JURNAL BELAJAR
Nama :
Linda Tri Antika
NIM :
209341417443
Kelas :
AA
Matakuliah :
Belajar dan Pembelajaran
Dosen :
Dr. Hj. Sri Endah Indriwati, M.Pd
Jam/ Ruang : 03
– 04 SPA 307
Hari, Tanggal : Senin, 5 Desember 2011
Jurnal ke- :
16
Konsep : Pengembangan Profesional Guru
1.
EKSPLORASI KONSEP YANG DIPELAJARI DAN INFORMASI/ KONSEP
YANG DITERIMA DARI DOSEN/ HASIL PRESENTASI
a)
Senin, 5 Desember 2011
v Pengembangan Profesional Guru
Hari
ini, Ibu Endah mengajar kami mengenai pengembangan professional guru. Sebelum
masuk ke dalam materi, Bu Endah member kami sedikit ceramah mengenai bagaimana
menjadi guru yang professional. Selain itu, beliau juga bercerita tentang
pengalamannya saat beliau diharuskan ke luar pulau untuk melaksanakan tugas
lembaga. Beliau bercerita bahwa ketika saat beliau diamanatkan untuk keluar
kota atau pulau, beliau benar-benar menjalankan tugas, bukan untuk berekreasi.
Ternyata tidak mudah menjadi seorang guru yang professional. Cerita beliau
menjadi cerminan bagi saya supaya saya lebih semangat lagi dalam menempuh
kuliah dan menjadi guru yang professional seperti beliau. Amiiin.. ^^
Banyak
hal baru yang saya dapatkan dari penjelasan Bu Endah mengenai Pengembangan
Profesional Guru. Beberapa hal penting yang saya tangkap adalah sebagai
berikut:
Pengembangan Profesional Guru
Mengapa
peran guru penting..????
“The power to change education- for better
of worse- is and always has been in the hands of teachers”
(Yero, 2003).
Peran Guru Dalam Kelas
·
Model Berpikir dan Tindakan Guru
Contoh:
Cara membuat perubahan pembelajaran yang
monoton, yaitu dengan:
ü
Belajar dengan rekan di MGMP untuk memperoleh
inovasi baru.
ü
Mempelajari teori-teori belajar sehingga
menjadi landasan filosofis.
11
Elemen yang Melatari Guru Profesional:
1.
Kemampuan verbal.
2.
Pengalaman belajar bidang kependidikan
3.
Sertifikasi guru dalam bidangnya.
4.
Pengetahuan isi atau penguasaan bidang ilmu.
5.
Pengalaman mengajar.
6.
Pemahaman terhadap peserta didik.
7.
Interaksi sosial dengan siswa.
8.
Entusiasme dan inovasi dalam mengajar.
9.
Sikap terhadap profesi guru.
10.
Refleksi kegiatan pembelajaran.
11. Kemampuan teknologis.
·
Penataan dan Pengelolaan Kelas
ü
Keterampilan pengelolaan kelas.
ü
Pengelolaan tingkah laku siswa.
·
Penataan Pembelajaran
ü Focus
pembelajaran
ü Memaksimalkan
waktu pembelajaran.
ü Perencanaan
dan persiapan pembelajaran.
·
Pelaksanaan Pembelajaran
ü Penggunaan
strategi pembelajaran (isi pembelajaran, kejelasan penyampaian isi
pembelajaran, pengelolaan pembelajaran, dan tipe pertanyaan).
ü Penggunaan
teknik bertanya.
ü Keterlibatan
siswa dalam belajar.
·
Memonitor Kemajuan Belajar
ü
Asesmen yang terintegrasi dengan proses
pembelajaran.
ü
Pentingnya PR
ü
Pemberian balikan.
·
Mengembangkan Profesionalitas secara
Berkelanjutan
ü
Pengembangan atmosfer profesionalitas yang
dinamis.
ü
Pemberdayaan melalui pertumbuhan professional
individual.
2.
HASIL EKSPLORASI
Pengembangan Profesional Guru
Prof. DR. Mohamad Surya dalam bukunya yang berjudul Psikologi
Pembelajaran dan Pengajaran dijelaskan
mengenai peran seorang guru, yaitu Peranan (role) guru artinya
keseluruhan perilaku yang harus dilakukan guru dalam melaksanakan tugasnya
sebagai guru. Di dalam keluarga guru perperan sebagai pendidik dalam keluarga
atau family educator, sedangkan di masyarakat, guru berperan sebagai
pembina masyarakat (sosial developer), pendorong (social motivator),
penemu (sosial inovator) dan sebagai agen masyarakat (social agent).
Beberapa
faktor yang ikut mempengaruhi kinerja guru:
- imbalan kerja
- rasa aman dalam pekerjaan
- kondisi kerja yang baik
- kesempatan pengembangan diri
- hubungan pribadi
Kompetensi guru adalah pengetahuan, sikap, dan keterampilan
yang harus ada pada seseorang agar dapat menunjukan perilakunya sebagai guru.
Kompetensi guru meliputi kompetensi personal, kompetensi profesional,
kompetensi sosial, kompetensi intelektual dan kompetensi spiritual. Guru
profesional adalah guru yang memiliki keahlian, tanggung jawab dan rasa
kesejawatan yang didukung oleh etika profesi yang kuat.
Kepribadian merupakan keseluruhan perilaku dalam berbagai
aspek yang secara kualitatif akan membentuk keunikan atau kekhasan seseorang
dalam interkasi dengan lingkungan diberbagai situasi dan kondisi. Dalam lingkup
pendidikan, penampilan guru merupakan hal yang amat penting untuk mewujudkan
kineja secara tapat dan efektif. Dengan demikian sifat utama seorang guru
adalah kemampuannya dalam mewujudkan penampilan kualitas kepribadian dalam
interaksi pendidikan yang sebaik-baiknya agar kebutuhan dan tujuan tercapai
secara efektif.
Dijelaskan pula oleh Andrini
(2011) bahwa proses belajar mengajar di sekolah bersifat sangat kompleks,
karena di dalamnya terdapat aspek pedagogis, psikologis, dan didaktis. Aspek
pedagogis merujuk pada kenyataan bahwa belajar mengajar di sekolah terutama di
sekolah dasar berlangsung dalam lingkungan pendidikan dimana guru harus
mendampingi siswa dalam perkembangannya menuju kedewasaan, melalui proses
belajar mengajar di dalam kelas. Guru harus menentukan metode yang paling
efektif untuk proses belajar mengajar tertentu sesuai dengan tujuan
instruksional. yang harus dicapai. Demikian pula dengan kondisi eksternal
belajar yang harus diciptakan oleh pengajar, sangat bervariasi. Dalam hal ini
guru sangat berperan dalam menentukan cara yang dianggap efektif untuk
membelajarkan siswa, baik di sekolah maupun di luar jam sekolah, dengan kata
lain, prestasi belajar siswa sangat ditentukan oleh cara mengajar guru yang
akan menciptakan kebiasaan belajar pada siswa.
Bila berbicara tentang
"kualitas" guru, beberapa ahli pendidikan berpendapat bahwa ada lima
faktor yang sangat mempengaruhinya, yaitu adanya kewenangan yang benar-benar
diserahkan kepada guru, kualitas atasan dalam mengawasi dan mengontrol perilaku
guru, kebebasan yang diberikan kepada guru (baik di dalam maupun di luar
kelas), dan hubungan guru dengan muridnya, pengetahuan guru (yang akan
mempengaruhi kepercayaan dirinya) (Andrini, 2011).
3.
HUBUNGAN YANG BERKAITAN DENGAN KONSEP
1)
Tentang kewenangan guru, jangankan
untuk yang bersifat birokratif, untuk yang bersifat edukatif saja, mereka tidak
mempunyai kewenangan untuk memutuskan (apalagi menolak). Guru hanya berperan
sebagai pelaksana.
2)
Tentang kebebasan bagi guru,
sangatlah minim. Hal ini tercermin dari keberadaan kurikulum (sebagai acuan
pencapaian materi pelajaran) yang berlaku nasional. Di satu sisi, memang dapat
mempersempit selisih kualitas antara murid yang di Jawa dan yang di luar Jawa.
Namun, di sisi lain membuat guru tidak berani berkreasi karena ada kemungkinan
tidak sesuai dengan kurikulum. Hal ini dianggap akan merugikan murid sebab akan
memengaruhi peluangnya dalam memperoleh nilai yang baik yang masih menjadi
tujuan akhir dari sistem pendidikan di tiap jenjang di negeri ini.
3)
Tentang hubungan guru dengan
muridnya kian hari kian renggang. Dulu, mereka begitu mengerti kondisi dan
perkembangan muridnya. Namun kini, jam kerja guru terpaku oleh waktu, lebih
dari jam tersebut dianggap sebagai tambahan pelajaran sehingga perlu perhitungan
biaya tertentu. Kondisi ini diperparah oleh adanya perubahan gaya hidup anak
muda yang kian "santai" dalam bersopan santun terhadap guru. Di sisi
lain, akibat merebaknya akses informasi membuat murid "merasa lebih
tahu" daripada gurunya.
4)
Belum ada peraturan di bidang
pendidikan yang secara tegas mengharuskan guru untuk meningkatkan kualitas
pengajarannya sesuai dengan standar yang ditentukan, yang ada barulah berupa
himbauan saja. Keberadaan peraturan seperti ini akan memberikan konsekuensi
bila seorang guru tidak mampu meningkatkan kualitas diri serta anak didiknya.
Bukannya seperti saat ini dengan cara guru memberikan les-les privat pada
segelintir murid yang selain menimbulkan kecemburuan, menambah
beban/pengeluaran orang tua, juga memperlihatkan tidak adanya rasa tanggung
jawab moral dari guru terhadap anak didiknya.
4.
MASALAH DAN SOLUSI
A.
MASALAH
1.
Apa hakikat profesionalisme?
2. Bagaimanakah huhungan
antara guru dan murid dalam sistem pendidikan saat ini?
3. Bagaimana sikap dan
sifat guru yang profesional?
4. Bagaimana karakter
yang harus dimiliki oleh seorang guru?
5. Bagaimana dan apa
saja faktor yang menyebabkan seorang guru melakukan sikap yang menyimpang?
6.
Bagaimana kompleksitas pendidikan guru dan kondisi kerja
guru?
7.
Bagaimana peran guru yang dianggap dominan dalam belajar
dan pembelajaran di Indonesia?
B.
SOLUSI
1.
Hakikat Profesionalisme
Profesionalisasi berkaitan dengan apa yang kita
percayai sebagai tujuan yang semestinya kita capai. Dengan serangkaian tujuan
yang jelas, kita kemudian dapat mengidentifikasi berbagai indikator
keberhasilan. Dan dengan itu akan lebih mudah kita memahami wujud
profesionalisme yang dikehendaki. Tetapi profesionalisasi juga berkaitan dengan
living realisties yang berpengaruh terhadap keberhasilan kita mendidik
tenaga-tenaga profesional; sumber daya manusia, sarana, iklim politik, dan
berbagai unsur di dalam ecosystem pendidikan yang harusnya diperhitungkan di
dalam mencapai tujuan.
2.
Hubungan Guru
dan Murid Saat Ini Renggang
Disebutkan dalam Jurnal Pendidikan Dharma oleh (Andrini,
2011) yang berjudul Profesionalisme Guru dan Paradigma Baru dalam
Peningkatan Mutu Pendidikan disebutkan bahwa hubungan guru dengan
muridnya kian hari kian renggang. Dulu, mereka begitu mengerti kondisi dan
perkembangan muridnya. Namun kini, jam kerja guru terpaku oleh waktu, lebih
dari jam tersebut dianggap sebagai tambahan pelajaran sehingga perlu
perhitungan biaya tertentu. Kondisi ini diperparah oleh adanya perubahan gaya
hidup anak muda yang kian "santai" dalam bersopan santun terhadap
guru. Di sisi lain, akibat merebaknya akses informasi membuat murid
"merasa lebih tahu" dari pada gurunya.
Selain itu, juga belum ada peraturan di bidang pendidikan
yang secara tegas mengharuskan guru untuk meningkatkan kualitas pengajarannya
sesuai dengan standar yang ditentukan, yang ada barulah berupa himbauan saja.
Keberadaan peraturan seperti ini akan memberikan konsekuensi bila seorang guru
tidak mampu meningkatkan kualitas diri serta anak didiknya. Bukannya seperti
saat ini dengan cara guru memberikan les-les privat pada segelintir murid yang
selain menimbulkan kecemburuan, menambah beban/ pengeluaran orang tua, juga
memperlihatkan tidak adanya rasa tanggung jawab moral dari guru terhadap anak
didiknya.
Saya sangat setuju dengan penulis di atas bahwa sikap sopan
santun peserta didik saat ini mulai pudar terhadap gurunya. Menurut saya, hal
tersebut dipengaruhi oleh globalisasi yang dampaknya sangat kita rasakan,
terutama moral kawula muda saat ini. Tidak lepas dari pengaruh teknologi yang
semakin maju, misalnya aanya internet, handphone, dan lain-lain. Hal
tersebut sangat mempengaruhi sikap anak muda saat ini. Hal lain yang utama
adalah kepedulian orang tua terhadap anaknya, terutama mengenai akhlak dan
aqidahnya. Berbeda dengan orang tua zaman dahulu yang konon sangat menjaga
sikap putra putrinya, sehingga Indonesia dikenal dengan adat timur karena
memiliki kesopanan yang tinggi.
Namun, saat ini seolah-olah tanggung jawab orang tua terhadap
anaknya terabaikan. Anak muda mungkin sangat merasa dibebaskan, karena tidak
adanya teguran dari orang tua. Padahal dengan maraknya dampak negative
globalisasi ini, tanggung jawab orang tua justru sangat diharapkan dalam
mendidik anaknya agar kelak menjadi generasi yang berakhlak mulia. Dengan kata
lain, berkembangnya IPTEK harus diimbangi dengan IMTAQ.
3.
Sikap dan Perilaku Guru yang Profesional
Berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru,
antara lain melalui seminar, pelatihan, dan loka karya, bahkam melalui
pendidikan formal bahkan dengan menyekolahkan guru pada tingkat yang lebih
tinggi. Kendatipun dalam pelakansaannya masih jauh dari harapan, dan banyak
penyimpangan, namun paling tidak telah menghasilkan suatu kondisi yang yang
menunjukkan bahwa sebagian guru memiliki ijazah perguruan tinggi.
Latar belakang pendidikan
ini mestinya berkorelasi positif dengan kualitas pendidikan, bersamaan dengan
faktor lain yang mempengaruhi. Walaupun dalam kenyataannya banyak guru yang
melakukan kesalahan-kesalahan. Kesalahan-kesalahan yang seringkali tidak
disadari oleh guru dalam pembelajaran ada tujuh kesalahan. Kesalahan-kesalahan
itu antara lain:
1)
mengambil jalan pintas dalam
pembelajaran,
2)
menunggu peserta didik berperilaku
negatif,
3)
menggunakan destruktif discipline,
4)
mengabaikan kebutuhan-kebutuhan
khusus (perbedaan individu) peserta didik,
5)
merasa diri paling pandai di
kelasnya,
6)
tidak adil (diskriminatif), serta
7)
memaksakan hak peserta didik
(Mulyasa, 2005:20).
Untuk mengatasi
kesalahan-kesalahan tersebut maka seorang guru yang profesional harus memiliki
empat kompetensi. Kompetensi tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dosen dan
Guru, yakni:
1.
kompetensi pedagogik adalah
kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik,
2.
kompetensi kepribadian adalah
kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta
menjadi teladan peserta didik,
3.
kompetensi profesional adalah
kamampuan penguasaan materi pelajaran luas mendalam,
4.
kompetensi sosial adalah kemampuan
guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan
peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat
sekitar.
4.
Enam Belas Pilar
Pembentukan Karakter yang Harus Dimiliki Seorang Guru
Menurut Danni
Ronnie M. , ada enam belas pilar agar guru dapat mengajar dengan hati.
Keenam belas pilar tersebut menekankan pada sikap dan perilaku pendidik untuk
mengembangkan potensi peserta didik. Enam belas pilar pembentukan karakter yang
harus dimiliki seorang guru, antara lain:
1. kasih sayang,
2. penghargaan,
3. pemberian ruang untuk mengembangkan diri,
4. kepercayaan,
5. kerjasama,
6. saling berbagi,
7. saling memotivasi,
8. saling mendengarkan,
9. saling berinteraksi secara positif,
10. saling menanamkan nilai-nilai moral,
11. saling mengingatkan dengan ketulusan hati,
12. saling menularkan antusiasme,
13. saling menggali potensi diri,
14. saling mengajari dengan kerendahan hati,
15. saling menginsiprasi,
16. saling menghormati perbedaan.
Menurut saya, pendapat ini sangat baik sekali bila dikaitkan dengan
profesional seorang guru.
5.
Faktor Penyebab
Sikap dan Perilaku Guru Menyimpang
Menurut (Fuddin, 2009) dalam
artikelnya yang berjudul Sikap dan Perilaku Guru yang Profesional ,
jika ada pendidik (guru) yang sikap dan perilakunya menyimpang karena
dipengaruhi beberapa faktor. Pertama, adanya malpraktik yaitu melakukan
praktik yang salah, miskonsep. Guru salah dalam menerapkan hukuman pada siswa.
Apapun alasannya tindakan kekerasan maupun pencabulan guru terhadap siswa
merupakan pelanggaran.
Kedua, kurang siapnya guru maupun siswa secara fisik, mental, maupun
emosional. Kesiapan fisik, mental, dan emosional guru maupun siswa sangat
diperlukan. Jika kedua belah pihak siap secara fisik, mental, dan emosional,
proses belajar mengajar akan lancar, interaksi siswa dan guru pun akan terjalin
harmonis.
Ketiga, kurangnya penanaman budi pekerti di sekolah. Pelajaran budi
pekerti sekarang ini sudah tidak ada lagi. Kalaupun ada sifatnya hanya sebagai
pelengkap, lantaran diintegrasikan dengan berbagai mata pelajaran yang ada.
Namun realitas di lapangan pelajaran yang didapat siswa kabanyakan hanya
dijejali berbagai materi. Sehingga nilai-nilai budi pekerti yang harus
diajarkan justru dilupakan.
Selain dari ketiga faktor di atas, juga dipengaruhi oleh tipe-tipe
kejiwaan seperti yang diungkapkan Plato dalam “Tipologo Plato”, bahwa fungsi
jiwa ada tiga, yaitu: fikiran, kemauan, dan perasaan. Pikiran berkedudukan di
kepala, kemauan berkedudukan dalam dada, dan perasaan berkedudukan dalam tubuh
bagian bawah. Atas perbedaan tersebut Plato juga membedakan bahwa pikiran itu
sumber kebijakasanaan, kemauan sumber keberanian, dan perasaan sumber kekuatan
menahan hawa nafsu.
Jika pikiran, kemauan, perasaan tidak sinkron akan menimbulkan
permasalahan. Perasaan tidak dapat mengendalikan hawa nafsu, akibatnya kemauan
tidak terkendali dan pikiran tidak dapat berpikir bijak. Agar pendidikan di
Indonesia berhasil, paling tidak pendidik memahami faktor-faktor tersebut.
Kemudian mampu mengantisipasinya dengan baik. Sehingga kesalahan-kesalahan guru
dalam sikap dan perilaku dapat dihindari.
6.
Kompleksitas Pendidikan Guru dan Kondisi Kerja
Guru
Penanganan terhadap kompleksitas pengajaran dan
pembelajaran tersebut memerlukan guru yang berkualitas
yang dihasilkan dari suatu sistem pendidikan guru, baik pra‐jabatan maupun dalam‐jabatan. Fokus
tulisan ini pada pendidikan guru pra‐jabatan
karena memiliki peran yang strategis:mempersiapkan guru masa depan.
Darling‐Hammond
(2006) pernah menyatakan bahwa selama ini pendidikan guru tergadaikan dan cenderung dianggap sebagai pendidikan profesi
kelas kedua. Hal ini dikarenakan ketidakjelasan epistemologi
disiplin pendidikan guru, kesenjangan teori‐praktik dan anggapan pekerjaan guru dapat dilakukan oleh lulusan dari disiplin apapun (teachers are born). Dari segi internal LPTK, keterpaduan dan keutuhan antara visi, program, kurikulum dan
pedagogi pendidikan guru merupakan tantangan laten. Dari segi pendidik guru (dosen LPTK),
kompleksitasnya tercermin dari dualisme peran mereka: 1) bagaimana memahami disiplin ilmu dan bagaimana
mengajarkan bagaimana mengajarkan disiplin ilmu tersebut; dan 2) bagaimana mengajarkan teori terhadap praktik pengajaran
dan bagaimana menteorikan
praktik pengajaran. Dengan demikian, peran pendidik guru adalah memahami
kompleksitas pengajaran dan pembelajaran
serta menjadi model guru bagi para calon guru. Hal lainya berkenaan dengan kemitraan antara LPTK dengan
sekolah terkait praktik mengajar mahasiswa dimana pelaksanaannya
pun tidaklah mudah.
Kondisi kerja guru mencakup lingkungan kerja,
beban kerja, pengembangan diri dan kesejahteraan. Prof.
Winarno Surakhmad pernah menyatakan di media bahwa sebagian besar sekolah‐sekolah kita mirip
kandang ayam. Kira‐kira
begitulah lingkungan kerja para guru, sangat tidak layak dan mereka harus menghabiskan minimal 24 jam mengajar/minggu di
sana. Beban mengajar –tampil di kelas‐ perlu dipertimbangkan kembali mengingat pekerjaan
perencanaan dan evaluasi, disamping bimbingan dan pengembangan
diri, juga memerlukan waktu. Kesempatan pengembangan diri pun belum merata dimana terdapat guru yang dikenal sebagai guru
spesialis pelatihan.
Kondisi pendidikan di Indonesia selama ini
mencerminkan apa yang dikemukakan masyarakat pendidikan
Amerika di dekade 80an sebagai nation
at risk. Dalam
hal ini, LPTK kiranya dapat menjadi elemen
kunci dalam proses tersebut agar dapat menyediakan knowledge yang
mendasari tataran implementasi
kebijakan. Dari kebijakan dan implementasinya diharapkan terbentuk budaya
belajar di masyarakat
pendidikan yang menjadikan pengkajian pengajaran dan pembelajaran sebagai ruh pembaharuan pendidikan berkelanjutan.
7.
Peranan
Guru yang Paling Dianggap Dominan
Berkenaan dengan ungkapan di atas, berikut ini adalah peranan yang paling
dianggap dominan dan diklasifikasikan sebagai berikut:
a.
Guru sebagai
Demonstrator
Melalui peranannya sebagai demonstrator, lecturer, atau pengajar,
guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi belajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya, karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Salah satu hal yang harus diperhatikan oleh guru ialah bahwa ia sendiri adalah pelajar.
guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi belajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya, karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Salah satu hal yang harus diperhatikan oleh guru ialah bahwa ia sendiri adalah pelajar.
Seorang guru hendaknya mampu dan terampil dalam merumuskan tujuan pembelajaran
khusus atau indikator, memahami kurikulum, dan ia sendiri sebagai sumber
belajar yang terampil dalam memberikan informasi kepada kelas. Sebagai pengajar
ia harus membantu perkembangan anak didik untuk dapat menerima, memahami, serta
menguasai ilmu pengetahuan. Untuk itu guru hendaknya mampu memotivasi siswa
untuk senantiasa belajar dalam berbagi kesempatan. Pengajar yang baik bila ia
menguasai dan mampu melaksanakan keterampilan-keterampilan mengajar.
b.
Guru sebagai
Pengelola Kelas
Dalam perannya sebagai pengelola kelas (learning managers). Guru
hendaknya mampu mengelola kelas, karena kelas merupakan lingkungan belajar
serta merupakan suatu aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi.
Lingkungan harus diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan. Pengawasan terhadap lingkungan turut menentukan sejauh mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan yang baik. Lingkungan yang baik adalah yang bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan.
Kualitas dan kuanitas belajar siswa dalam kelas bergantung pada banyak faktor, antara lain adalah guru, hubungan pribadi antar siswa dalam kelas, serta kondisi umum dan suasana dalam kelas.
Lingkungan harus diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan. Pengawasan terhadap lingkungan turut menentukan sejauh mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan yang baik. Lingkungan yang baik adalah yang bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan.
Kualitas dan kuanitas belajar siswa dalam kelas bergantung pada banyak faktor, antara lain adalah guru, hubungan pribadi antar siswa dalam kelas, serta kondisi umum dan suasana dalam kelas.
Sebagai manajer lingkungan belajar, guru harus mampu mempergunakan
pengetahuan tentang teori belajar mengajar dan teori perkembangan sehingga
memungkinkan untuk menciptakan situasi belajar mengajar yang menimbulkan
kegiatan belajar pada siswa akan mudah dilaksanakan dan sekaligus memudahkan
pencapaian tujuan yang diharapkan.
c.
Guru sebagai
Mediator dan Fasilitator
Sebagai mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan
pemahaman yang cukup mengenai media pendidikan, karena media pendidikan
merupakan alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengajar.
Dengan demikian jelaslah bahwa media pendidikan merupakan alat yang sangat diperlukan yang bersifat melengkapi dan merupakan bagian integral demi berhasilnya proses pendidikan dan pengajaran di sekolah. Guru tidak cukup hanya memiliki pengetahuan tentang media pendidikan, tetapi juga harus memiliki keterampilan memilih dan menggunakan, serta mengusahakan media itu dengan baik. Memilih dan menggunakan media pendidikan harus sesuai dengan tujuan, materi, metoda, evaluasi, dan kemampuan guru serta minat dan kemampuan siswa.
Dengan demikian jelaslah bahwa media pendidikan merupakan alat yang sangat diperlukan yang bersifat melengkapi dan merupakan bagian integral demi berhasilnya proses pendidikan dan pengajaran di sekolah. Guru tidak cukup hanya memiliki pengetahuan tentang media pendidikan, tetapi juga harus memiliki keterampilan memilih dan menggunakan, serta mengusahakan media itu dengan baik. Memilih dan menggunakan media pendidikan harus sesuai dengan tujuan, materi, metoda, evaluasi, dan kemampuan guru serta minat dan kemampuan siswa.
Sebagai mediator guru juga menjadi perantara dalam hubungan antar
manusia. Untuk itu, guru harus terampil mempergunakan pengetahuan tentang
bagaimana orang berinteraksi dan berkomunikasi. Tujuannya adalah agar guru
dapat menciptakan secara maksimal kualitas lingkungan yang interaktif. Dalam
hal ini ada tiga macam kegiatan yang dapat dilakukan guru, yaitu mendorong
berlangsungnya tingkah laku sosial yang baik, mengembangkan gaya interaksi pribadi,
dan menambah hubungan positif dengan siswa.
Sebagai fasilitator, guru hendaknya mampu mengusahakan sumber
belajar yang kiranya berguna serta dapat menunjang percapaian tujuan dan proses
belajar mengajar, baik yang berupa nara sumber, buku teks, majalah, ataupun
surat kabar.
d. Guru sebagai Evaluator
Dalam dunia pendidikan, kita ketahui bahwa setiap jenis dan jenjang
pendidikan pada waktu-waktu tertentu/periode pendidikan selalu mengadakan
evaluasi, artinya penilaian yang telah dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun
pendidik. Demikian pula setiap kali proses belajar mengajar, guru hendaknya
menjadi evaluator yang baik. Penilaian dilakukan untuk mengetahui apakah tujuan
yang telah dirumuskan itu tercapai atau tidak, apakah materi yang diajarkan
sudah dikuasai atau belum oleh siswa, dan apakah metode yang digunakan sudah
cukup tepat.
Dalam fungsinya sebagai penilaian hasil belajar siswa, guru hendaknya
secara terus menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai siswa dari
waktu ke waktu. Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini merupakan umpan
balik terhadap proses belajar mengajar, di mana umpan balik ini akan dijadikan
titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar mengajar
selanjutnya. Dengan demikian, proses belajar mengajar akan terus menerus
ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal.
e.
Guru sebagai
Pengembang Kurikulum di Sekolah
Untuk memudahkan pembahasan peran guru dalam mengembangkan kurikulum di
sekolah. Terlebih dahulu harus dipahami pengertian kurikulum.
Dalam pandangan klaksik kurikulum diartikan sebagai sekumpulan mata pelajaran yang diberikan anak didik di sekolah (Penix dan Bestor, dalam Ragan dan Shepherd, 1982: 2). Sedangkan dalam pandangan modern kurikulum diartikan sebagai segala pengalaman belajar yang harus dikuasai anak didik di
bawah bimbingan atau tanggungjawab sekolah (Doll, 1974; Tannr & Tanner,
1980; Miller & Saller, 1985).
Dalam pandangan klaksik kurikulum diartikan sebagai sekumpulan mata pelajaran yang diberikan anak didik di sekolah (Penix dan Bestor, dalam Ragan dan Shepherd, 1982: 2). Sedangkan dalam pandangan modern kurikulum diartikan sebagai segala pengalaman belajar yang harus dikuasai anak didik di
bawah bimbingan atau tanggungjawab sekolah (Doll, 1974; Tannr & Tanner,
1980; Miller & Saller, 1985).
5.
ELEMEN YANG MENARIK
1)
Kesalahan guru dalam memahami profesinya akan
mengakibatkan bergesernya fungsi guru secara perlahan-lahan. Pergeseran
ini telah menyebabkan dua pihak yang tadinya sama-sama membawa kepentingan dan
salng membutuhkan, yakni guru dan siswa, menjadi tidak lagi saling membutuhkan.
Akibatnya suasana belajar sangat memberatkan, membosankan, dan jauh dari
suasana yang membahagiakan. Dari sinilah konflik demi konflik muncul sehingga
pihak-pihak didalamnya mudah frustasi lantas mudah melampiaskan kegundahan
dengan cara-cara yang tidak benar. Di sinilah perlu diperhatikan sikap guru
yang professional atau sebaliknya.
2)
Minat, bakat, kemampuan,
dan potensi peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan
guru. Dalam kaitan ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara
individual. Tugas guru tidak hanya mengajar, namun juga mendidik, mengasuh,
membimbing, dan membentuk kepribadian siswa guna menyiapkan dan mengembangkan
sumber daya manusia (SDM).
3)
Masih banyak guru yang
berhati guru dan berjiwa guru. Masih banyak guru yang hidup dan matinya
diberikan kepada tugasnya mendidik anak bangsa. Masih banyak guru yang
berpotensi profesional. Tetapi dunia sekeliling guru tidak memahami potensi
itu. Dunia sekeliling guru masih terlalu banyak berwatak anti profesionalisme.
Watak birokrasi misalnya, masih terlalu kental sebagai watak yang tidak
menghormati karena tidak memahami hakikat profesionalisme.
4)
Pembelajaran yang berkualitas
sangat tergantung dari motivasi pelajar dan kreativitas pengajar. Pembelajar
yang memiliki motivasi tinggi ditunjang dengan pengajar yang mampu
memfasilitasi motivasi tersebut akan membawa pada keberhasilan pencapaian
target belajar.
5)
Guru mempunyai peranan utama dan
sangat menentukan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, karena kegiatan
belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan.
6)
Istilah guru pada saat ini
mengalami penciutan makna. Guru adalah orang yang mengajar di sekolah. Orang
yang bertindak seperti guru seandainya dia berada di suatu lembaga kursus atau
pelatihan tidak disebut guru, tetapi tutor atau pelatih. Padahal mereka itu
tetap saja bertindak seperti guru.
6.
REFLEKSI DIRI
Saya sangat menyukai materi minggu ini karena ini
menyangkut dengan bagaimana menjadi guru yang profesional. Selain itu, juga ada
hubungannya dengan komunikasi yang diterapkan oleh guru terhadap siswanya. Saya
harus menguasai bagaimana hakikat dari peranan seorang guru dalam belajar dan
pembelajaran. Saebagai seorang guru nantinya saya ingin siswa/mahasiswa (i) saya
memahami secara penuh materi yang saya ajarkan. Saya juga ingin menciptakan
lingkungan belajar yang menyenangkan saat pembelajaran berlangsung.
Selain itu, saya juga harus mengenali berbagai macam
kompleksitas dalam belajar dan pembelajaran. Setelah mengenali kompleksitas apa
saja dalam belajar dan pembelajaran, selanjutnya saya harus mengetahui
bagaimana mengatasi kompleksitas tersebut dengan cara yang bijak dan
bertanggung jawab. Solusi-solusi yang saya pakai haruslah solusi yang pas
dengan permasalahan yang ada. Oleh karena itu, perlu bagi seorang guru untuk
mengetahui berbagai macam permasalahan yang akan timbul dalam pembelajaran
sehingga mudah untuk mencari solusinya.
Bagaimana saya akan menjadi guru yang baik, jika saya
belum paham ”akar” dari pembelajaran? Tentunya saya harus semangat dalam
menimba ilmu ini agar dapat saya terapkan pada peserta didik saya nanti,
sehingga tujuan pembelajaran tercapai dengan hasil yang memuaskan karena siswa
siswi saya dapat memahami materi yang saya ajari. Saya harus banyak-banyak
membaca mengenai teori belajar dan pembelajaran untuk masa depan saya sebagai
guru yang profesional. Ilmu yang saya dapatkan dalam minggu ini semoga
bermanfaat dan berkah. Hal ini sebagai bekal saya kelak saat menjadi guru/
dosen. Amiin.. ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar