Antibiotik adalah segolongan senyawa,
baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu
proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh
bakteri.
Literatur lain
mendefinisikan antibiotik sebagai substansi yang bahkan di dalam konsentrasi
rendah dapat menghambat pertumbuhan dan reproduksi bakteri dan fungi.
Berdasarkan sifatnya (daya hancurnya) antibiotik dibagi menjadi dua, sebagai berikut.
1. Antibiotik yang bersifat bakterisidal, yaitu antibiotik
yang bersifat destruktif terhadap bakteri.
2. Antibiotik yang bersifat bakteriostatik, yaitu antibiotik
yang bekerja menghambat pertumbuhan atau multiplikasi bakteri.
Cara yang ditempuh oleh antibiotik
dalam menekan bakteri dapat bermacam-macam, namun dengan tujuan yang sama, yaitu untuk
menghambat perkembangan bakteri. Oleh karena itu mekanisme kerja antibiotik
dalam menghambat proses biokimia di dalam organisme dapat dijadikan dasar untuk
mengklasifikasikan antibiotik sebagai berikut.
1. Antibiotik yang menghambat sintesis
dinding sel bakteri
Ada antibiotik yang merusak dinding sel
mikroba dengan menghambat sintesis enzim atau inaktivasi enzim, sehingga
menyebabkan hilangnya viabilitas dan sering menyebabkan sel lisis. Antibiotik
ini menghambat sintesis dinding sel terutama dengan mengganggu sintesis
peptidoglikan. Dinding sel bakteri yang menentukan bentuk karakteristik dan
berfungsi melindungi bagian dalam sel terhadap perubahan tekanan osmotik dan
kondisi lingkungan lainnya. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah
Beta-laktam, Penicillin, Polypeptida, Cephalosporin, Ampicillin, Oxasilin.
a.
Beta-laktam menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara berikatan
pada enzim DD-transpeptidase yang memperantarai dinding peptidoglikan bakteri,
sehingga dengan demikian akan melemahkan dinding sel bakteri. Hal ini
mengakibatkan sitolisis karena ketidakseimbangan tekanan osmotis, serta
pengaktifan hidrolase dan autolysins yang mencerna dinding peptidoglikan yang
sudah terbentuk sebelumnya. Namun Beta-laktam (dan Penicillin) hanya efektif
terhadap bakteri gram positif, sebab keberadaan membran terluar (outer membran)
yang terdapat pada bakteri gram negatif membuatnya tak mampu menembus dinding
peptidoglikan.
b.
Penicillin meliputi natural Penicillin, Penicillin G dan Penicillin
V, merupakan antibiotik bakterisidal yang menghambat sintesis dinding sel dan
digunakan untuk penyakit-penyakit seperti sifilis, listeria, atau alergi
bakteri gram positif/Staphilococcus/Streptococcus. Namun karena Penicillin
merupakan jenis antibiotik pertama sehingga paling lama digunakan telah membawa
dampak resistansi bakteri terhadap antibiotik ini. Namun demikian Penicillin
tetap digunakan selain karena harganya yang murah juga produksinya yang mudah.
c.
Polypeptida meliputi Bacitracin, Polymixin B dan Vancomycin.
Ketiganya bersifat bakterisidal. Bacitracin dan Vancomycin sama-sama menghambat
sintesis dinding sel. Bacitracin digunakan untuk bakteri gram positif,
sedangkan Vancomycin digunakan untuk bakteri Staphilococcus dan Streptococcus.
Adapun Polymixin B digunakan untuk bakteri gram negatif.
d.
Cephalosporin (masih segolongan dengan Beta-laktam) memiliki mekanisme
kerja yang hampir sama,
yaitu dengan
menghambat sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri. Normalnya sintesis
dinding sel ini diperantarai oleh PBP (Penicillin Binding Protein) yang
akan berikatan dengan D-alanin-D-alanin, terutama untuk membentuk jembatan
peptidoglikan. Namun keberadaan antibiotik akan membuat PBP berikatan dengannya
sehingga sintesis dinding peptidoglikan menjadi terhambat.
e.
Ampicillin memiliki mekanisme yang sama dalam penghancuran dinding
peptidoglikan, hanya saja Ampicillin mampu berpenetrasi kepada bakteri gram
positif dan gram negatif. Hal ini disebabkan keberadaan gugus amino pada
Ampicillin, sehingga membuatnya mampu menembus membran terluar (outer
membran) pada bakteri gram negatif.
f.
Penicillin jenis lain, seperti Methicillin dan Oxacillin,
merupakan antibiotik bakterisidal yang digunakan untuk menghambat sintesis
dinding sel bakteri. Penggunaan Methicillin dan Oxacillin biasanya untuk
bakteri gram positif yang telah membentuk kekebalan (resistansi) terhadap
antibiotik dari golongan Beta-laktam.
g.
Antibiotik jenis inhibitor sintesis dinding sel lain memiliki
spektrum sasaran yang lebih luas, yaitu Carbapenems, Imipenem, Meropenem.
Ketiganya bersifat bakterisidal.
2. Antibiotik yang menghambat transkripsi
dan replikasi
Yang termasuk ke dalam Golongan ini
adalah Quinolone, Rifampicin, Actinomycin D, Nalidixic acid, Lincosamides,
Metronidazole.
a. Quinolone merupakan
antibiotik bakterisidal yang menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara masuk
melalui porins dan menyerang DNA girase dan topoisomerase sehingga dengan
demikian akan menghambat replikasi dan transkripsi DNA. Quinolone lazim
digunakan untuk infeksi traktus urinarius.
b.
Rifampicin (Rifampin) merupakan antibiotik bakterisidal yang
bekerja dengan cara berikatan dengan β-subunit dari RNA polymerase sehingga
menghambat transkripsi RNA dan pada akhirnya sintesis protein. Rifampicin
umumnya menyerang bakteri spesies Mycobacterum.
c.
Nalidixic acid merupakan antibiotik bakterisidal yang memiliki
mekanisme kerja yang sama dengan Quinolone, namun Nalidixic acid banyak
digunakan untuk penyakit demam tipus.
d.
Lincosamides merupakan antibiotik yang berikatan pada subunit 50S dan banyak
digunakan untuk bakteri gram positif, anaeroba Pseudomemranous colitis. Contoh
dari golongan Lincosamides adalah Clindamycin.
e.
Metronidazole merupakan antibiotik bakterisidal diaktifkan oleh
anaeroba dan berefek menghambat sintesis DNA.
3. Antibiotik yang menghambat sintesis
protein
Yang termasuk ke dalam golongan ini
adalah Macrolide, Aminoglycoside, Tetracycline, Chloramphenicol, Kanamycin, Oxytetracycline.
a. Macrolide, meliputi
Erythromycin dan Azithromycin, menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara
berikatan pada subunit 50S ribosom, sehingga dengan demikian akan menghambat
translokasi peptidil tRNA yang diperlukan untuk sintesis protein. Peristiwa ini
bersifat bakteriostatis, namun dalam konsentrasi tinggi hal ini dapat bersifat
bakteriosidal. Macrolide biasanya menumpuk pada leukosit dan akan dihantarkan
ke tempat terjadinya infeksi. Macrolide biasanya digunakan untuk Diphteria,
Legionella mycoplasma, dan Haemophilus.
b. Aminoglycoside meliputi
Streptomycin, Neomycin, dan Gentamycin, merupakan antibiotik bakterisidal yang
berikatan dengan subunit 30S/50S sehingga menghambat sintesis protein. Namun
antibiotik jenis ini hanya berpengaruh terhadap bakteri gram negatif.
c.
Tetracycline merupakan antibiotik bakteriostatis yang berikatan
dengan subunit ribosomal 16S-30S dan mencegah pengikatan aminoasil-tRNA dari
situs A pada ribosom, sehingga dengan demikian akan menghambat translasi
protein. Namun antibiotik jenis ini memiliki efek samping yaitu menyebabkan
gigi menjadi berwarna dan dampaknya terhadap ginjal dan hati.
d.
Chloramphenicol merupakan antibiotik bakteriostatis yang menghambat
sintesis protein dan biasanya digunakan pada penyakit akibat kuman Salmonella.
4. Antibiotik yang menghambat fungsi
membran sel
Di bawah dinding
sel bakteri adalah lapisan membran sel lipoprotein yang dapat disamakan dengan
membran sel pada manusia. Membran ini mempunyai sifat permeabilitas selektif dan
berfungsi mengontrol keluar masuknya subtansi dari dan ke dalam sel,
serta memelihara tekanan osmotik internal dan ekskresi waste products. Selain itu membran sel juga berkaitan dengan
replikasi DNA dan sintesis dinding sel. Oleh karena itu substansi yang
mengganggu fungsinya akan sangat lethal terhadap sel. Contohnya antara lain
Ionimycin dan Valinomycin. Ionomycin bekerja dengan meningkatkan kadar kalsium
intrasel sehingga mengganggu kesetimbangan osmosis dan menyebabkan kebocoran
sel.
5. Antibiotik yang menghambat bersifat antimetabolit
Yang termasuk ke dalam golongan ini
adalah Sulfa atau Sulfonamide, Trimetophrim, Azaserine.
a.
Pada bakteri, Sulfonamide bekerja dengan
bertindak sebagai inhibitor kompetitif terhadap enzim dihidropteroate sintetase
(DHPS). Dengan dihambatnya enzim DHPS ini menyebabkan tidak terbentuknya asam
tetrahidrofolat bagi bakteri. Tetrahidrofolat merupakan bentuk aktif asam folat,
di mana fungsinya adalah untuk berbagai peran biologis di antaranya dalam
produksi dan pemeliharaan sel serta sintesis DNA dan protein. Biasanya
Sulfonamide digunakan untuk penyakit Neiserria meningitis.
b.
Trimetophrim juga menghambat pembentukan DNA dan protein melalui
penghambatan metabolisme, hanya mekanismenya berbeda dari Sulfonamide.
Trimetophrim akan menghambat enzim dihidrofolate reduktase yang seyogyanya
dibutuhkan untuk mengubah dihidrofolat (DHF) menjadi tetrahidrofolat (THF).
c.
Azaserine (O-diazo-asetyl-I-serine) merupakan
antibiotik yang dikenal sebagai purin-antagonis dan analog-glutamin. Azaserin
mengganggu jalannya metabolisme bakteri dengan cara berikatan dengan situs yang
berhubungan sintesis glutamin, sehingga mengganggu pembentukan glutamin yang
merupakan salah satu asam amino dalam protein.
Kasus Terkait
Saat
ini dunia kesehatan internasional dikejutkan dengan adanya bakteri baru yang mengancam hidup manusia. Bakteri ini tergolong super karena tahan terhadap antibiotik paling ampuh
sekalipun. Bakteri ini disebut NDM-1 karena bakteri ini mengandung gen New Delhi metallo-beta-lactamase-1
(NDM-1). Munculnya bakteri super yang
resisten terhadap berbagai antibioitik paling ampuh sekalipun bukanlah hal baru
dalam dunia kedokteran. Cepat atau lambat, bakteri memang akan menjadi resisten
terhadap antibiotik yang ada saat ini. Tidak ada antibiotik yang sensitif
(mampu bertahan lama) dalam membunuh bakteri. Antibiotik kerap disebut sebagai magic
drug karena perannya yang sangat besar dalam menekan angka kematian.
Tetapi, kini antibiotik menjadi sebuah ancaman karena penggunaannya yang
sembarangan dapat memicu resistensi obat. Salah satu pemicu munculnya bakteri
resisten atau superbug adalah penggunaan antibiotik yang tidak
terkendali.
Pada dasarnya bakteri menjadi resisten karena banyak cara. Pertama, bakteri
dapat memisahkan dirinya secara genetik. Kemudian dia bisa tumbuh menjadi
bakteri baru yang kebal karena adanya proses mutasi dan transfer gen antibiotik
ke bakteri lain. Mutasi adalah proses terjadinya modifikasi protein, yaitu
penurunan afinitas ikatan protein bakteri dengan antibiotik. Protein akan tahan
terhadap kehilangan efisiensi karena mutasi tersebut. Nantinya, mutasi genetis
yang berbeda akan menghasilkan tipe resistensi yang berbeda juga. Beberapa
mutasi mengakibatkan bakteri dapat menghasilkan zat kimia (enzim) yang cukup
untuk menonaktifkan antibiotik. Hal yang sama terjadi pada bakteri super yang menghasilkan
enzim NDM-1.
Dampak infeksi
yang diakibatkan oleh bakteri dengan gen NDM-1 ini tidak secara langsung
menimbulkan kematian bagi pasien. Namun, penularan bakteri ini menyebabkan
infeksi pada saluran kemih dan mengancam mereka yang kondisi tubuhnya sedang
lemah pasca-operasi, atau mereka yang masih bayi dan telah lanjut usia.
Penyebarannya dapat terjadi melalui banyak cara, yaitu melalui infus,
adanya luka terbuka atau tindakan dokter lainnya yang tidak steril. Menurut
para ahli, gen NDM-1 ini dapat ditemukan pada bakteri-bakteri yang biasa hidup
dalam pencernaan, seperti E.coli yang
berasal dari famili yang berbeda dari Methicillin-Resistant
Staphyloccus Aureus (MRSA). Berikut ini adalah gambar dari bakteri yang
mengandung gen NDM-1.
Salah satu cara untuk mengobati penyakit akibat infeksi bakteri ini adalah
dengan pendekatan pengobatan yang bertujuan menghambat siklus hidup bakteri
super yaitu dengan cara menghambat kerja NDM-1. Inhibitor suatu enzim dapat diperoleh
dari ekstrak tanaman atau metabolit sekunder organisme tertentu, contohnya
mikroalga. Mikroalga adalah mikroorganisme fotosintetik dengan morfologi sel
yang bervariasi, baik uniseluler maupun multiseluler (membentuk koloni kecil).
Sebagian besar mikroalga tumbuh secara fototrofik, meskipun tidak sedikit jenis
yang mampu tumbuh secara heterotrofik. Biomassa
mikroalga mengandung berbagai macam komposisi kimia, misalnya protein,
karbohidrat, pigmen (klorofil dan karotenoid), asam amino, lipid, dan
hidrokarbon. Mikroalga mempunyai
kemampuan untuk mensintesis semua asam amino, baik esensial maupun non
esensial.
Pemanfaatan mikroalga sekarang ini sangat berkembang. Mikroalga dapat
dimanfaatkan sebagai bahan bakar nabati, kosmetik, antifouling, pewarna makanan
alami, sumber makanan baru, dan dalam bidang kesehatan. Pemanfaatan mikroalga
dalam bidang kesehatan meliputi antibakteri, antijamur, dan antivirus.
Mikroalga dapat digunakan sebagai antibakteri pada bakteri Gram positif seperti
S. aureus, maupun Gram negatif seperti
E. coli dan Bacillus substilis. Ekstrak
mikroalga hasil uji yang memiliki nilai aktivitas inhibisi tinggi terhadap
NDM-1 kemudian diuji toksisitasnya untuk menghitung tingkat mortalitas dan
nilai LC50-nya menggunakan uji Brine
Shrimp Lethal Toxicity (BSLT).
Saran
Pemberian antibiotik adalah dosis serta jenis antibiotik yang diberikan
haruslah tepat. Jika antibiotik diberikan dalam jenis yang kurang efektif atau
dosis yang tanggung maka yang terjadi adalah bakteri tidak akan mati melainkan
mengalami mutasi atau membentuk kekebalan terhadap antibiotik tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar