Nama :
Linda Tri Antika
NIM/ Kelas : 130341816943 / A
Resume untuk Tanggal : Kamis, 3 Oktober 2013
PERKEMBANGAN
KOGNITIF DAN METAKOGNITIF
1.
PERKEMBANGAN KOGNITIF
Perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangna peserta didik
yang berkaitan dengan pengertian (pengetahuan), yaitu semua proses psikologis
yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan
lingkungannnya (Desmita, 2009).
Dalam Dictionary of Psychology karya Chaplin (2002) menjelaskan
bahwa kognisi adalah konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan,
termasuk di dalamnya mengamati, melihat, memperhatika, memberikan, menyangka,
membayangkan, memperkirakan, menduga, dan menilai.
Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa kognitif atau pemikiran
adalah istilah yang digunakan oleh ahli psikologi untuk menjelaskan semua
aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan
pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan,
memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis
yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati,
membayangkan, memperkirakan, menilai, dan memikirkan lingkungannya.
Tahap
Perkembangan Kognitif Piaget
Piaget meyakini bahwa pemikiran seorang anak berkembang melalui serangkaian
tahap pemikiran dari masa bayi hingga masa dewasa. Dalam hal ini, Piaget
membagi tahap perkembangan kognitif manusia menjadi empat tahap, yaitu.
Tahap
Sensorimotor
|
Usia 0 – 2 tahun
Bayi bergerak
dari tindakan refleks instinktif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran
simbolis. Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pegoordinasian
pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan sensor.
|
Tahap
Pra-Operasional
|
Usia 2 - 7 tahun
Anak mulai
mempresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Kata-kata dan
gambar-gambar ini menunjukkan adanya peningkatan pemikiran simbolis dan
melampaui hubungan informasi indrawi dan tindakan fisik.
|
Tahap Operasional
Konkret
|
Usia 7 - 11 tahun
Pada saat ini
akan dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret
dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda.
|
Tahap Operasional
Formal
|
Usia 11 tahun -
Dewasa
Remaja berpikir
dengan cara yang lebih abstrak, logis, dan lebih idealistik.
|
2.
METAKOGNITIF
Metakognitif merupakan istilah yang dikenalkan oleh Flavell pada
tahun 1976. Flavel menyatakan bahwa metakognitif berarti kemampuan untuk
memikirkan tentang bagaimana cara belajarnya. Melalui kemampuan memikirkan cara
belajarnya dapat diperoleh informasi bagaimana keberhasilan belajarnya sehingga
dapat diperbaiki untuk pembelajaran selanjutnya. Eggen dan Kauchak (1996)
menyebutkan metakognitif adalah kesadaran dan kontrol terhadap proses kognitif.
Jacobsen, dkk (1989) mengatakan bahwa metakognitif merupakan berpikir tentang
berpikir. Arends (2011) menjelaskan bahwa metakognitif merupakan proses
mengetahui dan memonitor proses berpikir atau kognitif sendiri. Ditambahkan
oleh Peters (2000) bahwa metakognitif menunjuk kepada kecakapan pebelajar sadar
dan memonitor proses pembelajarannya. Slavin (2011) menyebutkan metakognitif
merupakan pengetahuan tentang belajarnya sendiri; bagaimana ia belajar dan
bagaimana ia memantau cara belajar yang dilakukan.
Livingston
(1997) membagi pengetahuan metakognitif menjadi tiga kategori, yaitu
pengetahuan tentang variabel-variabel personal, variabel-variabel tugas, dan
variabel-variabel strategi. Pengetahuan tentang variabel-variabel personal
berkaitan dengan pengetahuan tentang bagaimana siswa belajar dan memproses
informasi serta pengetahuan tentang proses-proses belajar yang dimilikinya.
Sebagai contoh, seorang siswa sadar bahwa proses belajar lebih produktif jika
dilakukan di perpustakaan daripada di rumah. Pengetahuan tentang
variabel-variabel tugas melibatkan pengetahuan tentang sifat tugas dan jenis
pemrosesan yang harus dilakukan untuk menyelesaikan tugas itu. Sebagai contoh,
siswa sadar bahwa membaca dan memahami teks ilmu pengetahuan memerlukan lebih
banyak waktu dari pada membaca dan memahami sebuah novel. Pengetahuan tentang
variabel-variabel strategi melibatkan pengetahuan tentang strategi kognitif dan
metakognitif serta pengetahuan kondisional tentang kapan dan dimana
strategi-strategi tersebut digunakan.
Dawson
(2008) menjelaskan bahwa keterampilan metakognitif merupakan seperangkat
kompetensi yang saling berhubungan untuk belajar dan berpikir, dan keterampilan
yang dibutuhkan untuk pembelajaran aktif, berpikir kritis, penilaian reflektif,
pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan. Terdapat empat kunci keterampilan
metakognitif, yaitu planning (perencanaan), monitoring (monitor),
evaluating (evaluasi), dan revising (revisi).
Planning merupakan
aktivitas yang dilakukan secara hati-hati yang mengatur seluruh proses belajar.
Perilaku merencanakan terdiri atas menetapkan tujuan belajar, urutan belajar,
strategi belajar, dan harapan saat belajar. Monitoring menunjuk pada
aktivitas yang moderat pada kemajuan belajar. Kegiatan monitoring ini
merupakan pemantauan selama aktivitas belajar, misalnya dapat bertanya pada
dirinya sendiri. Contoh: “What am I doing?”, “Am I on right track?”, “How
should I do?”, “What information is important to complete the given tasks?”,
“Should I do with different perspectives?”, dan “Should I adjust my pace
depending on the difficulty?”. Selanjutnya, evaluating merupakan
evaluasi proses belajar diri sendiri yang meliputi asessmen kemajuan aktivitas
belajar. Metode sistematis dari evaluating dapat membantu dengan
mengembangkan set keterampilan dan strategi. Terakhir adalah revising yang
merupakan merevisi proses belajar diri sendiri yang meliputi modifikasi rencana
tujuan sebelumnya, strategi-strategi, dan pendekatan belajar lainnya. Dengan
demikian, aktivitas kognitif seseorang, seperti perencanaan, monitoring, dan
mengevaluasi penyelesaian suatu tugas tertentu merupakan metakognisi secara
alami (Livingston, 1997).
Perkembangan Metakognitif Anak
Menurut
Desmita (2006 : 137), pada umumnya teori-teori tentang kemampuan metakogntif
mendapat inspirasi dari penelitian J.H Plavel mengenai pengetahuan metakognitif
dan penelitian A.L. Brown mengenai metakognitif atau pengontrolan pengeturan
diri (self-regulation) selama pemecahan masalah.
Dalam
Desmita (2006 : 138) dinyatakan bahwa penelitian Flavel tentang metakognitif
lebih difokuskan pada anak-anak. Flavel menunjukkan bahwa anak-anak yang masih
kecil telah menyadari adanya pikiran, memiliki keterkaitan dengan dunia fisik,
terpisah dari dunia fisik, dapat menggambarkan objek-objek dan
peristiwa-peristiwa secara akurat atau tidak akurat, dan secara aktif
menginterpretasi tentang realitas dan emosi yang dialami.Anak-anak usia 3 tahun
telah mampu memahami bahwa pikiran adalah peristiwa mental internal yang
menyenangkan, yang referensial (merujuk pada peristiwa-peristiwa nyata atau
khayalan), dan yang unik bagi manusia. Mereka juga dapat membedakan pikiran
dengan pengetahuan.
Dari
beberapa penelitian lain terungkap bahwa anak-anak yang masih kecil usia 2 –
2,5 tahun telah mengerti bahwa untuk menyembunyikan sebuah objek dari orang
lain mereka harus menggunakan taktik penipuan, seperti berbohong atau
menghilangkan jejak mereka sendiri. (Hala et.al., dalam Desmita, 2006 : 138).
Sementara Wellman dan Gelman (Desmita, 2006 : 138) menunjukkan bahwa pemahaman
anak tentang pikiran manusia tumbuh secara ekstensif sejak tahun-tahun pertama
kehidupannya. Kemudian pada usia 3 tahun anak menunjukkan suatu pemahaman bahwa
kepercayaan-kepercayaan dan keinginan-keinginan internal dari seseorang
berkaitan dengan tindakan-tindakan orang tersebut. Secara lebih rinci Wellman
menunjukkan kemajuan pikiran anak usia 3 tahun dalam empat tipe pemahaman yang
menjadi dasar bagi pikiran teoritis mereka, yaitu : (1) memahami bahwa pikiran
terpisah dari objek-objek lain; (2) memahami bahwa pikiran menghasilkan
keinginan dan kepercayaan; (3) memahami tentang bagaimana tipe-tpe keadaan
mental yang berbeda-beda berhubungan; dan (4) memahami bahwa pikiran diguunakan
untuk menggambarkan realitas eksternal.
Berdasarkan hal ini, berarti kemampuan
metakognitif telah berkembang sejak masa anak-anak awal dan terus berlanjut
sampai usia sekolah dasar dan seterusnya mencapai bentuknya yang lebih mapan.
Pada usia sekolah dasar seiring dengan tuntutan kemampuan kognitif yang harus
dikuasai oleh anak/siswa, mereka dituntut pula untuk dapat menggunakan dan
mengatur kognitif mereka. Metakognitif banyak digunakan dalam situasi
pembelajaran, seperti dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah matematika,
membaca buku, serta dalam melakukan kegiatan drama atau bermain peran.
Kemampuan
metakognitf anak tidak muncul dengan sendirinya, tetapi memerlukan latihan
sehingga menjadi kebiasaan. Suherman (2001:96) menyatakan bahwa perkembangan
metakognitif dapat diupayakan melalui cara dimana anak dituntut untuk
mengobservasi tentang apa yang mereka ketahui dan kerjakan, dan untuk
merefleksi tentang apa yang dia obeservasi. Oleh karena itu, sangat penting
bagi guru atau pendidik (termasuk orang tua) untuk mengembangkan kemampuan
metakognitif baik melalui pembelajaran ataupuan mengembangkan kebiasaan di
rumah.
PERKEMBANGAN
KEPRIBADIAN, MORAL, DAN SOSIAL
1.
PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
Kepribadian adalah sebuah konsep
yang sangat sukar dimengerti dalam psikologi, meskipun istilah ini digunakan
sehari-hari. Kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak sukar dilihat atau diketahui secara nyata,
yang dapat diketahui adalah penampilan atau bekasnya dalam segala segi dan
aspek kehidupan. Misalnya dalam menghadapi setiap persoalan atau masalah, baik
yang ringan maupun yang kuat. Orang awam dengan mudah mengatakan bahwa
seseorang itu punya kepribadian baik, kuat dan menyenangkan, sedangkan ada pula
orang yang mengatakan bahwa mempunyai kepribadian lemah, tidak baik atau buruk
dan sebagainya. Sehingga dengan kata lain pribadi atau kepribadian itu dipakai
untuk menunjukkan adanya ciri-ciri khas yang ada pada seseorang.
Terdapat tokoh-tokoh yang mengemukakan
beberapa pengertian kepribadian yaitu sebagai berikut :
a. G.W. Allport berpendapat “Personality is the
dynamic organization within the individual of those psychophycal sistem, that
determines his unique adjusment to his environment”. Artinya : personaliti
itu adalah suatu organisasi psichophysis yang dinamis dari pada seseorang yang
menyebabkan ia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
b. May berpendapat bahwa “kepribadian adalah suatu
aktualisasi dari proses hidup dalam seorang individu yang bebas, terintegrasi
dalam masyarakat dan memiliki satu perasaan cemas dalam batin, yang berhubungan
dengan religiusitas.
c. Pengertian kepribadian menurut Withington adalah
“Kepribadian adalah keseluruhan tingkah laku seseorang yang diintegrasikan,
sebagaimana yang nampak pada orang lain. Kepribadian ini bukan hanya yang
melekat dalam diri seseorang tetapi lebih merupakan hasil dari pada suatu
pertumbuhan yang lama suatu kulturil.
Proses
Perkembangan Kepribadian
Proses perkembangan kepribadian anak dijelaskan sebagai berikut.
a. Pendidikan langsung yaitu melalui penanaman
pengertian tentang tingkah laku sebagai pribadi yang sudah dan benar atau baik
dan buruk oleh orang tua, guru atau orang dewasa lainnya dan hal yang penting
adalah keteladanan itu sendiri.
b. Identifikasi yaitu dengan cara mengidentifikasi
atau meniru penampilan atau tingkah laku seseorang yang menjadi idolanya.
c. Proses coba-coba (trial and error) yaitu
dengan cara mengembangkan tingkah laku moral semacam coba-coba. Tingkah laku
yang mendatangkan pujian atau penghargaan akan terus dikembangkan, sementara
tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan dihentikan.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Terbentuknya Kepribadian
Andi Mappiare mengatakan bahwa
kepribadian terbentuk dari tiga faktor yaitu pembawaan (hereditas),
lingkungan dan citra diri (self concept).
1) Pembawaan (hereditas)
Pembawaan ialah segala sesuatu
yang telah dibawa oleh anak sejak lahir, baik yang bersifat kejiwaan maupun
yang bersifat keturunan. Anak merupakan warisan dari sifat-sifat pembawaan
orang tuanya yang merupakan potensi tertentu.
2) Lingkungan
Faktor lingkungan yang ikut
mempengaruhi terbentuknya kepribadian terdiri dari lingkungan bersifat sosial
dan lingkungan fisik. Lingkungan sosial
ialah lingkungan yang terdiri dari sekelompok individu (group) interaksi antara
individu tersebut menimbulkan proses sosial dan proses ini mempunyai pengaruh
yang penting dalam perkembangan pribadi seseorang dengan pendidikan lingkungan
sosial yang disebut pergaulan erat dengan seseorang berupa tingkah laku, sikap,
mode pakaian atau cara berpakaian dan sebagainya.
Lingkungan fisik (alam) mempunyai
pengaruh terhadap perkembangan pribadi seseorang. Yang dimaksud lingkungan alam
disini adalah segala sesuatu yang ada di sekitar anak selain individu dan
benda-benda kebudayaan antara lain keadaan geografis dan klimatologis. Anak
yang dibesarkan di daerah pantai akan lain dengan anak yang dibesarkan di
daerah pegunungan.
Faktor lingkungan yang paling
berperan dalam perkembangan kepribadian adalah rumah, sekolah dan teman sebaya.
a) Rumah
Rumah adalah lingkungan pertama
yang berperan dalam pembentukan kepribadian. Beberapa sifat lingkungan rumah
yang memungkinkan anak membentuk sifat-sifat kepribadian adalah kesediaan orang
tua menerima anak sebagai anggota keluarga, adanya sikap demokratis, keadaaan
ekonomis yang serasi, penyesuaian yang baik antara ayah dan ibu dalam
pernikahan dan penerimaan sosial para tetangga terhadap keluarga.
Keadaan rumah yang sederhana,
bersih, rapi, dimana anak mendapat makanan yang sehat dan anggota keluarga
bersikap sedemikian rupa, sehingga memberi rasa aman kepada anak, inilah yang
akan membantu perkembangan kepribadian anak ke arah terbentuknya kepribadian
yang harmonis dan wajar.
b) Sekolah
Sekolah adalah tempat dimana anak
dapat belajar dan menimba ilmu. Lingkungan sekolah yang bersih, rapi akan
membantu anak belajar dengan tenang dan nyaman. Disamping itu hubungan antara
siswa dengan guru, dan hubungan antara siswa dengan lingkungan sekolah lainnya
perlu dijaga karena hal tersebut dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian
anak.
c) Teman sebaya
Baik di sekolah maupun di luar
sekolah kepribadian anak banyak dipengaruhi oleh teman sebayanya. Dalam
lingkungan sekolah anak belajar bermain dengan anak lain, belajar bekerjasama
dengan anak lain. Anak dan remaja berusaha mencapai realisasi diri melalui
keberhasilan, ia harus melebihi hasilnya sendiri untuk dapat maju dan harus
dapat menyayangi orang lain juga. Cara-cara yang memberikan keberhasilan dalam
persaingan dalam hubungan dengan teman sekolah, akan dipakainya dalam kompetisi
selanjutnya. Kebiasaan ini akan berlangsung terus dalam integrasi kepribadian
pada masa dewasa.
Dari kedua faktor di atas, faktor
lingkungan dan keturunan sangat berpengaruh bagi perkembangan kepribadian anak.
Faktor keturunan pada umumnya lebih kuat pengaruhnya pada tingkat bayi, sedang
faktor lingkungan lebih besar pengaruhnya apabila insan telah meningkat dewasa.
3)
Citra diri (self concept)
Yaitu
kehidupan kejiwaan yang terdiri atas perasaan, sikap pandang, penilaian, dan
anggapan yang semuanya akan terpengaruh dalam keputusan tindakan sehari-hari.
Seseorang dengan citra dirinya
menilai dirinya sendiri dan menilai lingkungan sosial. Moral sebagian standart
yang muncul dari agama dan lingkungan sosial, memberi konsep-konsep yang baik
dan buruk, patut dan tidak patut secara mutlak, akan tetapi seseorang tidak
begitu saja menerima melainkan dipertentangkan dengan citra diri yang
dimilikinya.
Pengaruh lingkungan dan pembawaan
dalam terbentuknya kepribadian seseorang, keduanya saling berkait dan
melengkapi satu sama lain tanpa mengabaikan self concept yakni bagaimana
seseorang menggunakan potensi yang dimiliki danlingkungannya, karena self
concept mempunyai pengaruh yang besar untuk menginterprestasikan kuatnya
daya pembawaan dan kuatnya daya lingkungan.
Terbentuknya kepribadian seseorang membutuhkan
waktu yang panjang, berangsur-angsur dan kontinue dari bayi hingga mati.
Pembentukan sekaligus pembinaan kepribadian individu haruslah terus menerus
dibentuk dan dibina secara baik dan wajar menuju kepribadian yang ideal. Untuk
mencapai kepribadian yang ideal diperlukan lingkungan yang kondusif dan menuntut
adanya kesediaaan, keterbukaan individu terhadap gagasan pengalaman-pengalaman
baru
Upaya
dalam Membentuk Kepribadian Peserta Didik
Upaya-upaya dalam pembentukan kepribadian peserta
didik adalah dengan memberikan materi pendidikan akhlak yang meliputi :
1) Kejujuran dan kebenaran
2) Sifat lemah lembut dan rendah hati
3) Berhati-hati dalam mengambil keputusan
4) Menjadi teladan yang baik
5) Beramal shaleh dan berlomba-lomba berbuat baik
6) Menjaga diri, sabar
7) Ikhlas
8) Hidup sederhana
2.
PERKEMBANGAN MORAL
Secara
etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin,
bentuk jamaknya mores, yang artinya adalah tata-cara atau
adat-istiadat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), moral diartikan
sebagai akhlak, budi pekerti, atau susila. Sedangkan menurut Purwadarminto
(dalam Sunarto, 2008) moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan
kelakuan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya. Moral berkaitan dengan kemampuan
untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan yang salah. Dengan demikian, moral
merupakan kendali dalam bertingkah laku.
Santrock mengemukakan pengertian moralitas yaitu perilaku proporsional
ditambah beberapa sifat seperti kejujuran, keadilan, dan penghormatan terhadap
hak-hak dan kebutuhan-kebutuhan orang lain. Kolhberg (dalam Santrock, 2009)
menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral
dan berkembang secara bertahap.
Bidang-bidang Perkembangan Moral
Perkembangan
moral berhubungan dengan pereaturan dan ketentuan tentang interaksi yang pantas
di antara orang-orang. Peraturan ini bisa dipelajari dalam tiga bidang.
Santrock (2009) membagi bidang perkembangan moral menjadi 3 yaitu.
1) Bidang kognitif. Isu utamanya adalah bagaimana para
siswa berfikir tentang peraturan-pereaturan agar bersikap yang pantas.
2) Bidang perilaku, fokusnya ada pada pikiran dan
perilaku siswa.
3) Bidang emosional, penekanannya ada pada bagaimana
dapat merasa secara moral.
Teori
Perkembangan Moral
1) Teori
Piget
Piaget
(1932) mengatakan bahwa perkembangan moral sebagian besar dapat ditingkatkan
melalui hubungan timbale balik antar sebaya. Pada kelompok teman sebaya, semua
anggota mempunyai kekuatan dan status yang sama, anak-anak menegosiasikan
peraturan serta mendiskusikan dan menyelsaikan perselisihan. Pandangan Piaget, orang tua memainkan peran
yang tidak begitu penting dalam perkembangan moral anak-anak karena orang tua
memiliki jauh lebih banyak kekuatan ketimbang anak-anak dan memberikan
peraturan secara otoriter (Santrock. 2009).
2) Teori Kohlberg
Seperti
Piaget, Kohlber menekankan bahwa perkembangan moral melibatkan pertimbangan
moral dan muncul melalui tahapan-tahapan. Kohlberg menemukan teorinya setelah
mewawancarai anak-anak, remaja, dan orang-orang dewasa tentang pandangan mereka
mengenai serangakaian dilemma moral (Santrock, 2009).
Faktor – faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral
Menurut Latipah (2012) ada 4 faktor yang mempengaruhi
perkembangan moral dijelaskan sebagai berikut.
1) Perkembangan Kognitif Umum
Penalaran moral tinggi yaitu penalaran yang dalam
mengenai hukum moral dan nilai-nilai luhur seperti kesetaraan, keadilan,
hak-hak asasi manusia, memerlukan refleksi yang mendalam mengenai ide-ide
abstrak. Dengan demikian dalam batas-batas tertentu, perkembangan moral
bergantung pada perkembangan kognitif.
2) Penggunaan Rasio
Seseorang lebih cenderung memperleh manfaat dalam
perkembangan moral ketika memikirkan kerugan fisik dan emosional yang
ditimbulkan perilaku-perilaku tertentu terhadap orang lain.
3) Isu dan Dilema Moral
Kolhberg dalam teorinya mengenai teori perkembangan moral menyatakan
bahwa disekuilibrium adalah anak-anak berkembang secara moral ketika mereka
menghadapi suatu dilemma moral yang idak dapat ditangani secara memadai dengan
menggunakan tingkat penalaran moralnya saat itu. Dalam upaya membantu anak-anak
yang mengahdapi dilema semacam itu Kulhborg menyarankan agar guru menawarkan
penalaran moral satu tahap di atas tahap yang dimilik anak pada saat itu.
4) Perasaan Diri
Siswa lebih cenderung terlibat dalam perilaku moral ketika mereka
berpikir bahwa mereka sesungguhnya mampu menolong orang lain. Mereka menganggap
diri mereka sebagai peribadi bermoral dan penuh perhatian, yang peduli pada
hak-hak dan kebaikan orang lain. Tindakan alturuistik dan bela rasa yang mereka
lakukan tidak terbatas hanya pada teman-teman dan orang-orang yang mereka kenal
saja, melainkan meluas ke masyarakat.
3.
PERKEMBANGAN SOSIAL
Perkembangan sosial peserta didik
adalah tingkatan jalinan interaksi anak dengan orang lain, mulai dari orang
tua, saudara, teman bermain, hingga masyarakat secara luas. Berikut
pengertian perkembangan sosial menurut beberapa ahli:
a. Perkembangan sosial adalah
kemajuan yang progresif
melalui kegiatan yang terarah
dari individu dalam pemahaman atas warisan sosial dan formasi pola tingkah
lakunya yang
luwes. Hal itu disebabkan oleh adanya kesesuaian yang layak antara dirinya dengan
warisan sosial itu.
b. Menurut Elizabeth B. Hurlock, perkembangan sosial
adalah kemampuan seseorang dalam bersikap atau tata cara perilakunya dalam
berinteraksi dengan unsur sosialisasi di masyarakat.
c. Singgih D Gunarsah, perkembangan sosial merupakan
kegiatan manusia sejak lahir, dewasa, sampai akhir hidupnya akan terus
melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya yang menyangkut
norma-norma dan sosial budaya masyarakatnya.
Proses Perkembangan Sosial
Berikut ini terori perkembangan
sosial menurut Erik Erikson yang tergambar pada tahap-tahap perkembangan anak
sebagai berikut:
Umur
|
Fase
Perkembangan
|
Perkembangan
Perilaku
|
0 – 1
|
Trust
vs Mistrust
|
Tahap pertama adalah tahap pengembangan rasa
percaya diri kepada orang lain, sehingga mereka sangat memerlukan sentuhan
dan pelukan.
|
2 – 3
|
Autonomy
vs Shame
|
Tahap ini bisa dikatakan sebagai masa
pemberontakan anak atau masa “nakalnya”.
Namun kenakalannya tidak dapat dicegah begitu saja, karena tahap ini
anak sedang mengembangkan kemampuan motorik dan mental, sehingga yang
diperlukan justru mendorong dan memberikan tempat untukmengembangkan motorik
dan mental. Pada saat ini anak sangat terpengaruh oleh orang-orang penting
disekitarnya, misal orang tua atau guru.
|
4 – 5
|
Inisiative
vs Guilt
|
Mereka banyak bertanya dalam segala hal, sehingga
terkesan cerewet. Mereka juga
mengalami perngembangan inisiatif/ide, sampai pada hal-hal yang berbau
fantasi.
|
6 – 11
|
Indusstry
vs Inferiority
|
Mereka sudah bisa mengerjakan tugas-tugas sekolah
dan termotivasi untuk belajar. Namun
masih memiliki kecenderungan untuk kurang hati-hati dan menuntut perhatian.
|
12 -18/20
|
Ego-identity
vs Role on fusion
|
Tahap ini manusia ingin mencari identitas
dirinya. Anak yang sudah beranjak
menjadi remaja mulai ingin tampil memegang peran-peran sosial di masyarakat. Namun masih belum bisa mengatur dan
memisahkan tugas dalam peran yang berbeda.
|
18/19 – 30
|
Intimacy
vs Isolation
|
Memasuki tahap ini manusia sudah mulai siap
menjalani hubungan intim dengan orang lain, membangun bahtera rumah tangga
bersama calon pilihannya
|
31 – 60
|
Generation
vs Stagnation
|
Tahap ini ditandai dengan munculnya kepedulian
yang tulus terhadap sesama. Tahap ini terjadi saat seseorang telah memasuki
usia dewasa
|
60 ke atas
|
Ego
Integrity vs putus asa
|
Masa ini dimulai pada usia 60-an, masa dimana
manusia mulai mengembangkan integritas dirinya.
|
Faktor – faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
Perkembangan
sosial anak dipengaruhi beberapa faktor yaitu :
1) Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan
pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan
sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang
kondusif bagi sosialisasi anak. Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan
kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga, pola pergaulan, etika
berinteraksi dengan orang lain banyak ditentukan oleh keluarga.
2) Kematangan
Untuk dapat bersosilisasi dengan baik diperlukan
kematangan fisik dan psikis sehingga mampu mempertimbangkan proses sosial,
memberi dan menerima nasehat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan
emosional, disamping itu kematangan dalam berbahasa juga sangat menentukan.
3)
Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial
ekonomi keluarga dalam masyarakat. Perilaku anak akan banyak memperhatikan
kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya.
4) Pendidikan
Pendidikan
merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai
proses pengoperasian ilmu yang normatif, anak memberikan warna kehidupan sosial
anak didalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang.
5) Kapasitas Mental : Emosi dan
Intelegensi
Kemampuan berfikir dapat banyak mempengaruhi banyak hal,
seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan
emosi perpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang
berkemampuan intelek tinggi akan berkemampuan berbahasa dengan baik. Oleh
karena itu jika perkembangan ketiganya seimbang maka akan sangat menentukan
keberhasilan perkembangan sosial anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar