JURNAL BELAJAR 5
Nama :
Linda Tri Antika
NIM :
209341417443
Kelas :
AA
Matakuliah :
Belajar dan Pembelajaran
Dosen :
Dr. Hj. Sri Endah Indriwati, M.Pd
Jam/ Ruang : 03
– 04 dan 07 – 08 SPA 307
Hari, Tanggal : Senin-Selasa, 19-20 September 2011
Jurnal ke- :
5
Konsep : Teori Belajar Behaviorisme dan
Kognitivisme
1.
EKSPLORASI KONSEP YANG DIPELAJARI DAN INFORMASI/ KONSEP
YANG DITERIMA DARI DOSEN/ HASIL PRESENTASI
a)
19 September 2011
·
Teori Belajar Behaviorisme
Menurut teori behaviorisme, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai
akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan
kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal
kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil
interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu
jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Sebagai contoh, anak belum
dapat berhitung perkalian. Walaupun ia sudah berusaha giat, dan gurunya pun
sudah mengajarkannya dengan tekun, namun jika anak tersebut belum dapat
mempraktekkan perhitungan perkalian, maka ia belum dianggap belajar. Karena ia belum dapat menunjukkan perubahan perilaku
sebagai hasil belajar (Budiningsih, 2008).
Teori behavioristik banyak
dikritik karena sering kali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang
kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan
dan atau belajar yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan
respon. Pandangan behavioristik tidak sempurna, kurang dapat menjelaskan adanya
variasi tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang
sama (Budiningsih, 2008).
Teori behavioristik juga
cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan
tidak produktif. Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan
pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas ”mimetic”, yang menuntut siswa untuk
mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis,
atau tes. Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah,
dan biasanya menggunakan paper and pencil
test. Evaluasi hasil belajar menuntut satu jawaban benar (Budiningsih, 2008).
b)
13 September 2011
·
Teori Belajar Kognitivisme
Menurut teori kognitifisme, belajar adalah perubahan
persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku. Dalam
model ini tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya
tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan dan perubahan tingkah laku
sangat dipengaruhi oleh proses berfikir internal yang terjadi selama proses
belajar.
Berikut adalah ciri-ciri dari aliran kognitivisme:
1.
mementingkan apa yang ada dalam diri manusia
2.
mementingkan keseluruhan daripada bagian-bagian
3.
mementingkan peranan kognitif
4.
mementingkan kondisi waktu sekarang
5.
mementingkan pembentukan struktur kognitif
6.
mengutamakan keseimbangan dalam diri manusia
7.
mengutamakan insight (pengertian, pemahaman) (Herry, 2011).
Kognitivisme mengakui pentingnya
faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau
lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar merupakan interaksi antara individu dan
lingkungan, dan hal itu terjadi terus-menerus sepanjang hayatnya. Beberapa teori
belajar berdasarkan aliran kognitif ini antara lain teori gestalt, teori medan,
teori perkembangan Piaget, teori belajar bermakna Ausubel, teori penemuan
Bruner dan teori kognitif Bandura.
1) Teori Gestalt
Menurut
teori Gestalt, belajar adalah proses mengembangkan insight (wawasan,
pengertian/pengetahuan). Insight ini adalah pemahaman terhadap hubungan
antarbagian di dalam suatu situasi permasalahan. Berbeda dengan teori
behavioristik yanng menganggap belajar atau tingkah laku itu bersifat
mekanistis sehingga mengabaikan atau mengingkari pernanan insight, teori
gestalt justru menganggap bahwa insight adalah inti dari pembentukan
tingkah laku (Sanjaya, 2006).
2) Teori Medan (Field theory)
Teori
medan ini dikembangkan oleh Kurt Lewin. Sama seperti teori gestalt yang
menekankan keseluruhan dan keterpaduan. Menurut teori medan, individu selalu
berada dalam suatu medan atau ruang hidup (life space).
Dalam medan hidup ini ada sesuatu
tujuan yang ingin dicapai, tetapi untuk mencapainya selalu saja ada barier
atau hambatan. Individu memiliki satu atau sejumlah dorongan dan berusaha
mengatasi hambatan untuk mencapai tujuan tersebut. Apabila individu tersebut
telah berhasil mencapai tujuan, maka masuk ke dalam medan atau lapangan
psikologis baru yang di dalamnya berisi tujuan baru dengan hambatan-hambatan
baru pula (Sukmadinata, 2007).
3) Teori Belajar Kognitif Piaget
Jean Piaget mengemukakan tahap-tahap
yang harus dilalui seorang anak dalam mencapai tingkatan perkembangan proses
berpikir formal, yaitu: Sensori motor, Pra Oprasional, Operasional Konkret, dan Operasional Formal.
4) Teori Belajar Bermakna Ausubel
Menurut
David P. Ausubel, secara umum kelemahan teori belajar adalah menekankan pada
belajar asosiasi atau menghafal, dimana materi asosiasi dihafal secara
arbitrase. Padahal, belajar seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna.
Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang
telah dimiliki dalam struktur kognitifnya (Muhaimin, 2002).
5) Teori Penemuan Bruner
Salah
satu teori belajar kognitif yang sangat berpengaruh adalah teori Jerome Bruner yang
dikenal dengan belajar penemuan (discovery learning). Bruner menganggap
bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh
manusia, dan dengan sendirinya memberi hasil yang paling baik. Berusaha sendiri
untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya,
menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna (Trianto, 2007).
6) Teori Belajar Kognitif Gagne
Gagne
melihat proses belajar mengajar dibagi menjadi beberapa komponen penting yaitu:
(1) Fase–fase pembelajaran, (2) Kategori utama kapabilitas/kemampuan
manusia/outcomes, (3) Kondisi atau tipe pembelajaran, (4) Kejadian-kejadian
instruksional
7) Teori Belajar Kognitif Vygotsky
Vygotsky membedakan secara
fundamental antara kegiatan berbasis stimulus-respons, alat dan bahasa. Ia juga
berpendapat bahwa ada perbedaan antara konsep dan bahasa ketika seseorang masih
belia, tetapi sejalan dengan perjalanan waktu, keduanya akan menyatu. Bahasa
mengekspresikan konsep, dan konsep digunakan dalam bahasa.
8)
Teori
Kognitif Bandura
Albert Bandura mengatakan bahwa belajar itu
lebih dari sekedar perubahan perilaku. Belajar adalah pencapaian pengetahuan
dan perilaku yang didasari oleh pengetahuannya tersebut (teori kognitif
sosial). Prinsip belajar menurut Bandura adalah usaha menjelaskan belajar dalam
situasi alami. Hal ini berbeda dengan situasi di laboratorium atau pada
lingkungan sosial yang banyak memerlukan pengamatan tentang pola perilaku
beserta konsekuensinya pada situasi alami (Djaali, 2007).
2.
HASIL EKSPLORASI
Informasi mengenai teori belajar Behavorisme dan
Kognitivisme di bawah ini, didapatkan dari Fajar S. dalam tulisannya yang
berjudul Teori Belajar.
a) Teori Belajar
Behaviorisme
Behaviorisme
dari kata behave yang berarti berperilaku dan isme berarti aliran. Behavorisme
merupakan pendekatan dalam psikologi yang didasarkan atas proposisi (gagasan
awal) bahwa perilaku dapat dipelajari dan dijelaskan secara ilmiah. Dalam melakukan
penelitian, behavioris tidak mempelajari keadaan mental. Jadi, karakteristik
esensial dari pendekatan behaviorisme terhadap belajar adalah pemahaman
terhadap kejadian-kejadian di lingkungan untuk memprediksi perilaku seseorang,
bukan pikiran, perasaan, ataupun kejadian internal lain dalam diri orang tersebut.
Fokus behaviorisme adalah respons terhadap berbagai tipe stimulus. Para tokoh
yang memberikan pengaruh kuat pada aliran ini adalah Ivan Pavlov dengan
teorinya yang disebut classical conditioning, John B. Watson yang
dijuluki behavioris S-R (Stimulus-Respons), Edward Thorndike (dengan teorinya Law
of Efect), dan B.F. Skinner dengan teorinya yang disebut operant
conditioning.
1)
Teori
Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov
Pengkondisian Klasik atau Classical
conditioning ditemukan secara kebetulan oleh Pavlov di dekade 1890-an. Saat
itu Pavlov sedang mempelajari bagaimana air liur membantu proses pencernaan
makanan. Kegiatannya antara lain memberi makan anjing eksperimen dan mengukur
volume produksi air liur anjing tersebut di waktu makan. Setelah anjing
tersebut melalui prosedur yang sama beberapa kali, ternyata mulai mengeluarkan
air liur sebelum menerima makanan. Pavlov menyimpulkan bahwa beberapa stimulus
baru seperti pakaian peneliti yang serba putih, telah diasosiasikan oleh anjing
tersebut dengan makanan sehingga menimbulkan respons keluarnya air liur. Bunyi
lonceng menjadi stimulus dengan pengkondisian, dan keluarnya air liur
anjing disebut respons dengan pengkondisian.
2)
Teori Stimulus-Respons John Watson
Dia melakukan eksperimen terhadap seorang
balita bernama Albert. Pada awal eksperimen, balita tersebut tidak takut
terhadap tikus. Ketika balita memegang tikus, Watson mengeluarkan suara dengan
tiba-tiba dan keras. Balita menjadi takut dengan suara yang tiba-tiba dan keras
sekaligus takut terhadap tikus. Akhirnya, tanpa ada suara keras sekalipun,
balita menjadi takut terhadap tikus. Meskipun eksperimen Watson dan rekannya
secara etika dipertanyakan, hasilnya menunjukkan untuk pertamakalinya bahwa
manusia dapat ‘belajar’ takut terhadap stimuli yang sesungguhnya tidak
menakutkan. Namun ketika stimuli tersebut berasosiasi dengan pengalaman yang
tidak menyenangkan, ternyata menjadi menakutkan.
3)
Hukum
Efek dan Teori Koneksionisme Edward Thorndike
Subjek riset Thorndike termasuk kucing, anjing,
ikan, kera, dan anak ayam. Untuk melihat bagaimana hewan belajar perilaku yang
baru, Thorndike menggunakan ruangan kecil yang ia sebut puzzle box (kotak
teka-teki), dan jika hewan itu melakukan respons yang benar (seperti menarik
tali, mendorong tuas, atau mendaki tangga), pintu akan terbuka dan hewan
tersebut akan diberi hadiah makanan yang diletakkan tepat di luar kotak. Ketika
pertama kali hewan memasuki kotak teka-teki, memerlukan waktu lama untuk dapat
memberi respons yang dibutuhkan agar pintu terbuka. Namun demikian, pada
akhirnya hewan tersebut dapat melakukan respons yang benar dan menerima hadiahnya:
lolos dan makanan. Ketika Thorndike memasukkan hewan yang sama ke kotak
teka-teki secara berulang-ulang, hewan tersebut akan melakukan respons yang
benar semakin cepat. Dalam waktu singkat, hewan-hewan tersebut hanya
membutuhkan waktu beberapa detik untuk lolos dan mendapatkan hadiah.
Kenyataannya, hewan menggunakan cara yang biasa
disebut trial and error dengan bukti kurva waktu yang menurun secara
gradual. Hal ini menunjukkan hewan dapat 'belajar' secara gradual dan
konsisten. Didasarkan atas eksperimennya, Thorndike mengemukakan prinsip yang
ia sebut hukum efek. Hukum ini menyatakan bahwa perilaku yang diikuti kejadian
yang menyenangkan, lebih cenderung akan terjadi lagi di masa mendatang. Sebaliknya,
perilaku yang diikuti kejadian yang tidak menyenangkan akan memperlemah,
sehingga cenderung tidak terjadi lagi di masa mendatang.
4)
Pengkondisian
Disadari B.F. Skinner
Diawali di tahun 1930-an, Skinner menghabiskan
waktu beberapa dasa warsa mempelajari perilaku, kebanyakan tikus atau merpati di
dalam ruangan kecil yang kemudian disebut kotak Skinner. Seperti kotak
teka-teki Thorndike, kotak Skinner berupa ruangan kosong tempat hewan dapat
memperoleh makanan dengan melakukan respons sederhana, seperti menekan atau
memutar tuas. Sebuah alat yang diletakkan di dalam kotak merekam semua yang
dilakukan hewan tersebut. Kotak Skinner berbeda dengan kotak teka-teki
Thorndike dalam tiga hal: (1) dalam mengerjakan respons yang diinginkan, hewan
tersebut menerima makanan namun tidak keluar dari kotak; (2) persediaan makanan
di dalam kotak hanya cukup untuk setiap respons, sehingga penguat hanya
diberikan untuk satu sesi tes; dan (3) operant response (respons yang
disadari) membutuhkan upaya yang ringan, sehingga seekor hewan dapat melakukan respons
ratusan bahkan ribuan kali per jamnya.
Prinsip-prinsip Operant Conditioning
a. Penguatan
Reinforcement (penguatan)
berarti proses yang memperkuat perilaku yaitu, memperbesar kesempatan supaya
perilaku tersebut terjadi lagi. Ada dua kategori umum reinforcement,
yaitu positif dan negatif. Eksperimen Thorndike dan Skinner menggambarkan reinforcement
positif, suatu metode memperkuat perilaku dengan menyertaikan stimulus yang
menyenangkan. Reinforcement positif merupakan metode yang efektif dalam
mengendalikan perilaku baik hewan maupun manusia. Reinforcement negatif
merupakan suatu cara untuk memperkuat suatu perilaku melalui cara menyertainya
dengan menghilangkan atau meniadakan stimulus yang tidak menyenangkan.
Ada dua tipe reinforcement negatif:
mengatasi dan menghindari. Di dalam tipe pertama (mengatasi), seseorang
melakukan perilaku khusus mengarah pada menghilangkan stimulus yang tidak
mengenakkan. Dalam tipe kedua (menghindari),
seseorang melakukan suatu perilaku menghindari akibat yang tidak menyenangkan.
b. Hukuman
Apabila reinforcement memperkuat
perilaku, hukuman memperlemah, mengurangi peluangnya terjadi lagi di masa
depan. Sama halnya dengan reinforcement, ada dua macam hukuman, positif dan
negatif. Hukuman yang positif meliputi mengurangi perilaku dengan memberikan stimulus
yang tidak menyenangkan jika perilaku itu terjadi. Orang tua menggunakan hukuman
positif ketika mereka memukul, memarahi, atau meneriaki anak karena perilaku
yang buruk. Masyarakat menggunakan hukuman positif ketika mereka menahan atau memenjarakan
seseorang yang melanggar hukum. Hukuman negatif atau disebut juga peniadaan,
meliputi mengurangi perilaku dengan menghilangkan stimulus yang menyenangkan
jika perilaku terjadi. Taktik orang tua yang membatasi gerakan anaknya atau
mencabut beberapa hak istimewanya karena perbuatan anaknya yang buruk merupakan
contoh hukuman negatif.
c. Pembentukan
Pembentukan merupakan teknik penguatan yang
digunakan untuk mengajar perilaku hewan atau manusia yang belum pernah mereka
lakukan sebelumnya. Dalam cara ini, guru memulainya dengan penguatan kembali
suatu respons yang dapat dilakukan oleh pembelajar dengan mudah, dan secara
berangsur-angsur ditambah tingkat kesulitan respons yang dibutuhkan.
d. Eliminasi Penguatan
Sebagaimana dalam classical conditioning,
respons yang dipelajari di dalam operant conditioning tidak selalu
permanen. Di dalam operant conditioning, extinction (eliminasi
kondisi) merupakan eliminasi dari perilaku yang dipelajari dengan menghentikan
penguat dari perilaku tersebut.
Pada manusia, menarik kembali penguat akan
menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan. Sebagai contoh, orang tua
seringkali memberikan reinforcement negative sifat marah anak-anak muda
dengan memberinya perhatian. Jika orang tua mengabaikan saja kemarahan anak-anak
dengan lebih memberikannya hadiah berupa perhatian tersebut, frekuensi
kemarahan dari anak-anak tersebut seharusnya secara berangsurangsur akan
berkurang.
e. Generalisasi dan Diskriminasi
Generalisasi dan diskriminasi yang terjadi di
dalam operant conditioning nyaris sama dengan yang terjadi di dalam classical
conditioning. Dalam generalisasi, seseorang suatu perilaku yang telah
dipelajari dalam suatu situasi dilakukan dalam kesempatan lain namun situasinya
sama. Belajar ketika perilaku akan dan
tidak akan diperkuat merupakan bagian penting dari operant conditioning.
b) Teori Belajar
Kognitivisme
Kognitivis mengalihkan perhatiannya pada
“otak”. Mereka berpendapat bagaimana manusia memproses dan menyimpan informasi
sangat penting dalam proses belajar. Akhirnya proposisi (gagasan awal) inilah
yang menjadi fokus baru mereka.
Kognitivisme tidak seluruhnya menolak gagasan
behaviorisme, namun lebih cenderung perluasannya, khususnya pada gagasan eksistensi
keadaan mental yang bisa mempengaruhi proses belajar. Pakar psikologi kognitif
modern berpendapat bahwa belajar melibatkan proses mental yang kompleks,
termasuk memori, perhatian, bahasa, pembentukan konsep, dan pemecahan masalah.
Mereka meneliti bagaimana manusia memproses informasi dan membentuk
representasi mental dari orang lain, objek, dan kejadian.
1) Jerome Bruner
Gagasan utama Bruner didasarkan kategorisasi.
"Memahami adalah kategorisasi, konseptualisasi adalah kategorisasi,
belajar adalah membentuk kategori-kategori, membuat keputusan adalah
kategorisasi." Bruner berpendapat bahwa orang menginterpretasikan dunia
melalui persamaannya dan perbedaannya. Sebagaimana halnya Taksonomi Bloom,
Bruner berpendapat tentang adanya suatu sistem pengkodean di mana orang
membentuk susunan hierarkhis dari kategori-kategori yang saling berhubungan.
Gagasannya yang disebut instructional
scaffolding (dukungan dalam pembelajaran) ini berupa hierarkhi kategori
berjenjang di mana semakin tinggi semakin spesifik, menyerupai gagasan Benjamin
Bloom tentang perolehan pengetahuan. Bruner mengemukakan ada dua mode utama
dalam berpikir: naratif dan paradigmatik. Dalam berpikir naratif, pikiran fokus
pada berpikir yang sekuensial, berorientasi pada kegiatan, dan dorongan berpikir
secara rinci. Dalam berpikir paradigmatik, pikiran melampaui kekhususan
sehingga memperoleh pengetahuan yang sistematis dan kategoris.
Pada mode pertama, proses berpikir seperti
halnya cerita atau drama. Pada mode kedua, berpikir secara berstruktur seperti
halnya menghubungkan berbagai gagasan mendasar dengan cara yang logis. Dalam
penelitiannya terhadap perkembangan anak (1966), Bruner menelorkan gagasan
tentang tiga mode representasi: representasi enactive (berbasis
tindakan), representasi iconic (berbasis gambaran), dan representasi
simbolik (berbasis bahasa).
2) Teori Piaget
Perkembangan kognitif merupakan pertumbuhan
logika berpikir dari bayi sampai dewasa. Piaget memiliki asumsi dasar
kecerdasan manusia dan biologi organism berfungsi dengan cara yang sama.
Keduanya adalah sistem terorganisasi yang secara konstan berinteraksi dengan
lingkungan.
Pengetahuan merupakan interaksi antara individu
dengan lingkungan. Outcome dari perkembangan kognitif adalah konstruksi
dari schema kegiatan, operasi konkret dan operasi formal. Komponen
perkembangan kognitif adalah asimilasi dan akomodasi, yang diatur secara
seimbang. Memfasilitasi berpikir logis melalui ekperimentasi dengan objek nyata,
yang didukung boleh interaksi antara peer dan guru. (Schema adalah
struktur terorganisasi yang merefleksikan pengetahuan, pengalaman, dan harapan
dari individu terhadap berbagai aspek dunia nyata). Sebagaimana Bruner, Piaget
juga memelopori lahirnya konstruktivisme.
3) Teori Vygotsky
Semula penganut teori Pavlov, Vygotsky berbalik
menentangnya karena ia berpendapat bahwa stimulus dan respons saja tidak cukup
untuk menjelaskan tentang realitas aktivitas manusia. Aktivitas yang dilakukan
manusia membutuhkan 'mediator' ekstra melalui alat atau bahasa. Dengan
menggunakan alat kita dapat melakukan kegiatan di lingkungan fisik dan dengan
bahasa kita dapat melakukan kegiatan di lingkungan konseptual dan sosial
sehingga dapat melakukan perubahan. Dengan demikian Vygotsky membedakan secara
fundamental antara kegiatan berbasis stimulus-respons, alat dan bahasa. Ia juga
berpendapat bahwa ada perbedaan antara konsep dan bahasa ketika seseorang masih
belia, tetapi sejalan dengan perjalanan waktu, keduanya akan menyatu. Bahasa
mengekspresikan konsep, dan konsep digunakan dalam bahasa.
Dari awal risetnya tentang aturan dan perilaku
tentang perkembangan penggunaan alat dan penggunaan tanda, Vygotsky berpaling
ke proses simbolik dalam bahasa. Ia fokus pada struktur semantik dari kata-kata
dan cara bagaaimana arti kata-kata berubah dari emosional ke konkret sebelum
menjadi lebih abstrak. Menurut Vygotsky, orang dewasa yang sensitif akan peduli
terhadap kesiapan anak untuk tantangan baru, sehingga mereka dapat menyusun
kegiatan yang cocok untuk mengembangkan keterampilan baru.
Orang dewasa berperan sebagai mentor dan guru,
mengarahkan anak ke dalam zone of proximal development, istilah dari Vygotsky
yang berarti suatu zone perkembangan di mana anak tidak mampu melakukan suatu
kegiatan belajar tanpa bantuan namun dapat melakukannya secara baik di bawah bimbingan
orang dewasa.
5)
HUBUNGAN YANG BERKAITAN DENGAN KONSEP
1)
Tugas utama guru adalah membelajarkan siswa, yaitu
mengkondisikan siswa agar belajar aktif sehingga potensi dirinya (kognitif,
afektif, dan konatif) dapat berkembang dengan maksimal. Dengan belajar aktif,
melalui partisipasi dalam setiap kegiatan pembelajaran, akan terlatih dan
terbentuk kompetensi yaitu kemampuan siswa untuk melakukan sesuatu yang
sifatnya positif yang pada akhirnya akan membentuk life skill sebagai bekal hidup dan
penghidupannya. Agar hal tersebut di atas dapat terwujud, guru
seyogianya mengetahui bagaimana cara siswa belajar dan menguasai berbagai cara
membelajarkan siswa.
2)
Guru memegang peranan sentral dalam proses belajar mengajar,
untuk itu mutu pendidikan di suatu sekolah sangat ditentukan oleh kemampuan
yang dimiliki seorang guru dalam menjalankan tugasnya. Menurut Aqib guru adalah
faktor penentu bagi keberhasilan pendidikan di sekolah, karena guru merupakan
sentral serta sumber kegiatan belajar mengajar 3. Lebih lanjut dinyatakan bahwa
guru merupakan komponen yang berpengaruh dalam peningkatan mutu pendidikan di
sekolah 4. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan atau kompetensi profesional dari
seorang guru sangat menentukan mutu pendidikan.
3)
Di dalam kelas, guru dapat memperkuat kemampuan
akademik yang bagus dengan sedikit hadiah atau hak-hak tertentu.
4)
Dalam praktik sehari-hari, guru dapat
mengkombinasikan beberapa teori belajar, yaitu dengan mengadopsi bagian/ hal
positif dari masing-masing teori belajar.
5)
Teknik reinforcement dapat digunakan untuk
mengajar keterampilan merawat diri sendiri pada orang-orang yang menderita
sakit mental yang parah, dan menggunakan hukuman dan ekstingsi (eliminasi
kondisi) untuk mengurangi perilaku agresif dan antisosial dari orang-orang
tersebut.
6)
MASALAH DAN SOLUSI
A.
MASALAH
1.
Mengapa teori belajar behaviorisme tidak banyak digunakan
untuk saat ini?
2.
Apakah teori behaviorisme sudah benar-benar dihilangkan
dalam pembelajaran masa kini?
3.
Bagaimana pembelajaran yang seharusnya digunakan saat ini?
4.
Bagaimanakah sikap/ hal yang harus dilakukan oleh seorang
guru dalam mengajar?
B.
SOLUSI
1.
Teori Behaviorisme Tidak Digunakan Saat Ini
Teori behavioristik sering kali tidak mampu
menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal
yang berkaitan dengan pendidikan dan atau belajar yang tidak dapat diubah
menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Pandangan behavioristik tidak
sempurna, kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun
mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama (Budiningsih, 2008).
Teori behavioristik juga
cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan
tidak produktif. Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan
pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas ”mimetic”, yang menuntut siswa untuk
mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan,
kuis, atau tes. Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara
terpisah, dan biasanya menggunakan paper
and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut satu jawaban benar (Budiningsih,
2008).
Saya
sangat setuju jika teori behaviorisme tidak digunakan secara mutlak dalam
pembelajaran di Indonesia. Jika behaviorisme digunakan secara mutlak, maka
pemahaman siswa terhadap suatu materi hanya dinilai hasil ”luar”nya saja. Hasil
pembelajaran yang dimaksud, belum tentu mewakili pemahaman dari siswa. Oleh
karena itu, proses belajar lah yang seharusnnya juga diperhitungkan dalam
proses belajar dan pembelajaran, dimana siswa tidak hanya mengetahui hasil,
tetapi mereka juga mengetahui dan memahami bagaimana (proses) mendapatkan hasil
tersebut.
2.
Apakah Behaviorisme Sudah Benar-benar Dihilangkan??
Behaviorisme tidak sepenuhnya dihilangkan, karena banyak
hal positif yang disumbangkan oleh teori behaviorisme, misalnya pembiasaan baik
siswa dalam mengenakan seragam rapi, datang ke sekolah tepat waktu sebelum bel
berbunyi, menghormati guru sebagai orang tua di sekolah.
Penggunaan evaluasi akhir secara tertulis juga dapat
digunakan guru sebagai evaluasi siswa terhadap materi yang diajarkan, namun hal
itu dilakukan setelah guru tahu bahwa anak didiknya sudah memahami materi yang
diajarkan melalui proses tertentu. Selain itu, menurut saya, dalam pendidikan
orang tua di rumah juga sangat dianjurkan sedikit banyak menggunakan
behaviorisme sebagai pembiasaan baik anak. Misalnya, orang tua selalu
memakaikan pakaian yang rapi dan sopan kepada anaknya setiap hari. Maka, secara
tidak langsung, anak tersebut akan merekam pembiasaan tersebut, dan akan malu
ketika harus menggunakan pakaian yang kurang sopan, akhirnya setiap hari anak
tersebut akan menggunakan pakaian yang sopan seperti yang diajarkan orang
tuanya.
3.
Bagaimana
Pembelajaran yang Seharusnya..??
Teori yang saat ini sedang marak digunakan
adalah konstruktivisme, dimana guru menyajikan persoalan dan mendorong (encourage)
siswa untuk mengidentifikasi, mengeksplorasi, berhipotesis, berkonjektur,
menggeneralisasi, dan inkuiri dengan cara mereka sendiri untuk menyelesaikan
persoalan yang disajikan. Sehingga jenis komunikasi yang dilakukan antara
guru-siswa tidak lagi bersifat transmisi sehingga menimbulkan imposisi
(pembebanan), melainkan lebih bersifat negosiasi sehingga tumbuh suasana
fasilitasi.
Dalam kondisi tersebut suasana menjadi
kondusif (tut wuri handayani) sehingga dalam belajar siswa bisa mengkonstruksi
pengetahuan dan opengalaman yang diperolehnya dengan pemaknaan yang lebih baik.
Siswa membangun sendiri konsep atau struktur materi yang dipelajarinya, tidak
melalui pemberitahuan oleh guru. Siswa tidak lagi menerima paket-paket konsep
atau aturan yang telah dikemas oleh guru, melainkan siswa sendiri ang
mengemasnya. Mungkin saja kemasannya tidak akurat, siswa yang satu dengan siswa
lainnya berbeda, atau mungkin terjadi kesalahan, di sinilah tugas guru
memberikan bantuan dan arahan (scalfolding) sebagai fasilitator dan
pembimbing. Kesalahan siswa merupakan bagian dari belajar, jadi harus dihargai
karena hal itu cirinya ia sedang belajar, ikut partisipasi dan tidak menghindar
dari aktivitas pembelajaran.
Saya sangat setuju dengan konstruktivisme
karena siswa akan dilatih untuk membangun pengetahuannya (konsep) sendiri,
terutama berdasarkan kehidupannya/ pengalamnnya sendiri. Dengan begitu, siswa
akan mencapai pemahamannya sendiri. Tidak lupa pula bahwa akan lebih baik jika
dalam proses pembelajaran juga memperhitungkan hal-hal positif dari teori
lainnya, yang kemudian digabungkan dengan teori konstruktivisme.
4.
Bagaimana Guru seharusnya Mengajar..??
Mengajar
terdiri dari sejumlah kejadian-kejadian tertentu yang menurut Gagne terkenal
dengan “Nine Instructional Events” yang dapat diuraikan sebagai
berikut :
1)
Gain Attention (memelihara perhatian)
Dengan stimulus ekster kita berusaha membangkitkan perhatian dan
motivasi siswa untuk belajar.
2)
Inform Learners of Objectives (penjelasan tujuan pembelajaran)
Menjelaskan kepada murid tujuan dan hasil apa yang diharapkan
setelah belajar. Ini dilakukan dengan komunikasi verbal.
3)
Stimulate Recall of Prior Learning (merangsang murid)
Merangsang murid untuk mengingat kembali konsep, aturan dan
keterampilan yang merupakan prasyarat agar memahami pelajaran yang akan
diberikan.
4)
Present The Content (menyajikan stimuli)
Menyajikan stimuli yang berkenaan dengan bahan pelajaran sehingga
murid menjadi lebih siap menerima pelajaran.
5)
Provide "Learning Guidance" (memberikan bimbingan)
Memberikan bimbingan kepada murid dalam proses belajar
6)
Elicit Performance /Practice (pemantapan apa yang dipelajari)
Memantapkan apa yang dipelajari dengan memberikan latihan-latihan
untuk menerapkan apa yang telah dipelajari itu.
7)
Provide Feedback (memberikan feedback)
Memberikan feedback atau balikan dengan memberitahukan kepada
murid apakah hasil belajarnya benar atau tidak.
8)
Assess Performance (menilai hasil belajar)
Menilai hasil-belajar dengan memberikan kesempatan kepada murid
untuk mengetahui apakah ia telah benar menguasai bahan pelajaran itu dengan
memberikan beberapa soal.
9)
Enhance Retention and Transfer to The Job (mengusahakan
transfer)
Mengusahakan transfer dengan
memberikan contoh-contoh tambahan untuk menggeneralisasi apa yang telah
dipelajari itu sehingga ia dapat menggunakannya dalam situasi-situasi lain.
7)
ELEMEN YANG MENARIK
1.
Dalam behaviorisme, walaupun anak sudah berusaha giat, dan
gurunya pun sudah mengajarkannya dengan tekun, namun jika anak tersebut belum
dapat mempraktekkan materi yang diajarkan, maka ia belum dianggap belajar. Karena
ia belum dapat menunjukkan perubahan perilaku sebagai hasil belajar
2.
Kognitivisme tidak seluruhnya menolak gagasan
behaviorisme, namun lebih cenderung perluasannya, khususnya pada gagasan
eksistensi keadaan mental yang bisa mempengaruhi proses belajar.
3.
Ternyata pakar psikologi yang disebut therapist
perilaku menggunakan prinsip-prinsip belajar operant conditioning untuk
merawat anak-anak atau orang dewasa yang memiliki kelainan psikologis ataupun
masalah perilaku.
4.
Pakar psikologi juga menggunakan teknik operant
conditioning untuk merawat kecenderungan bunuh diri, kelainan seksual,
permasalahan perkawinan, kecanduan obat terlarang, perilaku konsumtif, kelainan
perilaku dalam makan, dan masalah lainnya.
8)
REFLEKSI DIRI
Dari konsep yang diberikan
oleh dosen dan konsep yang saya dapat dari sumber-sumber di atas, wawasan saya
mengenai Belajar dan Pembelajaran menjadi bertambah. Banyak hal yang belum saya
ketahui dan perlu saya tambah pengetahuan saya mengenai belajar dan
pembelajaran. Terutama teori belajar yang dibahas dalam minggu ini. Menurut
saya, seorang guru yang baik adalah guru yang dapat menciptakan kondisi belajar
di kelas/ luar kelas yang menyenangkan dan berorientasi pada kemapuan siswa (Student
Centered), dimana siswa lah yang aktif dalam proses pembelajaran, sehingga
siswa dapat memahami materi yang sedang dibahas. Saya juga harus mengetahui
tugas-tugas guru sebagai fasilitator, motivator, dan lain-lain, sehingga saya
harap bisa menjadi guru yang bijak dan profesional. Materi mengenai teori-teori
belajar harus sangat saya pahami, selain itu juga tentang materi terdahulu
mengenai strategi, metode, teknik, dan model pembelajaran yang waib saya
pahami. Hal ini sebagai bekal saya kelak saat menjadi guru/ dosen. Amiin.. ^^
Bagus sekali isinya... dan sangat membantu. terimakasih
BalasHapusTerima kasih.. :)
BalasHapusassalamualaikum linda
BalasHapusluar biasa
BalasHapus