNITIF & METAKOGNITIF DAN PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN, MORAL, DAN SOSIAL



Nama                                      : Linda Tri Antika
NIM/ Kelas                             : 130341816943 / A
Resume untuk Tanggal        : Kamis, 3 Oktober 2013

PERKEMBANGAN KOGNITIF DAN METAKOGNITIF

1.        PERKEMBANGAN KOGNITIF
Perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangna peserta didik yang berkaitan dengan pengertian (pengetahuan), yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannnya (Desmita, 2009).
Dalam Dictionary of Psychology karya Chaplin (2002) menjelaskan bahwa kognisi adalah konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan, termasuk di dalamnya mengamati, melihat, memperhatika, memberikan, menyangka, membayangkan, memperkirakan, menduga, dan menilai.
Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa kognitif atau pemikiran adalah istilah yang digunakan oleh ahli psikologi untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai, dan memikirkan lingkungannya.

Tahap Perkembangan Kognitif Piaget
Piaget meyakini bahwa pemikiran seorang anak berkembang melalui serangkaian tahap pemikiran dari masa bayi hingga masa dewasa. Dalam hal ini, Piaget membagi tahap perkembangan kognitif manusia menjadi empat tahap, yaitu.
Tahap Sensorimotor
Usia 0 – 2 tahun

Bayi bergerak dari tindakan refleks instinktif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis. Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pegoordinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan sensor.

Tahap Pra-Operasional
Usia 2 - 7 tahun

Anak mulai mempresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Kata-kata dan gambar-gambar ini menunjukkan adanya peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi indrawi dan tindakan fisik.

Tahap Operasional Konkret
Usia 7 - 11 tahun

Pada saat ini akan dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda.

Tahap Operasional Formal
Usia 11 tahun - Dewasa

Remaja berpikir dengan cara yang lebih abstrak, logis, dan lebih idealistik.

2.        METAKOGNITIF
Metakognitif merupakan istilah yang dikenalkan oleh Flavell pada tahun 1976. Flavel menyatakan bahwa metakognitif berarti kemampuan untuk memikirkan tentang bagaimana cara belajarnya. Melalui kemampuan memikirkan cara belajarnya dapat diperoleh informasi bagaimana keberhasilan belajarnya sehingga dapat diperbaiki untuk pembelajaran selanjutnya. Eggen dan Kauchak (1996) menyebutkan metakognitif adalah kesadaran dan kontrol terhadap proses kognitif. Jacobsen, dkk (1989) mengatakan bahwa metakognitif merupakan berpikir tentang berpikir. Arends (2011) menjelaskan bahwa metakognitif merupakan proses mengetahui dan memonitor proses berpikir atau kognitif sendiri. Ditambahkan oleh Peters (2000) bahwa metakognitif menunjuk kepada kecakapan pebelajar sadar dan memonitor proses pembelajarannya. Slavin (2011) menyebutkan metakognitif merupakan pengetahuan tentang belajarnya sendiri; bagaimana ia belajar dan bagaimana ia memantau cara belajar yang dilakukan.
Livingston (1997) membagi pengetahuan metakognitif menjadi tiga kategori, yaitu pengetahuan tentang variabel-variabel personal, variabel-variabel tugas, dan variabel-variabel strategi. Pengetahuan tentang variabel-variabel personal berkaitan dengan pengetahuan tentang bagaimana siswa belajar dan memproses informasi serta pengetahuan tentang proses-proses belajar yang dimilikinya. Sebagai contoh, seorang siswa sadar bahwa proses belajar lebih produktif jika dilakukan di perpustakaan daripada di rumah. Pengetahuan tentang variabel-variabel tugas melibatkan pengetahuan tentang sifat tugas dan jenis pemrosesan yang harus dilakukan untuk menyelesaikan tugas itu. Sebagai contoh, siswa sadar bahwa membaca dan memahami teks ilmu pengetahuan memerlukan lebih banyak waktu dari pada membaca dan memahami sebuah novel. Pengetahuan tentang variabel-variabel strategi melibatkan pengetahuan tentang strategi kognitif dan metakognitif serta pengetahuan kondisional tentang kapan dan dimana strategi-strategi tersebut digunakan.
Dawson (2008) menjelaskan bahwa keterampilan metakognitif merupakan seperangkat kompetensi yang saling berhubungan untuk belajar dan berpikir, dan keterampilan yang dibutuhkan untuk pembelajaran aktif, berpikir kritis, penilaian reflektif, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan. Terdapat empat kunci keterampilan metakognitif, yaitu planning (perencanaan), monitoring (monitor), evaluating (evaluasi), dan revising (revisi).
Planning merupakan aktivitas yang dilakukan secara hati-hati yang mengatur seluruh proses belajar. Perilaku merencanakan terdiri atas menetapkan tujuan belajar, urutan belajar, strategi belajar, dan harapan saat belajar. Monitoring menunjuk pada aktivitas yang moderat pada kemajuan belajar. Kegiatan monitoring ini merupakan pemantauan selama aktivitas belajar, misalnya dapat bertanya pada dirinya sendiri. Contoh: “What am I doing?”, “Am I on right track?”, “How should I do?”, “What information is important to complete the given tasks?”, “Should I do with different perspectives?”, dan “Should I adjust my pace depending on the difficulty?”. Selanjutnya, evaluating merupakan evaluasi proses belajar diri sendiri yang meliputi asessmen kemajuan aktivitas belajar. Metode sistematis dari evaluating dapat membantu dengan mengembangkan set keterampilan dan strategi. Terakhir adalah revising yang merupakan merevisi proses belajar diri sendiri yang meliputi modifikasi rencana tujuan sebelumnya, strategi-strategi, dan pendekatan belajar lainnya. Dengan demikian, aktivitas kognitif seseorang, seperti perencanaan, monitoring, dan mengevaluasi penyelesaian suatu tugas tertentu merupakan metakognisi secara alami (Livingston, 1997).

Perkembangan Metakognitif Anak
Menurut Desmita (2006 : 137), pada umumnya teori-teori tentang kemampuan metakogntif mendapat inspirasi dari penelitian J.H Plavel mengenai pengetahuan metakognitif dan penelitian A.L. Brown mengenai metakognitif atau pengontrolan pengeturan diri (self-regulation) selama pemecahan masalah.
Dalam Desmita (2006 : 138) dinyatakan bahwa penelitian Flavel tentang metakognitif lebih difokuskan pada anak-anak. Flavel menunjukkan bahwa anak-anak yang masih kecil telah menyadari adanya pikiran, memiliki keterkaitan dengan dunia fisik, terpisah dari dunia fisik, dapat menggambarkan objek-objek dan peristiwa-peristiwa secara akurat atau tidak akurat, dan secara aktif menginterpretasi tentang realitas dan emosi yang dialami.Anak-anak usia 3 tahun telah mampu memahami bahwa pikiran adalah peristiwa mental internal yang menyenangkan, yang referensial (merujuk pada peristiwa-peristiwa nyata atau khayalan), dan yang unik bagi manusia. Mereka juga dapat membedakan pikiran dengan pengetahuan.
Dari beberapa penelitian lain terungkap bahwa anak-anak yang masih kecil usia 2 – 2,5 tahun telah mengerti bahwa untuk menyembunyikan sebuah objek dari orang lain mereka harus menggunakan taktik penipuan, seperti berbohong atau menghilangkan jejak mereka sendiri. (Hala et.al., dalam Desmita, 2006 : 138). Sementara Wellman dan Gelman (Desmita, 2006 : 138) menunjukkan bahwa pemahaman anak tentang pikiran manusia tumbuh secara ekstensif sejak tahun-tahun pertama kehidupannya. Kemudian pada usia 3 tahun anak menunjukkan suatu pemahaman bahwa kepercayaan-kepercayaan dan keinginan-keinginan internal dari seseorang berkaitan dengan tindakan-tindakan orang tersebut. Secara lebih rinci Wellman menunjukkan kemajuan pikiran anak usia 3 tahun dalam empat tipe pemahaman yang menjadi dasar bagi pikiran teoritis mereka, yaitu : (1) memahami bahwa pikiran terpisah dari objek-objek lain; (2) memahami bahwa pikiran menghasilkan keinginan dan kepercayaan; (3) memahami tentang bagaimana tipe-tpe keadaan mental yang berbeda-beda berhubungan; dan (4) memahami bahwa pikiran diguunakan untuk menggambarkan realitas eksternal.
Berdasarkan hal ini, berarti kemampuan metakognitif telah berkembang sejak masa anak-anak awal dan terus berlanjut sampai usia sekolah dasar dan seterusnya mencapai bentuknya yang lebih mapan. Pada usia sekolah dasar seiring dengan tuntutan kemampuan kognitif yang harus dikuasai oleh anak/siswa, mereka dituntut pula untuk dapat menggunakan dan mengatur kognitif mereka. Metakognitif banyak digunakan dalam situasi pembelajaran, seperti dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah matematika, membaca buku, serta dalam melakukan kegiatan drama atau bermain peran.
Kemampuan metakognitf anak tidak muncul dengan sendirinya, tetapi memerlukan latihan sehingga menjadi kebiasaan. Suherman (2001:96) menyatakan bahwa perkembangan metakognitif dapat diupayakan melalui cara dimana anak dituntut untuk mengobservasi tentang apa yang mereka ketahui dan kerjakan, dan untuk merefleksi tentang apa yang dia obeservasi. Oleh karena itu, sangat penting bagi guru atau pendidik (termasuk orang tua) untuk mengembangkan kemampuan metakognitif baik melalui pembelajaran ataupuan mengembangkan kebiasaan di rumah.

PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN, MORAL, DAN SOSIAL

1.        PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
Kepribadian adalah sebuah konsep yang sangat sukar dimengerti dalam psikologi, meskipun istilah ini digunakan sehari-hari. Kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak  sukar dilihat atau diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan atau bekasnya dalam segala segi dan aspek kehidupan. Misalnya dalam menghadapi setiap persoalan atau masalah, baik yang ringan maupun yang kuat. Orang awam dengan mudah mengatakan bahwa seseorang itu punya kepribadian baik, kuat dan menyenangkan, sedangkan ada pula orang yang mengatakan bahwa mempunyai kepribadian lemah, tidak baik atau buruk dan sebagainya. Sehingga dengan kata lain pribadi atau kepribadian itu dipakai untuk menunjukkan adanya ciri-ciri khas yang ada pada seseorang.
Terdapat tokoh-tokoh yang mengemukakan beberapa pengertian kepribadian yaitu sebagai berikut :
a.       G.W. Allport berpendapat “Personality is the dynamic organization within the individual of those psychophycal sistem, that determines his unique adjusment to his environment”. Artinya : personaliti itu adalah suatu organisasi psichophysis yang dinamis dari pada seseorang yang menyebabkan ia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
b.      May berpendapat bahwa “kepribadian adalah suatu aktualisasi dari proses hidup dalam seorang individu yang bebas, terintegrasi dalam masyarakat dan memiliki satu perasaan cemas dalam batin, yang berhubungan dengan religiusitas.
c.       Pengertian kepribadian menurut Withington adalah “Kepribadian adalah keseluruhan tingkah laku seseorang yang diintegrasikan, sebagaimana yang nampak pada orang lain. Kepribadian ini bukan hanya yang melekat dalam diri seseorang tetapi lebih merupakan hasil dari pada suatu pertumbuhan yang lama suatu kulturil.

Proses Perkembangan Kepribadian
Proses perkembangan kepribadian anak dijelaskan sebagai berikut.
a.       Pendidikan langsung yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku sebagai pribadi yang sudah dan benar atau baik dan buruk oleh orang tua, guru atau orang dewasa lainnya dan hal yang penting adalah keteladanan itu sendiri.
b.      Identifikasi yaitu dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku seseorang yang menjadi idolanya.
c.       Proses coba-coba (trial and error) yaitu dengan cara mengembangkan tingkah laku moral semacam coba-coba. Tingkah laku yang mendatangkan pujian atau penghargaan akan terus dikembangkan, sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan dihentikan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Kepribadian
Andi Mappiare mengatakan bahwa kepribadian terbentuk dari tiga faktor yaitu pembawaan (hereditas), lingkungan dan citra diri (self concept).
1)      Pembawaan (hereditas)
Pembawaan ialah segala sesuatu yang telah dibawa oleh anak sejak lahir, baik yang bersifat kejiwaan maupun yang bersifat keturunan. Anak merupakan warisan dari sifat-sifat pembawaan orang tuanya yang merupakan potensi tertentu.
2)      Lingkungan
Faktor lingkungan yang ikut mempengaruhi terbentuknya kepribadian terdiri dari lingkungan bersifat sosial dan lingkungan fisik.  Lingkungan sosial ialah lingkungan yang terdiri dari sekelompok individu (group) interaksi antara individu tersebut menimbulkan proses sosial dan proses ini mempunyai pengaruh yang penting dalam perkembangan pribadi seseorang dengan pendidikan lingkungan sosial yang disebut pergaulan erat dengan seseorang berupa tingkah laku, sikap, mode pakaian atau cara berpakaian dan sebagainya.
Lingkungan fisik (alam) mempunyai pengaruh terhadap perkembangan pribadi seseorang. Yang dimaksud lingkungan alam disini adalah segala sesuatu yang ada di sekitar anak selain individu dan benda-benda kebudayaan antara lain keadaan geografis dan klimatologis. Anak yang dibesarkan di daerah pantai akan lain dengan anak yang dibesarkan di daerah pegunungan.
Faktor lingkungan yang paling berperan dalam perkembangan kepribadian adalah rumah, sekolah dan teman sebaya.
a)      Rumah
Rumah adalah lingkungan pertama yang berperan dalam pembentukan kepribadian. Beberapa sifat lingkungan rumah yang memungkinkan anak membentuk sifat-sifat kepribadian adalah kesediaan orang tua menerima anak sebagai anggota keluarga, adanya sikap demokratis, keadaaan ekonomis yang serasi, penyesuaian yang baik antara ayah dan ibu dalam pernikahan dan penerimaan sosial para tetangga terhadap keluarga.
Keadaan rumah yang sederhana, bersih, rapi, dimana anak mendapat makanan yang sehat dan anggota keluarga bersikap sedemikian rupa, sehingga memberi rasa aman kepada anak, inilah yang akan membantu perkembangan kepribadian anak ke arah terbentuknya kepribadian yang harmonis dan wajar.
b)      Sekolah
Sekolah adalah tempat dimana anak dapat belajar dan menimba ilmu. Lingkungan sekolah yang bersih, rapi akan membantu anak belajar dengan tenang dan nyaman. Disamping itu hubungan antara siswa dengan guru, dan hubungan antara siswa dengan lingkungan sekolah lainnya perlu dijaga karena hal tersebut dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian anak.
c)      Teman sebaya
Baik di sekolah maupun di luar sekolah kepribadian anak banyak dipengaruhi oleh teman sebayanya. Dalam lingkungan sekolah anak belajar bermain dengan anak lain, belajar bekerjasama dengan anak lain. Anak dan remaja berusaha mencapai realisasi diri melalui keberhasilan, ia harus melebihi hasilnya sendiri untuk dapat maju dan harus dapat menyayangi orang lain juga. Cara-cara yang memberikan keberhasilan dalam persaingan dalam hubungan dengan teman sekolah, akan dipakainya dalam kompetisi selanjutnya. Kebiasaan ini akan berlangsung terus dalam integrasi kepribadian pada masa dewasa.
Dari kedua faktor di atas, faktor lingkungan dan keturunan sangat berpengaruh bagi perkembangan kepribadian anak. Faktor keturunan pada umumnya lebih kuat pengaruhnya pada tingkat bayi, sedang faktor lingkungan lebih besar pengaruhnya apabila insan telah meningkat dewasa.
3) Citra diri (self concept)
Yaitu kehidupan kejiwaan yang terdiri atas perasaan, sikap pandang, penilaian, dan anggapan yang semuanya akan terpengaruh dalam keputusan tindakan sehari-hari.
Seseorang dengan citra dirinya menilai dirinya sendiri dan menilai lingkungan sosial. Moral sebagian standart yang muncul dari agama dan lingkungan sosial, memberi konsep-konsep yang baik dan buruk, patut dan tidak patut secara mutlak, akan tetapi seseorang tidak begitu saja menerima melainkan dipertentangkan dengan citra diri yang dimilikinya.
Pengaruh lingkungan dan pembawaan dalam terbentuknya kepribadian seseorang, keduanya saling berkait dan melengkapi satu sama lain tanpa mengabaikan self concept yakni bagaimana seseorang menggunakan potensi yang dimiliki danlingkungannya, karena self concept mempunyai pengaruh yang besar untuk menginterprestasikan kuatnya daya pembawaan dan kuatnya daya lingkungan.
Terbentuknya kepribadian seseorang membutuhkan waktu yang panjang, berangsur-angsur dan kontinue dari bayi hingga mati. Pembentukan sekaligus pembinaan kepribadian individu haruslah terus menerus dibentuk dan dibina secara baik dan wajar menuju kepribadian yang ideal. Untuk mencapai kepribadian yang ideal diperlukan lingkungan yang kondusif dan menuntut adanya kesediaaan, keterbukaan individu terhadap gagasan pengalaman-pengalaman baru

Upaya dalam Membentuk Kepribadian Peserta Didik
Upaya-upaya dalam pembentukan kepribadian peserta didik adalah dengan memberikan materi pendidikan akhlak yang meliputi :
1)      Kejujuran dan kebenaran
2)      Sifat lemah lembut dan rendah hati
3)      Berhati-hati dalam mengambil keputusan
4)      Menjadi teladan yang baik
5)      Beramal shaleh dan berlomba-lomba berbuat baik
6)      Menjaga diri, sabar
7)      Ikhlas
8)      Hidup sederhana

2.        PERKEMBANGAN MORAL
Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin, bentuk jamaknya mores, yang artinya adalah tata-cara atau adat-istiadat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), moral diartikan sebagai akhlak, budi pekerti, atau susila. Sedangkan menurut Purwadarminto (dalam Sunarto, 2008) moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya. Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan yang salah. Dengan demikian, moral merupakan kendali dalam bertingkah laku.  Santrock mengemukakan pengertian moralitas yaitu perilaku proporsional ditambah beberapa sifat seperti kejujuran, keadilan, dan penghormatan terhadap hak-hak dan kebutuhan-kebutuhan orang lain. Kolhberg (dalam Santrock, 2009) menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap.

Bidang-bidang Perkembangan Moral
Perkembangan moral berhubungan dengan pereaturan dan ketentuan tentang interaksi yang pantas di antara orang-orang. Peraturan ini bisa dipelajari dalam tiga bidang. Santrock (2009) membagi bidang perkembangan moral menjadi 3 yaitu.
1)      Bidang kognitif. Isu utamanya adalah bagaimana para siswa berfikir tentang peraturan-pereaturan agar bersikap yang pantas.
2)      Bidang perilaku, fokusnya ada pada pikiran dan perilaku siswa.
3)      Bidang emosional, penekanannya ada pada bagaimana dapat merasa secara moral.  

Teori Perkembangan Moral
1) Teori Piget
Piaget (1932) mengatakan bahwa perkembangan moral sebagian besar dapat ditingkatkan melalui hubungan timbale balik antar sebaya. Pada kelompok teman sebaya, semua anggota mempunyai kekuatan dan status yang sama, anak-anak menegosiasikan peraturan serta mendiskusikan dan menyelsaikan perselisihan. Pandangan Piaget, orang tua memainkan peran yang tidak begitu penting dalam perkembangan moral anak-anak karena orang tua memiliki jauh lebih banyak kekuatan ketimbang anak-anak dan memberikan peraturan secara otoriter (Santrock. 2009). 
2)  Teori Kohlberg
Seperti Piaget, Kohlber menekankan bahwa perkembangan moral melibatkan pertimbangan moral dan muncul melalui tahapan-tahapan. Kohlberg menemukan teorinya setelah mewawancarai anak-anak, remaja, dan orang-orang dewasa tentang pandangan mereka mengenai serangakaian dilemma moral (Santrock, 2009).

Faktor – faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral
Menurut Latipah (2012) ada 4 faktor yang mempengaruhi perkembangan moral dijelaskan sebagai berikut.
1)      Perkembangan Kognitif Umum
Penalaran moral tinggi yaitu penalaran yang dalam mengenai hukum moral dan nilai-nilai luhur seperti kesetaraan, keadilan, hak-hak asasi manusia, memerlukan refleksi yang mendalam mengenai ide-ide abstrak. Dengan demikian dalam batas-batas tertentu, perkembangan moral bergantung pada perkembangan kognitif.
2)      Penggunaan Rasio
Seseorang lebih cenderung memperleh manfaat dalam perkembangan moral ketika memikirkan kerugan fisik dan emosional yang ditimbulkan perilaku-perilaku tertentu terhadap orang lain.
3)      Isu dan Dilema Moral
Kolhberg dalam teorinya mengenai teori perkembangan moral menyatakan bahwa disekuilibrium adalah anak-anak berkembang secara moral ketika mereka menghadapi suatu dilemma moral yang idak dapat ditangani secara memadai dengan menggunakan tingkat penalaran moralnya saat itu. Dalam upaya membantu anak-anak yang mengahdapi dilema semacam itu Kulhborg menyarankan agar guru menawarkan penalaran moral satu tahap di atas tahap yang dimilik anak pada saat itu.
4)  Perasaan Diri
Siswa lebih cenderung terlibat dalam perilaku moral ketika mereka berpikir bahwa mereka sesungguhnya mampu menolong orang lain. Mereka menganggap diri mereka sebagai peribadi bermoral dan penuh perhatian, yang peduli pada hak-hak dan kebaikan orang lain. Tindakan alturuistik dan bela rasa yang mereka lakukan tidak terbatas hanya pada teman-teman dan orang-orang yang mereka kenal saja, melainkan meluas ke masyarakat.

3.        PERKEMBANGAN SOSIAL
Perkembangan sosial peserta didik adalah tingkatan jalinan interaksi anak dengan orang lain, mulai dari orang tua, saudara, teman bermain, hingga masyarakat secara luas.  Berikut pengertian perkembangan sosial menurut beberapa ahli:
a.       Perkembangan sosial adalah kemajuan yang progresif melalui kegiatan yang terarah dari individu dalam pemahaman atas warisan sosial dan formasi pola tingkah lakunya yang luwes.  Hal itu disebabkan oleh adanya kesesuaian yang layak antara dirinya dengan warisan sosial itu.
b.      Menurut Elizabeth B. Hurlock, perkembangan sosial adalah kemampuan seseorang dalam bersikap atau tata cara perilakunya dalam berinteraksi dengan unsur sosialisasi di masyarakat.
c.       Singgih D Gunarsah, perkembangan sosial merupakan kegiatan manusia sejak lahir, dewasa, sampai akhir hidupnya akan terus melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya yang menyangkut norma-norma dan sosial budaya masyarakatnya.

Proses Perkembangan Sosial
Berikut ini terori perkembangan sosial menurut Erik Erikson yang tergambar pada tahap-tahap perkembangan anak sebagai berikut:

Umur
Fase Perkembangan
Perkembangan Perilaku
0 – 1
Trust vs Mistrust
Tahap pertama adalah tahap pengembangan rasa percaya diri kepada orang lain, sehingga mereka sangat memerlukan sentuhan dan pelukan.
2 – 3
Autonomy vs Shame
Tahap ini bisa dikatakan sebagai masa pemberontakan anak atau masa “nakalnya”.  Namun kenakalannya tidak dapat dicegah begitu saja, karena tahap ini anak sedang mengembangkan kemampuan motorik dan mental, sehingga yang diperlukan justru mendorong dan memberikan tempat untukmengembangkan motorik dan mental. Pada saat ini anak sangat terpengaruh oleh orang-orang penting disekitarnya, misal orang tua atau guru.
4 – 5
Inisiative vs Guilt
Mereka banyak bertanya dalam segala hal, sehingga terkesan cerewet.  Mereka juga mengalami perngembangan inisiatif/ide, sampai pada hal-hal yang berbau fantasi.
6 – 11
Indusstry vs Inferiority
Mereka sudah bisa mengerjakan tugas-tugas sekolah dan termotivasi untuk belajar.  Namun masih memiliki kecenderungan untuk kurang hati-hati dan menuntut perhatian.
12 -18/20
Ego-identity vs Role on fusion
Tahap ini manusia ingin mencari identitas dirinya.  Anak yang sudah beranjak menjadi remaja mulai ingin tampil memegang peran-peran sosial di masyarakat.  Namun masih belum bisa mengatur dan memisahkan tugas dalam peran yang berbeda.
18/19 – 30
Intimacy vs Isolation
Memasuki tahap ini manusia sudah mulai siap menjalani hubungan intim dengan orang lain, membangun bahtera rumah tangga bersama calon pilihannya
31 – 60
Generation vs Stagnation
Tahap ini ditandai dengan munculnya kepedulian yang tulus terhadap sesama. Tahap ini terjadi saat seseorang telah memasuki usia dewasa
60 ke atas
Ego Integrity vs putus asa
Masa ini dimulai pada usia 60-an, masa dimana manusia mulai mengembangkan integritas dirinya.

Faktor – faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial anak dipengaruhi beberapa faktor yaitu :
1)      Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga, pola pergaulan, etika berinteraksi dengan orang lain banyak ditentukan oleh keluarga.
2)      Kematangan
Untuk dapat bersosilisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik dan psikis sehingga mampu mempertimbangkan proses sosial, memberi dan menerima nasehat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional, disamping itu kematangan dalam berbahasa juga sangat menentukan.
3)      Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi keluarga dalam masyarakat. Perilaku anak akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya.
4)      Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, anak memberikan warna kehidupan sosial anak didalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang.
5)      Kapasitas Mental : Emosi dan Intelegensi
Kemampuan berfikir dapat banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan emosi perpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan intelek tinggi akan berkemampuan berbahasa dengan baik. Oleh karena itu jika perkembangan ketiganya seimbang maka akan sangat menentukan keberhasilan perkembangan sosial anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar