BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan
merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya
pribadi manusia menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut,
pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem
pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas
dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Guru
adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan. Dalam
proses pendidikan di sekolah, guru memegang tugas ganda yaitu sebagai pengajar
dan pendidik. Sebagai pengajar guru bertugas menuangkan sejumlah bahan
pelajaran ke dalam otak anak didik, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas
membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap,
aktif, kreatif, dan mandiri. Djamarah (2002) berpendapat bahwa baik mengajar
maupun mendidik merupakan tugas dan tanggung jawab guru sebagai tenaga
profesional2. Oleh sebab itu, tugas yang
berat dari seorang guru ini pada dasarnya hanya dapat dilaksanakan oleh guru
yang memiliki kompetensi profesional yang tinggi sehingga menyebabkan
peningkatan mutu dan hasil pembelajaran.
Peningkatan
mutu pendidikan dapat dicapai melalui berbagai cara, antara lain: melalui
peningkatan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan lainnya, pelatihan dan
pendidikan, atau dengan memberikan kesempatan untuk menyelesaikan
masalah-masalah pembelajaran dan nonpembelajaran secara profesional lewat
penelitian tindakan secara terkendali. Upaya meningkatkan kualitas pendidik dan
tenaga kependidikan lainnya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi
saat menjalankan tugasnya akan memberi
dampak positif ganda. Pertama,
peningkatan kemampuan dalam menyelesaikan masalah pendidikan dan pembelajaran
yang nyata. Kedua, peningkatan
kualitas isi, masukan, proses, dan hasil belajar. Ketiga, peningkatan
keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan lainnya. Keempat, penerapan
prinsip pembelajaran berbasis penelitian (Santyasa, 2007).
Dalam
menjalankan tugasnya, secara ideal guru merupakan agen pembaharuan. Sebagai
agen pembaharuan, guru diharapkan selalu melakukan langkah-langkah inovatif
berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi terhadap pembelajaran yang telah
dilakukannya. Langkah inovatif sebagai bentuk perubahan paradigma guru tersebut
dapat dilihat dari pemahaman dan penerapan guru tentang Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) dan Lesson Study (Santyasa, 2007).
Berdasarkan
uraian di atas, maka penulis akan menguraikan secara rinci mengenai Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) dan Lesson Study serta pentingnya kedua penerapan tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di
atas, maka rumusan masalah yang dapat diambil adalah sebagai berikut.
1.2.1
Apa definisi
Penelitian Tindakan Kelas (PTK)?
1.2.2
Apa definisi Lesson
Study?
1.2.3
Mengapa PTK penting
bagi guru dan calon guru?
1.2.4
Mengapa Lesson
Study penting bagi guru dan calon guru?
1.2.5
Bagaimana hubungan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan Lesson Study?
1.3 Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan agar mahasiswa
dapat:
1.3.1
Memahami definisi Penelitian
Tindakan Kelas (PTK).
1.3.2
Memahami definisi Lesson
Study.
1.3.3
Mengetahui pentingnya
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) bagi guru dan calon guru.
1.3.4
Mengetahui pentingnya
Lesson Study bagi guru dan calon guru.
1.3.5
Mengetahui hubungan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan Lesson Study.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
2.1.1
Pengertian Penelitian
Tindakan Kelas (PTK)
Susilo, Chotimah, dan Sari (2011) menyatakan bahwa
secara sederhana, PTK dapat diartikan sebagai sebuah proses investigasi
terkendali yang berdaur ulang dan bersifat reflektif mandiri yang dilakukan
oleh guru/ calon guru yang memiliki tujuan untuk melakukan perbaikan-perbaikan
terhadap sistem, cara kerja, proses, isi, kompetensi, atau situasi
pembelajaran.
Ditambahkan pula dengan definisi lainnya yang
menyebutkan bahwa penelitian tindakan adalah penelitian tentang, untuk, dan
oleh masyarakat dengan memanfaatkan interaksi, partisipasi, dan kolaborasi
antara peneliti dengan kelompok sasaran. Selain itu, PTK juga diartikan sebagai
salah satu strategi penyelesaian masalah yang memanfaatkan tindakan nyata dan
proses pengembangan kemampuan dalam mendeteksi dan menyelesaikan masalah. Dalam
prosesnya, pihak-pihak yang terlibat saling mendukung satu sama lain dengan
melengkapi fakta-fakta dan mengembangkan kemampuan analisis. Dalam praktiknya,
penelitian tindakan kelas menggabungkan tindakan bermakna dengan prosedur
penelitian. Hal itu merupakan suatu upaya menyelesaikan masalah sekaligus
mencari dukungan ilmiahnya. Secara sadar pihak yang terlibat (calon guru, guru,
dosen, widyaiswara, instruktur, kepala sekolah, dan warga masyarakat) mencoba
merumuskan suatu tindakan atau intervensi yang diperhitungkan dapat
menyelesaikan masalah atau memperbaiki situasi dan diperkirakan secara cermat
mengamati pelaksanaannya untuk memahami tingkat keberhasilannya.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian
reflektif yang dilaksanakan secara siklis (berdaur) oleh guru/ calon guru di
dalam kelas. Dikatakan demikian karena proses PTK dimulai dari tahapan
perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi untuk memecahkan masalah dan
mencobakan hal-hal baru demi peningkatan kualitas pembelajaran (Susilo,
Chotimah, dan Sari, 2011).
2.1.2
Karakteristik Penelitian
Tindakan Kelas (PTK)
Dalam Susilo, Chotimah, dan Sari (2011) dijelaskan
bahwa penelitian tindakan kelas mempunyai cirri khas yang dapat membedakannya
dengan jenis penelitian lain. Sesuai dengan namanya, cirri khas penelitian
tindakan kelas adalah sebagai berikut.
a. Masalah yang diteliti berupa masalah praktik
pembelajaran sehari-hari di kelas yang dihadapi oleh guru/ calon guru, termasuk
bagaimana membelajarkan siswa dengan pendekatan kontekstual, bagaimana
mengembangkan kecakapan hidup siswa, bagaimana mengembangkan kompetensi siswa
berdasarkan KTSP.
b. Diperlukan tindakan-tindakan tertentu untuk memecahkan
masalah tersebut dalam rangka memperbaiki/ meningkatkan pembelajaran di kelas.
c. Terdapat perbedaan keadaan sebelum dan sesudah
dilakukan PTK.
Guru sendiri yang berperan sebagai peneliti, baik
secara perorangan maupun kelompok. Pihak lain seperti calon guru, kepala
sekolah, pengawas, atau dosen dapat bertindak secara kolaboratif sebagai mitra
peneliti. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ciri khas penelitian tindakan
kelas berfokus pada masalah praktis pembelajaran di kelas, adanya tindakan
untuk memperbaiki proses, dan menekankan pada pengembangan keprofesionalan guru
(Susilo, Chotimah, dan Sari, 2011).
Ditambahkan pula oleh Santyasa (2007) mengenai
karakteristik PTK yang
sekaligus dapat membedakannya dengan penelitian
formal adalah sebagai berikut.
a.
PTK merupakan prosedur penelitian di kelas yang
dirancang untuk menanggulangi masalah nyata yang dialami Guru berkaitan dengan
siswa di kelas itu. Ini berarti, bahwa rancangan penelitian diterapkan
sepenuhnya di kelas itu, termasuk pengumpulan data, analisis, penafsiran,
pemaknaan, perolehan temuan, dan penerapan temuan. Semuanya dilakukan di kelas
dan dirasakan oleh kelas itu.
b.
Metode PTK diterapkan secara kontekstual, dalam
arti bahwa variabel-variabel yang ditelaah selalu berkaitan dengan keadaan
kelas itu sendiri. Dengan demikian, temuan hanya berlaku untuk kelas itu
sendiri dan tidak dapat digeneralisasi untuk kelas yang lain. Temuan PTK
hendaknya selalu diterapkan segera dan ditelaah kembali efektivitasnya dalam
kaitannya dengan keadaan dan suasana kelas itu.
c.
PTK terarah pada suatu perbaikan atau
peningkatan kualitas pembelajaran, dalam arti bahwa hasil atau temuan PTK itu
adalah pada diri Guru telah terjadi perubahan, perbaikan, atau peningkatan
sikap dan perbuatannya. PTK akan lebih berhasil jika ada kerja sama antara
Guru-Guru di sekolah, sehingga mereka dapat sharing permasalahan, dan
apabila penelitian telah dilakukan, selalu diadakan pembahasan perencanaan
tindakan yang dilakukan. Dengan demikain, PTK itu bersifat kolaborasi dan
kooperatif.
d.
PTK bersifat luwes dan mudah diadaptasi. Dengan
demikian, maka cocok digunakan dalam rangka pembaharuan dalam kegiatan kelas.
Hal ini juga memungkinkan diterapkannya suatu hasil studi dengan segera dan
penelaahan kembali secara berkesinambungan.
e.
PTK banyak mengandalkan data yang diperoleh
langsung atas refleksi diri peneliti. Pada saat penelitian berlangsung Guru
sendiri dibantu rekan lainnya mengumpulkan informasi, menata informasi,
membahasnya, mencatatnya, menilainya, dan sekaligus melakukan tindakan-tindakan
secara bertahap. Setiap tahap merupakan tindakan lanjut tahap sebelumnya.
f.
PTK sedikitnya ada kesamaan dengan penelitian
eksperimen dalam hal percobaan tindakan yang segera dilakukan dan ditelaah
kembali efektivitasnya. Tetapi, PTK tidak secara ketat memperdulikan
pengendalian variabel yang mungkin mempengaruhi hasil penelaahan. Oleh karena
kaidah-kaidah dasar penelitian ilmiah dapat dipertahankan terutama dalam
pengambilan data, perolehan informasi, upaya untuk membangun pola tindakan,
rekomnedasi dan lain-lain, maka PTK tetap merupakan proses ilmiah.
g.
PTK bersifat situasional dan spesisifik, yang
pada umumnya dilakukan dalam bentuk studi kasus. Subyek penelitian sifatnya
terbatas, tidak representatif untuk merumuskan atau generalisasi. Penggunaan
metoda statistik terbatas pada pendekatan deskriptif tanpa inferensi.
2.1.3
Prinsip Penelitian
Tindakan Kelas (PTK)
Menurut Hopkins (1993: 57-61) dalam Santyasa
(2007), terdapat 6 prinsip penelitian tindakan kelas. Prinsip-prinsip tersebut
adalah sebagai berikut.
1)
Sebagai seorang guru yang pekerjaan utamanya
adalah mengajar, seyogyanya PTK yang dilakukan tidak mengganggu komitmennya
sebagai pengajar. Ada dua hal penting terkait dengan prinsip ini. Pertama,
mungkin metode pembelajaran yang diterapkannya dalam PTK tidak segera dapat
memperbaiki pembelajarannya, atau hasilnya tidak jauh berbeda dengan metode
yang digunakan sebelumnya. Sebagai pertanggungjawaban profesional, Guru
hendaknya selalu secara konsisten menemukan sebabnya, mencari jalan keluar
terbaik, atau menggantinya agar mampu memfasilitasi para siswa dalam belajar
dan meningkatkan hasil belajar secara lebih optimal. Kedua, banyaknya
siklus yang diterapkan hendaknya mengutamakan pada ketercapaian kriteria
keberhasilan, misalnya pembentukan pemahaman yang mendalam (deep
understanding) ketimbang sekadar menghabiskan kurikulum (content
coverage), dan tidak semata-mata mengacu pada kejenuhan informasi (saturation
of information).
2)
Teknik pengumpulan data tidak menuntut waktu
dan cara yang berlebihan. Sedapat mungkin hendaknya dapat diupayakan prosedur
pengumpulan data yang dapat ditangai sendiri, sementara Guru tetap aktif
sebagai mana biasanya. Teknik pengumpulan data diupayakan sesederhana mungkin,
asal mampu memperoleh informasi yang cukup signifikan dan dapat dipercaya
secara metodologis.
3)
Metodologi yang digunakan hendaknya dapat
dipertanggung jawabkan reliabilitasnya yang memungkinkan Guru dapat
mengidentifikasi dan merumuskan hipotesis secara meyakinkan, mengembangkan
strategi yang dapat diterapkan pada situasi kelas, serta memperoleh data yang
dapat digunakan untuk membuktikan hipotesis tindakannya. Jadi, walaupun
terdapat kelonggaran secara metodologis, namun PTK mestinya tetap dilaksanakan
atas dasar taat kaidah keilmuan.
4)
Masalah yang terungkap adalah masalah yang
benar-benar membuat Guru galau, sehingga atas dasar tanggung jawab profesional,
dia didorong oleh hatinya untuk memiliki komitmen dalam rangka menemukan jalan
keluarnya melalui PTK. Komitmen tersebut adalah dorongan hati yang paling dalam
untuk memperoleh perbaikan secara nyata proses dan hasil pelayanannya pada
siswa dalam menjalankan tugas-tugas kesehariannya dibandingkan dengan proses
dan hasil-hasil sebelumnya. Dengan demikian, mengajar adalah penelitian yang
dilakukan secara berkelanjutan dalam rangka mengkonstruksi pengetahuan sendiri
agar mampu melakukan perbaikan praktiknya.
5)
Pelaksanaan PTK seyogyanya mengindahkan tata
krama kehidupan berorganisasi. Artinya, PTK hendaknya diketahui oleh kepala
sekolah, disosialisasikan pada rekanrekan Guru, dilakukan sesuai dengan
kaidah-kaidah keilmuan, dilaporkan hasilnya sesuai dengan tata krama penyusunan
karya tulis ilmiah, dan tetap mengedepankan kepentingan siswa layaknya sebagai
manusia.
6)
Permasalahan yang hendaknya dicarikan solusinya
lewat PTK hendaknya tidak terbatas hanya pada konteks kelas atau mata pelajaran
tertentu, tetapi tetap mempertimbangkan perspektif sekolah secara keseluruhan.
Dalam hal ini, pelibatan lebih dari seorang pelaku akan sangat mengakomodasi
kepentingan tersebut.
2.1.4
Prosedur Penelitian
Tindakan Kelas (PTK)
PTK merupakan proses pengkajian suatu masalah
pada suatu kelas melalui sistem daur ulang dari berbagai kegiatan, seperti yang
ditunjukkan pada Bagan 1.
Bagan 1. Daur Ulang dalam Penelitian Tindakan Kelas
Daur
tersebut dapat dilaksanakan bertolak dari hasil refleksi diri tentang adanya
unsure ketidakpuasan diri sendiri terhadap kinerja yang dilakukan dan yang
dilalui sebelumnya. Misalnya, Guru sadar bahwa hasil belajar siswa pada bidang
studi yang diasuh selalu terpuruk. Guru saat itu berpikir tentang strategi
pembelajaran yang diterapkan selama ini, fasilitas yang mendukung pelajaran,
lalu mencari kelemahan-kelemahan kinerja yang telah dilakukan yang diduga
sebagai penyebab terpuruknya hasil belajar siswa (Santyasa, 2007).
Untuk
merencanakan tindakan perbaikan, ada beberapa pertanyaan yang dapat membantu
Guru, sebagai berikut.
a)
Apa kepedulian anda terhadap kelas itu?
b)
Mengapa anda peduli terhadap hal tersebut?
c)
Apa yang menurut pendapat anda, anda dapat
lakukan berkenan dengan hal itu?
d)
Bukti-bukti yang bagaimana yang dapat anda
kumpulkan untuk membantu menelaah apa yang terjadi?
e)
Bagaimana anda akan mengumpulkan buktibukti
itu?
f)
Bagaimana anda akan memeriksa bahwa
pertimbangan anda mengenai apa yang terjadi itu cukup tepat dan cermat?
Jawaban
terhadap pertanyaan-pertanyaan itu akan menghasilkan penilaian praktis tentang
situasi yang dihadapi dan menghasilkan pula rencana yang mungkin digunakan
untuk menangani situasi itu. Dalam hal seperti itu, daur ulang yang serupa
dengan yang dikemukakan tersebut terjadi pula, yaitu dengan terjadinya apa yang
dirasakan Guru.
1) Guru
mengalami suatu masalah dalam mengajar apabila sistem nilai yang diperoleh
tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum.
2) Guru
membayangkan pemecahan masalah tersebut.
3) Guru bertindak
sesuai dengan cara pemecahan yang dibayangkan.
4) Guru
menilai hasil upaya pemecahan itu.
5) Guru
memperbaiki praktik, rencana, dan gagasan-gagasan mengajar dengan strategi baru
sesuai dengan hasil penilaian itu.
6) Guru
menerangkan hasil perubahan itu sambil menelaah dampaknya terhadap hasil
kerjanya (Santyasa, 2007).
2.1.1
Proses Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Keseluruhan
proses PTK selengkapnya terdiri atas tahapan-tahapan seperti yang dilukiskan
pada Bagan 2, yang pada pokoknya terdiri dari empat tahapan.
Bagan 2. Proses Siklus Penelitian Tindakan
Kelas
1)
Refleksi Awal, Gagasan Umum, Penelaahan
Lapangan, dan Tema Kepedulian
Keempat tahapan berpikir ini adalah langkah
awal yang merupakan akumulasi dan rasa ketidakpuasan seorang Guru atau hasil
renungannya terhadap kinerja yang dilakukan. Refleksi awal tidak lain merupakan
latar belakang masalah untuk melahirkan gagasan umum. Penelaahan lapangan
adalah keberhasilan dalam mengidentifikasi permasalahan yang ada. Menganalisis
sumber penyebabnya, dan berdasarkan logika ilmiah diwujudkanlah tema kepedulian
yang merupakan permasalahan pokok yang akan diteliti.
Agar hasil penelaahan lapangan dapat seakurat
mungkin, maka Guru dianjurkan menyimak kepustakaan penelitian pendidikan
(jurnal dan buku sumber) dan pengalaman pribadinya. Hal ini akan membantu kerja
yang lebih tepat. Di samping itu, kajian kepustakaan akan menyadarkan Guru ke
arah kesiapan pengenalan nilai-nilai pendidikan, nilai-nilai sosial, minat
siswa dan atau kelompok kerjanya, yang semuanya akan mempengaruhi rasionalitas,
keterbukaan, dan keserasian kerja.
2)
Perencanaan
Perencanaan selalu mengacu kepada tindakan apa
yang dilakukan, dengan mempertimbangkan keadaan dan suasana obyektif dan
subyektif. Dalam perencanaan tersebut, perlu dipertimbangkan tindakan khusus
apa yang dilakukan, apa tujuannya. Mengenai apa, siapa melakukan, bagaimana
melakukan, dan apa hasil yang diharapkan. Setelah pertimbangan itu dilakukan,
maka selanjutnya disusun gagasan-gagasan dalam bentuk rencana yang dirinci.
Kemudian gagasan-gagasan itu diperhalus, hal-hal yang tidak penting
dihilangkan, pusatkan perhatian pada hal yang paling penting dan bermanfaat
bagi upaya perbaikan yang dipikirkan. Sebaiknya perencanaan tersebut
didiskusikan dengan Guru yang lain untuk memperoleh masukan. Berkaitan dengan
contoh permasalahan dan tema kepedulian yang telah diuarikan tersebut,
alternatif perencanaan untuk melaksanakan PTK adalah menyiapkan rancangan
pembelajaran dan lembaran kerja siswa dengan model Problem-Based Learning,
mengalokasikan waktu sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran model
Problem-Based Learning, menyiapkan pedoman observasi, pedoman penilaian
kinerja, , menyiapkan tes kompetensi kognitif, menyiapkan tes sikap,
meyiapkan format observasi, menyiapkan angket respon siswa.
3)
Pelaksanaan Tindakan
Jika perencanan yang telah dirumuskan
sebelumnya merupakan perencanaan yang cukup matang, maka proses tindakan
semata-mata merupakan pelaksanaan perencanaan itu. Namun, kenyataan dalam
praktik tidak sesederhana yang dipikirkan. Oleh sebab itu, pelaksanaan tindakan
boleh jadi berubah atau dimodifikasi sesuai dengan keperluan di lapangan.
Tetapi jangan sampai modifikasi yang dilakukan terlalu jauh menyimpang. Jika
perencanaan yang telah dirumuskan tidak dilaksanakan, maka Guru hendaknya
merumuskan perencanaan kembali sesuai dengan fakta baru yang diperoleh.
Sesuai dengan contoh permasalahan yang
diuraikan sebelumnya, maka tindakan dapat dilakukan sesuai dengan berikut.
Pertama-tama Guru menyajikan permasalahan kepada siswa. Selanjutnya, dia bisa
memulai pembelajaran dengan langkah-langkah sesuai dengan model Problem-Based
Learning. Jika perencanaan telah menetapkan pelaksanaan asesmen kinerja
diadakan setiap kali pertemuan, lakukanlah asesmen kinerja tersebut dengan
seksama. Hasil asesmen dianalisis sekaligus diberi komentar pada masing-masing
konsep yang menjadi materi kinerja para siswa. Komentar hendaknya menyatakan
penilaian kuantitatif pada setiap tahap yang dikehendaki secara logis. Komentar
berikut nilai dikembalikan kepada siswa untuk dibahas pada pertemuan
berikutnya. Agar waktunya efisien, maka diadakan identifikasi kesalah pahaman
siswa sekaligus dapat dikelompokkan jenis-jenis kesalah pahaman tersebut.
Setelah pembahasan tentang hasil asesmen tersebut selesai, mulailah
pembelajaran topik baru, dan demikian seterusnya.
4)
Observasi dan Evaluasi
Hal yang tidak bisa dilupakan, bahwa sambil
melakukan tindakan hendaknya juga dilakukan pemantauan secara cermat tentang
apa yang terjadi. Dalam pemantauan itu, lakukan pencatatan-pencatatan sesuai
dengan form yang telah disiapkan. Catat pula gagasan-gagasan dan kesan-kesan
yang muncul, dan segala sesuatu yang benar-benar terjadi dalam proses
pembelajaran. Secara teknis operasional, kegiatan pemantauan dapat dilakukan
oleh Guru lain. Di sinilah letak kerja kolaborasi antar profesi. Namun, jika
petugas pemantau itu bukan rekanan peneliti, sebaiknya diadakan sosialisasi
materi pemantauan untuk menjaga agar data yang dikumpulkan tidak terpengaruh
minat pribadinya.
Untuk memperoleh data yang lebih obyektif, guru
dapat menggunakan alat-alat optik atau elektronik, seperti kamera, perekam
video, atau perekam suara. Pada setiap kali akan mengakhiri penggalan kegiatan,
lakukanlah evaluasi terhadap hal-hal yang telah direncanakan. Jika observasi
berfungsi untuk mengenali kualitas proses tindakan, maka evaluasi berperanan
untuk mendeskripsikan hasil tindakan yang secara optimis telah dirumuskan
melalui tujuan tindakan. Seacara ilustratif, berkaitan dengan contoh
permasalahan yang telah diungkapkan sebelumnya, maka pemantauan dilakukan untuk
mengamati selama pembelajaran, mengamati interaksi selama proses
penyelidikan berlangsung, mengamati respon siswa terhadap proses
pembelajaran. Sedangkan evaluasi ditujukan kepada hasil belajar siswa
melalui asesmen kinerja, portofolio, tes, dan
respon siswa melalui penyebaran angket.
5)
Refleksi
Refleksi adalah suatu upaya untuk mengkaji apa
yang telah terjadi, yang telah dihasilkan, atau apa yang belum dihasilkan, atau
apa yang belum tuntas dari langkah atau upaya yang telah dilakukan. Dengan
perkataan lain, refleksi merupakan pengkajian terhadap keberhasilan atau
kegagalan pencapaian tujuan. Untuk maksud ini, Guru hendaknya terlebih dahulu
menentukan kriteria keberhasilan. Refleksi terdiri atas 5 komponen.
Komponen-komponen tersebut dilukiskan pada Bagan 3.
Bagan 3. Komponen-komponen Refleksi dalam PTK
Kelima komponen itu dapat terjadi secara
berurutan, atau terjadi bersamaan. Apabila Guru selaku pelaksana PTK telah
memiliki gambaran menyeluruh mengenai apa yang terjadi pada fase sebelumnya,
maka kalau dia ingin melanjutkan tindakan berikutnya, dia harus memikirkan
faktor-faktor penyebabnya. Pengkajian seperti itu dilakukan dengan tetap
memperhatikan keseluruhan tema kepedulian PTK yang sedang berjalan dan tentu
saja dengan memperhatikan tujuan yang ingin dicapai atau perubahan yang diharapkan.
Dalam rangka menetapkan tindakan selanjutnya. Hasil refleksi hendaknya
didiskusikan sebelum diambil suatu keputusan, lebih-lebih hasil refleksi yang
akan digunakan sebagai dasar kesimpulan dan rekomendasi.
Berikut disajikan contoh ilustrasi refleksi. Misalkan
hasil observasi terungkap bahwa dari strategi (misalkan diskusi kelas)
yang telah digunakan dalam pembelajaran, ternyata siswa ribut, kurang
bertanggung jawab, kesiapannya kurang. Hasil observasi terhadap proses
pembahasan hasil asesmen diperoleh data bahwa siswa kurang aktif berinteraksi
terhadap materi pelajaran, temannya, dan terhadap Guru. Hasil analisis
kompetnsinya terungkap masih rendah (belum mencapai target minimal).
Respon siswa tidak bisa mengikuti pembelajaran secara optimal dalam waktu
singkat, sulit mendapat giliran dalam diskusi kelas, tidak ada
kesesuaian antara materi diskusi dengan materi tes, dan lain-lain. Terhadap
semua data tersebut, maka Guru melakukan refleksi.
Misalnya diskusi kelas diubah
menjadi diskusi kelompok, lebih banyak menyiapkan pertanyaan-pertanyaan dalam
diskusi, memberikan tugas sebelumnya kepada siswa, menunjuk secara
bergiliran siswa untuk mengerjakan tugas sekaligus dinilai secara
kualitatif atau kuantitatif, hasil asesmen didiskusikan kepada siswa
sebelum pembelajaran berikutnya, sasaran belajar dirumuskan secara
realistis yang mudah diukur, dan lain-lain.
Gambar 1 Model PTK yang Banyak Diadopsi di Indonesia
(Herlanti, 2010).
Pada perencanaan
(plan), kita melakukan proses identifikasi masalah dan penyebabnya,
kemudian menentukan hipotesis tindakan, membuat RPP/skenario pembelajaran,
mempersiapkan media pembelajaran yang mendukung, dan mempersiapkan cara merekam
(instrumen penelitian) dan menganalisis data mengenai proses dan hasil tindakan
perbaikan.
Pada pelaksanaan
(action) guru melaksanakan RPP/skenario yang telah dibuatnya.
Tetapi sebelum pelaksanaan harus dipastikan hal-hal berikut: Apa yang pertama
kali dilakukan? Bagaimana organisasi kelas? Siapa yang perlu menjadi
kolaborator saya? Siapa yang mengambil data? Pada saat pelaksanaan ini, guru
benar-benar harus terlebih dahulu memahami masing-masing siswa jangan sampai
ada yang menjadi obyek tindakan. Kelas diciptakan sebagai komunitas belajar
daripada laboratorium tindakan. Harus diingat bahwa dalam pelaksanaan PTK, kelas
tidak dibagi menjadi kelompok kontrol dan treatment (Herlanti, 2010).
Pada pengamatan
(Observe) guru melakukan pengamatan untuk memotret sejauh mana efektivitas
kepemimpinan atas tindakan telah mencapai sasaran. Efektivitas kepemimpinan
atasan dari suatu intervensi terus dimonitor secara reflektif. Selain itu guru
menguraikan jenis-jenis data yang dikumpulkan, cara pengumpulan data dan alat
koleksi data (angket/ wawancara/observasi dan lain-lain). Setelah selesai
praktek pengamatan, maka guru dan mitra kolaborasi sebaikanya melakukan diskusi
balikan (review discussion). Diskusi balikan ini sebaiknya dilakukan tidak
lebih dari 24 jam setelah observasi, suasana diskusi diupayakan mutually
supportive dan non threatening, diskusi bertolak dari rekaman
data yang diinterpretasikan secara bersama-sama, dan pembahasannya mengacu pada
penetapan sasaran serta pengembangan strategi perbaikan untuk menentukan
rencana berikutnya.
Pada kegiatan
refleksi (Reflect) guru sebagai peneliti dapat mengulas secara kritis
tentang perubahan yang terjadi yaitu siswa, suasana kelas dan guru. Pada tahap
ini, guru sebagai peneliti menjawab pertanyaan mengapa (why),
bagaimana (how) dan sejauhmana (to what extenct) intervensi
telah menghasilkan perubahan secara signifikan. Refleksi ini didasarkan
pada telaah hasil observasi dan diskusi balikan. Selain itu disarankan
membuat learning logs (catatan reflektif dan kritis) setiap hari,
sehingga perubahan-perubahan yang terjadi dapat dipotret setiap hari. Contoh
perubahan-perubahan yang harus diamati yaitu perubahan yang terjadi pada diri
siswa (hasil belajar, portofolio, perubahan sikap), guru (penguasaan kelas,
rasa percaya diri, peningkatan ketrampilan) dan suasana kelas (penampilan kelas
dan atmosfer kelas yang dapat menghasilkan interaksi yang akrab). Apa yang terjadi bila
pada siklus tersebut, peneliti belum mencapai indikator pencapaian tindakan?
alternatif pertama adalah guru dapat menyempurnakan intervensi sehingga pada
siklus kedua dikembangkan intervensi yang sama dan lebih disempurnakan.
Langkah-langkah sesuai dengan siklus pertama. Begitu seterusnya sampai peneliti
indikator pencapaian tindakan tercapai (Herlanti, 2010).
2.1 Lesson Study (LS)
2.1.1
Sejarah
Lesson Study
Istilah
Lesson Study (LS) pertama kali
diciptakan oleh Makoto Yoshida. Kajian LS didasarka pada kurikulum U. S yang
dirancang berdasarkan temuan-temuan penelitian unggul. Kajian tersebut
menggeser paradigma materi kurikulum dari “memanjakan” menuju “memberdayakan”.
Materi kurikulum dengan paradigma “memanjakan” kurang sesuai dengan
karakteristik siswa, sehingga substansi materi sering lepas konteks dan kurang
sesuai dengan kebutuhan siswa yang berakibat siswa menjadi kurang tertarik pada
pelajaran, pembelajaran menjadi kurang bermakna serta menjadikan siswa kurang
mengekspresikan kemampuannya. Sedangkan materi kurikulum dengan paradigma
“memberdayakan” artinya kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan siswa sehingga
siswa menjadi lebih tertarik dalam proses pembelajaran (Santyasa, 2009).
Lesson Study ini mempunyai sejarah
panjang, dan secara signifikan telah
membantu perbaikan dalam
pembelajaran (teaching) dan pembelajaran/proses belajar (learning) siswa
dalam kelas, juga dalam pengembangan kurikulum. Banyak
guru sekolah dasar dan sekolah menengah di
Jepang menyatakan bahwa Lesson
Study merupakan salah satu pendekatan
pengembangan profesi penting yang
telah membantu mereka tumbuh berkembang
sebagai profesional sepanjang karer mereka
(Yoshida, 1999 dalam Krisnawan, 2010).
Di Jepang
para guru dapat
meningkatkan ketrampilan/
kecakapan dalam mengajarnya melalui kegiatan Lesson Study, yakni belajar dari
suatu pembelajaran. Lesson
study merupakan salah satu bentuk
pembinaan guru (in-service) yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme guru. Lesson
study dilakukan di wilayah guru mengajar dengan menggunakan
kelas dalam lingkungan nyata,
sehingga akan membiasakan guru bekerja secara kolaboratif baik
dengan guru bidang studi
dan dengan guru diluar
bidang studi, bahkan dengan
masyarakat.
Lesson Study sampai di Indonesia melalui
program piloting yang dilaksanakan dalam proyek follow-up IMSTEP-JICA di tiga perguruan tinggi yaitu UNY, UPI dan
juga UM. Di UM sendiri Lessson Study diperkenalkan di Malang
secara formal oleh JICA expert
Eisoke Sai to, Ph.D. pada
bulan Januari 2004, selanjutnya diikuti kegiatan pengimplementasian Lesson Study di SMA
labotarium Universitas Negeri Malang. Lesson Study merupakan hal yang
baru bagi sebagian
sebagian besar guru. Lesson
Study diadopsi dari
Jepang dan diuji
cobakan di beberapa
sekolah sebagai pilot project,
diantaranya Bandung (dibawah UPI), di
Yogy akarta (dibawah UNY), dan di
Malang (dibawah UM) (Sulandra, 2006 dalam Krisnawan, 2010).
2.1.2
Pengertian Lesson Study
LS
merupakan terjemahan dari bahasa Jepang jugyou
(instruction = pengajaran, atau lesson = pembelajaran) dan kenkyuu (research = penelitian atau study = kajian). Lesson study, yang dalam bahasa
Jepangnya jugyou kenkyuu, adalah sebuah pendekatan untuk melakukan
perbaikan-perbaikan pembelajaran di Jepang. Menurut Lewis (2000) dalam Santyasa
(2009) Lesson study adalah suatu
proses yang kompleks, didukung oleh penataan tujuan secara kolaboratif,
percermatan dalam pengumpulan data tentang belajar siswa, dan kesepakatan yang
memberi peluang diskusi yang produktif tentang isu-isu yang sulit.
Menurut
Krisnawan (2010) Lesson study
merupakan bentuk kegiatan yang memberi kesempatan nyata kepada para guru
menyaksikan pembelajaran (teaching) dan pemelajaran atau proses
belajar siswa (learning) di ruang kelas. Lesson study membimbing guru untuk memfokuskan diskusi-diskusi
mereka pada perencanaan, pelaksanaan, observasi/ pengamatan, dan refleksi
pada praktik pembelajaran
di kelas. Dengan
menyaksikan praktik
pembelajaran yang sebenarnya
di ruang kelas, guru-guru dapat mengembangkan pemahaman
atau gambaran yang
sama tentang apa
yang dimaksud dengan pembelajaran efektif, yang pada gilirannya dapat
membantu siswa memahami apa yang sedang
mereka pelajari.
2.1.3
Tujuan Lesson Study
Yosaphat Sumardi (2008) dalam Ishartiwi
dan Azizah (2011) menjelaskan ada beberapa tujuan Lesson
Study, yaitu sebagai berikut.
1)
Meningkatkan kualitas rencana pelaksanaan pembelajaran
2)
Meningkatkan pengetahuann pendidik tentang materi ajar
3)
Meningkatkan pengetahuan pendidik tentang makna
pembelajaran
4)
Meningkatkan pengetahuan pendidikmengamati aktivitas
pembelajaran
5)
Menguatkan hubungan kolegialitas antar pendidik
6)
Menguatkan hubungan antara pelaksanaan pembelajaran
sehari-hari dengan tujuan pembelajaran
jangka panjang
7)
Meningkatkan motivasi pendidik untuk selalu berkembang
8)
Meningkatkan kemampuan menetapkan alternatif model
pembelajaran
9)
Mengkaji secara kritis kelemahan-kelemahan pembelajaran
sebagai dasar perbaikan proses pembelajaran dari seluruh komponen
2.1.4
Proses Lesson Study
Hakikat
Lesson Study menurut Santyasa (2009)
merupakan aktivitas siklikal berkesinambungan yang memiliki implikasi praktis
dalam pendidikan. Siklus Lesson Study
disajikan pada gambar berikut:
Siklus Lesson Study
Penjelasan
mengenai siklus Lesson Study diatas
adalah:
1. Goal-Setting and Planning
Mengidentifikasi tujuan belajar siswa, pengembangan
jangka panjang, menyusun perencanaan pembelajaran yang meliputi research lesson
yang diamati secara berkolaboratif.
2. Research Lesson
Salah seorang guru melaksanakan pembelajaran berdasarkan
perencanaan yang disusun, sedangkan guru lain mengamati dan
mengumpulkan data tentang belajar siswa, berpikir
tentang prilaku siswa, dll.
3. Lesson Discussion
Menganalisis data yang dikumpulkan saat research lesson,
meneliti ketercapaian tujuan pemebelajaran dan tujuan perencanaan, mengkaji
perbaikan apa yang perlu dilakukan dalam perencanaan dan pembelajaran.
4. Consolidation of Learning
Menulis laporan yang mencakup perencanaan pembelajaran,
data hasil
pengamatan siswa, dan melakukan refleksi terhadap
pembelajaran yang dilaksanakan. Melakukan perancangan ulang seperlunya.
Secara lebih
sederhana, siklus LS dapat dilakukan melalui serangkaian kegiatan: planning,
doing, seeing (plan-do-see) (Saito, 2005 dalam Santyasa, 2009).
Kegiatan-kegiatan tersebut digambarkan sebagai berikut:
Siklus LS sederhana
1. Perencanaan (Plan)
Tahap ini bertujuan untuk menghasilkan rancagan pembelajaran yang
diyakini
mampu membelajarkan siswa secara
efektif serta membangkitkan partisipasi siswa dalam pembelajaran. Dalam
perencanaan, guru secara kolaboratif berbagi ide menyusun rancangan
pembelajaran untuk menghasilkan cara-cara pengorganisasian bahan ajar, proses
pembelajaran, maupun penyiapan alat bantu pembelajaran.
2. Pelaksanaan (Do)
Tahap pelaksanaan LS bertujuan untuk mengimplementasikan rancangan
pembelajaran. Dalam proses
pelaksanaan tersebut, salah satu guru berperan sebagai pelaksana LS dan guru
yang lain sebagai pengamat. Fokus pengamatan bukan pada penampilan guru yang
mengajar, tetapi lebih diarahkan pada kegiatan belajar siswa dengan berpedoman
pada prosedur dan insturumen yang telah disepakati pada tahap perencanaan.
Pengamat tidak diperkenankan mengganggu proses pembelajaran.
3. Refleksi (See)
Tujuan refleksi adalah untuk menemukan kelebihan dan kekurangan
pelaksanaan
pembelajarn. Kegiatan diawali dengan penyampaian kesan dari pembelajar
dan
selanjutnya diberikan kepada pengamat. Kritik dan saran diarahkan dalam
rangka
peningkatan kualitas pembelajaran
dan disampaikan secara bijak tanpa merendahkan atau menyakiti hati guru yang
membelajarkan. Masukan yang positif dapat digunakan untuk merancang kembali
pembelajaran yang lebih baik.
2.1 Pentingnya Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) bagi Guru dan Calon Guru
Dalam menjalankan
tugasnya, secara ideal guru merupakan agen pembaharuan. Sebagai agen
pembaharuan, guru diharapkan selalu melakukan langkah-langkah inovatif
berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi terhadap pembelajaran yang telah
dilakukannya. Langkah inovatif sebagai bentuk perubahan paradigma guru tersebut
dapat dilihat dari pemahaman dan penerapan guru tentang Penelitian Tindakan
Kelas (PTK). Di samping itu, untuk merencanakan, melaksanakan proses
pembelajaran yang bermutu, menilai, dan mengevaluasi hasil pembelajaran juga
sangat diperlukan sebuah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK adalah penelitian
yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan jalan merencanakan,
melaksanakan, mengamati, dan melakukan refleksi diri melalui siklus-siklus yang
bertujuan untuk meningkatkan mutu pembelajaran.
Menurut Kusumah
(2010), PTK dapat membantu guru memperbaiki mutu pembelajaran, meningkatkan
profesionalitas guru, meningkatkan rasa percaya diri guru, memungkinkan guru
secara aktif mengembangkan pengetahuan, dan keterampilannya. Dengan melakukan
PTK, guru menjadi terbiasa menulis, dan sangat baik akibatnya bila guru sekolah
negeri atau PNS akan mengikuti kenaikan pangkat, khususnya dari golongan IVA ke
IVB yang mengharuskan guru untuk menuliskan karya tulis ilmiahnya. Begitu pun
untuk guru sekolah swasta, PTK sangat penting untuk meningkatkan apresiasi, dan
profesionalisme guru dalam mengajar. Apalagi dengan adanya program sertifikasi
guru yang telah dicanangkan oleh pemerintah .
Selain itu, Kusumah
(2010) menambahkan bahwa PTK akan menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru
yang merupakan dampak dari pelaksanaan tindakan secara berkesinambungan, maka
manfaat yang dapat diperoleh secara keseluruhan yaitu label inovasi pendidikan
karena para guru semakin diberdayakan untuk mengambil berbagai prakarsa
profesional secara mandiri. Sikap mandiri akan memicu lahirnya ”percaya diri”
untuk mencoba hal-hal baru yang diduga dapat menuju perbaikan sistem
pembelajaran. Sikap ingin selalu mencoba akan memicu peningkatan kinerja dan
profesionalisme seorang guru secara berkesinambungan. Sehingga proses belajar
sepanjang hayat terus terjadi pada dirinya.
PTK pada saat ini
berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan mutu pembelajaran di kelas. Di
ruangan kelas, menurut Cohen & Manion (2007), PTK dapat berfungsi
sebagai :
(a) alat untuk mengatasi masalah-masalah yang didiagnosis dalam situasi
pembelajaran di kelas;
(b) alat pelatihan dalam jabatan, membekali guru dengan keterampilan dan
metode baru dan mendorong timbulnya kesadaran diri, khususnya melalui
pengajaran sejawat;
(c) alat untuk memasukkan ke dalam sistem yang ada (secara alami) pendekatan
tambahan atau inovasi;
(d) alat untuk meningkatkan komunikasi yang biasanya buruk antara guru
dan peneliti;
(e) alat untuk menyediakan alternatif bagi pendekatan yang subjektif,
impresionistik terhadap pemecahan masalah kelas;
(f) alat untuk mengembangkan keterampilan guru yang bertolak dari
kebutuhan untuk menanggulangi berbagai permasalahan pembelajaran aktual yang
dihadapi di kelasnya.
Mengenai pentingnya PTK, daitmabahkan pula oleh
Santyasa (2007) bahwa PTK sangat mendukung program peningkatan kualitas
pembelajaran di sekolah yang muaranya adalah peningkatan kualitas pendidikan.
Hal ini, karena dalam proses pembelajaran, guru adalah praktisi dan teoretisi
yang sangat menentukan. Peningkatan kualitas pembelajaran, merupakan tuntutan
logis dari perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (Ipteks) yang
semakin pesat. Perkembangan Ipteks mengisyaratkan penyesuaian dan peningkatan
proses pembelajaran secara berkesinambungan, sehingga berdampak positif
terhadap peningkatan kualitas lulusan dan keberadaan sekolah tempat guru itu
mengajar.
Berdasarkan penjelasan tersebut, peningkatan
kompetensi guru merupakan tanggung jawab moral bagi para guru di sekolah.
Peningkatan kompetensi guru mencakup empat jenis, yaitu (1) kompetensi pedagogi
(2) kompetensi profesional, (3) kompetensi sosial, dan (4) kompetensi
kepribadian. Berdasarkan UURI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, PPRI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan
UURI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, peningkatan kompetensi guru
menjadi isu strategis dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Bahkan menurut
PPRI Nomor 19 Tahun 2005 tersebut pada pasal 31 ditegaskan, bahwa selain
kualifikasi, guru sebagai tenaga pendidik juga dituntut untuk memiliki sertifikat
kompetensi sesuai dengan tingkat dan bidang keahlian yang diajarkannya
(Santyasa, 2007).
Upaya peningkatan keempat kompetensi merupakan upaya
peningkatan profesionalisme guru. Peningkatan profesionalisme dapat dicapai
oleh guru dengan cara melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) secara
berkesinambungan. Praktik pembelajaran melalui PTK dapat meningkatkan
profesionalisme guru. Hal ini, karena PTK dapat membantu:
(1) pengembangan kompetensi guru dalam
menyelesaikan masalah pembelajaran mencakup kualitas isi, efisiensi, dan
efektivitas pembelajaran, proses, dan hasil belajar siswa, dan
(2) peningkatan kemampuan pembelajaran akan
berdampak pada peningkatan kompetensi kepribadian, sosial, dan profesional guru
(Prendergast, 2002 dalam Santyasa, 2007).
2.1.1
Pentingnya PTK menurut
Pakar
a)
Prendergast, 2002 dalam Santyasa,
2007 secara tegas menyatakan, bahwa penelitian tindakan kelas merupakan cara
guru untuk mengorganisasikan pembelajaran berdasarkan pengalamannya sendiri
atau pengalamannya berkolaborasi dengan guru lain. Dalam hal ini, Prendergast
juga menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan wahana bagi guru
untuk melakukan refleksi dan tindakan secara sistematis dalam pengajarannya
untuk memperbaiki proses dan hasil belajar siswa.
b)
Calhoun dan Glanz dalam Santyasa,
2007 menyatakan, bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu metode untuk
memberdayakan guru yang mampu mendukung kinerja kreatif sekolah.
c)
Cole dan Knowles (Prendergast
(2002:3-4) dalam Santyasa (2007) menyatakan bahwa, penelitian tindakan kelas
dapat mengarahkan para guru untuk melakukan kolaborasi, refleksi, dan bertanya
satu dengan yang lain dengan tujuan tidak hanya tentang program dan metode
mengajar, tetapi juga membantu para guru mengembangkan hubungan hubungan
personal. Pernyataan Knowles tersebut juga didukung oleh Noffke (Prendergast
(2002:5), bahwa Penelitian Tindakan Kelas dapat mendorong para guru melakukan
refleksi terhadap praktek pembelajarannya untuk membangun pemahaman mendalam
dan mengembangkan hubungan hubungan personal dan sosial antar guru.
d)
Whitehead (1993) menyatakan, bahwa
penelitian tindakan kelas dapat memfasilitasi guru untuk mengembangkan
pemahaman tentang pedagogi dalam rangka memperbaiki pemberlajarannya.
Penjelasan-penjelasan teoretis tersebut di atas mengindikasikan
bahwa pemahaman dan penerapan PTK akan membantu guru untuk mengembangkan
keempat kompetensi yang dipersyaratkan oleh UURI Nomor 14 Tahun 2005. PTK akan
memfasilitasi guru untuk meningkatkan kompetensi-kompetensi profesional,
pedagogi, kepribadian, dan sosial.
Agar PTK tidak lepas dari tujuan perbaikan diri
sendiri, maka sebelum seorang Guru atau para Guru memulai merancang dan
melaksanakan PTK, perlu memperhatikan hal-hal berikut.
1. PTK adalah alat untuk memperbaiki atau menyempurnakan mutu pelaksanaan
tugas sehari-hari (mengajar yang mendidik), oleh karena itu hendaknya sedapat
mungkin memilih metode atau model pembelajaran yang sesuai yang secara praktis
tidak mengganggu atau menghambat komitmen tugasnya sehari-hari.
2. Teknik pengumpulan data jangan sampai banyak menyita waktu,
sehingga tugas utama Guru tidak terbengkalai.
3. Metodologi penelitian hendaknya memberi kesempatan kepada Guru
untuk merumuskan hipotesis yang kuat, dan menentukan strategi yang cocok dengan
suasana dan keadaan kelas tempatnya mengajar.
4. Masalah yang diangkat hendaknya merupakan masalah yang dirasakan
dan diangkat dari wilayah tugasnya sendiri serta benar-benar merupakan masalah
yang dapat dipecahkan melalui PTK oleh Guru itu sendiri.
5. Sejauh mungkin, PTK dikembangkan ke arah meliputi ruang lingkup
sekolah. Dalam hal ini, seluruh staf sekolah diharapkan berpartisipasi dan
berkontribusi, sehingga pada gilirannya Guru-Guru lain ikut merasakan
pentingnya penelitian tersebut. Jika kepedulian seluruh staf berkembang, maka
seluruh staf itu dapat bekerja sama untuk menentukan masalah-masalah sekolah
yang layak dan harus diteliti melalui PTK (Santyasa, 2007).
Untuk membuat
siswa menjadi lebih aktif dan potensinya dapat berkembang secara optimal
diperlukan penguasaan kompetensi seorang guru yang utuh dan menyeluruh. Salah
satu kompetensi yang harus dilihat dari sudut pedagogik adalah kemampuan
melakukan PTK. Oleh karena itu, sudah selayaknya para guru meningkatkan mutu
pembelajarannya melalui PTK.
2.2 Pentingnya Lesson
Study bagi Guru dan Calon Guru
Terdapat dua manfaat lesson study dalam
pembelajaran. Pertama merupakan suatu cara efektif yang dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran yang dilakukan guru dan aktivitas belajar siswa. Hal ini
karena (a) dilakukan dan didasarkan pada hasil sharing pengetahuan profesional
yang berlandaskan pada praktik dan hasil pengajaran yang dilaksanakan para
guru, (b) tujuan utama dalam pelaksanaan agar kualitas belajar siswa meningkat,
(c) kompetensi yang diharapkan dimiliki siswa, dijadikan fokus dan titik perhatian
utama dalam pembelajaran di kelas, (d) berdasarkan pengalaman real di kelas,
dapat dijadikan dasar untuk pengembangan pembelajaran, dan (e) menempatkan
peran para guru sebagai peneliti pembelajaran (Lewis, 2002). Kedua, kegiatan
yang dirancang dengan baik akan menjadikan guru menjadi profesional dan
inovatif. Dengan melaksanakan lesson study para guru dapat (a) menentukan
kompetensi yang perlu dimiliki siswa, merencanakan dan melaksanakan
pembelajaran yang efektif; (b) mengkaji dan meningkatkan pelajaran yang
bermanfaat bagi siswa; (c) memperdalam pengetahuan tentang mata pelajaran yang
disajikan guru; (d) menentukan standar kompetensi yang akan dicapai siswa; (e)
merencanakan pelajaran secara kolaboratif; (f) mengkaji secara teliti belajar
dan perilaku siswa; (g) mengembangkan pengetahuan pembelajaran yang dapat
diandalkan; dan (h) melakukan refleksi terhadap pengajaran yang dilaksanakannya
berdasarkan pandangan siswa dan koleganya (Lewis, 2002).
Berdasarkan wawancara dengan sejumlah guru
di Jepang, Caterine Lewis mengemukakan bahwa Lesson Study sangat efektif bagi
guru karena telah memberikan keuntungan dan kesempatan kepada para guru untuk
dapat: (1) memikirkan secara lebih teliti lagi tentang tujuan, materi tertentu
yang akan dibelajarkan kepada siswa, (2) memikirkan secara mendalam tentang
tujuan-tujuan pembelajaran untuk kepentingan masa depan siswa, misalnya tentang
arti penting sebuah persahabatan, pengembangan perspektif dan cara berfikir
siswa, serta kegandrungan siswa terhadap ilmu pengetahuan, (3) mengkaji tentang
hal-hal terbaik yang dapat digunakan dalam pembelajaran melalui belajar dari
para guru lain (peserta atau partisipan Lesson Study), (4) belajar tentang isi
atau materi pelajaran dari guru lain sehingga dapat menambah pengetahuan tentang
apa yang harus diberikan kepada siswa, (5) mengembangkan keahlian dalam
mengajar, baik pada saat merencanakan pembelajaran maupun selama berlangsungnya
kegiatan pembelajaran, (6) membangun kemampuan melalui pembelajaran kolegial,
dalam arti para guru bisa saling belajar tentang apa-apa yang dirasakan masih
kurang, baik tentang pengetahuan maupun keterampilannya dalam membelajarkan
siswa, dan (7) mengembangkan “The Eyes to
See Students” (kodomo wo miru me), dalam arti dengan dihadirkannya para
pengamat (obeserver), pengamatan tentang perilaku belajar siswa bisa semakin
detail dan jelas.
Sementara itu, menurut Lesson Study Project (LSP) beberapa manfaat lain yang bisa diambil dari Lesson Study, diantaranya: (1) guru
dapat mendokumentasikan kemajuan
kerjanya, (2) guru dapat memperoleh umpan balik dari anggota/komunitas lainnya,
dan (3) guru dapat mempublikasikan dan mendiseminasikan hasil akhir dari Lesson Study. Dalam konteks pendidikan
di Indonesia, manfaat yang ketiga ini dapat dijadikan sebagai salah satu Karya
Tulis Ilmiah Guru, baik untuk kepentingan kenaikan pangkat maupun sertifikasi
guru.
Terkait dengan penyelenggaraan Lesson
Study, Slamet Mulyana (2007) mengetengahkan tentang dua tipe penyelenggaraan
Lesson Study, yaitu Lesson Study berbasis sekolah dan Lesson Study berbasis
MGMP. Lesson Study berbasis sekolah dilaksanakan oleh semua guru dari berbagai
bidang studi dengan kepala sekolah yang bersangkutan. dengan tujuan agar
kualitas proses dan hasil pembelajaran dari semua mata pelajaran di sekolah yang
bersangkutan dapat lebih ditingkatkan. Sedangkan Lesson Study berbasis MGMP
merupakan pengkajian tentang proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh
kelompok guru mata pelajaran tertentu, dengan pendalaman kajian tentang proses
pembelajaran pada mata pelajaran tertentu, yang dapat dilaksanakan pada tingkat
wilayah, kabupaten atau mungkin bisa lebih diperluas lagi.
Dalam hal keanggotaan kelompok, Lesson
Study Reseach Group dari Columbia University menyarankan cukup 3-6 orang saja,
yang terdiri unsur guru dan kepala sekolah, dan pihak lain yang berkepentingan.
Kepala sekolah perlu dilibatkan terutama karena perannya sebagai decision maker
di sekolah. Dengan keterlibatannya dalam Lesson Study, diharapkan kepala
sekolah dapat mengambil keputusan yang penting dan tepat bagi peningkatan mutu
pembelajaran di sekolahnya, khususnya pada mata pelajaran yang dikaji melalui
Lesson Study. Selain itu, dapat pula mengundang pihak lain yang dianggap
kompeten dan memiliki kepedulian terhadap pembelajaran siswa, seperti pengawas
sekolah atau ahli dari perguruan tinggi (Lewis, 2002 dalam ).
Keunggulan Lesson Study
Hasil studi tentang kegiatan piloting
pembelajaran MIPA dan lesson study selama masa implementasi program tindak
lanjut IMSTEP 2004-2005 memaparkan adanya perubahan dalam praktik pengajaran
matematika dan sains di Indonesia setelah dimulainya lesson study. Perubahan
tersebut adalah: (1) perubahan dalam pemantapan dasar akademik pembelajaran,
akibat dari jalinan antara guru dengan dosen-dosen dari universitas; (2) perubahan
dalam struktur pembelajaran, ditunjukkan dengan digunakannya eksperimen atau
aktivitas fisik/kerja, dan diskusi; dan (3) perubahan reaksi siswa selama dalam
proses pembelajaran (Saito, 2005; Saito, Harun, dan Ibrohim, 2005; Saito, et
al. 2006; Saito, et al. 2006a). Hasil monitoring dan evaluasi kegiatan piloting
dan lesson study dalam pembelajaran biologi di sekolah menengah Kota
Malang menunjukkan bahwa kegiatan ini dapat meningkatkan keprofesionalan guru
serta meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran biologi. Di samping
itu guru biologi menjadi lebih inovatif dan bersungguh-sungguh dalam
melaksanakan pembelajaran di kelas. Di samping itu, hasil belajar siswa
meningkat, ditandai dengan peningkatan hasil biologi siswa, dari 72% siswa yang
mendapatkan nilai di atas 60 menjadi 97% siswa (Sulasmi dan Rahayu, 2006).
Bukti lain yang menunjukkan keunggulan dari lesson study dilaporkan oleh
Sumarna (2006) bahwa pelaksanaan lesson study berbasis sekolah membawa manfaat
a.l: 1) Guru biologi menjadi termotivasi dan bangkit untuk membuat inovasi
dalam pembelajarannya sehingga tercipta pembelajaran yang aktif, komunikatif,
dan menyenangkan. Motivasi guru ini tumbuh karena adanya kerjasama yang
positif, akademis, sinergis, dan kolaboratif di antara guru dalam kelompok MGMP
sekolah; 2) Adanya persiapan pembelajaran yang lebih baik dari guru biologi,
baik persiapan mental, administrasi, dan penguasaan materi pelajaran; dan 3)
Guru biologi menjadi terdorong untuk belajar lebih banyak dalam hal materi, pemilihan
strategi dan penggunaan model pembelajaran yang tepat demi kesuksesan
pembelajarannya.
Liliasari (2008) menjelaskan bahwa Lesson
study telah meningkatkan kemampuan guru menyusun model pembelajaran dan
keakuratan pengelolaan waktu untuk pengajaran. Selain lesson study juga
meningkatkan keterbukaan dan dalam mengobservasi dan mengkritisi pembelajaran.
Menurut Ibrohim (2008) kegiatan lesson study dalam Program SISTTEMS telah
meningkatkan keefektivan dan intensitas kegiatan MGMP MIPA di Kabupaten Pasuruan.
Selain itu kegiatan lesson study juga telah mengindikasi dapat menyebabkan
peningkatan kompetensi guru MIPA, mulai dari penguasaan materi ajar, kemampuan
mempersiapkan, melaksanakan, mengobservasi pembelajaran dan merefleksikannya.
Hasil penelitian seorang pengawas sekolah
di Sumedang (Kusdijantono, 2008) menunjukkan hasil-hasil sebagai berikut: (1)
lesson study yang diterapkan di Kabupaten Sumedang telah mampu mengoptimalkan
guru dalam melaksanakan tugas dalam pembelajaran; (2) mengoptimalkan hak belajar
siswa dalam kelas; dan (3) peran pengawas sebagai seorang observer lebih
teraktualisasi. Serangkaian kegiatan, mulai dari tahap plan sampai see,
dilakukan secara kolaboratif. Hal ini secara nyata telah menghasilkan dampak
sosiologis yang sangat positif. Kolegialitas antarpendidik dapat terbina dengan
baik, tidak ada pendidik yang merasa lebih tinggi atau lebih rendah. Mereka
juga berbagi pengalaman dan saling belajar. Dengan demikian, melalui
serangkaian kegiatan dalam rangka lesson study ini terbentuk atmosfer akademik
yang kondusif bagi terciptanya mutual learning (saling belajar). Pada
prinsipnya, semua orang yang terlibat dalam lesson study harus memperoleh
lesson learned. Dengan demikian lesson study sangat potensial untuk membangun
learning community.
2.3 Hubungan Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) dengan Lesson Study
Jika melihat gambar
1 dan gambar 2 mengenai langkah-langkah pada PTK dan Lesson Study, maka
dapat dilihat bahwa terdapat kesamaan langkah antara penelitian tindakan kelas
model Kemmis dan Targgart (1988) dengan langkah lesson studi model
Hendaryana (2006). Tabel 1 memperlihatkan lebih rinci lagi Langkah PTK
dan Lesson Study.
Tabel 1.
Langkah Penelitian Tindakan Kelas dan Lesson Study
Langkah
PTK
|
Kegiatan
|
Langkah
Lesson studi
|
Kegiatan
|
Plan
(Perencanaan)
|
·
Identifikasi masalah dan
penyebabnya
·
Membuat hipotesis
tindakan
·
Membuat indikator
pencapaian tindakan
·
Membuat RPP/scenario
pembelajaran
·
Membuat Instrumen
·
Menyiapkan media/sarana
pembelajaran termasuk teaching material
|
Plan
(perencanaan)
|
· Membuat RPP/scenario pembelajaran
· Menyiapkan teaching material
· Menyiapkan perangkat evaluasi atau assesmen pembelajaran
|
Action
(Pelaksanaan)
|
Melaksanakan tindakan yang tertuang dalam RPP/scenario
pembelajaran
|
Do (Acion
+ Observe)
(Pelaksanaan +Pengamatan)
|
· Melaksanakan RPP/scenario pembelajaran
· Mengamati aktifitas siswa dalam menggunakan teaching
material dan menerima dari tindakan guru selama proses pembelajaran.
|
Observe
(Pengamatan)
|
·
Mengamati tindakan yang
dilakukan oleh peneliti
·
Menggunakan instrument
penelitian untuk melihat capaian tiap tindakan
|
||
Reflect
(Refleksi)
|
·
Menganalisis hasil
observasi melalui diskusi balikan dan instrument-instrumen yang terkumpul.
·
Menilai indikator
pencapaian tindakan
·
Memberi umpan balik untuk
perbaikan dan peningkatan siklus selanjutnya.
|
See
(Refleksi)
|
· Menelaah aktifitas siswa selama proses belajar mengajar
melalui diskusi balikan
· Memperbaiki RPP/scenario pembelajaran, teaching material,
dan tindakan yang dilakukan pada proses pembelajaran selanjutnya.
|
Pada tabel 1 terlihat
bahwa langkah inti pada penelitian tindakan kelas dan lesson studi mirip, yaitu
plan, action, observe, dan reflect. Sehingga wajar,
jika banyak guru menganggapnya lesson studi dan penelitian tindakan kelas
sama. Namun, ketika kita meneliti lebih lanjut kegiatan pada tiap
langkah, maka tampak jelas bahwa kegiatan lesson studi lebih sederhana
dibandingkan penelitian tindakan kelas. Walaupun begitu, bukan berarti
keduanya berjalan sendiri-sendiri. Keduanya dapat digabungkan dalam
sebuah rangkaian kegiatan, yang terlihat pada Gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3 Penggabungan Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas dan
Lesson Study
Pada gambar 3 tampak bahwa,
lesson studi dimulai ketika guru sudah mengindentifikasi masalah, merumuskan
permasalahan, menentukan indicator pencapaian tindakan, sehingga muncullah
judul penelitian tindakan kelas. Berdasarkan judul PTK kemudian guru
dapat berkolaborasi dengan guru yang sebidang untuk melaksanakan lesson
studi. Lesson studi dimulai dari membuat rencana pelaksanaan
pembelajaran/scenario pembelajaran, menyiapkan teaching material dan
instrument yang akan dipakai dalam penilaian dan evaluasi pembelajaran.
Selanjutnya, guru yang berkolaborasi dapat memilih guru yang akan menjadi model
dan observer. Guru yang menjadi model akan melaksanakan RPP/scenario
pembelajaran, sementara guru observer akan mengobservasi aktifitas siswa selama
RPP dilaksanakan. Setelah pelaksanaan dan observasi, guru model dan
observer melakukan diskusi balikan dengan segera tanpa menunda-nunda
lagi. Pelaksanaan pembelajaran, obervasi, dan diskusi balikan pada saat
itu merupakan bagian dari siklus pertama dalam penelitian tindakan kelas.
Hasil diskusi balikan akan berdampak pada perbaikan RPP dan teaching material,
perbaikan ini sebagai tanda dimulainya siklus kedua dalam penelitian tindakan
kelas. Begitu seterusnya sampai hasil evaluasi setiap siklus menunjukkan
pencapaian indicator tindakan. Laporan PTK pun dapat dibuat secara
kolaborasi, dan ini menjadi penelitian kelompok guru (Herlanti, 2010).
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
- Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian reflektif yang dilaksanakan secara siklis (berdaur) oleh guru/ calon guru di dalam kelas. Dikatakan demikian karena proses PTK dimulai dari tahapan perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi untuk memecahkan masalah dan mencobakan hal-hal baru demi peningkatan kualitas pembelajaran .
- Lesson Study adalah adalah suatu proses yang kompleks, didukung oleh penataan tujuan secara kolaboratif, percermatan dalam pengumpulan data tentang belajar siswa, dan kesepakatan yang memberi peluang diskusi yang produktif tentang isu-isu yang sulit.
- PTK akan membantu guru untuk mengembangkan keempat kompetensi yang dipersyaratkan oleh UURI Nomor 14 Tahun 2005. PTK akan memfasilitasi guru untuk meningkatkan kompetensi-kompetensi profesional, pedagogi, kepribadian, dan sosial.
- Manfaat Lesson Study, diantaranya: (1) guru dapat mendokumentasikan kemajuan kerjanya, (2) guru dapat memperoleh umpan balik dari anggota/komunitas lainnya, dan (3) guru dapat mempublikasikan dan mendiseminasikan hasil akhir dari Lesson Study.
- Langkah inti pada penelitian tindakan kelas dan lesson studi mirip, yaitu plan, action, observe, dan reflect. Sehingga wajar, jika banyak guru menganggapnya lesson studi dan penelitian tindakan kelas sama. Namun, ketika kita meneliti lebih lanjut kegiatan pada tiap langkah, maka tampak jelas bahwa kegiatan lesson studi lebih sederhana dibandingkan penelitian tindakan kelas.