Nama : Linda Tri Antika
NIM/ Kelas :
130341816943 / A
Resume untuk Tanggal : Kamis, 19 September 2013
1.
Munculnya Teori
Behaviorisme
Teori
belajar berpangkal pada pandangan hakikat manusia, yaitu hakikat manusia
menurut pandangan john locke yaitu manusia merupakan organisme yang pasif.
Locke menganggap bahwa manusia seperti kertas putih, hendak ditulisi apa kertas
itu sangat tergantung pada orang yang menulisnya. Dari pandangan ini muncul aliran
belajar behavioristik-elementeristik. Behaviorisme secara keras menolak unsur-unsur
kesadaran yang tidak nyata sebagai obyek studi dari psikologi, dan membatasi
diri pada studi tentang perilaku yang nyata. Dengan demikian, Behaviorisme
tidak setuju dengan penguraian jiwa ke dalam elemen seperti yang dipercayai
oleh strukturalism. Berarti juga behaviorisme sudah melangkah lebih jauh dari
fungsionalisme yang masih mengakui adanya jiwa dan masih memfokuskan diri pada
proses-proses mental. Dasar-dasar pemikiran Behaviorisme sudah ditemui
berabad-abad sebelumnya, sebagai berikut.
a.
Teori
Belajar Menurut Thorndike
Belajar
menurut Thorndike adalah
proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang
merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal
lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi
yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran,
perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan
belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit
yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat
mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur
tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan
teori koneksionisme (Slavin, 2000).
b.
Teori
Belajar Menurut Watson
Watson menyatakan belajar adalah proses interaksi
antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat
diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya
perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun
dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan
karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena
kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau
Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh
mana dapat diamati dan diukur.
c.
Teori
Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga
menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan
pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles
Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku
bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh
sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan
kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi
sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan)
dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun
respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah
laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis
(Gredler, 1991).
d.
Teori
Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar
Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang
disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh
gerakan yang sama (Gredler, 1991).
Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk
menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir
yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang
dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar
tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara
stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena itu dalam kegiatan belajar
peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan
respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment)
memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat
yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang. Saran utama dari teori
ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Siswa
harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru
tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Gredler, 1991).
e.
Teori Belajar Menurut
Skinner
Menurut Skinner
hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan
lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah
sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon
yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang
diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan
mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki
konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya
mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000).
f.
Ivan
Petrovich Pavlov (1849-1936)
Teori
pelaziman klasik adalah memasangkan
stimulus yang netral atau stimulus yang terkondisi dengan stimuli tertentu yang
tidak terkondisikan, yang melahirkan perilaku tertentu. Setelah pemasangan ini
terjadi berulang-ulang, stimulus yang netral melahirkan respons terkondisikan.
Pavlov
mengadakan percobaan laboratories terhadap anjing. Dalam percobaan ini anjing
di beri stimulus bersarat sehingga terjadi reaksi bersarat pada anjing. Contoh
situasi percobaan tersebut pada manusia adalah bunyi bel di kelas untuk penanda
waktu tanpa disadari menyebabkan proses penandaan sesuatu terhadap
bunyi-bunyian yang berbeda dari pedagang makan, bel masuk, dan antri di bank.
Dari contoh tersebut diterapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat
dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat
untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan. Sementara individu tidak
sadar dikendalikan oleh stimulus dari luar. Belajar menurut teori ini adalah
suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang
menimbulkan reaksi.Yang terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah
adanya latihan dan pengulangan. Kelemahan teori ini adalah belajar hanyalah
terjadi secara otomatis keaktifan dan penentuan pribadi dihiraukan.
g.
Albert
Bandura (1925-sekarang)
Ternyata tidak
semua perilaku dapat dijelaskan dengan pelaziman. Bandura menambahkan konsep
belajar sosial (social learning). Ia mempermasalahkan peranan ganjaran
dan hukuman dalam proses belajar. Kaum behaviorisme tradisional menjelaskan
bahwa kata-kata yang semula tidak ada maknanya, dipasangkan dengan lambang atau
obyek yang punya makna (pelaziman klasik).
Teori belajar Bandura
adalah teori belajar sosial atau kognitif sosial serta efikasi diri yang
menunjukkan pentingnya proses mengamati dan meniru perilaku, sikap dan emosi
orang lain. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi
tingkah laku timbal balik yang berkesinambungan antara perilaku dan pengaruh
lingkungan. Faktor-faktor yang berproses dalam observasi adalah perhatian,
mengingat, produksi motorik, motivasi.
2.
Pengertian
Teori Belajar Behaviorisme
Teori belajar behaviorisme adalah
sebuah teori yang dicetuskan oleh Gagne dan Berliner tentang perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini
lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang
dikenal sebagai aliran behaviorisme. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku
yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behaviorisme dengan
model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai
individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode
pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila
diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan
akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon
(Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat
menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting
adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus
adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa
reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk
diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat
diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus)
dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan
diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal
penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Faktor
lain yang dianggap penting oleh aliran behaviorisme adalah faktor penguatan (reinforcement).
Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan
semakin kuat.
Teori
behaviorisme banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi
belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan
pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus
dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan
behaviorisme kurang dapat menjelaskan
adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman
penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak
yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata
perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat
berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behaviorisme hanya mengakui adanya
stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya
pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati
tersebut.
Teori
behaviorisme cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen,
tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan
proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau
mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas
berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang mempengaruhi proses
belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.
Skinner
dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behaviorisme memang tidak menganjurkan digunakannya
hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat
negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk
berpikir dan berimajinasi.
3.
Implementasi
Teori Behaviorisme
Teori
behaviorisme dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti;
tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan
dilaksanakan berpijak pada teori behaviorisme memandang bahwa pengetahuan
adalah obyektif, pasti, tidak berubah. Pengetahuan telah tersetruktur dengan
rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedang mengajar adalah
memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar atau siswa. Siswa diharapkan akan
memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa
yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Fungsi mind atau pikiran
adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melaluai proses
berfikir yang dapat dianalisis dan dipilih, sehingga makna yang dihasilkan dari
proses berfikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan
tersebut. Karena teori behaviorisme memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada
didunia nyata telah terstruktur rapi dan teratur, maka siswa atau orang yang
belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih
dahulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam
belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan
disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan
dikatagorikan sebagai kesalahan yang perlu diukum, dan keberhasilan belajar
atau kemampuan dikatagorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi
hadiah. Demikian juga ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu
keberhasilan belajar. Siswa atau peserta didik adalah objek yang harus
diperilakukan sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang
oleh sistem yang berada di luar dari siswa.
Tujuan
pembelajaran menurut teori behaviorisme ditekankan pada penambahan pengetahuan,
sedangkan belajar sebagai aktivitas yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan
kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.
Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampilan yang terisolasi
atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran
mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih
banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan
kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan
pada hasil belajar.
Evaluasi
menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya
menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut
jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai
dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan
tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian yang terpisah dari
kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan
pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara
individual.
DAFTAR
RUJUKAN
Gredler,
M. Dan Bell. 1991. Learning and Instructional Theory into Practice. Product Identifiers. ISBN-10, 002346240X. ISBN-13,
9780023462405.
Slavin,
Robert E. 2000. Cooperative Learning. Printed in United states of America.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar