LAYANAN SISWA LAMBAT BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI
Linda Tri Antika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Negeri Malang
Jalan Semarang 5 Malang 65145.Telp/Fax.(0343) 562180
E-mail: linda_haffandi@yahoo.com
Abstrak
Anak lambat belajar memiliki kemampuan
belajar lebih lambat dibanding dengan anak seusia. Tidak hanya
kemampuan akademiknya yang terbatas tapi juga pada kemampuan-kemampuan yang
lain, seperti kemampuan menggunakan alat tulis, olahraga dan sebagainya. Dari sisi perilaku, mereka cenderung pendiam dan
pemalu, rentang perhatian yang pendek dan
mereka kesulitan untuk berteman, kurang percaya diri, kemampuan berfikir abstrak lebih
rendah dibanding dengan anak pada umumnya.
Untuk memahami anak slow learner (lambat
belajar) ini ada baiknya kalau kita memahami konsep MA (Mental Age). Mental Age adalah kemampuan mental yang dimiliki
seseorang pada usia-usia tertentu. Anak yang mempunyai intelegensi yang normal
umur mental harus sepadan dengan umur kalender (Cronological Age). Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan
untuk mengatasi beberapa permasalahan dalam pembelajaran Biologi, yaitu Contextual Teaching and Learning
(CTL).
Kata
kunci: siswa lambat belajar, pembelajaran biologi, Contextual Teaching and Learning (CTL), Mental Age, Cronological
Age
1. Pendahuluan
Dalam
dunia pendidikan tentunya kita tidak akan lepas dari permasalahan pendidikan,
mulai dari permasalahan kesulitan belajar, seperti disleksia, disgrafia,
dyscalculis, disfarsia, dispraksia dan sebagainya. Selain itu ada pula
permasalahan yang dihadapi oleh siswa juga terjadi pada siswa yang cepat
belajar, bisa jadi karena tidak mampu menyesuaikan diri, lingkungan yang tidak cocok,
dan lain sebagainya. Adapun masalah siswa yang lambat belajar juga perlu
diperhatikan oleh guru. Dan masih banyak lagi permasalahan-permasalahan yang
akan kita temui di dalam dunia pendidikan.
Pada
hakikatnya, ditinjau dari aspek kemampuan dan kecerdasan, siswa dapat
dikelompokkan dalam tiga starata, yaitu siswa yang memiliki kemampuan dan
kecerdasan di bawah rata-rata, rata-rata, dan diatas rata-rata. Siswa yang di bawah
rata-rata, memiliki kemampuan dan kecerdasan dibawah kecepatan belajar siswa-siswa
pada umumnya. Sedangkan siswa yang berada di atas rata-rata, memiliki kecepatan
belajar di atas kecepatan belajar siswa – siswa lainnya (Widyastono, 2000).
Dalam
sebuah kelas yang heterogen dengan kemampuan siswa yang berbeda-beda tentunya
dibutuhkan pelayanan dari guru yang mampu mengakomodasi seluruh kebutuhan
siswa. Siswa yang tergolong berkemampuan belajar lambat memiliki kebutuhan yang
berbeda dengan siswa yang berkemampuan belajar cepat, oleh karena itu
diperlukan beberapa layanan khusus dari seorang guru dalam sebuah pembelajaran.
Sampai saat ini masih banyak sekolah yang tidak memperhatikan hal tersebut dan
menganggap kebutuhan semua siswa sama, akibatnya siswa yang berkemampuan
belajar lambat akan selalu tertinggal dengan siswa lainnya, sedangkan siswa
yang berkemampuan belajar cepat, karena memiliki kecepatan belajar diatas
kecepatan belajar siswa rata-rata lainnya maka akan cenderung merasa jenuh,
sehingga berprestasi dibawah potensinya (under
achiever).
Guru
tidak dapat memaksa siswa yang berkemampuan belajar lambat untuk terus
menyesuaikan dengan siswa berkemampuan belajar cepat, begitu pula dengan siswa
yang mampu belajar cepat juga tidak perlu selalu menunggu siswa yang
berkemampuan belajar lambat. (Finnan,2000:1) menyatakan bahwa siswa yang cepat belajar biasanya membutuhkan
kesempatan untuk memperkaya kemampuan mereka dan mendorong mereka untuk
menggunakan secara maksimal semua potensi yang dimilikinya. Sedangkan siswa
dengan kemampuan belajar lambat biasanya dalam pembelajaran sebagian besar
waktunya digunakan untuk melatih kecakapan yang belum mereka kuasai.
Murid lambat
belajar (slow learner) adalah murid yang intelegansi atau kemampuan
dasarnya setingkat lebih rendah dari pada tingkat intelegensi murid normal.
Menurut klsifikasi Terman, IQ anak lambat berkisar 70 sampai 90. Murid seperti
ini tidak digolongkan sebagai murid yang memiliki keterlambatan mental karena
dia dapat mencapai hasil belajar yang cukup memadai kendatipun pada tingkat
yang lebih rendah dari pada murid-murid yang memiliki kemampauan normal atau
sedang (Kirk, 1962). Dia dapat mengikuti pendidikan pada kelas-kelas biasa
tanpa membutukan peralatan khusus, kecuali pengadaptasian program belajar
dengan kemampuan yang dimilikinya.
Senada
dengan uraian di atas, Transley dan R. Gulliford (1971:4) mendefinisikan murid
lambat belajar adalah murid-murid yang karena alasan-alasan kemampuan atau
kondisi-kondisi lain yang terbatas mengakibatkan keterlambatan pendidikan,
memerlukan bentuk pendidikan yang khusus, keseluruhan atau sebagian bersamaan
dengan yang diberikan pada sekolah-sekolah. Ditambahkan pula bahwa Slow learner merupakan suatu istilah
nonteknis yang dengan berbagai cara dikenakan pada anak-anak yang sedikit
terbelakang secara mental, atau yang berkembang lebih lambat daripada kecepatan
normal (Chaplin,2005:468).
Burton dalam Sudrajat, 2008 menjelaskan Slow Learner adalah
siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang
lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf intelektual
yang relatif sama. Slow learner adalah anak dengan tingkat penguasaan
materi yang rendah, padahal materi tersebut merupakan prasyarat bagi kelanjutan
di pelajaran selanjutnya, sehingga mereka sering harus mengulang.
Kecerdasan mereka memang di bawah rata-rata, tetapi mereka bukan
anak yang tidak mampu, tetapi mereka butuh perjuangan yang keras untuk
menguasai apa yang diminta di kelas reguler. Slow-learner adalah istilah yang
sering digunakan bagi anak-anak dengan kemampuan rendah, dengan IQ antara 70
dan 85, ada juga yang mengatakan antara 80 dan 90, dan keadaan ini berlangsung
dari tahun ke tahun. Anak-anak seperti ini mengisi 14,1 % populasi, lebih besar
daripada kelompok anak dengan learning disabitilies, retardasi mental dan autis
yang disatukan. Anak yang demikian akan mengalami hambatan belajar, sehingga
prestasi belajarnya biasanya juga di bawah prestasi belajar anak-anak normal
lainnya, yang sebaya dengannya.Mereka dapat menyelesaikan SMP, tetapi mengalami
kesulitan di SMA.
Slow learner dapat
diartikan anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal tetapi
belum termasuk tuna grahita (retardasi mental). Dalam beberapa hal mengalami
hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial,
tetapi masih jauh lebih baik dibanding dengan yang tuna grahita, lebih lambat
dibanding dengan yang normal, mereka butuh waktu yang lebih lama dan
berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun
nonakademik, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Layanan
yang dapat diberikan bagi siswa yang berkemampuan belajar lambat adalah dengan
memberikan pengajaran remidi (remedial
teaching), sehingga untuk menyelesaikan materi kurikulum membutuhkan waktu
yang lebih panjang dibandingkan siswa-siswa lainnya. Sedangkan bagi siswa yang
memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa dapat berprestasi sesuai dengan
potensinya, diperlukan pelayanan pendidikan yang berdiferensiasi, yaitu
pemberian pengalaman pendidikan yang sesuai dengan kemampuan dan kecerdasan
siswa; dengan menggunakan kurikulum yang berdiversifikasi, yaitu kurikulum
standar yang diimprovisasi alokasi waktunya sesuai dengan kecepatan belajar
siswa dan motivasi belajar siswa. Pelayanan pendidikan yang berdiferensiasi
dengan menggunakan kurikulum yang diversifikasi dapat diimplementasikan melalui
penyelenggaraan sistem percepatan kelas (akselerasi)
(Widyastono,2000).
Slow learner sulit untuk diidentifikasi karena mereka tidak
berbeda dalam penampilan luar dan dapat berfungsi secara normal pada sebagian
besar situasi. Mereka memiliki fisik yang normal, memiliki memori yang memadai,
dan memiliki akal sehat. Hal-hal normal inilah yang sering membingungkan para
orangtua, mengapa anak mereka menjadi slow-learner. Yang perlu diluruskan
adalah walaupun slow-learner memiliki kualitas-kualitas tersebut, mereka tidak
memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas sekolah sesuai dengan yang
diperlukan karena keterbatasan IQ mereka.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa lambat belajar (slow learner)
adalah anak yang mengalami hambatan atau keterlambatan dalam
perkembangan mental (fungsi intelektual di bawah teman-teman seusianya)
disertai ketidakmampuan/ kekurangmampuan untuk belajar dan untuk menyesuaikan
diri sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
2. Karakteristik Siswa Lambat Belajar
Lambat belajar adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak
yang mempunyai intelegensi di bawah rata-rata, tetapi di atas golongan
tunagrahita mampu didik. Orang sering menyebut dengan istilah “slow
learner”, di sekolah sering dikatakan anak yang bodoh, meskipun tidak
selalu anak yang dikatakan bodoh itu adalah “slow learner” (lambat
belajar). Anak golongan ini apabila dimasukkan pada sekolah luar biasa bagian C
tuna grahita) tidak cocok sebab anak ini menjadi paling pandai, paling cepat
belajar, sedangkan kalau dimasukkan ke sekolah umum menjadi paling bodoh.
Meskipun prestasi anak lambat belajar ini selalu rendah, namun bukan termasuk
anak terbelakang mental. Dikatakan anak lambat belajar masih mampu mengikuti
pelajaran sekolah umum seperti anak-anak normal (Samuel A.Kirk, 1972 dalam
Suharmini, 2001).
Untuk memahami anak slow learner (lambat belajar) ini ada
baiknya kalau kita memahami konsep MA (Mental Age). Mental Age adalah
kemampuan mental yang dimiliki seseorang pada usia-usia tertentu. Anak yang
mempunyai intelegensi yang normal umur mental harus sepadan dengan umur
kalender (Cronological Age). Jadi seseorang yang berumur 7 tahun akan
memiliki umur mental 7 tahun pula. Apabila umur mentalnya 6 tahun, maka
intelegensinya ada di bawah rata-rata perhitungan IQ. Menurut William Stern dalam
Suharmini, 2001 digunakan rasio antara MA dan CA, yaitu:
IQ = MA/ CA x 100
Berikut
ini distribusi normal dari intelegensi (dengan rata-rata 100 dan penyimpangan
baku 15) menurut Wechsler:
Tabel 2.1
Klasifikasi Intelegensi berdasarkan Tes Intelegensi dari Wechster
IQ
|
Klasifikasi
|
130
keatas
120
– 129
110
– 119
90 – 109
80 –
89
70 –
79
69
kebawah
|
Very
Superior
Superior
Brigh
Normal
Average
Dull
Normal
Borderline
Defective
|
Sumber:
Suharmini, 2001
Tabel 2.2
Klasifikasi Intelegensi berdasarkan Tes Intelegensi Standard Binet
IQ
|
Klasifikasi
|
130
keatas
120
– 129
110
– 119
90 – 109
80 –
89
70 –
79
69
kebawah
|
Very
Superior
Superior
High
Average
Average
Low
Average
Borderline
Defective
Mentally
Defective
|
Sumber:
Suharmini, 2001
Klasifikasi
dari Raven:
Grade
I Superior
II Above
Average
III Average
IV Below
Average
V Mental
Defective
Dengan melihat klasifikasi ini berarti anak lambat belajar
mempunyai intelegensi sekitar 80 – 90, atau berdasarkan klasifikasi Raven
tergolong Grade IV.
Transley
dan R. Gulliford (1971: 4) menjelaskan bahwa karakteristik siswa lambat belajar
(Slow Learner) adalah sebagai berikut.
1. Keadaan fisik pada umumnya sama dengan murid-murid
normal. Dengan melihat keadaan fisiknya saja tidak dapat dibedakan mana yang
normal dan mana yang lambat belajar. Para ahli baru dapat membedakan
antara murid belajar dengan murid normal setelah menagdakan pengamatan dan tes
psikologi.
2.
Kemampuan
berfikirnya agak rendah, sehingga lamban dalam memecahkan masalah-masalah yang
sederhana. Hal ini menyebabkan mereka kalh bersaing dengan teman-temannya yang
normal.
3. Ingatannya agak lemah dan tidak tahan lama. Mereka
lekas lupa dan biasanya tidak mampu mengingat-ingat suatu peristiwa yang
terjadi tiga tahun yang lewat. Dalam proses belajar mengajar di sekolah, apa
yang diterangkan oleh guru hari ini biasanya satu minggu kemudian sudah
terlupakan. Lebih lagi dalam mengingat-ingat isi buku pelajaran yang telah
dipelajari sendiri. Kalau murid-murid normal dapat mengingat isi pelajaran
lebih kurang 50% setelah membaca dua kali, maka murid lambat belajar hanya
mampu mengingat 25% saja.
4. Dalam menuntut pendidikan di sekolah dasar banyak yang
mengalami putus sekolah. Enam puluh persen di antara murid-murid yang putus
sekolah tergolong murid yang lambat belajar. Lebih dari separoh nilai rapornya
merah. Kalau guru mengeahui masalahnya dan selanjutnya memberikan bimbingan dan
bantuan seperlunya maka putus sekolah 60% itu dapat dikurangi. Biarpun agak
terlambat, mereka akan dapat menyelesaikan pendidikannya di sekolah dasar.
Setelah tamat sekolah dasar, mereka dapat diarahkan untuk memasuki balai
latihan atau sekolah kejuruan yang lebih singkat.
5.
Dalam
kehidupan di rumah tangga, murid lambat belajar masih mampu berkomunikasi dan
bergaul secara baik dengan saudara-saudaranya. Mereka dapat belajar sendiri
melakukan pekerjaan-pekerjaan dalam tata kehidupan keluarga.
6. Emosinya kurang terkendali, suka mementingkan diri
sendiri. Inilah sebabnya mengapa sering timbul perselisihan dengan
teman-temannya. Perasaan mudah terpengaruh oleh orang lain dan lingkungannya.
Tidak mempunyai pendirian yang kuat.
7.
Murid
lambat belajar dapat dilatih beberapa macam ketrampilan yang bersifat
produktif. Mereka mampu melakukan pekerjaan sendiri dengan tanggung jawab
sepenuhnya.
3. Masalah dan Kebutuhan Siswa Lambat Belajar
Sesuai
dengan ciri-cirinya, masalah pokok yang dialami siswa lambat belajar adalah
kelambatannya dalam belajar sebagai akibat dari keterbatasan kemampuan yang
dimilikinya. Di samping itu, murid lambat belajar juga mengalami masalah penyesuaian
diri yang bersumber dari keadaan emosi yang kuarng terkendali, sehingga tidak
jarang terjadi perselisihan dengan teman-temannya.
Kepribadian manusia mempunyai
keunikan. Keunikan ini yang membedakan orang satu dengan yang lainnya. Dalam
kepribadian tercakup aspek fisik, psikis, serta sosial. Di dalamnya juga
tercakup cara-cara memberikan respon terhadap rangsangan dari dalam maupun dari
luar, baik rangsangan fisik maupun sosial. Yang menjadi pertanyaan dalam hal
ini:
“Apakah anak lambat belajar
memiliki karakteristik khusus dalam kepribadian?”
Dari hasil penelitian yang
dilakukan Purwandari (1993) dalam Suharmini (2001) ternyata anak lambat belajar
(Slow Learner) mempunyai ciri-ciri emosi sebagai berikut:
a.
Daya konsentrasi rendah
Daya
konsentrasi hanya sebentar, seperti terikat dalam kegiatan belajar di kelas,
anak hanya dapat mengikuti pelajaran dengan baik ± 20 menit, lebih dari itu,
anak kelihatan gelisah, dan kadang mengganggu teman-temannya yang sedang
belajar.
b.
Mudah lupa dan beralih perhatian
Hal ini sangat berkaitan dengan
daya ingat dan rangsangan dari luar.
c.
Eksplosif
Anak sering menampakkan sikap
cepat bereaksi terhadap rangsang tanpa ada pertimbangan pemikiran terlebih
dahulu. Bila tidak diberi tugas akan nampak kecewa.
Kehidupan emosi anak lambat
belajar tidak jauh berbeda dengan anak normal, hanya tidak sekaya anak normal.
Misalnya anak lambat belajar dapat mengekspresikan kegembiraan tetapi sulit
untuk mengungkapkan kekaguman. Bentuk-bentuk emosi yang positif pada anak
lambat belajar adalah cinta (kasih sayang), gembira, dan empati. Emosi yang
negative, seperti ketakutan, iri hati, dan agresif (Purwandari, 1993 dalam
Suharmini 2001).
Hasil penelitian lain dengan
menggunakan C.P.Q (Children’s Personality Questionnaire) ini ditemukan
anak lambat belajar memiliki kekurangan berupa tidak matang emosi, kurang
tabah, ceroboh, kurang dapat menahan diri, bersikap dingin, menyendiri, dan
cenderung melanggar ketentuan.
Kepribadian dan penyesuaian
sosial merupakan proses yang berkaitan. Seperti yang dikatakan di depan bahwa
kepribadian itu mempunyai fungsi untuk menyesuaikan terhadap lingkungan termasuk
lingkungan sosial (Suharmini, 2001).
Mengenai penyesuaian anak Slow
Learner , Purwandari (1994) dalam Suharmini (2001) memaparkan hasil
penelitiannya sebagai berikut:
a.
Anak Slow Learner mempunyai dorongan untuk
berafiliasi atau menjalin hubungan persahabatan dengan teman dalam kelompoknya.
Hanya kadang-kadang kelompok member peran yang tidak berarti dan kadang
menolaknya.
b.
Tidak memenuhi tuntutan sosial, perilaku anak Slow
Learner sering tidak memenuhi tuntutan sosial, ini yang menyebabkan
kelompok sering menolaknya.
c.
Menyendiri. Anak Slow Learner merasa lebih
aman dalam keadaan kesendirian, karena tidak ada yang mengusik.
d.
Sering tidak diterimanya oleh teman sebaya,
menyebabkan merasa tidak dihargai (ora di uwongke). Anak sering diejek
oleh teman-temannya.
e.
Anak Slow Learner lebih merasa gembira bila
berada pada teman-temannya yang lebih kecil. Anak menunjukkan sikap sosial yang
menyenangkan pada kelompok anak yang lebih kecil. Ungkapan rasa kasih sayang,
tingkah laku “clowning” (membadut” sering dilakukan anak Slow Learner
pada saat bergabung dengan anak yang lebih kecil. Kepuasan pribadi didapat
kalau berada pada kelompok anak yang lebih kecil.
f.
Terhadap orang yang lebih dewasa anak Slow
Learner memilih tingkah laku lekat, bersikap sopan, memiliki prasangka
terhadap guru di sekolah, dan kadang protes apabila ada yang dinilai kurang
mempedulikannya.
Penyesuaian akademik pada anak Slow
Learner menunjukkan adanya rasa takut pada bidang akademik yang memerlukan
aktivitas kognesi, tidak disiplin, membangkang yang sifatnya pasif.
4.
Bimbingan bagi
Siswa Lambat Belajar
Ada banyak hal yang bisa dilakukan
oleh seorang konselor atau guru dalam melakukan bimbinga terhadap siswa yang
lambat belajar. Strategi-strategi yang bisa dilakukan oleh seorang konselor
atau guru antara lain:
1) Bimbingan
bagi anak dengan masalah konsentrasi
a) Ubahlah
cara mengajar dan jumlah materi yang akan diajarkan.
Siswa yang mengalami masalah
perhatian dapat ketinggalan jika materi yang diberikan terlalu cepat atau jika
beban menumpuk dengan materi yang kompleks. Oleh karena itu, akan berguna bagi
mereka untuk :
·
Memperlambat laju presentasi materi
·
Menjaga agar siswa tetap terlibat
dengan memberi pertanyaan pada saat materi diberikan.
·
Gunakan perangkat visul seperti membuat bagan/skema garis besar materi untuk
memberikan gambaran pada siswa mengenai langkah-langkah atau bagian-bagian yang
diajarkan.
b)
Adakan pertemuan dengan siswa.
Siswa mungkin tidak menyadari
peranan perhatian dalam proses pengajaran. Mereka juga tidak menyadari kalau
perhatian merupakan bidang kesulitan tertentu bagi mereka. Dalam pertemuan ini
seorang kita memberikan penjelasan dengan cara yang tanpa memberikan hukuman
dan tanpa ancaman akan sangat berguna bagi siswa.
c) Bimbing
siswa lebih dekat ke proses pengajaran.
Karena tanpa disadari kita telah
mengalihkan perhatian kita dari siswa. Dengan membawa mereka dekat dengan kita
secara fisik secara rafia akan membawa si anak lebih dekat lepada proses
pengajaran.
d) Berikan
dorongan secara langsung dan berulang-ulang.
Biarkan siswa tahu kalau anda
melihatnya ketika sedang memperhatikan. Katakan kontak mata ketika pembelajaran
berlangsung itu sangat penting. Cobalah berikan penghargaan atas kehadirannya.
Bisa juga dengan penghargaan verbal yang dilakukan dengan tenang, dan lembut.
e) Utamakan
ketekunan perhatian daripada kecepatan menyelesaikan tugas.
Siswa mungkin merasa kecil hati
dan tidak diperhatikan bila mereka dihukum karena tidak menyelesaikan tugas
secepat orang lain. Membuat penyesuaian dan jumlah tugas yang harus
diselesaikan maupun waktu yang disediakan untuk menyelesaikan tugas berdasar
kemampuan individu mengkin akan sangat membantu dan mendorong bagi sebagaian
siswa.
f)
Ajarkan self-monitoring of attention.
Melatih siswa untuk memonitor
perhatian mereka sendiri sewaktu-waktu dengan menggunakan timer atau alarm jam.
Mengajarkan mereka untuk mencatat berbagai interval apakah mereka memberikan
perhatian atau tidak pada saat pengajaran. Catatan ini akan membantu
menciptakan perhatian yang lebih besar bagi kebutuhan dalam memfokuskan
perhatian juga bias berguna dalam strategi untuk memperkokoh keterampilan
memperhatikan“attention skill”.
2)
Bimbingan bagi anak dengan masalah daya ingat
a)
Ajarkan menggunakan highlighting atau menggaris
bawahi dengan penanda, untuk membantu memancing ingatan. Mereka harus
diberi tahu cara memilih tajuk bacaan, kalimat dan istilah kunci untuk diberi
garis bawah atau tanda dengan highlighter. Kemudian me-review dari
bacaan yang sudah digaris bahawahi tadi.
b)
Perbolehkan menggunakan alat bantu memori (memory
aid). Yang mana alat-alat itu bisa berfungsi bagi mereka sebagai alat
pengingat dan bias jadi juga sebagai alat pengajaran.
c)
Biarkan siswa yang mengalami masalah sulit mengingat
untuk mengambil tahapan yang lebih kecil dalam pengajaran. Misalnya dengan
membagi tugas-tugas kelas dan rumah atau dengan memberikan tes kemampuan
penguasaan lebih sering.
d)
Ajarkan siswa untuk berlatih mengulang dan
mengingat. Misalnya dengan memberikan tes langsung setelah pelajaran
disampaikan.
3)
Bimbingan bagi anak dengan masalah kognisi
a) Berikan materi yang
dipelajari dalam konteks “high meaning”.
Ini berguna untuk untuk
mengetahui apakah siswa memahami arti bacaan mereka atau arti suatu pertanyaan
mengenai materi baru. Pengertian dapat diperkokoh dengan menggunakan
contoh, analogi atau kontras.
b)
Menunda ujian akhir dan penilaian.
Perlu memberikan umpan
balik dan dorongan yang lebih sering bagi siswa berkesulitan belajar.
Evaluasi terhadap tugas mereka sebagai tambahan pengajaran akan sangat
membantu. Dengan kata lain, suatu kesadaran yang konstan mengenai
siswasiswa ini akan membentuk kepercayaan diri dan kemampuan
mereka. Bagi sebagian siswa, menunda ujian akhir mereka sampai siswa
menguasai sepenuhnya materi yang dipelajari, mungkin merupakan cara
terbaik.
c) Tempatkan siswa dalam konteks pembelajaran
yang “tidak pernah gagal”. Siswa
berkesulitan belajar seringkali mempunyai sejarah kegagalan disekolah.
Biasanya mereka memiliki perasaan akan gagal (sense of failing)
dalam berbagai hal yang mereka lakukan. Memutuskan rantai kegagalan
dan menciptakan cipta diri (sense of self) baru bagi siswa ini merupakan
sesuatu yang paling penting bagi guru untuk melakukannya. Pada
setiap tugas atau kemampuan siswa harus ditarik kembali kepada
masalah diman tugas dapat dilakukan tanpa kegagalan.
4) Bimbingan bagi anak dengan masalah sosial dan emosional
a) Buatlah sistem perhargaan kelas yang
dapat diterima dan dapat diakses. Siswa berkesulitan belajar perlu memahami
sistem penghargaan ini dikelas dan merasa ikut serta di dalamnya. Jangan sampai
siswa yang berkesulitan melajar merasa “out laws”, mereka yang tidak memilki
kesempatan untuk mendapatkan penghargaan yang diterima siswa lain. Untuk
memahami bagaimana mereka bisa mendapatkan penghargaan yang baik, para siswa
disini perlu diberi pemahaman tentang bagaimana cara mendapatkan keuntungan
sosial dari sikap positif dan hubungan sosial yang baik di kelas.beberapa siswa
mungkin ingin pembuktian langsung dikelas.
b) Membentuk kesadaran tentang diri dan
orang lain. Sebagian siswa yang berkesulitan beljar tidak memilki kesadaran
yang jelas pada sikapnya sendiri serta dampaknya pada orang lain. Membantu
siswa ini menjadi lebih mengenal sikap mereka dan dampaknya pada orang lain
merupakan kesempatan yang brarti bagi perkembangan sosial dan emosional.
Berbicara terbuka dan penuh perhatian kepada siswa ini mengenai sikapnya juga
dapat menjadi langkah penting dalam membentuk hubungan yang saling percaya di
antara mereka.
c) Mengajarkan sikap positif. Ketika siswa
berkesulitan belajar menjadi lebih sadar terhadap sikapnya dan mendapat
pemahaman yang lebih baik atas interaksi dengan orang lain, mereka akan
merespon dengan baik intruksi-intruksi tentang cara membentuk hubungan yang
baik dan sense of self (citra diri)
yang lebih positif.
d) Minta bantuan. Jika sikap seorang siswa
berkesulitan belajar sangat tidak layak atau sikap negatifnya tetap ada ketika
semua cara telah dicoba, jangan ragu minta bantuan. Cari bantuan pada teman
sejawat disekolah yang mungkin dapat memberikan bantuan dalam menjelaskan
masalah-masalah social dan emosional, serta mencari solusi mengenai kesulitan
tersebut. Pertolongan ini bisa datang dari psikolog, konselor, orang tua, guru,
dan kepala sekolah. Yang terpenting
seorang pendidik memahami bahwa minta bantuan bukan tanda kelemahan atau
ketidakmampuan.
5) Bantuan Orang Tua bagi Anak
yang Lambat Belajar
a)
Adanya
perhatian dan pemahaman. Ketika anak yang lambat belajar membawa raport yang
buruk. Bicaralah pada mereka dengan tenang, lalu tanyakan tentang perasaannya.
Tak perlu ada kemarahan. Karena kemarahan bukanlah suatu penyelesaian. Hal itu
akan memperburuk kondisi, yang terburuk adalah ketika mereka membenci campur tangan
orang tua.
b)
Adanya
kerja sama dengan guru. Komunikasi yang dilakukan antara orang tua dan guru
tentang kesulitan belajar anak lambat belajar akan sangat membantu pengembangan
potensinya secara optimal. Jika orang tua tidak memiliki waktu untuk menemui
guru anak lambat belajar, arang tua dapat menemukan website sekolah ataupun
email guru anak lambat belajar. Guru akan mengusahakan yang terbaik bagi anak
lambat belajar dan memberikan penghargaan pada orang tua yang seperti itu.
c)
Pengusahaan
asesmen. Lakukan komunikasi dengan pihak sekolah untuk melakukan pengetesan
anak lambat belajar yang melibatkan psikolog. Hal ini akan mempermudah
pemahaman berbagai pihak, baik orang tua maupun guru terkait kelemahan yang
anak lambat belajar miliki.
d)
Jadilah
orang tua yang bijaksana. Jagalah komukasi orang tua dan anak lambat belajar.
Selain itu, guru juga perlu melakukan hal yang sama. Berikan respon positif
tentang privasinya. Jika memang mereka membutuhkan waktu yang lebih banyak
(waktu ekstra) dalam menulis suatu ujian, berilah perhatian lebih
e)
Adanya
pekerjaan rumah. Anda membutuhkan waktu setiap malam untuk membantu anak lambat
belajar dalam menyelesaikan tugasnya. Itu memang tidak mudah, tetapi hal itu
juga tidak mudah bagi anak lambat belajar jika tidak adanya suatu kepedulian,
seperti penerapan reward. Jika orang
tua bekerja bersama-sama dengan anak lambat belajar, mereka juga akan belajar
tentang bagaimana belajar dari orang tua. Selain itu, orang tua juga akan
mendapati suatu hubungan emosi yang semakin kental dengan anak lambat belajar.
f)
Kesediaan
untuk melindungi anak. Biasanya beberapa kesalahan dilakukan oleh guru. Mereka
memberikan suatu makna bahwa kesalahan dilakukan oleh anak lambat belajar, jika
anak lambat belajar benar-benar merasa bahwa mereka akan melakukan hal yang
lebih baik jika mendapatkan guru lain atau kurikulum lain. Maka, bicaralah
dengan konselor sekolah untuk pertama kalinya, mereka akan memberikan respon
yang lebih cepat. Jelaskanlah bahwa ini adalah masalah belajar, bukan masalah
administrasi atau yang lain.
5. Bentuk Program dan Layanan Bagi
Siswa Lambat Belajar
Sebagaimana telah disinggung di muka bahwa murid lambat
belajar dapat didik bersama dengan murid-murid yang normal, tetapi mereka tidak
dapat diharapkan mencapai hasil belajar sebaik yang dicapai oleh murid-murid
yang normal. Mereka kurang dapat berfikir secara abstrak. Oleh karena itu,
bimbingan terhadap murid lambat belajar hendaklah selalu terkait dengan
pengalaman nyata murid.
Untuk mengatasi masalah yang dialami oleh murid lambat
belajar, beberapa bentuk bimbingan yang dapat diberikan adalah:
a.
Menyediakan kesempatan
belajar bagi murid sesuai dengan tingkat kemampuanya.
b.
Membantu murid menerima
dan menyesuaikan kemampuan mental yang dimilikinya.
c.
Melatih murid agar dapat
melakukan pekerjaan-pekerjaan yamg sesuai dengan kemampaunya.
d.
Mendorong murid
mengembangkan sikap-sikap yang konstruktif terhadap kegiatan-kegiatan
kerumahtanggan, sosial dan kewarganegaraan.
Tiga dari lima
siswa yang dibimbing seorang guru bisa merupakan anak slow learner, maka
pengetahuan yang memadai mengenai bagaimana cara yang tepat untuk mengakomodasi
mereka sangat diperlukan.
Berikut ini
adalah hal-hal yang dapat membantu guru dalam menghadapi anak slow learner:
1.
Pahami
bahwa anak membutuhkan lebih banyak pengulangan, 3 sampai 5 kali, untuk
memahami suatu materi daripada anak lain dengan kemampuan rata-rata. Maka,
dibutuhkan penguatan kembali melalui aktivitas praktek dan yang familiar, yang
dapat membantu proses generalisasi.
2.
Anak
slow-learner yang tidak berprestasi dalam akademik dasar dapat
memperoleh manfaat melalui kegiatan tutorial di sekolah atau privat. Tujuan
tutorial bukanlah untuk menaikkan prestasinya, tetapi membantunya untuk optimis
terhadap kemampuannya dan menghadapkannya pada harapan yang realistik dan dapat
dicapainya
3.
Adalah
masuk akal dan dapat dibenarkan untuk memberi mereka kelas yang lebih singkat
dan tugas yang lebih sederhana.
4.
Berusahalah
untuk membantu anak membangun pemahaman dasar mengenai konsep baru daripada
menuntut mereka menghafal materi dan fakta yang tidak berarti bagi mereka.
5.
Gunakan
demonstrasi dan petunjuk visual sebanyak mungkin. Jangan membingungkan mereka dengan
terlalu banyak verbalisasi. Pendekatan multisensori juga dapat sangat membantu.
6.
Jangan
memaksa anak bersaing dengan anak dengan kemampuan yang lebih tinggi. Adakan
sedikit persaingan dalam program akademik yang tidak akan menyebabkan sikap
negatif dan pemberontakan terhadap proses belajar. Belajar dengan kerjasama
dapat mengoptimalkan pembelajaran, baik bagi anak yang berprestasi atau tidak,
ketika pemebelajaran tersebut mendukung interaksi sosial yang tepat dalam
kelompok yang heterogen.
7.
Konsep
yang sederhana yang diberikan pada anak pada permulaan unit instruksial dapat
membantu penguasaan materi selanjutnya. Maka, dibutuhkan beberapa modifikasi di
kelas.
8. Anak
sebaiknya diberi tugas, terutama dalam pelajaran sosial dan ilmu alam, yang
terstruktur dan konkret. Proyek-proyek besar yang membutuhkan matangnya
kemampuan organisasional dan kemampuan konseptual sebaiknya dikurangi, atau
secara substansial dimodifikasi, disesuaikan dengan kemampuannya. Dalam kerja
kelompok, slow-learner dapat ditugaskan untuk bertanggung jawab pada bagian
yang konkret, sedang anak lain dapat mengambil tanggung jawab pada komponen
yang lebih abstrak.
9.
Tekankan
hal-hal setelah belajar, berikan insentif dan motivasi yang bervariasi.
10. Berikan
banyak kesempatan bagi anak untuk bereksperimen dan mempraktikkan konsep baru
dengan materi yang konkret atau situasi yang menstimulasi.
11.Pada
awal setiap unit, kenalkan anak dengan materi-materi yang familiar.
12.Sederhanakan
petunjuk dan yakin bahwa petunjuk itu dapat dimengerti.
13. Penting
bagi guru untuk mengetahui gaya belajar masing-masing anak, ada yang
mengandalkan kemampuan visual, auditori atau kinestetik. Pengetahuan ini
memudahkan penerapan metode belajar yang tepat bagi mereka.
Setiap anak normal berpotensi untuk
mencapai ketuntasan belajar, asalkan kepadanya diberi waktu dan layanan yang
sesuai. Akan tetapi sistem pendidikan umum di Indonesia terikat dengan waktu dalam
pengertian bahwa sejumlah materi pelajaran harus diselesaikan dalam kurun waktu
tertentu, satu cawu misalnya. Oleh karenanya siswa yang tergolong lamban
belajar perlu dibantu dengan pengajaran remedial agar mereka dapat mencapai ketuntasan belajar
(Chrisnajanti, 2002).
Pengajaran remedial memiliki beberapa fungsi, yaitu:
a)
fungsi korektif yang memungkinkan
terjadinya perbaikan hasil belajar dan perbaikan segisegi kepribadian siswa,
b)
fungsi pemahaman yang memungkinkan
siswa memahami kemampuan dan kelemahannya serta memungkinkan guru menyesuaikan
strategi pembelajaran sesuai dengan kondisi siswa,
c)
fungsi penyesuaian yang memungkinkan
siswa menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan memungkinkan guru menyesuaikan
strategi pembelajaran sesuai dengan kemampuannya,
d)
fungsi pengayaan yang memungkinkan
siswa menguasai materi lebih banyak dan mendalam serta memungkinkan guru
mengembangkan berbagai metode yang sesuai dengan karakteristik siswa,
e)
fungsi akseleratif yang memungkinkan
siswa mempercepat proses belajarnya dalam menguasai materi yang disajikan dan
yang terakhir
f)
fungsi terapeutik yang memungkinkan
terjadinya perbaikan segi-segi kepribadian yang menunjang keberhasilan belajar.
Beberapa pendekatan dalam pengajaran remedial pada akhirnya
dikembangkan oleh guru ke dalam berbagai strategi pelayanan pengajaran
remedial, yaitu :
a)
Pendekatan kuratif, pendekatan yang
dilakukan setelah diketahui adanya siswa yang gagal mencapai tujuan
pembelajaran. Tiga strategi yang dapat dikembangkan oleh guru, yaitu : strategi
pengulangan, pengayaan dan pengukuhan serta strategi percepatan.
b)
Pendekatan preventif, pendekatan
yang ditujukan kepada siswa yang pada awal kegiatan belajar telah diduga akan
mengalami kesulitan belajar. Strategi pengajaran yang dapat dilakukan, yaitu
kelompok homogen, individual, kelas khusus.
c)
Pendekatan yang bersifat
pengembangan, pendekatan yang didasarkan pada pemikiran bahwa kesulitan siswa
harus diketahui guru sedini mungkin agar dapat diberikan bantuan untuk mencapai
tujuan secara efektif dan efisien.
Metode yang dipakai dalam pengajaran remedial harus disesuaikan
dengan karakteristik siswa yang mengalami kesulitan belajar. Beberapa metode
yang dapat dipergunakan adalah metode pemberian tugas, diskusi, tanya jawab,
kerja kelompok, tutor sebaya, dan pengajaran individual.
Tabel
5.1 Tindak Lanjut untuk Memenuhi Kebutuhan Lingkungan Siswa Lambat Belajar
Lingkungan
|
·
Pengubahan
Pengaturan
|
·
Mengurangi
gangguan-gangguan
|
·
Adanya peran orang
tua
|
·
Pengajar yang
seusia, pengajar yang berasal dari sekolah lain ataupun asisten pengajar
|
· Mengikuti pembelajaran
kelompok dengan kelas lain
|
·
Kompensasi untuk masalah fisik di dalam kelas
|
·
Mengurangi panjangnya jam sekolah
|
· Memberikan waktu kepada
siswa untuk keluar dari bangkunya untuk melepaskan energinya
|
·
Pengelompokan silang antar kelas
|
Sumber:
Raharyanti,2012
Tabel
5.2 Tindak Lanjut untuk Memenuhi Kebutuhan Materi Siswa Lambat Belajar
Materi
|
·
Gunakan inovasi: penghitungan,
penulisan,
bermain dan belajar,
dll.
|
· Menggabungkan semua gaya belajar (auditory, visual, kinesthetic)
|
·
Menggunakan bahan yang tersedia
dari Bab I dan sumber-sumber lain
|
· Memasukkan komputer sebagai alat untuk memerintah, melatih, dan memberikan penguatan
|
·
Mengatur kemajuan
|
·
Menggunakan beragam pengelompokan
|
·
Menggunakan pengelompokan kooperatif
|
·
Menyediakan panduan praktis untuk
kemampuan lain
|
Sumber:
Raharyanti,2012
Tabel
5.3 Tindak Lanjut untuk Memenuhi Kebutuhan Tugas Siswa Lambat Belajar
Tugas
|
·
Sederhana dan/ atau singkat
|
·
Membuat kontak individual
|
·
Mencoba intruksi lain dan pemberian test (misal: karya seni, penggunaan tape recorder, verbal vs. respon tertulis,
teknik "lihat aku",
pemetaan dan
pengelompokan)
|
Memberikan tugas-tugas pendek yang diperlukan
|
Memberikan instruksi yang spesifik
|
Siswa mengulang perintah atau tugas secara lisan
|
Sumber:
Raharyanti,2012
Tabel
5.4 Tindak Lanjut untuk Memenuhi Kebutuhan Teknik dalam Memanajemen Siswa
Lambat Belajar
Teknik
dalam Memanajemen
|
·
Pengarahan,
kontak positif
|
·
penyediaan timbal balik sesegera mungkin
|
·
Berkeliling kelas
|
·
Memanggil nama siswa
atau menyentuh mereka sebelum memberikan perintah
|
· Menulis perintah di
papan tulis atau memberikan lembar
perintah
|
·
Menyediakan kesempatan untuk membangun kesuksesan
|
Sumber:
Raharyanti,2012
Berdasarkan tabel kebutuhan siswa
lambat belajar di atas menunjukkan bahwa siswa lambat belajar perlu perhatian
khusus dari guru untuk memaksimalkan hasil maupun proses belajarnya, baik dari
aspek lingkungan, materi, penugasan, maupun teknik dalam memanajemen.
6. Penerapan Layanan Siswa Lambat
Belajar dalam Pembelajaran Biologi
Penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa ada korelasi yang
tinggi antara skor tes bakat/ pembawaan/IQ siswa dengan skor hasil belajar
siswa. Akan tetapi Carroll Ishack dan Warji (1987) dalam Chrisnajanti
(2002) berpendapat bahwa bakat/ IQ bukan
merupakan indeks tingkat penguasaan yang dapat dicapai siswa, melainkan
merupakan ukuran kecepatan belajar untuk menguasai materi suatu pelajaran.
Dengan pengertian lain bahwa siswa IQ tinggi akan dapat menguasai materi
pelajaran lebih cepat dibandingkan siswa dengan IQ rendah. Ini berarti penguasaan
materi dapat dicapai oleh setiap siswa, baik memiliki IQ tinggi maupun rendah,
asalkan kepadanya diberikan waktu yang cukup dan pelayanan yang tepat.
Melalui prinsip belajar tuntas, diharapkan rata-rata tingkat
keberhasilan siswa dalam menguasai materi pelajaran akan meningkat. Hal ini
disebabkan siswa-siswa yang lambat dalam hal menangkap pelajaran telah mendapat
perhatian dan kesempatan sehingga dapat menguasai program pengajaran pokok
(Chrisnajanti,2002).
Kualitas pembelajaran Biologi sangat ditentukan oleh pendekatan
yang digunakan guru dalam proses pembelajaran. Ketepatan dalam menggunakan
pendekatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru akan dapat membangkitkan
motivasi, meningkatkan minat siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan,
serta meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa. Umumnya
pembelajaran Biologi yang berlangsung di sekolah masih menggunakan pendekatan
pembelajaran yang konvensional, antara lain pendekatan ekspositori, yaitu
pendekatan pembelajaran dimana pusat pengajaran berada di tangan guru. Dalam
hal ini guru lebih aktif memberikan informasi dalam menerangkan suatu konsep,
hal ini akan menimbulkan siswa menjadi pasif dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran.
Kegiatan belajar mengajar sebaiknya guru tidak hanya menyampaikan
konsep dan teori saja tetapi juga menekankan pada bagaimana caranya agar siswa
dapat memperoleh konsep dan teori tersebut. Selain itu konsep Biologi yang
diterima siswa hanya sekedar dari guru dan buku teks. Siswa jarang diajak oleh
gurunya untuk langsung ke lapangan dan memahami materi secara nyata (tidak
dikaitkan dengan objek biologi dalam keseharian siswa). Terdapat salah satu
pendekatan yang dapat diterapkan untuk mengatasi beberapa permasalahan dalam
pembelajaran Biologi tersebut, yaitu Contextual Teaching and Learning
(CTL) (Chris.
Sedangkan menurut Ceningnawa (2012) model pembelajaran untuk slow
learner adalah sebagai berikut.
a) Pembelajaran Inklusi
Dimana siswa berkebutuhan khusus bekerja bersama-sama dengan
anak-anak normal (kelas reguler), namun bila siswa berkebutuhhan khusus tidak
dapat mencapai kemampuan yang telah ditetapkan , maka siswa akan ditarik dari
kelas reguler ke ruang sumber untuk mendapatkan layanan khusus. Bagi guru,
mobel ini mampu meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam pembelajaran, bagi
peserta didik mampu menumbuhkan minat, motivasi, rasa percaya diri, saling
bekerja sama, dan saling menghargai dalam belajar. Dalam model layanan ini,
anak-anak berbakat ditempatkan sekelas (inklusif ) dengan anak-anak
lain, termasuk anak-anak penyandang kebutuhan khusus lainnya seperti anak
dengan kesulitan belajar dan anak cacat. Guru yang telah
memperoleh pelatihan khusus dalam bidang keterbakatan memberikan perhatian
khusus kepada anak-anak berbakat ini agar kebutuhan pendidikan khususnya dapat
terpenuhi. Layanan khusus tersebut terutama berupa pemberian materi pngayaan.
Dalam model ini anak berbakat sering di fungsikan sebagai tutor bagi
anak-anak yang lain.
b) Strategi Keberagaman
Untuk merealisasikan layanan pendidikan yang sesuai dengan
kemampuan setiap anak dari masing-masing kelompoknya, maka digunakan strategi
pembelajaran yang mendasarkan pada keberagaman kemampuan belajar yang
berbeda-beda. Strategi belajar ini dapat diterapkan dengan efektif karena dapat
mengalami perubahan dan penyesuaian antara kemampuan belajar peserta didik
dengan tujuan/target, alokasi waktu, penghargaan/ hadiah, tugas-tugas/
pekerjaan, dan bantuan kepada anak masing-masing kelompok yang beragam meskipun
dalam satu kelas dengan tema dan matapelajaran yang sama. Sehingga memudahkan
untuk anak slowlearner belajar.
c) Model Cluster Grouping
Model ini mirip dengan model strategi keberagaman. Dalam model ini,
anak-anak berbakat dari semua tingkatan kelas yang sama disatu sekolah,
dikelompokkan dalam satu kelas. Kelompok tersebut terdiri dari 5 sampai 8
siswa dan dibimbing oleh seorang guru yang telah memperoleh pelatihan
dalam mengajar anak-anak berkemampuan luar biasa. Dalam satu cluster
group, anak belajar bersama-sama dengan anak-anak lain dari berbagai tingkat
kemampuan, tetapi dalam bidangkeluarbiasaannya, mereka belajar terpisah.
d) Tracking System
Dalam tracking system, siswa-siswa diklasifikasikan berdasarkan
kemampuannya dan setiap klasifikasi ditempatkan dalam satu kelas yang
sama. Jadi anak-anak berbakatakan berada dalam kelas khusus siswa berbakat
sepanjang masa sekolahnya.
e) Bermain Peran (Role Playing)
Bermain peran merupakan salah satu model pembelajaran yang
diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan
antarmanusia (interpersonal relationship), terutama yang menyangkut kehidupan
peserta didik. Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi,
kemampuan kerjasama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian
Melalui bermain peran, peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan
antarmanusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga secara
bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi parasaan-perasaan, sikap-sikap,
nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah.
Tahapan pembelajaran bermain peran meliputi : (1) menghangatkan
suasana dan memotivasi peserta didik; (2) memilih peran; (3) menyusun
tahap-tahap peran; (4) menyiapkan pengamat; (5) menyiapkan pengamat; (6) tahap
pemeranan; (7) diskusi dan evaluasi tahap diskusi dan evaluasi tahap I ; (8)
pemeranan ulang; dan (9) diskusi dan evaluasi tahap II; dan (10) membagi
pengalaman dan pengambilan keputusan.
f) Pembelajaran Partisipatif
(Participative Teaching and Learning)
Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning)
merupakan model pembelajaran dengan melibatkan peserta didik secara aktif dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Dengan meminjam pemikiran
Knowles, (E.Mulyasa,2003) menyebutkan indikator pembelajaran partsipatif, yaitu
: (1) adanya keterlibatan emosional dan mental peserta didik; (2) adanya
kesediaan peserta didik untuk memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan;
(3) dalam kegiatan belajar terdapat hal yang menguntungkan peserta didik.
7. Kesimpulan
Slow Learner adalah siswa
yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama
dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf intelektual yang relatif
sama.
Layanan yang dapat diberikan bagi siswa yang
berkemampuan belajar lambat adalah dengan memberikan pengajaran remidial (remedial teaching), sehingga untuk
menyelesaikan materi kurikulum membutuhkan waktu yang lebih panjang
dibandingkan siswa-siswa lainnya.
Slow learner sulit untuk diidentifikasi karena mereka
tidak berbeda dalam penampilan luar dan dapat berfungsi secara normal pada
sebagian besar situasi. Mereka memiliki fisik yang normal, memiliki memori yang
memadai, dan memiliki akal sehat.
Siswa lambat belajar dapat
didik bersama dengan murid-murid yang normal, tetapi mereka tidak dapat
diharapkan mencapai hasil belajar sebaik yang dicapai oleh murid-murid yang
normal.
Berdasarkan beberapa bentuk program layanan belajar
bagi siswa lambat belajar terdapat beberapa program yang mungkin dapat
dilaksanakan dalam pembelajaran biologi, yaitu program pengajatan remedial
serta metode tertentu yang mendukung pembelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar